Upload
cukupsampaiishark
View
321
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fk
BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN Juni 2015 UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
ILEUS OBSTRUKTIF
Disusun Oleh:
ABLISAR SAMAD
110 207 0092
Pembimbing:
dr.MAPPINCARA, Sp.B
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa
Nama : ABLISAR SAMAD
NIM : 1102070092
Universitas : Muslim Indonesia
Laporan Kasus : Ileus Obstruktif
Hari/Tanggal baca : Rabu/ 24 Juni 2015
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, Juni 2015
Pembimbing,
dr. Mappincara , Sp.B
STATUS PASIEN
2
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam
Pekerjaan : Wirasasta Masuk RS : 23 juni 2015
Alamat : Bontoramba Keluar RS : 8 juli 2015
Status : Menikah
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 23 Juni 2015 pukul 16.00
a. Keluhan Utama
Susah buang air besar ± 1 minggu SM
b. Keluhan Tambahan
Nyeri perut hilang timbul, perut kembung, BAB tidak lancar, sulit buang
angin
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat menjalani operasi perut tidak ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa tidak pernah menderita penyakit
seperti ini sebelumnya.
III. PEMERIKSAAN FISIK ( 9 Juni 2012)
3
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Temperatur : 37,50 C
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Baik
Kulit : Turgor normal, warna sawo matang
Status Generalis
- Kepala
Bentuk : Normochepalic
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera anikterik
Telinga : Telinga kiri dan kanan simetris, othoroe (-), nyeri (-)
Hidung : Rhinore (-), septum deviasi (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering, gusi tidak berdarah
- Thorax
Inspeksi : Pernapasan simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus taktil kanan=kiri
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesiculer +/+, Ronkhi-/-, Wheezing -/-
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
4
Lihat Status lokalis
- Ekstremitas
Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral teraba hangat
Kekuatan otot : 5 5
5 5
Rectal toucher
Tonus spingter ani mencekik (+), Ampula kolapa (+), Mukosa licin, massa
di rectum (-), fesses (-), darah (-)
Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, gerakan pernafasan
abdomen (-), darm contour (-), darm steifung (-)
Palpasi : defans musculer (+), massa (-), nyeri tekan (+) regio
lumbal, umbilicus, nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Hipertimpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus meningkat, metalic sound (-),
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Leukosit : 20.100
Hb : 9,6 g/dl
Trombosit : 387.000
GDS : 150,6 mg/dl
Pemeriksaaan Radiologi
5
- Pada foto polos tampak dilatasi digestif (colon dan usus halus)
disertai gambaran herring bone sign
- Kontras barium dapat dimasukkan kedalam rectum sampai sygmoid
- Tampak filling defect area distal sigmoid, permukaan irreguler
- Tidak tampak kontras melewati lesi distal sygmoid
V. RESUME
Anamnesis
± 7 hari yang lalu os susah buang air besar, tinja keluar sedikit-sedikit
seperti kotoran kambing, tidak disertai dengan darah. Susah buang air besar,
tidak disertai demam, ada mual dan muntah, nyeri perut, dan disertai perut
kembung. ± 1 hari SMRS os mengeluh perut semakin kembung disertai
nyeri perut bawah yang semakin memberat, keluhan disertai nyeri uluh hati,
juga disertai mual muntah. Os mengeluh susah bisa BAB dan buang angin.
Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Temperatur : 37,50 C
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status generalis
Kepala : Konjungtiva anemis
Thorax : Dalam Batas Normal
Paru : Dalam Batas Normal
Jantung : Dalam Batas Normal
Abdomen : Nyeri tekan +, bising usus meningkat,
Ekstremitas : Edema non pitting - -
6
- -
Rectal toucher
Tonus spingter ani (+), Kolaps reksi (+), mukosa licin, massa di rectum (-),
fesses (-), darah (-)
Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, gerakan pernafasan
abdomen (-),darm contour (-), darm steifung (-)
Palpasi : defans musculer (+),
nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)
Perkusi : Hipertimpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus meningkat,
VI. DIAGNOSA KERJA
Dx : ileus obstruktif
VII. DIAGNOSA BANDING
Peritonitis
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan elektrolit
Colonoskopi
IX. PENATALAKSANAAN
7
pasien dipuasakan
IVFD RL 20 tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr vial IV (skin test)
Ketorolac 3 x 30 mg amp IV
Ranitidine 2 x 50 mg amp IV
X. PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
FOLLOW UP
8
TANGGAL 10 Juni 2012
Keluhan : Keluhan Utama :Nyeri perut, belum bisa BAB dan
buang angin + sedikit.
Keluhan Tambahan :Badan terasa lemas, kepala pusing
Keadaan Umum Tampak Sakit sedang
Kesadaran E4M6V5
Vital Sign :
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu Tubuh
( 06.00 )
140/90
80x/mnit
20x/mnit
370C
Pemeriksaan Fisik : Status Lokalis :
Regio Abdomen
Inspeksi : Perut tampak cembung, simetris, darm contour
(-), darm steifung (-)
Palpasi : defans musculer (+) berkurang, nyeri tekan (+)
berkurang, nyeri lepas (-)
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-
Auskultasi : Bising usus menurun, Borboritmik (-),
metalik sound (-).
Medikamentosa :
- Dekompresi NGT,
pasien dipuasakan
- IVFD RL XX gtt/menit
Keluar cairan hijau kecoklatan dari NGT
9
- Cefotaxime 2 x 1 gr vial
IV (skin test)
- Ketorolac 3 x 30 mg
amp IV
- Ranitidine 2 x 50 mg
amp IV
- Pasang DC
Hasil Laboratorium : Hematologi :
Leukosit : 18.000
Hb : 9,6 g/dl
Trombosit : 386.000
GDS : 190,6 mg/dl
TANGGAL 10 Juni 2012
Keluhan :
Keluhan Utama :Nyeri perut berkurang, BAB +
lembek sedikit dan buang angin +
sedikit.
Keluhan Tambahan :Badan terasa lemas, kepala pusing
Keadaan Umum Tampak Sakit sedang
Kesadaran E4M6V5
Vital Sign :
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi
Suhu Tubuh
( 06.00 )
140/90
80x/mnit
20x/mnit
370C
Pemeriksaan Fisik : Status Lokalis :
10
Regio Abdomen
Inspeksi : Perut cembung berkurang, simetris, darm
contour (-), darm steifung (-)
Palpasi : defans musculer -, nyeri tekan (+) berkurang,
nyeri lepas (-)
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen, nyeri ketok (-
Auskultasi : Bising usus menurun, Borboritmik (-),
metalik sound (-).
Medikamentosa :
- Dekompresi NGT,
pasien dipuasakan
- IVFD RL XX gtt/menit
- Cefotaxime 2 x 1 gr vial
IV (skin test)
- Ketorolac 3 x 30 mg
amp IV
- Ranitidine 2 x 50 mg
amp IV
- Pasang DC
Hasil Laboratorium : Hematologi :
Leukosit : 15.000
Hb : 9,6 g/dl
Trombosit : 386.000
GDS : 200,6 mg/dl
PASIEN PULANG (APS)
TINJAUAN PUSTAKA
11
A. Latar Belakang
Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap
tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat
disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan
perforasi saluran cerna atau perdarahan (Evers, 2004).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal terjadi
ketika lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus dibedakan
dengan ileus paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang menurun tanpa
adanya sumbatan di lumen intestinal (Thompson, 2005). Hambatan pasase usus
dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh adanya gangguan
peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus obstruktif (obstruksi
mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan
dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus
halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi
pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi
usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya
mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang
memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah darurat (Sjamsuhidajat & Jong,
2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60%
penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98
12
tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki –
laki (Markogiannakis et al., 2007).
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu
kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan
secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
B. Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009). Obstruksi intestinal secara
umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk melanjutkan
perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada adanya
sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus
halus (Thompson, 2005).
C. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan
pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat
melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi
mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ;
1. blokade intralumen (obturasi),
2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus.
3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai
kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui
satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus
obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan saat
dilakukan operasi. (Thompson, 2005)
Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur dan
tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari
terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi
13
laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan
dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi
merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10
% obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab
tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak.
Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan
kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua.
Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster
menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal.
Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya
obstruksi kolon, dengan karsinoma kolorektal. (Thompson, 2005).
14
D. Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan
8 L sekresi dari gaster, intestinal dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal
setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal,
sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon.
Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah
obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal
proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah
distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa
jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus
bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah
intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi,
yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk
menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator
15
vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan
intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme
absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif
vena, edema intralumen, dan iskemia. Gas intestinal juga mengalami akumulasi
saat terjadinya ileus obstruktif. Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi
bikarbonat atau dari metabolisme bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen
(70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip
dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial
untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan
cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya
hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi
ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik
yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat
dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan
respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi
mekanik terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran
cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari
pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada
absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan
intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang
menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga
dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif
intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di
bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses
obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi
semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada
16
peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah,
akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan
intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya
defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis
metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi.
Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi
renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri
Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari
bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan
menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.
Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari
intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal.
Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia
dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh
volvulus.
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan peningkatan
tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena, kebocoran
kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari arteri dan
vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah
strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat
merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari
intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan
peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia,
protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap
terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis
mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding
17
intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan sirkulasi
sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang
dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan
terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal organ, seperti paru.
Obstruksi Gelung Tertutup
Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang
paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.
Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya
closed loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen
di segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat
sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat
fenomena ini ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada
obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi
lebih dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.
Obstruksi Parsial Intestinal
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan
penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan
18
dinding intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan
peningkatan kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan.
Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri
dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.
Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon
khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi.
Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang
berada paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan
telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini
memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena
katup ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal
yang kompeten dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi
cecal dan penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat
meningkatkan resiko terjadinya rupture.
Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis
dari lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon
berakibat pada motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.
Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)
19
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok
(Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005) :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk
dan keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
F. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
20
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan
nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri
kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai
telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi
bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan
peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi
lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat
muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering
ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai
dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
(Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih
21
terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah
obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi
partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda
awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba
dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi.
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud,
high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya
obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi
telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark.
Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai
tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal
toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada
obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam,
leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa
parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi
sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.
G. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu
harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
22
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus
obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus
obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus
obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset
muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009)
23
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan
adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya
cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi
perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila
penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka
akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam
kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan
tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus
(Sjamsuhidajat & Jong,2005).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan
ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial
atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal
penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen
(curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma
24
intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan
etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus
dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan
banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.
Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia,
hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks, Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus
ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto
abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto
abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun
spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran,
antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
25
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan
obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan
radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen
usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian
menghalangi tampaknya airfluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya
berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan
tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien
dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan
biaya yang sedikit.
H. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi
dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena
seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda
– tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
Farmakologis
Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
26
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan
bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
(a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
(b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
I. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika
terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai
sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan
dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
27
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Moore, Keith L. dan Agur, Anne M. R.1995. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates,
Jakarta.
Price, S., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sjamsuhidjajat, R dan Wim De Jong. 2005. Ilmu Bedah. EGC, Jakarta.
Smeltzer, S., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Snell, Richard S.. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. EGC,
Jakarta
Swartz MH. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Alih Bahasa : Lukmanto P, Maulany
R.F, Tambajong J. Jakarta : EGC, 1995. pp. 276-8
Siregar H, Yusuf I, Sinrang AW, Gani AA. Fisiologi Gastrp-intestinal. Ed.1.
Ujung Pandang: Fak. Kedokteran Unhas;1995.
Niko Masyuni Manaf. Penanggulangan 60 penderita obstruksi ileus di RSPAD
Gatot Subroto 1979.
28