Upload
rainy-rai
View
330
Download
24
Embed Size (px)
REFERAT
ILEUS OBSTRUKSI
Oleh :
RAINI
030.08.197
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
PERIODE 23 JULI – 29 SEPTEMBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izin-
Nya penyusun dapat menyelesaikan referrat ini tepat pada waktunya. Referat ini disusun guna
memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Koja..
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr.A. Fanani Sp.B
yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan referat ini, serta kepada seluruh dokter
yang telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit
Umum Daerah Koja. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di
kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada
penyusun.
Dengan penuh kesadaran dari penyusun, meskipun telah berupaya semaksimal
mungkin untuk menyelesaikan referat ini, namun masih terdapat kelemahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan. Akhir kata,
penyusun mengharapkan semoga referat ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita
semua.
Jakarta, 12 september 2012
Raini
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………................... 2
Lembar Pengesahan …………………………………………………................... 3
Daftar Isi ……………………………………………………………... 4 3
BAB I USUS ……... …………………………………………................... 5 4
I. Embriologi ………………………………………………... 5 4
II. Anatomi …………………………………………………… 6 5
III. Fisilogi …………………… ………………………………. 8 7
BAB II ILEUS OBSTRUKSI ….…………………………………………. 11 10
I. Pendahuluan ……………………………………………... 11 10
II. Definisi ……...……………………………………………...11 10
III. Klasifikasi ………………………………………………11 10
IV. Etiologi ..……..………………………………………12 11
V. Phatofisiologi ....…………………………………………… 13 12
VI. Gejala Klinis ...…………………………………………….. 15 14
VII. Diagnosis …………….……………………………………. 16 15
VIII. Diagnosis banding ………………………………………….20 19
IX. Penatalaksanaan ……………………………………….…... 21
Persiapan penderita ………………………………………. 21
Tindakan Operatif …….…………………………………………………….. 21
Pasca Operasi ……………………………………………….. 22
X. Komplikasi ……..…………………………………………. 23
XI. Prognosis ………..………………………………………….24
BAB III. DAFTAR PUSTAKA …..………………………………………... 25
3
BAB II
ILEUS OBSTRUKSI
Pendahuluan
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya,
ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh
cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau
perdarahan.
Intestinal obstruction merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi,
sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri ginekologik
makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang
diagnostik kelainan abdominalis.
Intestinal obstruction meliputi sumbatan sebagian (partial) atau seluruh
(complete) lumen usus sehingga mengakibatkan isi usus tak dapat melewati lumen
usus. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi, yang paling sering
menyebabkannya adalah jaringan usus itu sendiri karena adhesi, hernia, atau tumor11.
Tidak hanya intestinal obstruction saja yang dapat menghasilkan perasaan yang
tidak nyaman, kram perut, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah, bila tak diobati
dengan benar, intestinal obstruction dapat menyebabkan sumbatan bagian usus dan
menyebabkan kematian usus. Kematian jaringan ini dapat ditunjukkan dengan
perforasi usus, infeksi ringan, dan shock11.
4
Adhesi merupakan suatu jaringan parut yang sering menyebabkan organ dalam dan
atau jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat membelit dan menarik
organ dari tempatnya dan merupakan penyebab utama dari obstruksi usus, infertilitas
(bedah ginekologik), dan nyeri kronis pelvis.
Definisi
Ileus obstruktif adalah obstruksi usus akibat dari penghambatan motilitas usus yang
dapat ditimbulkan oleh banyak penyebab.
INSIDEN
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan
pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan.
Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari
penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%,
Volvulus 1,7%.(5,10)
I. Anatomi
Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm
sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum
panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100 –
110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai
oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium. Kira – kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi yang
besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu
5
berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada
apeks sekum.
Secara mikroskopik, dinding usus halus dibagi atas empat lapisan yaitu lapisan
serosa, muskularis propria, lapisan submukosa dan lapisan mukosa. Lapisan serosa
merupakan lapisan terluar yang terdiri dari peritoneum visceralis dan parietal dan
ruang yang terletak antara lapisan visceral dan parietal dinamakan rongga
peritoneum. Lapisan muscularis propria terdiri dari dua lapisan otot yaitu lapisan otot
longitudinal yang tipis dan lapisan otot sirkular yang tebal. Ganglion sel berasal dari
pleksus Myenterica (Auerbach) yang berada di antara lapisan otot dan mengirimkan
rangsangan pada kedua lapisan tersebut. Lapisan submucosa terdiri dari lapisan
jaringan konektif fibroelastis yang berisi pembuluh darah dan saraf. Lapisan mukosa
dibagi menjadi 3 lapisan yaitu mukosa muscularis, lamina propria dan lapisan epitel.
Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lapisan sirkular yang dinamakan valvula
koniventes (Lig.Kerckringi) yang menonjol ke dalam sekitar 3 mm.
Mesenterium merupakan lipatan peritoneum yang lebar, menyerupai kipas yang
menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen. Omentum mayus
merupakan lapisanganda peritoneum yang mengantung dari curvatura mayor lambung
dan berjalan turun di depan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak
lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi rongga peritoneum terhadap
infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari
curvatura minor lambung dan bagian atas duodenum menuju ke hati, membentuk
Ligamentum Hepatogastrikum dan Ligamentum hepatoduodenale.
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca.
Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh
arteri gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior. Darah
dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis
membentuk vena porta.
6
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati
sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon
ascenden, colon transversum, descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon
membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut
dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi
krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar memiliki
empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh
cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media.
Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar
rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan
a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya.
Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan
pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari N.vagus.
II. Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan –
bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk.
Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas
yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam
7
dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati
membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan
permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus
akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan
sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung
lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi
lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel –
sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan
makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :
Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur
makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi
Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah
usus besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri
dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang
terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot
longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan
berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 –
4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus
berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
8
sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan
hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7
kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan
menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian
proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan
biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh
adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh
adanya sel – sel pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas
dari sel – sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan
refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon
gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus.
Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.
Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama
beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal
meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal
menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum
oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada daerah
ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali dari caecum masuk
ke ileum.
9
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di
dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal
akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga
memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada
appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan
mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.
I. Klasifikasi
Berdasarkan Lokasi Obstruksi :
Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
Letak Tengah : Ileum Terminal
Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
Berdasarkan Stadium :
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa
10
II. Etiologi
Ileus Obstruktif
a. Hernia
Inkarserata
Suatu keadaan
dimana isi
kantong henia
tidak dapat masuk
kembali ke rongga peritoneal akibat jepitan. Proses yang langsung terjadi adalah
gangguan aliran darah dan gangguan pasase segmen usus yang terjepit.
b. Non Hernia :
Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
Adhesi adalah pita fibrosa yang membentuk jaringan scarlike antara dua permukaan
di dalam tubuh.
11
Invaginasi atau intususepsi adalah bagian usus masuk kedalam usus dibagian
belakangnya, terjadi jepitan usus, sehingga menyebabkan hambatan aliran usus dan
mengganggu aliran darah yang melalui bagian usus yang mengalami intususepsi.
Atau bagian proksimal masuk kebagian distal.
Volvulus adalah merupakan keainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap usu
itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usustersebut dengan mesenterum itu
sendiri sebagai aksis longitudilah sehingga menyebabkan obstruksi saluran cerna.
Malformasi Usus
III. Patofosilogi
12
Proliferasi bacteri yang berlangsung cepat
Tekanan intralumen
Syok hipovolemik
Obstruksi usus
Ischemia dinding usus
Volume ECF
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen sebelah proksimal dari letak obstruksi
Kehilangan H2O dan elektrolit
Distensi
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan
cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding
usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas ntakin
hertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi
juga dapat mengenai seluruh panjang usus sehelah proximal sumbatan. Sumbatan ini
menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.
Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan
kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah
hilang oleh karena dinding usus kehilangan kontraksinya
IV. Gejala klinis
13
Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke
dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik
Peritonitis septikemia
Kehilangan cairan yang menuju ruang peritoneum
A. Nyeri-Kolik
B. Muntah :
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.\
C. Perut Kembung (distensi)
D. Konstipasi
E. Tidak ada defekasi
F. Tidak ada flatus
G. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus
H. Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
Tabel-2.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.
Macam ileus
Nyeri Usus Distensi Muntah borborigmi
Bising usus Ketegangan abdomen
Obstruksi simple tinggi
++
(kolik)
+ +++ Meningkat -
Obstruksi simple rendah
+++
(Kolik)
+++ +
Lambat, fekal
Meningkat -
Obstruksi strangulasi
++++
(terus-menerus, terlokalisir)
++ +++ Tak tentu
biasanya meningkat
+
Paralitik + ++++ + Menurun - Oklusi vaskuler
+++++ +++ +++ Menurun +
V. Diagnosis
14
1. Subyektif -Anamnesis
Nyeri-Kolik. Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus, Obstruksi
kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik. Muntah, Perut Kembung (distensi),
Konstipasi, Tidak ada defekasi, Tidak ada flatus
Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali
menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat
buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat
diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi
sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. Onset keluhan yang
berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat
dapat menjurus kepada ileus letak rendah.
2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal,
femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat
terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas
luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
Perkusi
15
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi
sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam
resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi
dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat
dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat,
dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada
foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos
16
abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Foto polos abdomen
Dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi
bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan
nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan
adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan
adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
17
CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus
halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.
18
VI. Diagnosis banding
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1. Carcinoid gastrointestinal.
2. Penyakit Crohn.
3. Intussuscepsi pada anak.
4. Divertikulum Meckel.
5. Ileus meconium.
6. Volvulus.
7. Infark Myocardial Akut.
8. Malignansi, Tumor Ovarium.
9. TBC Usus.
19
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan obstruksi ileus sekarang dengan jelas telah menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas. Hal ini terutama disebabkan telah dipahaminya dengan tepat
patogenesis penyakit serta perubahan homeostasis sebagai akibat obstruksi usus.
Pada umumnya penderita mengikuti prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap.
1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa obstruksi ileus
secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang baik, obstruksinya
berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi :
o Penderita dirawat di rumah sakit.
o Penderita dipuasakan
o Kontrol status airway, breathing and circulation.
o Dekompresi dengan nasogastric tube.
o Intravenous fluids and electrolyte
o Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Operatif.
20
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada
24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi
usus dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
21
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang
masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul
dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena catatan tersebut
mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak
dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal
tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi
meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca
bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga
keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca
bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring
pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain
pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya
mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas
dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
VIII. Komplikasi
o Nekrosis usus
o Perforasi usus
o Sepsis
o Syok-dehidrasi
o Abses
o Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
o Pneumonia aspirasi dari proses muntah
o Gangguan elektrolit
o Meninggal
IX. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat
segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
22
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.
2. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.
3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
4. General and laparoscopy surgeon,: Ileus obstruksi. Editor : Dr. A. Yuda Hendaya. Sp B, FInaCS,FMAS. http://www.dokteryudabedah.com . last Update januari 5, 2010
5. Obstruksi usus kecil. Avialablle at URL. www. learningRadiology.com Accessed on 18 April 2010
6. Evers, BM Usus Kecil. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, eds.
Sabiston Textbook of Surgery . 18th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2008:chap 48
7. Intestinal obstruction. Aviable at URL . www.healthline.com. Accessed 0n 20 April 2010
23