26
A. HIPOTERMIA Definisi Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36 o C (Dep.Kes. RI, 1994). Bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5°C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu axila). Etiologi 1. Jaringan lemak subkutan tipis. 2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. 3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. 4. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. 5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi. Faktor resiko 1. Penyebab utama Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin. Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur Tempat melahirkan yang dingin

Hipotermia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36oC (Dep.Kes. RI, 1994). Bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5°C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu axila).

Citation preview

Page 1: Hipotermia

A. HIPOTERMIA

Definisi  

Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36oC (Dep.Kes. RI, 1994). Bayi

dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu  normal bayi adalah 36,5-37,5°C. Suhu

normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu axila).

Etiologi 

1. Jaringan lemak subkutan tipis.

2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.

3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.

4. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi

kedinginan.

5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi

mengalami hipotermi. 

Faktor resiko 

1. Penyebab utama

Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya

mengeringkan bayi secepat mungkin.

Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir

Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir

Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur

Tempat melahirkan yang dingin

Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan,

hipoglikemia, perdarahan intra kranial

2. Faktor pencetus terjadinya hipotermia :

Faktor lingkungan

Syok

Infeksi

Page 2: Hipotermia

Gangguan endokrin metabolik

Kurang gizi, energi protein (KKP)

Obat – obatan

Aneka cuaca (DepKes RI, 1992)

Patofisiologi

     Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,5oC – 37,5oC (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia

apabila suhu < 36oC atau kedua kaki, dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba

dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (Suhu 32oC – 36oC). Disebut hipotermia

berat bila suhu tubuh < 32oC. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah

yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen,

mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Saifudin, 2002).

BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan

kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas.

1. Penurunan produksi panas

Hal ini dapat disebabkan kegagalan sistem endokrin dan terjadi penurunan

metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya keadaan

disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitari.

2. Peningkatan panas yang hilang

Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan

panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas terjadi secara:

Konduksi

Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara

obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara BBl dengan

permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang

bersentuhan pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses

penimbangan.

Konveksi

Page 3: Hipotermia

Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit

dan aliran darah yang dingin dipermukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas

disini dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu

transportasi BBL ke rumah sakit.

Radiasi

Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang lebih dingin,

misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat di kelilingi suhu lingkungan yang lebih

dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau

suhu inkubator yang dingin.

Evaporasi

Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus

respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir,

atau pada waktu dimandikan.

3. Kegagalan termoregulasi

Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam

menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin/

saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal

(analgesik/anastesi)dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu

tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam peraturan suhu dapat menjadi

hipotermi atau hipertermi.

Diagnosis

Anamnesis

Menurut departemen kesehatan RI 2007, diagnosa bayi baru lahir yang mengalami

hipotermi dapat ditinjau dari riwayat asfiksia pada waktu lahir, riwayat bayi yang

dimandikan sesudah lahir, riwayat bayi yang tidak dikeringkan setelah lahir dan tidak dijaga

kehangatannya, riwayat terpapar ruangan yang dingin dan riwayat melakukan tindakan tanpa

tambahan kehangatan pada bayi. Waktu timbulnya kurang dari 2 hari.

Page 4: Hipotermia

Pemeriksaan Fisik

Penatalaksanaan

Seorang bayi cukup bulan yang sehat dan berpakaian akan mempertahankan suhu tubuh

sebesar 36-37ºC asalkan suhu lingkungan dipertahankan antara 18-21ºC, gizi cukup dan

gerakannya tidak terhambat oleh bedong yang ketat. Laju metabolism bayi berbeda-beda, tetapi

masing-masing bayi harus diawasi tidak boleh terlalu panas.

Saat merawat bayi beresiko, harus melakukan pengukuran ekstra untuk mempertahankan

suhu lingkungan yang netral (neutral thermal environment) untuk bayi tersebut. Suhu lingkungan

yang netral yaitu suhu lingkungan dimana bayi akan mempertahankan suhu normal tanpa

menggunakan energy berlebihan untuk melakukannya.

Penanganan Hipotemi Berat

1. Segera hangatkan bayi dibawah alat pemancar panas yang telah dihangatkan sebelumnya,

bila mungkin gunakan inkubator

2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu beri pakaian yang hangat

3. Pakai topi dan selimuti dengan selimut hangat

4. Bayi harus  dihindari dari paparan panas berlebihan dan usahakan posisi bayi sering

diubah bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas > 60 atau < 40kali/menit,

tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi)

Page 5: Hipotermia

5. Selanjutnya pasang jalur intravena sesuai dengan dosis rumatan dan selang infus tetap

terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.

6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah <45 mg/dl (2,6mmol/L), berikan

penaganan terhadap hipoglikemi.

7. Nilai tanda kegawatan pada bayi (missal gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap

jam dan nilai juga kemampuan minum tiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas

normal.

8. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam

penanganan kemungkinan beasr sepsis.

9. Anjurkan ibu menyusu segera setelah bayi siap, bila bayi tidak dapat menyusus, beri ASI

peras. Bila bayi tidak bisa menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI perah

begitu suhu bayi mencapai 35ºC.

10. Periksa suhu bayi tiap jam, bila suhu naik paling tidak 0,5ºC/jam, berarti upaya

menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu setiap 2 jam.

11. Periksa juga suhu alat yang diapai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam.

12. Setelah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk bayi serta pantau bayi

selama 12 jam dan ukur suhunya tiap 3 jam. Kemudian pantau bayi selama 24 jam setelah

penghentian antibiotika.

13. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada

masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dpat dipulangkan dan

ansehati ibu bagaimana cara agar menjaga bayi tetap hangat selama dirumah (Buku Ajar

Neonatologi, EDISI pertama IDAI).

Hipotermi Sedang

1. Ganti pakaian yang dingin dan basah ddengan pakaian yang hangat, memakai topi dan

selimut yang hangat.

2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit

dengan kulit atau perawatan metode kanguru

3. Bila ibu tidak ada : hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas,

gunakan inkobator atau ruang hangat bila perlu. Periksa suhu alat penghangat dan suhu

ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian

Page 6: Hipotermia

minum dan sesuaikan dengan pengatur suhu. Hindari paparan panas yang berlebihan dan

posisis bayi lebih sering diubah

4. Anjurkan ibu menyusu segera setelah bayi siap, bila bayi tidak dapat menyusus, beri ASI

peras.

5. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah <45 mg/dl (2,6mmol/L), berikan

penaganan terhadap hhipoglikemi.

6. Nilai tanda kegawatan pada bayi

7. Periksa suhu bayi tiap jam, bila suhu naik paling tidak 0,5ºC/jam, berarti upaya

mengahangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu setiap 2 jam.

8. Bila suhu tidak naik atau terlalu pelan, < 0,5ºC/jam cari tanda sepsis

9. Setleah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk bayi serta pantau bayi

selama 12 jam dan ukur suhunya tiap 3 jam

10. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada

masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dpat dipulangkan dan

ansehati ibu bagaimana cara agar menjaga bayi tetap hangat selama dirumah.(Buku Ajar

Neonatologi, EDISI ketiga IDAI)

Pencegahan

1. Ruang melahirkan hangat

Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan, harus cukup hangat dengan

suhu ruangan antara 25oC - 28 oC serta bebas dari aliran udara melalui jendela, pintu,

ataupun dari kipas angin. Selain itu sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk

pertologan BBL sudah disiapkan, serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih

dalam resusitasi BBL sebagai penanggung jawab pada perawatan BBL.

2. Pengeringan Segera

Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera mengganti

kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian diletakkan di

permukaan yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus

dengan pakainan hangat. Kesalahan yang sering dilakukan adalah, konsentrasi penolong

Page 7: Hipotermia

kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan pompa jantung pada waktu resusitasi,

sehingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin yang kemungkinan besar terjadi

segera setelah bayi dilahirkan.

3. Kontak kulit dengan kulit

Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah

hilangnya pada pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm  maupun preterm. Dada atau perut

ibunya tidak dimungkinkan, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat, dapat

diletakkan dalam dekapan lengan ibunya.

Metode perawatan kontak kulit dengan kulit (Skin to skin contact / Kangoroo

mother care / KMC / perawatan bayi lekat) dalam perawatan bayi selanjutnya sangat

dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil, oleh karena dari beberapa penelitian

dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian

bayi-bayi kecil.

4. Pemberian ASI

Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama

kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi akan sangat

menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses termoregulasi pada

BBL.

5. Tidak segera memandikan/menimbang bayi

Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6

jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Oleh karena tindakan memnadikan bayi segera

setelah lahir, akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Mekoneum,

darah, atau sebagian verniks, dapat dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan

bayi. Sisa verniks yang masih menempel di tubuh bayi tidak perlu dibuang, selain

tindakan tersebut akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih

bermanfaat sebagai pelindung panas tubuh bayi, dan akan di reabsorbsi dalam hari-hari

pertama kehidupan bayi.

Page 8: Hipotermia

Menimbang bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian, oleh karena dengan

tindakan menimbang sangat dimungkinkan akan terjadi penurunan suhu tubuh bayi.

Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi, timbangan yang digunakan diberi alas

kain hangat.

6. Pakaian dan selimut bayi yang adekuat

Secara umum, BBL memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut lebih banyak

daripada orang dewasa. Pakaian, dalam hal ini juga meliputi topi, karena sebagian besar

(kurang lebih 25 %) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi. Pakaian dan

selimut seyogyanya cukup longgar, sehingga memungkinkan adanya lapisan udara

diantara permukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif . Bedong

(swaddling) yang biasanya sangat erat sebaiknya dihindarkan, selain menghilangkan

lapisan udara sebagai penyangga panas, juga menaikkan risiko terjadinya pneumonia

dan penyakit infeksi saluran nafas lainnya, karena tidak memungkinakan paru bayi

mengembang sempurna pada waktu bernafas.

Pada perawatan BKB selain dengan cara perawatan bayi lekat, pakain dan selimut

hangat, penggunaan plastik sebagai selimut pelapis, atau meletakkan bayi dibawah

pemancar panas, dilaporkan sangat bermanfaat untuk memperkecil proses kehilangan

panas. Dalam hal ini temperatur harus selalu dimonitor denga ketat, untuk

menghindarikan terjadinya hipertermi. Bayi yang lahir dari ibu dengan demam,

mempunnyai risiko untuk terjadinya depresi pernapasan, kejang, risiko yang meningkat

terjadinya kematian , atau palsi serebral.  

7. Rawat gabung

Bayi-bayi yang dilahirkan di rumah atapun yang dilahirkan di rumah sakit,

seyogyanya dijadikan satu, dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya, selama 24

jam penuh dalam ruangan yang cukup hangat (minimal 25 oC). Hal ini akan sangat

menunjang pemberian ASI on demand, serta mengurangi risiko terjadi infeksi

noskomial pada bayi-bayi yang lahir dirumah sakit.

8. Transpotasi hangat

Page 9: Hipotermia

Apabila bayi perlu segera dirujuk di rumah sakit, atau ke bagian lain di

lingkungan rumah sakit, seperti di ruang rawat bayi atau di NICU, sangat penting untuk

selalu menjaga kehangatan bayi selama perjalanan. Apabila memungkinkan, adalah

merujuk bayi bersamaan dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat, oleh karena hal ini

merupakan cara yang sederhana dan aman.

9. Resusitasi hangat

Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal

ini sangat penting, oleh karena bayi-bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya tidak

dapat menghasilkan panas yang cukup efisien sehingga mempunyai risiko tinggi

menerita hipotermia.

Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, memberikan lingkungan yang

hangat dan kering, dengan melakukan bayi dibawah alat pemancar panas, merupakan

salah satu dan rangkaian prosedur standar resusitasi BBL.

10. Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat

Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi (dokter,

bidan, perawat, dukun bayi, dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman

tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai hangat,. Keluarga dan

anggota masayarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu diberikan pengetahuan dan

kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat .

B. HIPERTERMIA

Definisi

Hypertermia adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 ºC.

Penyebab

Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan

infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan di dekat

api atau ruangan yang berudara panas.

Page 10: Hipotermia

Tanda dan gejala

1. Suhu tubuh bayi >37,5 ºC

2. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor  kulit kurang, mata dan ubun-ubun

besar cekung, lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih berkurang

3. Malas minum

4. Frekuensi nafas lebih dari 60x/menit

5. Denyut jantung lebih dari 160 x/menit

6. Letargi

7. Iritabel

Penatalaksanaan

Penanganan pada bayi yang menderita penyakit ini disesuaikan dengan gejala dan efek

yang ditimbulkan.

1. Bila suhu diduga karena panas yang berlebihan dan bila bayi belum pernah diletakkan

didalam alat penhangat, maka :

a. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)

b. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu

c. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal

d. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan selama 10-

15 menit dalam suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan menggunakan

air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah suhu bayi

e. Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, bukan inkubator sampai

suhu dalam batas normal

f. Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit, kemudian beri pakaian lagi

sesuai dengan alat penghangat yang digunakan

g. Periksa tubuh bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal

h. Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengaturan suhu

2. Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan, maka :

a. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis

b. Letakkan bayi di ruangan dengan  suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)

Page 11: Hipotermia

c. Lepaskan pakaian bayi sebagian bila perlu

d. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas normal

e. Bila suhu tubuh bayi sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres selama 10-15

menit dalam air yang suhunya 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan

menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah suhu

bayi.

3. Yakinkan bayi mendapat masukan cukup cairan, yaitu dengan cara :

a. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya

b. Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasi

4. Periksa kadar glukosa darah, bila kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l) tangani hipoglikemi

5. Cari tanda sepsis

6. Setelah keadaan bayi normal :

a. Lakukan perawatan lanjutan

b. Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam

7. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada

masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasehati

ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas yang

berlebihan

Penanganan hypertermia pada bayi baru lahir :

Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 25 ºC-28 ºC

Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan

menggunakan air es)

Berikan cairan dextrose dan Nacl (1:4) sampai dehidrasi teratasi

Jika ada infeksi berikan antibiotik

Page 12: Hipotermia

TATA LAKSANA SYOK SEPTIK

Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian tera

pi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas dengan

oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid

500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan

arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila

MAP > 90 mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila

ScvO2 <70 %, dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan

hematokrit optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila

MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit.

Sumber : Rivers (2011)

Page 13: Hipotermia

Tata laksana  syok  sepik  yang  biasa  digunakan  pada  Advanced  Cardiac  Life Support

(ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap sebagai berikut :

1. Stages ABC: Immediate Stabilization

Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan keadekuatan 

jalan  napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. Manajemen Penanganan hipotensi

pertama kali  adalah dengan resusitasi volume secara agresif, baik  dengan kristaloid 

isotonik,  atau  dalam  kombinasi  dengan  koloid.  Jangan  mengganggu denyut jantung:

karena takikardia adalah manuver kompensasi.

Airway  harus  dikontrol  dan  pasien  diberikan  oksigen  dengan  menggunakan ventilasi

mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari 

semua  upaya  resusitasi  adalah  untuk  menjaga  pengiriman  oksigen  tetap adekuat. 

Indikasi  untuk  intubasi  dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas,adanya

perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada

sepsis, oksigen tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena

adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot  pernafasan, bronkokonstriksi  dan

asidosis;  penggunaan ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.

2. Stage C: re-establishing the circulation

Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis dan

sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah upaya

untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada

bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume agresif meningkatkan

hasil pada sepsis. Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat

Ringer. Pemberian  cairan  dalam  jumlah  besar  dapat  menimbulkan  redistribusi  ke

interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous. Pemberian

resusitasikristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena hyperchloremia (disebut

"asidosisdilutional").  Cairan Ringerlaktat tidak  aman  diberikan  pada pasien  dengan

gangguan fungsi hati parah.

3. Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation

Page 14: Hipotermia

Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh mana sepsis:  

suhu,  jumlah  sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan antimikroba ditentukan

oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme yang terlibat.

4. Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C

Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:

Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)

Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obati

mmunosuppressive), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.

ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien

diperlakukan

Pemberian activated protein C bila ada indikasi Activated protein C memodulasi

inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi kematian.

Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen yang

mempromosikan fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.

5. Step F = Find and control the source of infection

Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten : Anda harus

menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan detektif yang

lebihluas. Pada  tahap  awal  detektif,  serangkaian  kultur  dilakukan  sebagai  bagian 

dari  penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang

biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas

mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari

100 sumber dapatdilokalisasi dan dikendalikan.

6. Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation

Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi

Pencegahan  atrofi  vili  mukosa  usus  dan  bakteri  translokasi  melibatkan restorasi

aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.

Page 15: Hipotermia

Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan

oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan lapisan ini

penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri

(1) Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi perlindungan telah

muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti dobutamine, dengan makan

Immunonutrition

(2) Strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan menggabungkan

glutamin, omega-3 asam lemak,  arginin dan  ribonucleotides  dan  zat makan

konvensional. Ada beberapa bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.

7. Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of organ

failure.

Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ

Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ menggunakan 

pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel.  Pengukuran  tekanan  darah langsung

(menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk  membimbing  terapi,  dan  ada

hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan darah dan output urin. Tekanan vena

sentral berguna untuk memantau status volume, tapi nilai kecil dalam hal

perfusiorgan. Analisa gas darah, pH, defisit dasar dan laktat serum adalah panduan

yang berguna dari semua perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses

resusitasi, harus bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam

serum.

8. Step I = Iatrogenic injuries and complications

Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula darah dan

monitor adanya adrenal insufisiensi. Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif

memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber infeksi. Tim kesehatan harus berupaya

untuk melakukan tindakan yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis

vena dalam (DVT), luka tekanan. Selain  itu, penggunaan endotrakealtube  dapat menjadi 

jalan bagi organisme untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking

agents dan  steroids  dapat menjadi factor  predisposisi  terjadinya polymiopati.  Semua

Page 16: Hipotermia

intervensi yang diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan

central line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji

betul manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.

9. Step J = Justify your therapeutic plan

Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudahdilakukan

Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah stabil dan

sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa kateter arteri paru-

paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat memberikan risiko negatif. Spektrum

terapi antimikroba harus dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara

agresif upaya untuk melakukan penyapihan penggunaan vasopressor  dan ventilasi 

mekanik harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan  secara  klinis, 

Anda  harus  mempertanyakan  mengenaisumber kontrol lain yang belum

teridentifikasi

10. Step KL = Keep Looking. Have  we adequately  controlled  the source? Are there

secondary sources of infection/inflammation.

Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai

sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.

Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang harus

diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda infeksi baru

muncul, jumlah sel darah putih meningkat. Ingatlah infeksi baru cenderung datang

dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh dilupakan karena

dapat beresiko terjadinya kolesistitis, perforasi tukak lambung.

11. Step MN = Metabolic and  Neuroendocrine control.  Tight  control of  blood  sugar.

Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in renal failure.

Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa bila

ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis  adalah  penyakit  multi system  dipengaruhi 

oleh  respon neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang

bagus bahwa kontrol gula darah meningkatkan harapan hidup.

Page 17: Hipotermia