Upload
willywiliam
View
13
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36oC (Dep.Kes. RI, 1994). Bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5°C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu axila).
Citation preview
A. HIPOTERMIA
Definisi
Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36oC (Dep.Kes. RI, 1994). Bayi
dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5°C. Suhu
normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu axila).
Etiologi
1. Jaringan lemak subkutan tipis.
2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
4. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi
kedinginan.
5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi
mengalami hipotermi.
Faktor resiko
1. Penyebab utama
Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya
mengeringkan bayi secepat mungkin.
Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir
Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur
Tempat melahirkan yang dingin
Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan,
hipoglikemia, perdarahan intra kranial
2. Faktor pencetus terjadinya hipotermia :
Faktor lingkungan
Syok
Infeksi
Gangguan endokrin metabolik
Kurang gizi, energi protein (KKP)
Obat – obatan
Aneka cuaca (DepKes RI, 1992)
Patofisiologi
Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,5oC – 37,5oC (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia
apabila suhu < 36oC atau kedua kaki, dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba
dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (Suhu 32oC – 36oC). Disebut hipotermia
berat bila suhu tubuh < 32oC. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah
yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen,
mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian (Saifudin, 2002).
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan
kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas.
1. Penurunan produksi panas
Hal ini dapat disebabkan kegagalan sistem endokrin dan terjadi penurunan
metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya keadaan
disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitari.
2. Peningkatan panas yang hilang
Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan
panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas terjadi secara:
Konduksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara
obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara BBl dengan
permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang
bersentuhan pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses
penimbangan.
Konveksi
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit
dan aliran darah yang dingin dipermukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas
disini dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu
transportasi BBL ke rumah sakit.
Radiasi
Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang lebih dingin,
misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat di kelilingi suhu lingkungan yang lebih
dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau
suhu inkubator yang dingin.
Evaporasi
Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus
respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir,
atau pada waktu dimandikan.
3. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin/
saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal
(analgesik/anastesi)dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu
tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam peraturan suhu dapat menjadi
hipotermi atau hipertermi.
Diagnosis
Anamnesis
Menurut departemen kesehatan RI 2007, diagnosa bayi baru lahir yang mengalami
hipotermi dapat ditinjau dari riwayat asfiksia pada waktu lahir, riwayat bayi yang
dimandikan sesudah lahir, riwayat bayi yang tidak dikeringkan setelah lahir dan tidak dijaga
kehangatannya, riwayat terpapar ruangan yang dingin dan riwayat melakukan tindakan tanpa
tambahan kehangatan pada bayi. Waktu timbulnya kurang dari 2 hari.
Pemeriksaan Fisik
Penatalaksanaan
Seorang bayi cukup bulan yang sehat dan berpakaian akan mempertahankan suhu tubuh
sebesar 36-37ºC asalkan suhu lingkungan dipertahankan antara 18-21ºC, gizi cukup dan
gerakannya tidak terhambat oleh bedong yang ketat. Laju metabolism bayi berbeda-beda, tetapi
masing-masing bayi harus diawasi tidak boleh terlalu panas.
Saat merawat bayi beresiko, harus melakukan pengukuran ekstra untuk mempertahankan
suhu lingkungan yang netral (neutral thermal environment) untuk bayi tersebut. Suhu lingkungan
yang netral yaitu suhu lingkungan dimana bayi akan mempertahankan suhu normal tanpa
menggunakan energy berlebihan untuk melakukannya.
Penanganan Hipotemi Berat
1. Segera hangatkan bayi dibawah alat pemancar panas yang telah dihangatkan sebelumnya,
bila mungkin gunakan inkubator
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu beri pakaian yang hangat
3. Pakai topi dan selimuti dengan selimut hangat
4. Bayi harus dihindari dari paparan panas berlebihan dan usahakan posisi bayi sering
diubah bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas > 60 atau < 40kali/menit,
tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi)
5. Selanjutnya pasang jalur intravena sesuai dengan dosis rumatan dan selang infus tetap
terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah <45 mg/dl (2,6mmol/L), berikan
penaganan terhadap hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan pada bayi (missal gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap
jam dan nilai juga kemampuan minum tiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas
normal.
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan beasr sepsis.
9. Anjurkan ibu menyusu segera setelah bayi siap, bila bayi tidak dapat menyusus, beri ASI
peras. Bila bayi tidak bisa menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI perah
begitu suhu bayi mencapai 35ºC.
10. Periksa suhu bayi tiap jam, bila suhu naik paling tidak 0,5ºC/jam, berarti upaya
menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang diapai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap jam.
12. Setelah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk bayi serta pantau bayi
selama 12 jam dan ukur suhunya tiap 3 jam. Kemudian pantau bayi selama 24 jam setelah
penghentian antibiotika.
13. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dpat dipulangkan dan
ansehati ibu bagaimana cara agar menjaga bayi tetap hangat selama dirumah (Buku Ajar
Neonatologi, EDISI pertama IDAI).
Hipotermi Sedang
1. Ganti pakaian yang dingin dan basah ddengan pakaian yang hangat, memakai topi dan
selimut yang hangat.
2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak kulit
dengan kulit atau perawatan metode kanguru
3. Bila ibu tidak ada : hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas,
gunakan inkobator atau ruang hangat bila perlu. Periksa suhu alat penghangat dan suhu
ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian
minum dan sesuaikan dengan pengatur suhu. Hindari paparan panas yang berlebihan dan
posisis bayi lebih sering diubah
4. Anjurkan ibu menyusu segera setelah bayi siap, bila bayi tidak dapat menyusus, beri ASI
peras.
5. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah <45 mg/dl (2,6mmol/L), berikan
penaganan terhadap hhipoglikemi.
6. Nilai tanda kegawatan pada bayi
7. Periksa suhu bayi tiap jam, bila suhu naik paling tidak 0,5ºC/jam, berarti upaya
mengahangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu setiap 2 jam.
8. Bila suhu tidak naik atau terlalu pelan, < 0,5ºC/jam cari tanda sepsis
9. Setleah suhu bayi normal, lakukan perawatan lanjutan untuk bayi serta pantau bayi
selama 12 jam dan ukur suhunya tiap 3 jam
10. Bila suhu bayi tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dpat dipulangkan dan
ansehati ibu bagaimana cara agar menjaga bayi tetap hangat selama dirumah.(Buku Ajar
Neonatologi, EDISI ketiga IDAI)
Pencegahan
1. Ruang melahirkan hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan, harus cukup hangat dengan
suhu ruangan antara 25oC - 28 oC serta bebas dari aliran udara melalui jendela, pintu,
ataupun dari kipas angin. Selain itu sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk
pertologan BBL sudah disiapkan, serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih
dalam resusitasi BBL sebagai penanggung jawab pada perawatan BBL.
2. Pengeringan Segera
Segera setelah lahir, bayi dikeringkan kepala dan tubuhnya, dan segera mengganti
kain yang basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian diletakkan di
permukaan yang hangat seperti pada dada atau perut ibunya atau segera dibungkus
dengan pakainan hangat. Kesalahan yang sering dilakukan adalah, konsentrasi penolong
kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan pompa jantung pada waktu resusitasi,
sehingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin yang kemungkinan besar terjadi
segera setelah bayi dilahirkan.
3. Kontak kulit dengan kulit
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah
hilangnya pada pada BBL, baik pada bayi-bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut
ibunya tidak dimungkinkan, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat, dapat
diletakkan dalam dekapan lengan ibunya.
Metode perawatan kontak kulit dengan kulit (Skin to skin contact / Kangoroo
mother care / KMC / perawatan bayi lekat) dalam perawatan bayi selanjutnya sangat
dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil, oleh karena dari beberapa penelitian
dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian
bayi-bayi kecil.
4. Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama
kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi akan sangat
menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam proses termoregulasi pada
BBL.
5. Tidak segera memandikan/menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6
jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Oleh karena tindakan memnadikan bayi segera
setelah lahir, akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Mekoneum,
darah, atau sebagian verniks, dapat dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan
bayi. Sisa verniks yang masih menempel di tubuh bayi tidak perlu dibuang, selain
tindakan tersebut akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih
bermanfaat sebagai pelindung panas tubuh bayi, dan akan di reabsorbsi dalam hari-hari
pertama kehidupan bayi.
Menimbang bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian, oleh karena dengan
tindakan menimbang sangat dimungkinkan akan terjadi penurunan suhu tubuh bayi.
Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi, timbangan yang digunakan diberi alas
kain hangat.
6. Pakaian dan selimut bayi yang adekuat
Secara umum, BBL memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut lebih banyak
daripada orang dewasa. Pakaian, dalam hal ini juga meliputi topi, karena sebagian besar
(kurang lebih 25 %) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi. Pakaian dan
selimut seyogyanya cukup longgar, sehingga memungkinkan adanya lapisan udara
diantara permukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif . Bedong
(swaddling) yang biasanya sangat erat sebaiknya dihindarkan, selain menghilangkan
lapisan udara sebagai penyangga panas, juga menaikkan risiko terjadinya pneumonia
dan penyakit infeksi saluran nafas lainnya, karena tidak memungkinakan paru bayi
mengembang sempurna pada waktu bernafas.
Pada perawatan BKB selain dengan cara perawatan bayi lekat, pakain dan selimut
hangat, penggunaan plastik sebagai selimut pelapis, atau meletakkan bayi dibawah
pemancar panas, dilaporkan sangat bermanfaat untuk memperkecil proses kehilangan
panas. Dalam hal ini temperatur harus selalu dimonitor denga ketat, untuk
menghindarikan terjadinya hipertermi. Bayi yang lahir dari ibu dengan demam,
mempunnyai risiko untuk terjadinya depresi pernapasan, kejang, risiko yang meningkat
terjadinya kematian , atau palsi serebral.
7. Rawat gabung
Bayi-bayi yang dilahirkan di rumah atapun yang dilahirkan di rumah sakit,
seyogyanya dijadikan satu, dalam tempat tidur yang sama dengan ibunya, selama 24
jam penuh dalam ruangan yang cukup hangat (minimal 25 oC). Hal ini akan sangat
menunjang pemberian ASI on demand, serta mengurangi risiko terjadi infeksi
noskomial pada bayi-bayi yang lahir dirumah sakit.
8. Transpotasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk di rumah sakit, atau ke bagian lain di
lingkungan rumah sakit, seperti di ruang rawat bayi atau di NICU, sangat penting untuk
selalu menjaga kehangatan bayi selama perjalanan. Apabila memungkinkan, adalah
merujuk bayi bersamaan dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat, oleh karena hal ini
merupakan cara yang sederhana dan aman.
9. Resusitasi hangat
Pada waktu melakukan resusitasi, perlu menjaga agar tubuh bayi tetap hangat. Hal
ini sangat penting, oleh karena bayi-bayi yang mengalami asfiksia, tubuhnya tidak
dapat menghasilkan panas yang cukup efisien sehingga mempunyai risiko tinggi
menerita hipotermia.
Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, memberikan lingkungan yang
hangat dan kering, dengan melakukan bayi dibawah alat pemancar panas, merupakan
salah satu dan rangkaian prosedur standar resusitasi BBL.
10. Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi (dokter,
bidan, perawat, dukun bayi, dan lain-lain), perlu dilatih dan diberikan pemahaman
tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai hangat,. Keluarga dan
anggota masayarakat yang mempunyai bayi di rumah, perlu diberikan pengetahuan dan
kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat .
B. HIPERTERMIA
Definisi
Hypertermia adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari 37,5 ºC.
Penyebab
Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan
infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan di dekat
api atau ruangan yang berudara panas.
Tanda dan gejala
1. Suhu tubuh bayi >37,5 ºC
2. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun-ubun
besar cekung, lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih berkurang
3. Malas minum
4. Frekuensi nafas lebih dari 60x/menit
5. Denyut jantung lebih dari 160 x/menit
6. Letargi
7. Iritabel
Penatalaksanaan
Penanganan pada bayi yang menderita penyakit ini disesuaikan dengan gejala dan efek
yang ditimbulkan.
1. Bila suhu diduga karena panas yang berlebihan dan bila bayi belum pernah diletakkan
didalam alat penhangat, maka :
a. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
b. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu
c. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
d. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres atau dimandikan selama 10-
15 menit dalam suhu air 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan menggunakan
air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah suhu bayi
e. Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, bukan inkubator sampai
suhu dalam batas normal
f. Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit, kemudian beri pakaian lagi
sesuai dengan alat penghangat yang digunakan
g. Periksa tubuh bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
h. Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengaturan suhu
2. Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan, maka :
a. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis
b. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 ºC-28 ºC)
c. Lepaskan pakaian bayi sebagian bila perlu
d. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas normal
e. Bila suhu tubuh bayi sangat tinggi (lebih dari 39 ºC), bayi dikompres selama 10-15
menit dalam air yang suhunya 4 ºC, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan
menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 ºC dibawah suhu
bayi.
3. Yakinkan bayi mendapat masukan cukup cairan, yaitu dengan cara :
a. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya
b. Bila terdapat tanda dehidrasi, tangani dehidrasi
4. Periksa kadar glukosa darah, bila kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l) tangani hipoglikemi
5. Cari tanda sepsis
6. Setelah keadaan bayi normal :
a. Lakukan perawatan lanjutan
b. Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
7. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. Nasehati
ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas yang
berlebihan
Penanganan hypertermia pada bayi baru lahir :
Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 25 ºC-28 ºC
Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan
menggunakan air es)
Berikan cairan dextrose dan Nacl (1:4) sampai dehidrasi teratasi
Jika ada infeksi berikan antibiotik
TATA LAKSANA SYOK SEPTIK
Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian tera
pi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas dengan
oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid
500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan
arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila
MAP > 90 mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila
ScvO2 <70 %, dilakukan koreksi hematokrit hingga di atas 30 %. Setelah CVP, MAP dan
hematokrit optimal namun scvO2 <70%, dimulai pemberian inotropik. Inotropik diturunkan bila
MAP < 65 mmHg, atau frekuensi jantung >120x/menit.
Sumber : Rivers (2011)
Tata laksana syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life Support
(ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap sebagai berikut :
1. Stages ABC: Immediate Stabilization
Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan keadekuatan
jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi. Manajemen Penanganan hipotensi
pertama kali adalah dengan resusitasi volume secara agresif, baik dengan kristaloid
isotonik, atau dalam kombinasi dengan koloid. Jangan mengganggu denyut jantung:
karena takikardia adalah manuver kompensasi.
Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan ventilasi
mekanik. Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilator. Tujuan dari
semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga pengiriman oksigen tetap adekuat.
Indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanik adalah: kegagalan jalan napas,adanya
perubahan status mental, kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada
sepsis, oksigen tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena
adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot pernafasan, bronkokonstriksi dan
asidosis; penggunaan ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.
2. Stage C: re-establishing the circulation
Hipotensi disebabkan oleh depresi miokard, vasodilatasi extravascation patologis dan
sirkulasi volume karena kebocoran kapiler luas. Upaya pernafasan awal adalah upaya
untuk memperbaiki hipovolemia absolut dan relatif dengan mengisi pohon vaskular. Ada
bukti yang bagus bahwa tujuan awal diarahkan resusitasi volume agresif meningkatkan
hasil pada sepsis. Pemberian cairan resusitasi (kristaloid) seperti salin normal atau laktat
Ringer. Pemberian cairan dalam jumlah besar dapat menimbulkan redistribusi ke
interstisial (ekstravaskular) sehingga pasien dapat menjadi sangat edematous. Pemberian
resusitasikristaloid dapat berhubungan dengan acidemia, karena hyperchloremia (disebut
"asidosisdilutional"). Cairan Ringerlaktat tidak aman diberikan pada pasien dengan
gangguan fungsi hati parah.
3. Step D = Detective work - history, physical, immediate investigation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh mana sepsis:
suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan antimikroba ditentukan
oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari organisme yang terlibat.
4. Step E = Step E: Empiric Therapy – Antibiotics and Activated Protein C
Pemilihan antibiotik tertentu tergantung pada:
Hasil kultur (menentukan jenis dari bakteri dan resistensi terhadap mikroba)
Status immune pasien (pasien dengan neutropenia dan penggunaan obati
mmunosuppressive), alergi, kelainan fungsi renal dan hepar.
ketersediaan antibiotik, pola resistansi rumah sakit, dan variabel klinis pasien
diperlakukan
Pemberian activated protein C bila ada indikasi Activated protein C memodulasi
inflamasi dan koagulasi baik pada sepsis berat, dan mengurangi kematian.
Activated protein C (drotrecogin alfa) merupakan protein endogen yang
mempromosikan fibrinolisis dan menghambat trombosis dan inflamasi.
5. Step F = Find and control the source of infection
Respon inflamasi sistemik terjadi bersamaan dengan infeksi persisten : Anda harus
menemukan sumber dan melakukan kontrol. Ini merupakan pekerjaan detektif yang
lebihluas. Pada tahap awal detektif, serangkaian kultur dilakukan sebagai bagian
dari penyelidikan sumber infeksi. Pemeriksaan fisik lebih lanjut perlu dilakukan, yang
biasanya akan menunjukkan situs infeksi, tes diagnostic lain yang lebih mahal-luas
mungkin perlu dilakukan, seperti tomografi terkomputerisasi. Dengan cara ini 95 % dari
100 sumber dapatdilokalisasi dan dikendalikan.
6. Step G = Gut: feed it to prevent villus atrophy and bacterial translocation
Pemberian nutrisi untuk mencegah atrophy villus dan bakterial translokasi
Pencegahan atrofi vili mukosa usus dan bakteri translokasi melibatkan restorasi
aliran darah splanknik dan gizi lumen usus.
Efek obat vasoaktif terhadap aliran darah ke usus. Lapisan usus membutuhkan
oksigen, dari darah, dan nutrisi, agar lumen usus tetap utuh. Keberadaan lapisan ini
penting sebagai penghalang terhadap translokasi bakteri
(1) Pemberian nutrisi enteral mempertahankan hal tersebut. Strategi perlindungan telah
muncul: menggabungkan vasodilator splanknik, seperti dobutamine, dengan makan
Immunonutrition
(2) Strategi terkini tentang pemberian nutrisi enteral yaitu dengan menggabungkan
glutamin, omega-3 asam lemak, arginin dan ribonucleotides dan zat makan
konvensional. Ada beberapa bukti bahwa formula ini dapat mengurangi risiko infeksi.
7. Step H = Hemodynamics: assess adequacy of resuscitation and prevention of organ
failure.
Kaji keadekuatan resusitasi dan pencegahan gagal organ
Kecukupan resusitasi dievaluasi dengan melihat pada perfusi organ menggunakan
pemeriksaan klinis dan interpretasi variabel. Pengukuran tekanan darah langsung
(menggunakan jalur arteri) adalah penting untuk membimbing terapi, dan ada
hubungan yang kuat antara pemulihan tekanan darah dan output urin. Tekanan vena
sentral berguna untuk memantau status volume, tapi nilai kecil dalam hal
perfusiorgan. Analisa gas darah, pH, defisit dasar dan laktat serum adalah panduan
yang berguna dari semua perfusi tubuh dan metabolisme anaerobik. Selama proses
resusitasi, harus bertahap mengurangi asidosisnya dan defisit dasar dari laktat dalam
serum.
8. Step I = Iatrogenic injuries and complications
Monitor pemberian analgesia, sedasi dan psikospiritual pasien, kontrol gula darah dan
monitor adanya adrenal insufisiensi. Pasien sakit kritis di unit perawatan intensif
memiliki kondisi yang rentan terhadap sumber infeksi. Tim kesehatan harus berupaya
untuk melakukan tindakan yang akan memperburuk kondisi pasien, misalkan trombosis
vena dalam (DVT), luka tekanan. Selain itu, penggunaan endotrakealtube dapat menjadi
jalan bagi organisme untuk menginfeksi paru-paru. Penggunaan neuromuscular blocking
agents dan steroids dapat menjadi factor predisposisi terjadinya polymiopati. Semua
intervensi yang diberikan dapat memberikan efek komplikasi pada pasien. Pemasangan
central line dapat menimbulkan pneumothoraks, emboli udara. Sehingga perlu dikaji
betul manfaat dari semua intervensi yang dilakukan.
9. Step J = Justify your therapeutic plan
Lihat keefektifan rencana terapi dan menilai kembali therapy yang sudahdilakukan
Apakah terapi tersebut masih diperlukan. Jika hemodinamik pasien sudah stabil dan
sumber infeksi telah dikendalikan, adalah tidak mungkin bahwa kateter arteri paru-
paru akan terus menjadi manfaat, bahkan dapat memberikan risiko negatif. Spektrum
terapi antimikroba harus dipersempit, sesuai dengan hasil laboratorium. Secara
agresif upaya untuk melakukan penyapihan penggunaan vasopressor dan ventilasi
mekanik harus dilakukan. Jika pasien tidak melakukan perbaikan secara klinis,
Anda harus mempertanyakan mengenaisumber kontrol lain yang belum
teridentifikasi
10. Step KL = Keep Looking. Have we adequately controlled the source? Are there
secondary sources of infection/inflammation.
Monitor segala sesuatu yang mungkin terjadi, apakah kita sudah menguasai
sumber infeksi? Apakah ada sumber-sumber sekunder infeksi / peradangan.
Tim perawatan harus selalu waspada terhadap sumber kontrol. Hal-hal yang harus
diwaspadai misalkan pasien tetap tidak stabil atau jika tanda-tanda infeksi baru
muncul, jumlah sel darah putih meningkat. Ingatlah infeksi baru cenderung datang
dari pernapasan, saluran kemih. Saluran cerna tidak boleh dilupakan karena
dapat beresiko terjadinya kolesistitis, perforasi tukak lambung.
11. Step MN = Metabolic and Neuroendocrine control. Tight control of blood sugar.
Address adrenal insufficiency. Think about early aggressive dialysis in renal failure.
Kontrol ketat gula darah. Monitor adanya insufisiensi adrenal. Lakukan dialisa bila
ditemukan adanya gagal ginjal akut. Sepsis adalah penyakit multi system dipengaruhi
oleh respon neuroendokrin. Hiperglikemia tidak dapat dihindari dan ada bukti yang
bagus bahwa kontrol gula darah meningkatkan harapan hidup.