90
Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK SYOK PASIEN STEMI SAAT DILAKUKAN INTERVENSI KORONER PERKUTAN PRIMER ( IKPP ) DI RUMAH SAKIT JANTUNG HARAPAN KITA JAKARTA Disusun Oleh: SUPRIYANI NPM : 2011727177 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

Unggul dalam IPTEK Kokoh dalam IMTAQ

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK

SYOK PASIEN STEMI SAAT DILAKUKAN INTERVENSI KORONER

PERKUTAN PRIMER ( IKPP ) DI RUMAH SAKIT JANTUNG

HARAPAN KITA JAKARTA

Disusun Oleh:

SUPRIYANI

NPM : 2011727177

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2013

Page 2: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …
Page 3: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …
Page 4: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Penelitian, Maret 2013

Supriyani

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kardiogenik Syok Pasien STEMI saat dilakukan Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP) Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta Tahun 2013

7 bab ( 76 halaman) + 3 tabel + lampiran

Abstrak

ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum sindrom koroner akut yang paling berat yang dapat mengakibatkan kardiogenik syok. Strategi pengobatan sangat berkaitan dengan masa awitan dan memerlukan tatalaksana yang tepat dan cepat.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP. Metoda penelitian yang di gunakan adalah Retrospektif dengan pendekatan Case Control yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data dari catatan medik pasien STEMI yang dilakukan IKPP di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita pada bulan Januari –desember 2011 dan januari – oktober 2012. Sampel berjumlah 122 responden dan analisa dilakukan secara bertahap yaitu univariat dan bivariat dan menggunakan Chi Square untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen. Hasil penelitian didapatkan bahwa luas infark dan adanya arritmia sebagai faktor yang paling berhubungan dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakkan IKPP (p=0.001).

Daftar pustaka : 35 ( 2003 – 2012) Kunci: STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilakukan IKPP

Page 5: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rakhmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini

dengan judul ”Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Ruang Diagnostik Invasif dan Intervensi Non

Bedah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

Laporan penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan

pendidikan S1 Keperawatan pada Program Sarjana Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Berhubung dengan keterbatasan waktu, sarana, dan kemampuan peneliti menyadarai

bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini masih banyak kekurangan. maka

dengan senang hati peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Dalam kesempatan ini peneliti telah banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti

menyampampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Muhammad Hadi,SKM, Mkes selaku Ka Program Studi Ilmu Keperawatan

FKK-UMJ,sekaligus pembimbing kedua, penelitian yang telah banyak member

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan usulan penelitian ini.

Page 6: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

vi

2 .Ibu Yani Sofiani, M.kep,Sp KMB selaku pembimbing penelitian yang telah banyak

member bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan penelitian ini

3. Ibu Hj.Tri Kurniati,Skp,Mkes selaku penguji yang selalu memberikan saran yang

berharga untuk perbaikan skripsi penelitian ini

4. Ibu Eni Widiastuti,Skep.Mkep. selaku penguji yang telah memeberikan masukan

yang berarti terhadap perbaikan skripsi penelitian

5. Bapak Dr. Hananto Sp.JPK selaku Direktur Utama Rumah Sakit Jantung dan

Pembuluh darah Harapan Kita Jakarta beserta staf yang telah memberikan

kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian

6. Rekan-rekan kerja UPF Diagnostik Invasif dan Intervensi Non Bedah dan teman-

teman mahasiswa PSIK, Universitas Muhammadiyah Jakarta yang telah memberikan

bntuan dan motivasi dalam penyusunan laporan penelitian ini.

7. Suami, dan anak-anakku tercinta Aliya, Alfath, Fath Thya yang telah memberikan

doa serta dukungan dengan penuh kesungguhan dan kesabaran

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan dan motivasi kepada penulis

Semoga Allah SWT membalas budi baik yang telah membantu dalam penyusunan

laporan penelitian ini. Akhirnya semoga laporan hasil penelitian ini berguna baik bagi

peneliti khususnya maupun pembaca lain pada umumnya.

Jakarta, Maret 2012

Peneliti

Page 7: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

vii

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN.....................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................................iii

ABSTRAK ......................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR .....................................................................................................v

DAFTAR ISI ...................................................................................................................vii

DAFTAR TABEL ...........................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................4

C. Pertanyaan Penelitian .................................................................................4

D. Tujuan Penelitian .......................................................................................5

E. Manfaat Penelitian .....................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Sindroma Koroner Akut ..............................................................................7

B. ST Elevasi Miocard Infark (STEMI) ..........................................................11

C. Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI) / Intervensi Koroner

Perkutan Primer ( IKPP) ..........................................................................14

D. Kardiogenik Syok ......................................................................................17

Page 8: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

viii

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti ......................................................37

B. Kerangka Konsep ........................................................................................38

C. Hipotesis ....................................................................................................39

D. Definisi Operasional ..................................................................................40

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian ........................................................................................42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................42

C. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................43

D. Jenis Data dan Instrumen penelitian ...........................................................44

E. Etika Penelitian ..........................................................................................44

F. Pengolahan Data ........................................................................................45

G. Analisa Data ...............................................................................................46

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Analisa Univariat ..........................................................................................49

B. Analisa Bivariat ............................................................................................51

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian ................................................................................58

B. Interpretasi dan Hasil diskusi ......................................................................58

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .................................................................................................74

B. Saran .............................................................................................................76

Page 9: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

ix

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................77

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 10: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian (Variabel Independen dan

Dependen) ....................................................................................................40

Tabel 5.1. Analisis Univariat Variabel Penelitin ...........................................................50

Tabel 5.2. Analisis Bivariat Variabel Peelitian ..............................................................52

Page 11: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner (PJK) termasuk bagian dari penyakit kardiovaskular dan

merupakan penyakit yang menjadi “wabah” di dunia modern saat ini. Laporan

World Health Organization (WHO) pada September 2009 menyebutkan bahwa

penyakit PJK merupakan penyebab kematian pertama saat ini. Pada tahun 2004

diperkirakan 17,1 juta orang meninggal akibat PJK. Angka ini merupakan 29 % dari

penyebab kematian global dengan perincian 7,2 juta meninggal karena PJK dan

sekitar 5,7 juta orang meninggal karena stroke (Santoso, 2010 dalam Yahya, 2010).

Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2007 di

Indonesia yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

menyebutkan bahwa penyebab kematian utama di Indonesia adalah stroke yaitu

sebesar 26,9 % dari seluruh penyebab kematian, sedangkan kematian akibat PJK

sebesar 9,3 %. Dengan demikian apabila kedua penyakit tersebut digabung sebagai

penyakit jantung dan pembuluh darah, maka penyakit kardiovaskuler tetap menjadi

penyebab utama kematian di Indonesia yaitu sebesar 36,2 % dari seluruh penyebab

kematian (Yahya, 2010).

Page 12: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

2

Angka tersebut juga dibuktikan dengan meningkatnya kunjungan PJK di Rumah

Sakit jantung Harapan Kita sebagai salah satu rujukan berbasis Nasional.

Berdasarkan data Rekam Medis di RS Jantung Nasional Harapan Kita, PJK

mengalami peningkatan pada 2010 sebesar 23.1% dan tahun 2011 menjadi 47.1%.

Salah satu komplikasi pada PJK yang bersifat mengancam jiwa yaitu Sindrom

Koroner Akut (SKA). Wasid 2007, menyebutkan Sindrom Koroner Akut (SKA)

adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark

Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau

tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena

adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tidak stabil.

ST elevasi (STEMI) didefinisikan adanya aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi trombus pada plak ateroskelrosis yang sudah ada

sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus secara cepat pada lokasi injuri vascular

(Jurnal Kardiologi Indonesia), 2011. Prinsip penatalaksanaan STEMI adalah

mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik atau Intervensi Koroner

Perkutan Primer (IKPP). (Jurnal Kardiologi Eropa), 2011, menyebutkan IKPP

adalah tindakan reperfusi segera pada pasien yang mengalami serangan jantung,

yang disebabkan adanya penyumbatan. dengan tujuan mencegah perluasan infark,

sehingga dapat meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel. Walaupun

tindakan IKPP merupakan indikasi kelas I untuk STEMI tetap mempunyai resiko

diantaranya adalah aliran pembuluh koroner menjadi lambat/ (No reflow), arritmia

dan kardiogenik syok.

Page 13: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

3

Kardiogenik syok merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri terjadi bila

ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. dan ditandai dengan tekanan darah

sistolik < 90 mm Hg selama 1 jam dengan laju nadi ≥ 100 x/mt : 1). Tidak responsif

terhadap pemberian cairan saja. 2). Sekunder untuk disfungsi jantung, atau 3).

Terkait dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks jantung < 2,2 L / min per m2

dan tekanan baji paru-kapiler > 18 mm, atau juga dapat diartikan pasien dengan

peningkatan tekanan darah sistolik > 90 mm Hg dalam 1 jam setelah pemberian

agen inotropik (Fauci AS, et al, 2008).

Di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta pada bulan Januari –

Desember 2011 pasien STEMI yang dilakukan IKPP sebanyak 277 pasien dan

terjadi kardiogenik syok 32 pasien. Pada bulan Januari – September tahun 2012

pasien STEMI yang dilakukan IKPP sebanyak 223 pasien dan terjadi kardiogenik

syok 29 pasien, Pasien STEMI yang dilakukan IKPP menunjukan peningkatan,

yang dilihat dari data rekam medis RS Jantung Harapan Kita yang diambil pada

periode yang tidak sama pada bulan Januari – Desember 2011 dan bulan Januari -

September 2012, sebanyak 500 pasien dengan perkiraan 25 pasien setiap bulannya.

Disini peneliti mengambil data secara retrospektif dari data rekam medis RS

Jantung Harapan Kita bulan Januari - Desember 2011, bulan Januari - September

2012 pada STEMI yang dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok. Terdapat banyak

faktor faktor yang berubungan dengan STEMI saat dilakukan IKPP terjadi

kardiogenik syok antara lain: Umur, ras, keturunan, merokok ,DM, hiperlidemia,

Page 14: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

4

hipertensi, inaktifitas, stress, gagal jantung, riwayat infark, lamanya onset serangan,

luas infark, arritmia, door to balon ≥ 90 menit< 90 menit.

B Perumusan Masalah

Prevalensi pasien STEMI yang dilakukan IKPP pada bulan Januari – Desember

2011 berjumlah 277 pasien dan bulan Januari - September 2012 berjumlah 223

pasien, dengan perkiraan 25 pasien STEMI yang dilakukan IKPP setiap bulan.

Dimana salah satunya tindakan pasien STEMI adalah IKPP. IKPP adalah tindakan

reperfusi segera dengan tujuan mencegah perluasan infark, walaupun IKPP

merupakan indikasi kelas I tetap mempunyai resiko salah satunya adalah

kardiogenik syok. Jurnal Kardiologi Eropa tahun 2011 menyebutkan STEMI dapat

dipengaruhi oleh umur, merokok, DM, hipertensi, dislipidemua, stress, gagal

jantung, riwayat infark, lamanya onset serangan, arritmia, door to balon ≥ 90 menit

< 90 menit.

C. Pertanyaan Penelitian.

Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka muncul pertanyaan yang

berkaitan dengan penelitian yaitu:

1. Apakah faktor jenis kelamin, Umur, Diabetus Mellitus, Dislipidemia, merokok,

pada pasien STEMI yang dilakukan IKPP berhubungan terhadap kejadian

kardiogenik syok.

2. Apakah adanya arritmia pada pasien STEMI yang dilakukan IKPP

berhubungan terhadap kejadian kardiogenik syok..

Page 15: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

5

3. Apakah luas infark pada pasien STEMI yang dilakukan IKPP berhubungan

dengan kejadian kardiogenik syok.

4. Apakah door to ballon ≥ 90 menit < 90 menit pada pasien STEMI yang

dilakukan tindakan IKPP berhubungan terhadap kejadian kardiogenik syok.

D. Tujuan

1. Tujuan Umun

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui yang berhubungan

dengan faktor-faktor kejadian kardiogenik syok pada pasien STEMI saat

dilakukan tindakan IKPP.

2. Tujuan Khusus

a. Gambaran demografi, hemodinamik dan luas infark, pada pasien

STEMI yang dilakukan IKPP dengan kardiogenik syok di Pusat

Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2012.

b. Diketahuinya hubungan jenis kelamin, pada pasien STEMI saat dilakukan

IKPP dengan kardiogenik syok.

c. Diketahuinya hubungan umur pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP

dengan kardiogenik syok.

d . Diketahuinya hubungan merokok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP

dengan kardiogenik syok.

e. Diketahuinya hubungan Dislipidemia pada pasien STEMI saat dilakukan

IKPP dengan kardiogenik syok.

Page 16: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

6

f. Diketahuinya hubungan Diabetus Mellitus pasien STEMI saat dilakukan

IKPP dengan kejadian kardiogenik syok.

g. Diketahuinya hubungan adanya arritmia pada pasien STEMI saat

dilakukan tindakan IKPP dengan kardiogenik syok.

h. Diketahuinya hubungan luas infark pada pasien STEMI saat dilakukan

IKPP dengan kardiogenik syok.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi perawat, penelitian ini bermanfaat untuk mengantisipasi terjadinya

kardiogenik syok.

2. Bidang Keilmuan sebagai masukan untuk dapat dikembangkan pada pada mata

ajaran Keperawatan medical.

3 Bidang Pelayanan penelitian dapat dijadikan pedoman untuk penanganan

pasien STEMI yang dilakukan IKPP.

Page 17: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit jantung koroner (PJK) sebagai salah satu bentuk dari penyakit jantung dan

pembuluh darah merupakan penyakit yang melibatkan gangguan pembuluh darah

koroner, pembuluh darah yang menyuplai oksigen dan zat makanan pada jantung.

Kelainan dapat berupa penyempitan pembuluh koroner yang disebabkan karena

atherosclerosis. Athesklosklerosis terjadi akibat penimbunan kolesterol, lemak, kalsium,

sel-sel radang, dan material pembekuan darah (fibrin). Timbunan ini disebut dengan

plak. Terdapat dua macam plak yaitu plak stabil dan plak tidak stabil, vulnerable, rapuh

(Budiono Bambang, 2007).

A. Sindrom koroner Akut (SKA)

1. Definisi SKA

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit

Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian.

SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering

terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak

stabil atau akut.

Page 18: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

8

Wasid (2007) menyebutkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu

fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard

Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa

gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya

trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.

Adapun mekanisme terjadinya SKA adalah disebabkan oleh karena proses

pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh

adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses

inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan mikroembolisasi.

2. Patogenesis

a. Ruptur Plak

Ruptur plak ateroslerotik merupakan salah satu penyebab terjadinya SKA

yang diakibatkan oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang

sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik

terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan

fibrotik. Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung

lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi

plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari

timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang

paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan

secara enzimatik melemahkan dinding plak.

Page 19: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

9

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup

pembuluh darah 100% akan terjadi STEMI, sedangkan bila trombus tidak

menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi

Unstable Angina Pektoris (UAP).

Gambaran klinis pada ruptur plak yaitu, aliran darah terganggu karena

lumen tertutup trombus dan seringkali timbul spasme disekitar plak. Berat

ringannya kejadian koroner tergantung pada perubahan aliran darah. Bila

aliran darah tidak banyak berubah maka gambaran klinis hanya sebagai

progresi plak yang asimtomatik. Bila aliran darah berkurang timbul

keadaan angina tak stabil. Bila timbul blok total setelah ruptur dan kolateral

tidak cukup akan terjadi kerusakan otot jantung yang diikuti infark jantung

akut dan dengan segala komplikasinya. Kejadian ini yang dapat

mengakibatkan Sindrom Koroner Akut (SKA).

Gambar 1. Karakteristik plak yang rentan/tidak stabil (vulnerable)

Page 20: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

10

b. Trombosis dengan Agrerasi Trombosit

Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi

yang terjadi antar lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak

merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya akan

trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak tidak

stabil. Setelah berhubungan dengan darah faktor jringan berinteraksi

dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang

menghasilkan trombin dan fibrin. Sebagai reaksi terhadap gangguan faal

endotel, terjadi agregasi platelet dan platelet melepaskan isi granulasi

sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan

pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam

perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam

memulai trombosis yang intermiten.

c. Vasospasme

Terjadinya vasokontriksi yang juga mempunyai peranan penting terhadap

terjadinya SKA. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan

vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan pada

tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasmeyang sering kali terjadi

pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan

trombus.

Page 21: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

11

d. Erosi pada Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya

proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan

endotel. Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot

polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan

keluhan iskemia Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung

Koroner, Fokus Sindrom Koroner Akut (2006).

B. ST Elevasi Miocard Infark (STEMI)

1. Definisi STEMI

STEMI adalah adanya aliran darah koroner yang menurun secara mendadak

setelah oklusi trombus pada plak ateroskelrosis yang sudah ada sebelumnya.

STEMI terjadi jika trombus secara cepat pada lokasi injuri vascular (Jurnal

Kardiologi Indonesia, 2011).

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung

secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses dege-

neratif. Maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan

nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan

EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang

tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung

yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.

Page 22: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

12

Diagnosis STEMI akut ditegakkan berdasarkan kriteria WHO yang ditandai

dengan nyeri dada khas, perubahan EKG berupa elevasi segmen ST pada lead

yang berkesesuaian, dan peningkatan biomarker jantung.

2. Patofisiologi ST elevasi Miokard Infark (STEMI)

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi

injury vaskular, dimana injuri ini di cetuskan oleh fakto seperti merokok,

hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika

plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi

lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural

pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian

histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika

mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Infark

Mio kard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium

sampai epikardium yang disebut infark transmural. Namun bisa juga hanya

mengenai daerah subendokardial disebut infark subendokardial. Setelah 20

menit terjadinya sumbatan infark sudah dapat terjadi pada subendokardium, dan

bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.

Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan

ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses

remodeling miokard yang mengalami injuri terus berlanjut sampai beberapa

minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark

mengalami dilatasi.

Page 23: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

13

3. Manifestasi klinis

a. Keluhan utama klasik: nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar,

ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang

berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala

yang menyertai: berkeringat, pucat, mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.

b Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.

c Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.

d Bisa atipik: Pada manula bisa kolaps atau bingung, pada pasien diabetes

perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai

nyeri dada.

4. Penatalaksanaan pasien STEMI

a. Trombolitika atau fibrinolitika

Bertujuan untuk melarutkan trombus dengan cara mengubah plasminogen

menjadi plasmin, yaitu suatu enzim yang dapat menguraikan fibrin (zat

pengikat dari gumpalan darah). Trombolitik digunakan untuk infark

jantung akut untuk melarutkan trombus yang telah menyumbat arteri

koroner. Efek samping adalah meningkatnya kecenderungan perdarahan

terutama perdarahan otak, khususnya pada manula. Juga harus di waspadai

pada pasien yang mengalami perdarahan misalnya yang baru saja

mengalami pembedahan atau yang menderita luka besar. .

b. Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP) yang dilakukan

dalam kurun waktu kurang dari 12 jam, mulai dari saat pasien mengalami

Page 24: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

14

serangan jantung sampai dilakukan tindakan adalah penanganan terbaik

bagi pasien yang mengalami serangan jantung dengan ST-segment

elevation. Bahkan idealnya tindakan door to balloon atau tindakan mulai

dari pasien masuk pintu UGD sampai dilakukan pemasangan balloon

adalah 90 menit atau kurang.

C. Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP)

1. Definisi

Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP) merupakan suatu tindakan

angioplasti (dengan atau tanpa stent) dalam 12 jam pada lesi culprit setelah

simptom, tanpa didahului oleh pemberian fibrinolitik atau obat lain yang dapat

melarutkan bekuan darah. Prosedur ini bertujuan untuk membuka infarc related

artery saat terjadinya infark miokard akut dengan elevasi segment ST (Jurnal

Kardiologi Indonesia, 2010).

2. Tujuan reperfusi dini

Mencegah perluasan infark, sehingga dapat meminimalkan derajat disfungsi

dan dilatasi ventrikel baik global maupun regional, reperfusi juga mengurangi

kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi gagal jantung atau

takhiaritmia ventrikel yang maligna.

Page 25: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

15

3. Indikasi dilakukan IKPP

Kriteria pasien yang berisiko tinggi adalah:

a. Angina atau nyeri dada berulang pada keadaan istirahat.

b. Perubahan segmen ST yang dinamis ( depresi segmen > 0,1mv atau

elevasi segmen ST sementara <30 <0,1mv).

c. Peningkatan nilat troponin I, troponin II, atau CKMB.

d. Pada observasi hemodinamik pasien tidak stabil.

e. Adanya takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel.

f. Angina tidak stabil pada pasca infark dini.

g. Diabetes mellitus.

i. Pasien dengan STEMI kurang dari 12 jam, dengan Left Bundle Branch

Block (LBBB), dan juga STEMI dengan komplikasi gagal jantung yang

severe (Griff, 2008).

4. Komplikasi

Adapun kemungkinan yang terjadi pada pasien STEMI saat dilakukan

tindakan IKPP adalah Syok kardiogenik, ventricular tachicardia(VT),

Ventricular Fibrilasi (VF), Reperfusi Injuri dan hipotensi.

5. Peran Perawat

Dimana peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah bila pasien

dengan diagnosa STEMI datang ke Ruang Laboratoriun Kateterisasi jantung

untuk tindakan IKPP harus memperhatikan Keadaan umum pasien dan faktor

lain yang menjadi penyebab terjadi serangan jantung. seperti Faktor Resiko,

pernah mengalami infark sebelumnya, serta mengetahui hemodinamik saat di

Page 26: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

16

Unit Gawat Darurat sebagai data awal untuk mempersiapkan pasien agar dalam

pelaksanaannya kita sebagai perawat dapat mempersiapkan kemungkinan yang

akan terjadi saat prosedural agar pasien tidak jatuh dalam keadaan kardiogenik

syok. Setelah mengetahui riwayat pasien kita dapat memberikan asuhan

keperawatan dengan berkolaborasi dengan dokter, seperti : 1). Pemberain cairan

harus dipantau dengan ketat oleh perawat untuk mendeteksi tanda kelebihan

cairan. Bolus cairan intravena yang terus ditingkatkan harus diberikan dengan

sangat hati-hati dimulai dengan jumlah 50 ml untuk menentukan tekanan

pengisisan optimal untuk memperbaiki curah jantung (Alpret & Blecker, 1993).

2). Dukungan mekanik pada kasus dimana curah jantung pasien tidak

menunjukkan perbaikan meski telah dilakukan pemberian oksigen, medikasi

vasoaktif, dan bolus cairan, alat bantu mekanik dapat digunakan sebagai cara

sementara untuk memperbaiki kemampuan jantung untuk memompa. IABP

(Intra Aotic Balon Pump) adalah salah satu cara bantuan sementara untuk

memperbaiki sirkulasi sehingga pemasangan IABP sangat dianjurkan sampai

pasien menunjukan hemodinamik stabil.

IABP adalah alat bantu mekanis yang menggunakan counterpulsation internal

untuk menguatkan kerja jantung dengan cara pengembangan dan pengempisan

balon secara teratur diletakan di aorta desendens. Alat ini dihubungkan dengan

kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas elektrokardiogram.

Pemantauan hemodinamik juga sangat penting untuk menentukan status

sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon dikembangkan selama

diastole ventrikel dan dikempiskan saat sistole dengan kecepatan yang sama

Page 27: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

17

dengan frekwensi jantung. IABP akan menguatkan diastole yang

mengakibatkan peningkatan arteri koroner jantung. IABP dikempiskan selama

sistole yang akan mengurangi beban kerja ventrikel, dimana alat ini berfungsi

untuk mengurangi kerja jantung. 3). Temporary Pace Maker (TPM) bila

saat tindakan terjadi sinus bradikardia dengan HR< 40 x/mt dan berhubungan

dengan hipotensi atau gejala gangguan hemodinamik harus diterapi dengan

Sulfas Atrofin dengan dosis maksimal 2 mg tetapi tidak ada perubahan 4).

Mempersiapkan obat-obatan bila terjadi kegawatan.

Penanganan yang cepat dan tepat pada pasien kadiogenik syok ini mempunyai

peranan penting di dalam pengelolaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari

ancaman kematian.

D. Kardiogenik syok

1. Definisi

Sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal

jantung, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik ≤ 90 mmHg,

atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata ≤30 mmhg) dan atau penurunan

pengeluaran urine (≤0.5 ml/kg/jam) dengan laju nadi ≥ 100 x/mt dengan atau

tanpa adanya kongesti organ (www.fkui,org, diperoleh tanggal 28 september

2012).

Kardiogenik syok merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal

jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas.

Page 28: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

18

Otot jantung kehilangan kontraktilitasnya, dan menimbulkan penurunan curah

jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital ( jantung,

otak, ginjal ). Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai

komplikasi Miocard Infark, namun bisa terjadi pada tamponade jantung, emboli

paru, kardiomiopati dan disritmia (Brunner & Suddarth, 2007).

Kardiogenik merupakan hipotensi yang menetap, secara konvensional

didefinisikan sebagai tekanan < 80 mmHg yang berlangsung lebih dari 30 menit

dengan tidak adanya gejala hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan hipotensi

karena tekanan pengisisan end-diastolik ventrikel kiri (LVEDP) tidak adekuat,

diketahui dengan adanya pengukuran pulmonary capillary wedge pressure

(PCWP) <18 mmHg. Indek jantung saat terjadi syok

kardiogenik biasanya kurang dari 2,0 L/menit/m2 (Murphy, 2007).

Syok dapat dibagi dalam tiga stadium yang makin lama makin berat :

a. Stadium terkompensasi (non progresif), pada tahap ini fungsi organ vital

dipertahankan, melalui mekanisme kompensasi fisiologis tubuh

dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga terjadi resistensi

sistemik meningkat, distribusi selektif aliran darah dari Organ

sekunder ke organ primer (jantung, paru, otak), resistensi arteriol

diastolik pressure, Heart Rate, Cardiac output meningkat, sekresi

vasopresin, renin angiotensin aldosteron meningkat, ginjal menahan air

dan sodium didalam sirkulasi.

Page 29: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

19

b. Stadium dekompensasi, pada tahap ini terjadi perfusi jaringan buruk,

02 sangat turun, metabolisme anaerob, laktat meningkat. Laktat

asidosis, diperberat oleh penumpukan C02, dimana C02 menjadi asam

karbonat. Gangguan metabolisme energi dependen Na+/K+ pump

tingkat seluler, integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan

mitokondria memburuk, kerusakan sel. Aliran darah lambat dan

kerusakan rantai kinin serta sistim koagulasi akan diperburuk dengan

terbentuknya agregasi trombosit dan pembentukan trombus disertai

tendensi perdarahan. Pelepasan mediator vaskuler , histamin,

serotonin, sitokin, xantin oxydase membentuk oksigen radikal serta

platelet agragating faktor. Pelepasan mediator oleh makrofag

menyebabkan vasodilatasi arteriol, permeabilitas kapiler meningkat,

venus return, preload, dan Cardiac Output menurun.

c. Stadium refrakter (irreversible) syok yang berkelanjutan menyebabkan

kerusakan dan kematian sel, multi organ failure, cadangan phospate

berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar dan

tubuh kehabisan energi.

2. Etiologi Kardiogenik Syok

a. Iskemia Ventrikel: Infark Miocard Acut (IMA), Cardiopulmonary arrest,

operasi jantung

Page 30: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

20

b. Masalah struktur: ruptur septum, ruptur otot papilari, ruptur dinding

jantung,aneurisme ventrikel, Kardiomiopati, tumor jantung, trombus

atrium, pulmonary embolisme, disfungsi katup, tamponade jantung.

c. Disritmia: bradidisritmia, takidisritmia

3. Manifestasi klinis

Menurut Murbin, 2008, diagnosis kardiogenik syok berdasarkan:

a. Keluhan pokok

a) Oliguri ( urine < 20 cc/jam)

b) Mungkin ada hubungan dengan Infark Miocard Acut

c) Nyeri substernal seperti Infark Miocard akut

b. Tanda penting

a) Tekanan darah turun < 80-90 mmHg

b) Takipneu dan dalam

c) Takhikardia

d) Tanda-tanda bendungan paru, ronki basah di kedua basal paru

e) Bunyi jantung sangat lemah, BJ III sering terdengar

f) Sianosis

g) Diaporesis

h) Keringat dingin, perubahan mental

Page 31: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

21

c. Kriteria Adanya disfungsi miokard disertai

a) Nyeri dada yang berkelanjutan dyspneu ( sesak/ sulit bernafas),tampak

pucat, dan apprehensive ( gelisah,takut, cemas).

b) Tekanan darah sistolik < 90 mmHg

c) Produksi urine < 20 cc/jam

d) Tekanan vena sentral > 10 mmH20

e) Ada tanda-tanda gelisah, keringat dingin, akral dingin,takhikardi.

4. Patofisiologi Kardiogenik syok

Syok kardiogenik sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel

kiri.Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan gagal

jantung tetap berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan kontraktilitas

jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan tekanan akhir

diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru dan edema.

Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap

baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpatoadrenal

menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan

kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah.

Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui

retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok

Page 32: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

22

kardiogenik akan memulai respon kompensatorik, yang meningkatkan beban

akhir dan beban awal.

Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan

arteria darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru

buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium

akan oksigen. Karena aliran darah koroner tidak memadai, terbukti dengan

adanya infark, maka ketidakseimbangan antara kebutuhandan suplai oksigen

terhadap miokardium semakin meningkat. Gangguan miokardium juga terjadi

akibat iskemia dan nekrosis fokal, yang akan memperberat lingkaran setan dari

kerusakan miokardium. Dengan bertambah buruknya kerja ventrikel kiri,

keadaan syok berkembang dengan cepat sampai akhirnya terjadi gangguan

sirkulasi hebat yang mengganggu sistem organ-organ penting.

Penurunan Cardiac Output, penurunan tekanan darah, insufisiensi koroner

depresi kontraktilias miokard. Beberapa organ terserang lebih cepat dan berat

dari pada yang lain. Seperti telah diketahui miokardium akan menderita

kerusakan yang paling dini pada keadaan syok. Selain dari bertambahnya kerja

miokardium dan kebutuhannya terhadap oksigen, beberapa perubahan lain

juga terjadi. Karena metabolisme anaerobik dimulai pada keadaan syok, maka

miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat berenergi tinggi

(adenosin trifosfat) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel akan

makin terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan

mendorong terjadinya kerusakan lebih lanjut dari sel-sel miokardium. Kedua

Page 33: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

23

faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke kanan yang

akan semakin menekan kontraktilitas (Fauci AS, et al., 2008).Gangguan

pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang mematikan adalah

gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan edema intra-alveolar

akan mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas-gas darah arteria.

Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini memicu

terjadinya syok paru-paru, sering disebut sebagai sindrom distres pernafasan

dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan. Perfusi ginjal

yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih kurang dari 20

ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung, biasanya menurunkan

pula keluaran kemih. karena adanya respon kompensatorik retensi natrium dan

air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan

menurunnya laju filtras glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin.

Bila hipotensi berat dan berkepanjangan dapat terjadi nekrosis tubular akut

yang kemudian disusul gagal ginjal akut. Syok yang berkepanjangan akan

mengakibatkan gangguan sel-sel hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada

zona-zona nekrosis yang terisolasi, atau dapat berupa nekrosis hati yang masif

pada syok yang berat. Gangguan fungsi hati dapat nyata dan biasanya

bermanifestasi sebagai peningkatan enzim-enzim hati, glutama - oksaloasetat,

transaminase serum (SGOT), dan glutamat-piruvat transaminase serum (SGPT).

Hipoksia hati merupakan mekanisme etiologi yang mengawali komplikasi.

Dalam keadaan normal, aliran darah serebral menunjukan autoregulasi yang

baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap berkurangnya

Page 34: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

24

aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral ternyata

tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan

darah di bawah 60 mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala-gejala defisit

neurologik dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya tidak berlangsung terus jika

pasien pulih dari keadaan syok, kecuali jika disertai dengan gangguan

serebrovaskular.Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi pengumpulan

komponen-komponen selular intravaskular dari sistem hematologik, yang akan

meningkatkan tahanan vaskular perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskular

difus/Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dapat terjadi selama syok

berlangsung, yang akan memperburuk keadaan klinis (Syok kardiogenik article

by, MiSC, Kardiovaskular fkuii.org)

5. Faktor Resiko

Faktor risiko Kardiovaskuler (American Heart Association/American College

of Cardiologi, 2007) yang terdiri dari:

a. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah: Umur, Jenis kelamin, Genetik.

a) Jenis kelamin

Infark miokardium dan aterosklerosis jarang pada perempuan

pramenopause,kecuali memiliki predisposisi diabetes, hiperlipidemia

hipertensi berat, indeks jantung rendah mungkin akibat menurunnya

menurunnya kadar estrogen alami. Frekuensi infark miokardium pada

kedua jenis kelamin setara pada usia 70 sampai 80-an tahun. Terapi

sulih hormon pasca menopause sedikit banyak memberi perlindungan

terhadap serangan aterosklerosis. Wanita relatif lebih sulit mengidap

Page 35: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

25

penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian

menjadi sama seperti pria. Hal ini diduga adanya efek perlindungan

estrogen (Verheugt,2008). Menurut silvia dan Loraine (2006) bahwa

ada hubungan antara jenis kelamin dengan PJK. Pada pria terkena

serangan jantung lima kali lebih besar dibandingakan dengan wanita.

Tetapi perempuan ditemui komplikasi lebih mekanis seperti ruptur

ventrikel mekanik dan regurgitasi mitral akut yang berat.

b) Umur

Semakin bertambahnya umur akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya Penyakit Jantung Koroner . SKA lebih sering timbul pada

usia lebih dari 35 tahun keatas dan pada usia 55 – 64 tahun terdapat 40%

kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner.Umur merupakan

faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dimana seseorang yang

berumur ≥ 60 tahun memiliki risiko kematian sebesar 10,13 kali

dibandingkan yang berumur 25 – 49 tahun (Kusmana, 2002).

b. Faktor risiko yang dapat dirubah seperti

a). Diabetus Mellitus

Pada penderita diabetes terjadi kelainan metabolisme yang disebabkan

oleh hiperglikemi yang mana metabolit yang dihasilkan akan merusak

endotel pembuluh darah termasuk didalamnya pembuluh darah koroner.

Pada penderita diabetes yang telah berlangsung lama akan mengalami

mikroangiopati diabetik yaitu mengenai pembuluh darah besar, dimana

Page 36: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

26

pada penderita ini akan sering mengalami triopati diabetik/mikrongopati

yaitu neuropati, retinopati dan nefropati. Dan bilamana makroangiopati

ini terjadi bersama – sama dengan neuropati maka terjadilah infark

tersembunyi ataupun angina yang tersembunyi yaitu tidak ditemukan

nyeri dada, dimana keadaan ini mencakup hampir 40% kasus. Pada

penderita DM terjadi percepatan aterosklerosis dan 75 – 80% kematian

penderita diabetes disebabkan oleh makroangiopati terutama yang

terjadi pada jantung, yaitu SKA (American Heart Association/ American

College of Cardiologi, 2007).

Menurut Ilmu Penyakit Dalam Universitas Dipenogoro tahun, 2007.

Sejumlah manifestasi tidak spesifik mungkin terdapat pada pasien

dengan IMA. Peningkatan kadar gula darah merupakan salah satu ciri

non spesifik pada tahap awal Infark Miocard Acut (IMA) yang banyak

dijumpai, tapi kemaknaannya belum diketahui secara lengkap.

Peningkatan kadar gula darah disebut sebagai stress akibat IMA sebagai

perubahan neuroendokrin pada tahap awal IMA.Hiperglikemi sering

terjadi mengikuti IMA/STEMI, tidak hanya pada pasien diabetik tapi

juga penderita yang non diabetik dengan frekuensi yang lebih sedikit.

Stress hiperglikemi yang terjadi pada IMA berkaitan dengan resiko

mortalitas pada pasien di RS. Hal berkaitan dengan makin tingginya

frekuensi kejadian syok kardiogenik dan gagal jantung kongestif sebagai

komplikasi IMA. Stress hiperglikemi kemungkinan petanda atas lebih

luasnya kerusakan jantung pada IMA. Kerusakan jantung yang lebih

Page 37: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

27

luas mungkin mengakibatkan peningkatan produksi hormone-hormon

stress (meningkatkan glikogenolisis dan hiperglikemi) sehingga

meningkatkan resiko gagal jantung kongestif dan kematian.

b) Merokok

American Heart Association / American College of Cardiologi (2007),

Orang yang merokok mempunyai risiko 2 kali lebih banyak untuk

menderita penyakit kardiovaskular dibanding orang yang tidak me

Efek merokok terhadap terjadinya aterosklerosis antara lain dapat

menurunkan kadar HDL, trombosit lebih mudah mengalami agregasi,

terjadi luka endotel karena radikal bebas dan pengeluaran katekolamin

berlebihan serta dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah. Kematian

mendadak karena SKA 2–3 kali lebih banyak pada perokok

dibandingkan bukan perokok. Orang yang merokok mempunyai risiko

kematian 60% lebih tinggi, karena merokok dapat menstimulasi

pengeluaran katekolamin yang berlebihan sehingga fibrilasi ventrikel

mudah terjadi.

C). Dislipidemia

Menurut Hartono (2004) menyatakan bahwa dislipidemia adalah

meningkatnya kadar kolesterol dan bentuk ikatannya dengan protein

seperti trigliserida dan LDL, tetapi sebalikya kadar HDL menurun.

Dislipidemia tidak lepas dari keterpajanan terhadap asupan lemak sehari

– hari terutama asupan lemak jenuh dan kolesterol, yang dapat

Page 38: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

28

meningkatkan insidens penyakit jantung koroner. Dikatakan setiap

penurunan 200 mg asupan kolesterol per 1000 kalori akan menurunkan

30% insidens penyakit jantung koroner. Sedangkan asupan lemak jenuh

dalam ukuran normal maksimal 10% dari 30% total lemak yang

dibutuhkan untuk keperluan sehari – hari. Asupan kolesterol tidak lebih

dari 30 gram perhari. WHO merekomendasikan asupan lemak jenuh

maksimal 10% dari 30% lemak keseluruhan yang digunakan sebagai

bahan kalori. Pada kadar kolesterol diatas 300 mg% angka kematian

SKA sebanyak 4 kali dibandingkan dengan kadar kolesterol dibawah

200 mg%. Kelebihan itu akan mengendap dalam pembuluh darah arteri

yang menyebabkan penyempitan dan pengerasan yaitu atherosclerosis.

yang sewaktu waktu dengan berjalannya waktu dapat berkembang

menjadi STEMI.

c. Faktor lainnya

a) Area infark

Area infark dapat diketahui dari hasil rekaman EKG. Yang paling

banyak menyebabkan syok kagenik meliputi: (1) Infark ventrikel

kiri yang luas (biasanya > 40% luas ventrikel kiri), ini ditemukan pada

sekitar 80% pasien syok (2) Infark ventrikel kanan terdapat pada 10%

pasien syok 3) Adanya RV infark yang menyertai infark inferior

berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas secara signifikan

35-40%. dan 4) komplikasi mekanik infark miokard (Ventrikel septal

Page 39: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

29

defek,regurgitasi mitral akut, temponade) dialami oleh 10% pasien

syok. Syok kardiogenik juga berpengaruh terhadap perfusi jaringan

yang masih hidup di sekitar daerah infark, ini artinya akan lebih banyak

terjadi nekrosis iskemik dikarenakan hipotensi dan perfusi yang

rendah (Murphy, 2007).

b) Luas infark

Infark Miocard Akut atau nekrosis iskemik pada miokardium

diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang

bersifat irreversibel. Waktu yang diperlukan bagi sel-sel jantung

mengalami kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark

miokard hampir selalu terjadi pada ventrikel kiri dan dengan nyata

mengurangi fungsi Left Ventrikel (LV). Makin luas daerah infark,

makin kurang daya kontraksinya. Secara fungsional IMA menyebabkan

1) Berkurangnya kontraksi dengan gerak dinding abnormal.2)

Terganggunya ventrikel kiri. 3) Berkurangnya volume denyutan. 4)

Berkurangnya waktu pengeluaran. 5) Meningkatnya tekanan akhir

diastole ventrikel kiri. Hubungan yang kuat antara lamanya oklusi

dengan luasnya nekrosis. Kematian sel dimulai setelah 20 menit

oklusi dan mencapai puncaknya setelah 6 jam. Proses ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti ada atau tidaknya reperfusi

intermiten, kolateral dan iskemia prekondisioning. Mortalitas dan

morbiditas tergantung pada luasnya daerah infark.

Page 40: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

30

c) Arritmia

Gangguan fungsi tidak hanya tergantung pada luasnya infark tetapi

pada pasokan darah yang terkena infark karena aritmia sering ditemukan

pada fase akut IMA. Hal ini menyebabkan gangguan

hemodinamik, dan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard

dengan mudahnya perluasan infark atau bila merupakan predisposisi

untuk terjadinya aritmia yang mengancam jiwa.. Disritmia

merupakan komplikasi dari IMA adalah gangguan irama jantung (90)%

faktor predisposisis adalah: 1) iskemia jaringan, 2)hipooksemia, 3)

pengaruh sistem saraf simpatis dan para simpatis, 4) Asidosis laktat, 5)

Kelainan hemodinamik, 6) Keracunan obat, 7) Gangguan

keseimbangan elektrolit. Menurut American Heart Association's

Heart Attack web site Information and resources for preventing,

recognizinghttp://en.wikipedia.org/wiki/Myocardial_infarction (diunduh

tanggal 27 februari 2013).

d) Gagal jantung

Komplikasi hemodinamik dimana daerah miokard setempat akan

memperlihatkan penonjolan sistolik ( diskinetik) dengan akibat

penurunan Ejeksi Fraksi (stoke volume) dan peningkatan tekanan atrium

diatas 25 mmHg yang lama-lama akan menyebabkan transudasi cairan

ke jaringan interstisium paru. Perburukan hemodinamik ini bukan saja

disebabkan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik

disekitarnya. Miokard yang masih baik relatif baik akan mengadakan

Page 41: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

31

kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergik untuk

mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan

kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai

bila daerah bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah

fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi sudah

buruk, maka tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal

jantung terjadi. Sebagai akibat terjadi perubahan bentuk ukuran serta

ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel kiri yang terkena infark maupun

non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang

nantinya akan mempengrauhi fungsi ventrikel timbulnya aritmia

(Tjokronegoro, A., dkk, 2007).

e) Riwayat infark sebelumnya

Reoklusi sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasi fungsi

miokardial dalam zona non infark yang disebabkan oleh metabolik

abnormal itu penting untuk mengenal area yang luas yang tidak

berfungsi tetapi miokardium viable. dapat juga menjadi penyebab

atau memberikan berkontribusi untuk terjadinya kardiogenik syok

pada pasien yang setelah mengalami infark miokard

(Hollenberg,S,2003).

f) Door to ballon ≥ 90 menit < 90 menit

Tindakan reperfusi (mekanik atau farmakologik) diindikasikan pada

pasien dengan nyeri dada infark dengan durasi kurang atau sama

Page 42: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

32

dengan 12 jam pada pasien dengan elevasi segmen ST lebih dari

0.1mV di dua atau lebih lead yang berdekatan atau LBBB baru atau

diduga baru. Kandidat reperfusi harus diidentifikasi oleh dokter gawat

darurat atau oleh petugas emergensi untuk menghemat waktu.Harapan

hidup pasien Infark Miokard dengan elevasi segmen ST tergantung dari

reperfusi yang cepat, pada pembuluh yang tersumbat.

Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30 menit

akan meningkatkan risiko relative satu tahun sebanyak 7.5%. Sehingga

segala usaha harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi.

Data dari National Registry of Myocardial Infarction melaporkan door

to balloon time kurang dari 90 menit, maka angka kematian di rumah

sakit sekitar 3%, meningkat menjadi 4.2%, 5.7% dan 7.4%. Jika terjadi

keterlambatan 91-120 menit, 121-150 menit dan lebih dari 150 menit.

Tiap 15 menit pengurangan door to balloon time dari menit ke 150

menjadi kurang dari 90 menit, akan mengurangi 6.3 kematian per 1000

pasien (Jurnal Kardiologi Indonesia , 2010).

g) Hipotensi

Sistemik umumnya menjadi dasar diagnosis. Nilai cut off untuk

tekanan darah sistemik untuk tekanan darah sistolik yang sering

dipakai adalah kurang 90 mmHg. Dengan menurunnya tekanan

darah sistolik akan meningkatkan kadar katekolamin yang

mengakibatkan konstriksi arteri dan vena sistemik. Manifestasi klinis

Page 43: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

33

dapat ditemukan tanda-tanda hipoperfusi sistemik mencakup

perubahan status mental, kulit dingin dan oliguria. Hipotensi juga

diakibatkan memburuknya fungsi pompa jantung dan gangguan

perfusi jaringan sebagai konsekweni hipotensi. (www.scribd.com.

Penurunan fungsi Pompa jantung-kardiogenik syok, diunduh tanggal 21

pebruari 2013). Hipotensi terjadi akibat dari refleks vagus yang berlebih,

infark Ventrikel kanan dan merupakan pertanda kardiogenik syok

(Azwar Agus, 2005).

h) Hipovolemia

Hipovolemia merupakan komplikasi dari kardiogenik syok yang

disebabkan meningkatnya perspirasi redistribusi cairan dari

intravskuler ke interstisial, stress akut ataupun penggunaan diuretika

(Rahardjo,S,1997). Hipovolemia, direspon oleh baroreseptor dan

kemoreseptor dengan peningkatan respon untuk meningkatkan volume

darah, memelihara perfusi sentral dan mobilisasi substrat metabolik

autonom dalam usahanya Tiga variabel dalam kardiovaskuler: pengisian

atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan kontraksi

miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup, curah

jantung. Penentu utama dalam perfusi jaringan adalah hasil kali

volume sekuncup dan frekwensi jantung. Hipovolemia menyebabkan

penurunan pengisian ventrikel yang pada akhirnya menurunkan volume

sekuncup. Peningkatan frekwensi jantung sangat bermanfaat namun

Page 44: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

34

memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan

curah jantung (ml.scribd.com/doc/43959707/Shock-Kardiogenik di

unduh tanggal 12 februari 2013).

Pada kardiogenik syok pemberian cairan yang terlalu cepat dapat

meningkatkan beban kerja jantung dan selanjutnya membahayakan

sirkulasi. Terapi kardiogenik syok tergantung pada penyebabnya,

jika disebabkan oleh kontraktilitas miokardium yang jelek disarankan

penanganan dengan beta-agonist. Dobutamin merupakan beta - agonist

yang mampu meningkatkan curah jantung dan penghantaran oksigen

tanpa menyebabkan vasokontriksi.

i) Arritmia reperfusi

Aritmia reperfusi berasal sebagai konsekuensi dari kompleks reaksi

seluler dan humoral menyertai pembukaan arteri koroner. Sebagai

penyebab utama dari generasi mereka dianggap zat kimia tertentu

yang diproduksi dan diakumulasi dalam miokardium selama

reperfusi. Peran kunci berasal oksigen radikal bebas, tetapi

penting juga zat lain seperti kalsium, trombin, faktor mengaktifkan

trombosit, inositol trifosfat, angiotensin II dan lain-lain. Mediator kimia

ini aritmia reperfusi bekerja sebagai modulator dari

elektrofisiologi seluler menyebabkan perubahan yang kompleks pada

tingkat saluran ion. Hal ini diduga bahwa dalam aritmia reperfusi

iskemik seperti arritmia mekanisme nonreentrant seperti automacy

Page 45: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

35

abnormal atau ditingkatkan dan memicu aktivitas karena after

depolarizations. Sebagai aritmia reperfusi khas dianggap sebagai awal

(dalam waktu 6 jam setelah dimulainya trombolisis), sering (> 30

episode/jam) dan berulang (terjadi selama > 3 jam berturut-turut).

peningkatan yang signifikan dari episode di takikardia ventrikular

nonsustained, sinus bradikardia. Saat ini tidak ada bukti yang pasti

untuk apakah ventricular tachycardia berkelanjutan dan terutama

fibrilasi ventrikel dapat disebabkan oleh reperfusi Aritmia. Reperfusi

merupakan penanda penting dari non invasif rekanalisasi sukses

yang berhubungan dengan arteri koroner. Namun mereka juga

merupakan tanda cedera reperfusi dan temuan yang dapat membatasi

efek menguntungkan dari reperfusi Meskipun hasil yang menjanjikan

diperoleh dengan berbagai zat pertentangan efek mediator cedera

reperfusi, tidak ada rekomendasi pasti untuk mereka gunakan dalam

kondisi klinis. Namun, hasil dari uji klinis terbaru dengan inhibitor ACE

sangat menjanjikan. Percobaan ini membuat bukti relatif, bahwa ACE

inhibitor bisa memiliki efek perlindungan terhadap aritmia reperfusi

(Ref.89,Tab.1.) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9919746).

Page 46: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

36

KERANGKA TEORI

Intervensi

( Jurnal rdiologi Indonesia, 2011)

Komplikasi

PJK SKA KELOMPOK STEMI

IKKP

1. No Reflow

2. Arritmia

3. Kardiogenik syok

Faktor Resiko ( Jurnal

Kardiologi Indonesia, 2011)

1 .Ras

2. Keturunan

3. Umur

4. Jenis Kelamin

5. DM

6. Hiperlipidemia

7. Merokok

8. Riwayat Infark

9. Gagal jantung

10. Luas infark

11. Door to balon

12. Stress

13. inaktifitas

14. Arritmia

Page 47: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

37

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN

DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka konsep

Pada bab ini akan disampaikan tentang kerangka konsep yang menjadi dasar dalam

penelitian. Berdasarkan kerangka teori di atas, terdapat 14 faktor yang

mempengaruhi terjadinya kardiogenik syok, namun hanya 8 variabel yang akan di

teliti, karena data 5 variabel lainnya tidak tersedia di data rekam medis. Dengan

demikian kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut

Skema 3.2 Kerangka konsep

1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Merokok 4. DM 5. Dislipidemia 6. Luas Infark 7 Adanya aritmia 8. Door to ballon≥ 90

menit, < 90 menit

Kejadian syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP

Variabe l Independen

Variabel Independen

Variabel Dependen

Page 48: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

38

B. Hipotesis

1. Hipotesis mayor :

a. Ada hubungan antara faktor – faktor risiko DM,,dislipidemia,merokok

umur, jenis kelamin dengan pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat

dilakukan IKPP.

b. Ada hubungan antara faktor jenis kelamin,umur dengan pasien STEMI

terjadi kardiogenik syok saat dilakukan IKPP.

c. Ada hubungan antara faktor lainnya seperti (Luas infark, arritmia, door to

ballon ≥ 90 mnit atau < 90 menit ) dengan kardiogenik syok saat dilakukan

IKPP.

2. Hipotesis minor :

a. Ada hubungan antara DM dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI

saat dilakukan IKPP.

b. Ada hubungan antara dislipidemia dengan kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan tindakan IKPP.

c. Ada hubungan antara merokok dengan kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP.

d. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP.

e. Ada hubungan antara umur dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI

saat dilakukan IKPP.

f. Ada hubungan luas infark dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI

saat dilakukan tindakan IKPP.

Page 49: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

39

g. Ada hubungan antara adanya arritmia dengan kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan tindakan IKPP.

h. Ada hubungan antara door to balon ≤ 90 menit > 90 menit dengan

kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan tindakan IKPP

Page 50: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

40

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1

No

Variabel

Definisi Variabel

Alat dan caraUkur

Hasil Ukur

Skala Ukur

1. 2. 3.

Pasien STEMI saat dilakukan tindakan IKPP terjadi kardiogenik syok.

Jenis kelamin Umur

Kardiogenik syok merupakan hipotensi yang menetap, secara konvensional didefinisikan sebagai tekanan < 80 - 90 mmHg yang berlangsung lebih dari 30 menit dengan tidak adanya gejala hipovolemia. Dan Denyut nadi > 100 x/mt

Dibedakan pria dan wanita

Lama hidup seseorang dari sejak lahir sampai ulang tahun terakhir

Data rekam

medis

Data rekam

medis

Data rekam medis

1.Syok, TD < 80-90 mmHg dengan inotropik dan denyut nadi > 100 x./mt. 2.Tidak syok TD ≥ 90

mmHg Dan Denyut nadi < 100 x/mt 1.Pria 2.Wanita 1. < 40 tahun 2.≥ 40 tahun

1.

Ordinal

Nominal

Ordinal

4.

Dislipidemia

Peningkatan kadar lipidplasma (dua diantaranya) Kolesterol total >240 mg/dl.LDL >130 mg/dl,trigliseserida >200 md/dl.

Data rekam medis.

1.Ada dislipidemia 2.Tidak ada dislipidemia

Ordinal

5.

Diabetus Melitus

Mempunyai riwayat

penyakit DM dan

Data rekam medis

1.DM, GDS >126 mg/dl

Ordinal

Page 51: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

41

Keterangan:.VT (Ventricalar Tachicardia), VF (Ventrikel Fibrilasi), LM ( Left main), 3VD ( Three Vessel Diseases), 2VD ( Two Vessel Diseases), IVD ( One Vessel Disease

GDS > 126 mg/dl 2. Tidak DM GDS <126

mg/dl

6.

Merokok

Kebiasaan merokok seseorang

Data rekam

medis

1. Merokok 2. Tidak merokok

Nominal

7.

Luas Infark

Area infark iskemia atau nekrosis pada otot jantung yang diakibatkan karena penurunan aliran darah satu atau lebih yang ke arteri koroner.

Data rekam

medis

1. Infark luas, penyempitan ≥ 2 area

pembuluh darah koroner. ( LM-3VD, 3VD, 2VD) 2.Infark tidak luas, penyempitan hanya 1 area pembuluh darah koroner. (IVD)

Ordinal

8.

Door to balon <90menit >90menit

Pasien STEMI<12jam dengan door to ballon <90 menit dapat memperbaiki otot jantung bila dengan cepat dilakukan tindakan IKPP

Data rekam medis

1. ≥ 90 menit 2. > 90 menit

Ordinal

Page 52: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

42

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan tentang desain penelitian, lokasi dan waktu

penelitian, populasi dan sampel penelitian, pengumpulan data, etika penelitian,

pengolahan data dan analisa data.

A. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Case kontrol

data diambil berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari data rekam medis.

faktor-faktor yang berhubungan dengan kardiogenik syok pasien STEMI saat

dilakukan tindakan IKPP.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Diagnostik Invasif Intervensi Non Bedah Rumah

Sakit Jantung Harapan Kita, pada bulan Maret 2013 dengan menggunakan data

Rekam Medis bulan Januari – Desember tahun 2011 dan bulan Januari – September

tahun 2012 untuk mencari data pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi

kardiogenik syok.

Page 53: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

43

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pasien STEMI yang dilakukan tindakan IKPP.

Perkiraan proporsi terjadinya syok.

q = Proporsi yang tidak mengalami syok = 1 – 0.11

= 0.89

Perhitungan sampel uji beda proporsi

n = jumlah sampel yang dibutuhkan

Z = nilai baku distribusi normal pada α tertentu

p = proporsi shock

q = proporsi tidak shock

d = derajat akurasi (presisi) yang diinginkan (8.3%)

Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan = 55 pasien. Untuk mencegah drop out, maka

jumlah sampel ditambah 10%, sehingga sampel minimal menjadi 61 pasien. Untuk

menghindari design effect, sampel minimal dikali 2. Jadi, jumlah sampel final sebesar

122 pasien.

Page 54: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

44

D. JENIS DATA DAN INSTRUMENT PENELITIAN

1. Jenis data

Data diambil berdasarkan data Rekam Medis RS Jantung Harapan Kita bulan

Januari – Desember 2011 dan Januari – September 2012 yang berjumlah 500

pasien dan diambil secara random berjumlah 122 responden pasien STEMI

yang dilakukan tindakan IKPP terjadi kardiogenik syok.

2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan daftar tilik yang telah disusun

berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. Kemudian akan diisi sesuai

data sekunder sebanyak 122 responden yang diperoleh dari Rekam Medik.

E. Etika Penelitian

Dalam suatu penelitian mempunyai prinsip etika yang harus ditaati dan

dilaksanakan oleh peneliti. Tujuan dari etika penelitian adalah untuk menjaga

kerahasiaan responden dan menjaga data-data penelitian. Adapun prinsip etika

penelitian terdiri dari: menghormati harkat dan martabat manusia (respect for

human dignity), menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect

for privacy and confidentiality), keadilan dan inklusivitas (respect for justice and

inclusiveness), dan memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits) (Milton, 1999).

Prinsip pertama, peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk

mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta

Page 55: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

45

memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk

berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).

Prinsip kedua, setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk

privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat

terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi.

Sedangkan, tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh orang

lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut.

Prinsip ketiga, prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk

memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati,

profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,

keseksamaan, intimitas, psikologis serta perasaan religius subyek penelitian.

Prinsip keempat, peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur

penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi

subyek penelitian dan dapat dijeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).

Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence)

F. Pengolahan Data

Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, ada empat

tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui, yaitu :

1. Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian apakah jawaban yang

ada di lembar observasi sudah lengkap.

Page 56: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

46

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data bentuk huruf menjadi data berbentuk

angka / bilangan. Kegunaanya adalah untuk mempermudah pada saat analisa

data dan juga mempercepat pada saat entri data.

3. Processing

Setelah semua kuesioner terisi penuh, benar dan sudah melewati

pengkodean maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat

dianalisis melalui program SPSS. Proses data dilakukan dengan cara

mengentri data dari lembar jawaban ke paket komputer.

4. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri, apakah

ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat

kita mengentry ke komputer.

G. Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh dari Rekam Medik RS Jantung Harapan Kita pada

pasien STEMI yang dilakukan tindakan IKPP terjadi kardiogenik syok bulan

Januari – Desember 2011, dan Januari - September 2012. Data hasil daftar tilik

pada pasien STEMI yang dilakukan IKPP dan terjadi kardiogenik syok yang

kemudian dilakukan tabulasi data yang meliputi variabel DM, merokok, umur, jenis

kelamin, luas infark, dislipidemia, adanya arritma, door to balon ≥ 90 menit <

90 menit Setelah data terkumpul maka data dilakukan analisa statistik yaitu:

Page 57: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

47

( X² ) = ∑ E

EO 2)(

1. Analisa Univariat

Analisa univariat digunakan untuk melakukan analisa distribusis frekuensi

dan presentasi dari masing-masing variabel, hasil dari setiap karakteristik

ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan masing – masing

variabel (variabel independent dengan variabel dependent). Analisa ini

menggunakan uji Chi-Square, dengan derajat kepercayaan 95 %. Hasil

perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya hubungan yangsignifikan

antara variabel terkait, yaitu dengan melihat nilai p. Bila hasil perhitungan

statistik diperoleh nilai p < 0,05 Ho ditolak, maka hasil perhitungan statistik

bermakna yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel

independent dan variabel dependent. Sebaliknya bila hasil perhitungan nilai

p > 0,05 Ho gagal, maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak

ada hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel

dependend. Uji statistic uji Chi-Square yaitu dengan menggunakan rumus :

Keterangan : X² = Nilai Chi-Square atau distribusi kuantitas.

O = Observasi, yaitu nilai observasi atau nilai yang didapat dari penelitian

atau objektif.

E = Expected , yaitu nilai atau frekuensi yang diharapkan.

Page 58: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

48

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan

Maret 2013 , yang meliputi hasil analisa univariat dan analisa bivariat yang menyatakan

hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.

A. Analisa Univariat

Dalam analisa univariat ini menggambarkan distribusi responden berdasarkan

karakteristik pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok

yaitu: jenis kelamin, umur, kebiasaan merokok, dislipidemia, diabetes mellitus,

adanya arritmia, Luas infark, Door to balon ≥ 90 menit < 90 menit.

1. Gambaran karakteristik Responden

Gambaran demografi, hemodinamik, luas infark pada pasien STEMI saat

dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok di RS Jantung Harapan Kita Jakarta

dapat di lihat pada tabel 5.1 di bawah ini.

Page 59: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

49

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi Responden menurut Jenis kelamin, Umur, merokok

dislipidemia, DM, luas infark, arritmia, Door to balon ≥ 90 menit < 90

menit pada Pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi Kardiogenik

syok di RS Jantung Harapan Kita bulan Januari - Desember 2011

Januari - Oktober2012

Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)

Jenis Kelamin

Pria Wanita

104 18

85.2 14.8

Umur ≥ 40 Tahun < 40 Tahun

114 8

93.4 6.6

Merokok Merokok tidak merokok

76 46

62.3 37.7

Disiplidemia Disiplidemia Tidak disiplidemia

76 46

62.3 37.7

DM GDS ≥ 126 mg/dl GDS>126 mg/dl

92 30

75.4 24.6

Aritmia Aritmia Tidak Aritmia

46 76

37.7 62.3

Luas Infark Luas, infark ≥ 2

Pembuluh Darah yang Tersumbat Tidak Luas, Area Infark 1 Pembuluh Darah yang Tersumbat

74

48

60.7 39.3

Door to Ballon

Door to Ballon ≥ 90 Menit Door to Ballon < 90 Menit

96 26

78.7 21.3

Kardiogenik Syok

Syok, TD < 90 mmHg dengan inotropik dan Denyut nadi > 100 x/mt Tidak syok, TD ≥ 90

mmHg dan Denyut nadi < 100 x/mt

54

68

44.3

55.7

Page 60: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

50

Tabel 5.1 Menggambarkan pasien STEMI saat tindakan terjadi kardiogenik syok

(44.3%), sebagian besar adalah pria (85.2%), umur ≥ 40 tahun (93.4%) dan

mempunyai riwayat merokok (62.3%), DM (75.4%), dislipidemia (62.3%).

Dan terjadi kardiogenik syok dengan TD < 90 mmHg dan denyut nadi ≥ 100

x/mt (44.3% ), infark luas (60.7%), adanya arritmia (37.7%) dan door to balon

> 90 menit (78.7%).

B. Analisa Bivariat

Pada analisis ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara, Jenis kelamin, Umur,

Merokok, Dislipidemia, Diabetes Mellitus, Luas infark, adanya arritmia Door

to balon ≥ 90 menit < 90 menit pada pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat

dilakukan tindakan IKPP yang lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut

ini. Secara statistik hubungan antara dua variabel independent dengan

dependent, kedua variabel ini bersifat kategorik, maka uji statistik yang digunakan

adalah uji Chi Square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (5%).

1. Hubungan antara Jenis kelamin,umur, merokok,dislipidemia ,DM, luas

infark, arritmia, door to balon ≥ 90 menit < 90 menit pasien STEMI

dilakukan IKPP.

Page 61: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

51

Tabel 5.2

Distribusi responden berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di RS

Jantung Harapan Kita Jakarta bulan Januari-Desember 2011 Januari –

Agustus 2012

Variabel

Kardiogenik syok Total OR 95% CI p value Ya Tidak

N % N % N % 1. Jenis kelamin

laki-laki Perempuan

44 10

42,3 55.6

60 8

57.7 44.4

106 18

100 100

0.587

0.214 -1.607

0,431

2. Umur ≥ 40 tahun < 40 tahun

50 4

43.9 50

64 4

56.1 50

114 54

100 100

1.280

0.305 -5.372

1

3. Merokok Merokok Tidak Merokok

41 13

75.9 24.1

37 31

54.4 45.6

78 44

100 100

2.642

1.205 - 5.796

0,023

4. Dislipidemia Ya Tidak

40 14

74.1 25.9

36 32

52.9 47.1

76 46

100 100

2.540

1.173 – 5.500

0,028

5. DM GDS ≥126 mg/dl GDS < 126 mg/dl

47 7

87 13

45 23

66.2 33.8

92 30

100 100

0.291

0.014 – 0.746

0,014

6. Adanya arritmia Ya Tidak

40 14

74.1 25.9

6 62

8.8 91.2

46 76

100 100

29.524

10.481- 83.169

0,001

7. Luas infark Luas,areainfark ≥2

pembuluhdarah yang tersumbat

Tidak luas,infark hanya 1 pembuluh darah yang tersumbat

45 9

60 19.1

30 38

40 80.9

75 47

100 100

6.333

2.677- 14.982

0,005

8. Door to balon ≥ 90 menit < 90 menit

39 15

72.2 27.8

57 11

83.8 16.2

96 26

100 100

0.502

0.208 – 1.207

1.183

Page 62: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

52

2. Distribusi jenis kelamin responden pada pasien STEMI saat dilakukan

IKPP terjadi kardiogenik syok di Pusat Nasional Harapan Kita tahun

2011 - Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel jenis kelamin dengan

kejadian kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP diperoleh

data bahwa responden yang berjenis kelamin pria yang mengalami

kardiogenik syok saat dilakukan IKPP sebanyak 44 orang ( 42,3 %).

Sedangkan responden berjenis kelamin wanita yang mengalami kardiogenik

syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP sebanyak 10 orang (55,6 %).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,431 secara statistik dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kardiogenik

syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP. Didapatkan Odds Ratio sebesar

0,587 artinya respoden yang berjenis kelamin wanita mempunyai peluang lebih

kecil 0,587 kali untuk mengalami kardiogenik syok pada pasien STEMI saat

dilakukan IKPP dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin pria.

3. Distribusi Umur responden pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP

terjadi kardiogenik syok di Pusat Nasional Harapan Kita tahun 2011 -

Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel umur ≥ 40 tahun pasien

STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok diperoleh data sebanyak

50 orang (43,9 %), sedangkan diantara umur yang < 40 tahun ada 4 orang

Page 63: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

53

(50 %) yang terjadi kardiogenik syok. Hasil uji statistik diperoleh diperoleh

nilai p=1 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan kejadian kardiogenik

syok antara umur ≥ 40 tahun dan < 40 tahun. Dari hasil analisis diperoleh

nilai OR = 1.280 artinya Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilaku-

kan IKPP pada pada orang yang umur ≥ 40 tahun 1.28 kali lebih tinggi

dibanding pada orang yang berumur < 40 tahun

4. Distribusi responden merokok dengan kardiogenik syok pasien

STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok di Pusat Jantung

Nasional Harapan Kita tahun 2011- Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel kebiasaan merokok

pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok diperoleh data

sebanyak 41 (75.9 %), sedangkan diantara yang tidak merokok ada 13 orang

(24.1 %) yang terjadi kardiogenik syok. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p=0,023 maka dapat disimpulkan ada hubungan kejadian kardiogenik syok

antara yang merokok dan tidak merokok. Dari hasil analisis diperoleh nilai

OR = 2.642 artinya pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilakukan

IKPP pada pada orang yang merokok 2.642 kali lebih tinggi dibanding pada

orang yang tidak merokok.

Page 64: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

54

5. Distribusi Responden Dislipidemia dengan kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok di Pusat

Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2011- Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel Dislipidemia dengan

kardiogenik syok diperoleh data sebanyak 40 orang (74.1 %) pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP, sedangkan diantara yang tidak dislipidemia

ada 14 orang (25.9 %) yang terjadi kardiogenik syok. Hasil uji statistik dipe-

roleh nilai p=0,028 maka dapat disimpulkan ada hubungan kejadian kardi-

ogenik syok antara yang hiperlipidemia dan yang tidak dislipidemia. Dari

hasil analisis diperoleh nilai OR = 2.540 artinya kejadian kardiogenik syok

pada pada orang yang disrlipidemia 2.540 kali lebih tinggi dibanding kejadian

syok pada orang yang tidak dislipidemia.

6. Distribusi Responden DM dengan kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok di Pusat Jantung

Nasional Harapan Kita tahun 2011- Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel DM dengan GDS ≥

126 mg/dl dengan pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik

syok diperoleh data sebanyak 47 orang (87 %), sedangkan yang mempunyai

GDS < 126 mg/dl diperoleh data 7 orang (13 %). Hasil uji statistik diperoleh

nilai p=0,014 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara kejadian kardio-

genik syok pada pasien yang memiliki GDS ≥126 mg/dl dengan yang GDS

<126 mg/dl. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,291 artinya kejadian

Page 65: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

55

kardiogenik syok pada pada orang yang tidak memiliki riwayat DM (GDS <

126 mg/dl) 0.291 kali lebih rendah dibanding kejadian kardiogenik syok

dengan orang yang mempunyai GDS > 126 mg/dl.

7. Distribusi Responden adanya arritmia dengan kardiogenik syok pad

pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok di Pusat

Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2011- Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel adanya arritmia sebe-

lum tindakan dengan kardiogenik syok diperoleh data sebanyak 40 orang

(74.1 %) pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP, sedangkan diantara yang

tidak adanya arritmia ada 10 orang (16,1 %) yang terjadi kardiogenik syok.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,005 maka dapat disimpulkan ada hubu-

ngan kejadian kardiogenik syok antara yang adanya gangguan arritmia sebe -

lum tindakan dan yang tidak adanya gangguan arritmia. Dari hasil analisis

diperoleh nilai OR = 29.524 artinya kejadian kardiogenik syok pada orang

yang adanya gangguan arritmia 29.524 kali lebih tinggi dibanding kejadian

syok pada orang yang tidak adanya aritmia.

8. Distribusi Responden Luas infark dengan kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok di Pusat

Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2011- Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel luas infark ( ≥ 2 area

yang tersumbat) pada pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilakukan

Page 66: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

56

IKPP di diperoleh data sebanyak 42 orang ( 77.8%), sedangkan yang tidak

luas ( hanya 1 pembuluh darah yang tersumbat) 12 orang ( 19,1%) yang terjadi

kardiogenik syok. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 maka dapat disim-

pulkan ada hubungan kejadian kardiogenik syok antara luas infark (≥ 2 area

yang tersumbat, Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 3.398, artinya kejadian

kardiogenik syok pada pasien STEMI yang infaknya luas 3.398 kali lebih

tinggi dibanding kejadian syok pada orang yang infarknya tidak luas.

9. Distribusi Responden Door to ballon ≥ 90 menit < 90 menit dengan

kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat

Jantung Nasional Harapan Kit tahun 2011 - Oktober 2012

Berdasarkan tabel 5.3 di atas, hubungan antara variabel Door to baloon ≥ 90

menit pada pasien STEMI terjadi kardiogenik syok saat dilakukan IKPP dengan

kardiogenik syok diperoleh data sebanyak 39 orang (72.2%), sedangkan Door

to ballon yang < 90 menit terjadi kardiogenik syok ada 15 orang (27.8%).

Hasil uji statistik diperoleh diperoleh nilai p=1.183 maka dapat disimpulkan

tidak ada hubungan Door to balon ≥ 90 menit dengan kejadian kardiogenik

syok. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0.502, artinya kejadian kardi-

ogenik syok saat rekanalisasi ≥ 90 menit 0.502 kali lebih rendah dibanding

saat rekanalisasi < 90 menit.

Page 67: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

57

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada BAB ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang meliputi interpretasi dan hasil

diskusi. Adapun pembahasannya yang dilakukan meliputi hubungan antara hasil

penelitian dan konsep teoritis. Pada bab ini juga akan dijelaskan tentang keterbatasan

penelitian yang telah dilaksanakan.

A. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari masih terdapat beberapa keterbatasan penelitian antara lain:

1. Peneliti tidak meneliti status cairan pada pasien STEMI terjadi kardiogenik

syok.

2. Pengumpulan data dari bulan Januari-Desember 2011 sampai dengan bulan

Januari -Septemberr 2012 berjumlah 500 responden dan diambil secara random

tetapi yang memenuhi syarat hanya 122 responden.

B. Interpretasi dan hasil diskusi

1. Gambaran pasien STEMI saat dilakukan IKPP

Dalam penelitian ini jenis kelamin pasien STEMI yang dilakukan IKPP

terbanyak adalah laki-laki 104 orang (85.2%) dan perempuan 18 orang

Page 68: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

58

(14.8%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Viktor Culic

(2006), menunjukan bahwa STEMI lebih sering terjadi pada laki-laki

(70,8%) dibandingkan perempuan (20.9%). Hal serupa juga dikemukakan

oleh Sonia dkk dalam sebuah studi INTERHEARTH, laki-laki (74,9%)

lebih banyak yang mengalami Akut STEMI dari pada perempuan (25,1%),

dan sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki dan meningkat

dengan bertambahnya umur. Berdasarkan hal tersebut dikarenakan STEMI

lebih banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan dengan perempuan

premenopause, hal ini oleh karena adanya efek estrogen, dan perempuan

relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai menopause, dan

kemudian menjadi sama entannya seperti pria (Verheught,2008).

Umur responden yang mengalami STEMI dan dilakukan IKPP terbanyak

adalah umur ≥ 40 tahun sebanyak 114 orang (93.4%), dan umur < 40 tahun

sebanyak 8 orang (6.6%). Berdasarkan hal tersebut dikarenakan pasien

STEMI dan dilakukakan IKPP terbanyak pada umur ≥ 40 tahun.

Dimana semakin bertambahnya umur akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya penyakit jantung koroner. STEMI lebih sering timbul pada usia lebih

dari 35 tahun keatas dan pada usia 55 – 64 tahun terdapat 40%

kematian disebabkan oleh STEMI . Umur merupakan faktor risiko yang

tidak dapat dimodifikasi, dimana seseorang yang berumur lebih atau sama

dengan 60 tahun memiliki risiko kematian sebesar 10,13 kali dibandingkan

yang berumur 25 – 49 tahun (Kusmana, 2002).

Page 69: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

59

Hal ini karena pada laki- laki selain umur didukung oleh merokok, dimana

merokok dapat menyebabkan PJK, yang pada awalnya kekurangan oksigen

pada miokardium ini biasanya tidak akan menimbulkan gejala atau di sebut

silent ischemia, tapi lama kelamaan hal ini akan memperburuk sehingga

munculah gejala STEMI , itulah kenapa biasanya penyakit jantung koroner

tampak sebagai penyakit yang menyerang secara mendadak, padahal

melalui proses yang lama atau kronik sehingga menyebabkan kematian

(Idrus,2007).

Menurut Penelitian Whitchall –civil servant pada 18.240 laki-laki antara umur

40-64 tahun mendapatkan hubungan dengan miokard iskemik, faktor resiko dan

kematian akibat PJK yang berkembang menjadi STEMI, dimana faktor resiko

yang paling utama adalah hipertensi, merokok dan hiperkolesterolemi.

Dilihat dari hemodinamik pasien STEMI yang dilakukan IKPP memiliki TD

yang < 90 mmHg dan Denyut nadi > 100 x/mt sebanyak 54 orang ( 44.3%),

sedangkan TD > 100 mmHg dan denyut nadi < 100 x/mt sebanyak 68 orang

(55.7%). Berdasarkan hal tersebut terjadinya penurunn tekanan darah akan

terjadi perangsangan simpato adrenal dan menimbulkan vasokontriksi, takhi-

kardi dan meningkatkan kontraktilitas untuk menambah curah jantung untuk

menstabilkan Tekanan Darah.

Hal ini juga sesuai dengan Jurnal kardiologi Indonesia bahwa aliran sistemik

menjadi dasar diagnosis, dan dengan menurunnya TD Sistolik akan

Page 70: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

60

meningkatkan kadar katekolamin yang mengakibatkan kontriksi arteri dan

vena sistemik.

Selain TD dan Nadi, status cairan pada pasien STEMI terjadi kardiogenik

syok perlu diperhatikan, sehingga kebutuhan cairan dapat terpenuhi dan

tidak membahayakan pasien terutama kalau adanya gagal jantung.

Begitu juga dilihat dari luasnya, (area infark ≥ 2 area pembuluh darah yang

tersumbat). pada pasien STEMI yang dilakukan IKPP sebanyak 74 orang

(60.7%), sedangkan yang infarknya tidak luas ( area infark 1 pembuluh darah

yang tersumbat) 47 orang (38.5%). Hal tersebut didukung oleh Richard N

Fogoros, (2008). STEMI arteri koroner benar-benar diblokir oleh bekuan

darah, dan sebagai hasilnya hampir semua otot jantung yang disuplai oleh

arteri yang mati. Karena makin luasnya infark dapat menyebabkan

berkurangya kontraksi dengan gerak dinding yang abnormal terganggunya

ventrikel kiri, berkurangnya volume denyutan menurunnya Cardiac Output,

dan meningkatnya tekanan akhir Diastolik ventrikel kiri.

Dari penelitian ini terlihat bahwa dari 122 responden, yang mengalami

kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP sebanyak 54 orang

(44.3%) disini dilihat dari data hemodinamik, tetapi dalam hal ini peneliti tidak

mencantumkan catatan status cairan berhubung data diambil secara retrospektif.

Dan berjenis kelamin laki-laki 44 orang (42.3%), dan umur ≥40 tahun 114

orang (93.4%) dan infarknya luas ( area infark ≥2 pembuluh darah yang

menyempit) sebanyak 74 orang (60.7%).

Page 71: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

61

2. Hubungan umur Dengan Terjadinya Kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP

Hasil analisis hubungan antara umur dengan kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP diperoleh data bahwa 50 orang responden

(43.9%) yang berumur ≥ 40 tahun mengalami kardiogenik syok, Sedangkan

4 orang responden (50%) yang berumur < 40 tahun tidak mengalami

kardiogenik syok. Dari hasil tersebut terlihat bahwa semakin tua umur maka

resiko pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok

semakin besar.

Hal ini sejalan Menurut T Bachri Anwar, 2008 telah dibuktikan adanya

hubungan antara umur dan STEMI . Dan sebagian besar kematian terjadi pada

laki laki dan dengan bertambahnya umur.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p: 1 secara statistik dapat disimpulkan tidak

ada hubungan antara umur dengan pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi

kardiogenik syok.

Hal ini tidak sejalan oleh Zeiher, (1993) bahwa semua penyakit kardiovaskuler

meningkat frekwensinya dengan bertambahnya umur dan dihubungkan dengan

adanya ketuaan (degenerative) mengubah fungsi vaskuler. Dalam beberapa

studi relaksassi endotelium dependent oleh asetikolin menurun karena ketuaan

yang mempengaruhi dinding pembuluh darah arteri yang mengalami

atherosklrosis akan menebal, mengeras dan sifat elastisitasnya akan

menghilang. Sehingga aliran darah tidak lancar, dan akan mengalami

Page 72: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

62

turbulensi yang akan menyebabkan kerusakan atau mencederai selaput kapsul

atheroma dan pecah, yang selanjutnya akan mengundang trombosit yang akan

memacu proses pembekuan darah dan terbentuk trombus. Trombus yang

menempel pada dinding pembuluh darah akan bertambah tebal lalu

menyempitkan lumen dan kemudian menyumbatnya. Hal ini tentu dapat

berakibat fatal pada otot-otot jantung yang disuplai oleh pembuluh darah

tersebut. Hal ini yang dapat menyebabkan serangan jantung.

Menurut peneliti tidak adanya hubungan antara umur dengan pasien STEMI

saat dilakukan terjadi kardiogenik syok. karena jumlah sampel antara umur ≥

40 tahun dan umur < 40 tahun pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

jumlahnya tidak sebanding.

3. Hubungan Jenis kelamin Dengan Terjadinya Kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP

STEMI menyebabkan penurunan fungsi kontraktil yang mengarah ke disfungsi

ventrikel kiri dan penurunan tekanan arteri, yang dapat memperburuk iskemi

miokard. Kejadian kardiogenik syok secara keseluruhan lebih tinggi dari pada

pria dibandingkan dengan wanita karena peningkatan prevalensi penyakit

jantung pada laki-laki. http://id.prmob.net/sirkulasi-koroner/gagal-

jantung/infark-miokard-1199818.html, di unduh tanggal 26 pebruari 2013).

Pada penelitian ini pasien STEMI saat dilakukan IKPP terjadi kardiogenik

syok lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan

perempuan. Hal ini dikarenakan bahwa pada pasien STEMI lebih banyak

Page 73: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

63

terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan premenopause,

kecuali mereka memiliki predisposisi diabetus, hiperlipidemia atau

hipertensi berat, namun setelah menopause insiden penyakit ini akan

meningkat.

Menurut Verheugt, (2008), Perempuan relatif sulit mengidap penyakit

jantung sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya

seperti laki-laki. Hal ini di duga karena adanya efek perlindungan estrogen.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p : 0.431 secara statisik dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan terjadinya

kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP.

Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Menurut silvia dan Loraine (2006) bahwa

ada hubungan antara jenis kelamin dengan PJK. Pada pria kerentanan terkena

serangan jantung lima kali lebih besar dibandingakan dengan wanita.

Menurut Subagio,http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-2a-

5321-2-bab2.pdf, diunduh tanggal 28 februari 2013.

Perempuan ditemui komplikasi lebih mekanis seperti ruptur ventrikel

dan regurgitasi mitral akut yang berat. Perempuan juga memiliki insiden yang

lebih tinggi memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, indeks jantung

rendah. Terdapat perbedaan yang kontras antara perempuan dan laki-laki

terhadap serangan penyakit kardiovaskuler sampai masa menopause

disebabkan turunnya kadar estrogen dan peningkatan kadar lipid

Page 74: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

64

dalam darah. Hal ini didukung oleh http://id.prmob.net/sirkulasi-koroner/gagal-

jantung/infark-miokard-1199818.html

4. Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Terjadinya Kardiogenik syok

pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP.

Pada penelitian ini terlihat bahwa pasien STEMI terjadi kardiogenik syok

saat dilakukan IKPP dengan kebiasaan merokok lebih banyak dibandingkan

dengan yang tidak merokok.

Hal ini sesuai sejalan menurut American Heart Association / American College

of Cardiologi, (2007). Orang yang merokok mempunyai risiko 2 kali lebih

banyak untuk menderita penyakit kardiovaskular dibanding orang yang

tidak merokok. Efek merokok terhadap terjadinya aterosklerosis antara lain

menurunkan kadar HDL, trombosit lebih mudah mengalami agregasi,mudah

terjadi luka endotel karena radikal bebas dan pengeluaran katekolamin

berlebihan serta dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah.

Kematian mendadak karena STEMI 2–3 kali lebih banyak pada perokok di

bandingkan bukan perokok. Orang yang merokok mempunyai risiko

kematian 60% lebih tinggi, karena merokok dapat menstimulasi pengeluaran

katekolamin yang berlebihan sehingga fibrilasi ventrikel mudah terjadi.

Hasil analisis didapatkan nilai p: 0.068 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara merokok dengan pasien STEMI terjadi kardiogenik pada

saat dilakukan IKPP.

Page 75: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

65

Hal ini didukung oleh www.yudhi.com/Artikel kesehatan, 15 penyakit yang

disebabkan rokok, diunduh tanggal 21 februari 2013.

Rokok mempercepat penyumbatan arteri yang bisa disebabkan penumpukan

lemak. Hal ini yang akan menimbulkan jaringan parut dan penebalan arteri

yang menyebabkan arteriosklerosis. Efek rokok adalah menyebabkan beban

miokard bertambah karena rangsangan katekolamin dan menurunnya

konsumsi 02 akibat inhalasi CO yang dapat menyebabkan takhicardi,

vasokontriksi, trombogenesis pembuluh darah, provokasi arritmi merubah

dinding permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10% HB

menjadi carboksi-Hb.

Bahan-bahan kimia didalam rokok diserap kedalam aliran darah dari paru-paru

dan mengelilingi seluruh tubuh, mempengaruhi setiap sel tubuh. Bahan kimia

ini menyempitkan pembuluh darah sementara waktu, dan membuat keping-

keping darah yang disebut platelets menjadi lebih lengket, jadi meningkatkan

kemungkinan untuk membentuk gumpalan darah yang sewaktu-waktu dapat

terjadi serangan jantung (STEMI).

. Sumber: Wahyu,http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-

public-health/2247069-bahaya-merokok/#ixzz2M4nxztfl diunduh tanggal

25 pebruari 2013

Page 76: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

66

5. Hubungan Dislipidemia Dengan Terjadinya kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP.

Pada penelitian ini terlihat bahwa pasien STEMI saat dilakukan IKPP

terjadi kardiogenik syok dengan dislipidemia lebih banyak dibandingkan

yang tidak ada riwayat dislipidemia.

Menurut Hartono (2007) menyatakan bahwa dislipidemia adalah meningkatnya

kadar kolesterol dan bentuk ikatannya dengan protein seperti trigliserida dan

LDL, tetapi sebalikya kadar HDL menurun. Dislipidemia tidak lepas dari

keterpajanan terhadap asupan lemak sehari – hari terutama asupan lemak jenuh

dan kolesterol, yang dapat meningkatkan insidens penyakit jantung koroner.

Dikatakan setiap penurunan 200 mg asupan kolesterol per 1000 kalori akan

menurunkan 30% insidens penyakit jantung koroner.WHO merekomendasikan

asupan lemak jenuh maksimal 10% dari 30% lemak keseluruhan yang

digunakan sebagai bahan kalori.Pada kadar kolesterol diatas 300 mg% angka

kematian STEMI sebanyak 4 kali dibandingkan dengan kadar kolesterol

dibawah 200 mg%.

Hasil analisis didapatkan nilai p value 0.028 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara dislipidemia dengan STEMI terjadi kardiogenik syok saat

dilakukan IKPP. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kolesterol lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding

pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh darah menyempit

dan proses ini disebut arteriosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan

Page 77: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

67

menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga

aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi 02 ke

jantung menjadi berkurang. Kurangnya 02 akan menyebabkan otot jantung

menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung dan terjadi kardiogenik syok

bahkan kematian.

6. Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Terjadinya Kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP.

Pada penelitian ini terlihat bahwa Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok

saat dilakukan IKPP dengan diabetus melitus lebih banyak dibandingkan

yang tidak diabetus melitus.

Diabetes mellitus berhubungan dengan perubahan fisik- pathologi pada

sistem kardiovaskuler. Diantaranya disfungsi endothelial dan gangguan

pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya PJK

Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya mikroangiopati, fibrosis otot

jantung dan ketidaknormalan metabolisme otot jantung. Diabetes meskipun

merupakan faktor risiko independent untuk PJK juga berkaitan dengan

adanya abnormalitas metabolisme lipid, obesitas, hipertensi sistemik dan

peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan

peningkatan kadar fibrinogen) yang akhirnya mengarah ke STEMI,sehingga

terjadi Penurunan perfusi koroner dan tekanan kebutuhan oksigen miokard

meningkat memainkan peran dalam lingkaran setan yang mengarah ke

kardiogenik syok.

Page 78: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

68

Hasil analisis didapatkan p value 0.004 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara diabetus melitus pada pasien STEMI terjadi kardiogenik

syok saat dilakukan IKPP. Hal ini didukung dari buku Ilmu Penyakit

Dalam Universitas Dipenogoro, 2007 menyebutkan Hiperglikemi sering terjadi

mengikuti STEMI, tidak hanya pada pasien diabetik tapi juga penderita

yang non diabetic dengan frekuensi yang lebih sedikit. Stress hiperglikemi

yang terjadi pada STEMI berkaitan dengan resiko mortalitas pada pasien –

pasien yang dirawat di rumah sakit baik yang dengan diabetes. Hal ini

berkaitan dengan makin tingginya frekuensi kejadian kardiogenik syok dan

gagal jantung kongestif sebagai komplikasi STEMI. Stress hiperglikemi

kemungkinan petanda atas lebih luasnya kerusakan jantung pada STEMI.

Kerusakan jantung yang luas mungkin mengakibatkan peningkatan produksi

hormon–hormon stress meningkatkan glikogenolisis dan hiperglikemi

sehingga meningkatkan resiko gagal jantung kongestif kardiogenik syok.

7. Hubungan arritmia Dengan Terjadinya kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP.

Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya arritmia dengan terjadinya

kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP lebih banyak

dibandingkan dengan yang tidak adanya arritmia.

Aritmia ditemukan pada fase akut STEMI, hal ini menyebabkan gangguan

hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dengan mudahnya

Page 79: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

69

perluasan infark atau bila merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia

yang mengancam jiwa sehingga terjadi kardiogenik syok.

Hasil analisis didapatkan p value 0.001 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara arritmia dengan kardiogenik syok pada pasien STEMI saat

dilakukan IKPP.

Hal ini sejalan menurut American Heart Association's Heart Attack website

Information and resources for preventing, recognizing and treating pasien

heart attack http://en.wikipedia.org/wiki/Myocardial_infarction. (diunduh

tanggal 27 februari 2013).

Jika aliran darah ke jantung terganggu berlangsung cukup lama, hal itu memicu

proses yang disebut kaskade iskemik, sel jantung di wilayah arteri koroner

tersumbat mati (terutama melalui nekrosis) dan tidak tumbuh kembali. Studi

terbaru menunjukkan bahwa bentuk lain dari kematian sel yang disebut

apoptosis juga berperan dalam proses kerusakan jaringan setelah STEMI.

Sebagai hasilnya jantung akan rusak secara permanen. Miokard akan

meninggalkan jaringan parut sehingga akan berrisiko aritmia yang berpotensi

mengancam kehidupan.

Jaringan parut pada jantung melakukan impuls listrik lebih lambat dari jaringan

jantung normal. Perbedaan kecepatan konduksi antara jaringan terluka dapat

memicu re-entry atau umpan balik yang sebagai penyebab aritmia yang

mematikan . Yang paling serius adalah aritmia ventrikel fibrilasi (V-Fib/VF),

irama jantung yang sangat cepat dan kacau yang merupakan penyebab utama

Page 80: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

70

kematian jantung mendadak. Lain aritmia yang mengancam jiwa adalah

ventricular tachycardia (V-Tach/VT), yang mungkin atau mungkin tidak

menyebabkan kematian jantung mendadak. Namun, takikardia ventrikel

biasanya menghasilkan detak jantung yang cepat yang mencegah jantung

memompa darah secara efektif. Cardiac output dan tekanan darah bisa jatuh ke

tingkat berbahaya, yang dapat menyebabkan iskemia koroner lanjut dan

perluasan infark tersebut yang berkembang menjadi kardiogenik syok

8. Hubungan Luas infark dengan terjadinya kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP.

Pada penelitian ini terlihat bahwa Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok

saat dilakukan IKPP lebih banyak pada yang infarknya luas dibandingkan

dengan yang infarknya tidak luas.

Akut STEMI pada miokardium diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang

berkepanjangan, yang bersifat irreversibel. Pada sebagian besar pasien angina

dipicu oleh perubahan akut pada plak yang disertai trombosis parsial,

embolisasi distal trombus dan atau vasospasme. Perubahan morfologik pada

jantung adalah arteriosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).

STEMI hampir selalu terjadi pada ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi

fungsi LV, makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.

Hasil analisis didapatkan p value 0.001 yang berarti ada hubungan yang

bermakna antara luas infark dengan terjadinya kardiogenik syok pada pasien

Page 81: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

71

STEMI saat dilakukan IKPP. Hal ini didukung oleh Richard N Fogoros, (2008).

STEMI arteri koroner benar-benar diblokir oleh bekuan darah, dan sebagai

hasilnya hampir semua otot jantung yang disuplai oleh arteri yang mati.

Karena makin luasnya infark dapat menyebabkan berkurangya kontraksi

dengan gerak dinding yang abnormal, terganggunya ventrikel kiri,

berkurangnya volume denyutan menurunnya Cardiac Output, dan

meningkatnya tekanan akhir Diastolik ventrikel kiri.sehingga jantung sudah

tidak dapat lagi bekerja hal ini yang diakibatkan oleh kegagalan pompa jantung,

9. Hubungan Door to balon ≥ 90 menit < 90 menit dengan kejadian

kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP.

Pada penelitian ini terlihat bahwa Pasien STEMI terjadi kardiogenik syok

saat dilakukan IKPP lebih banyak pada yang door to balon ≥ 90 menit

dibandingkan dengan yang door to baloon < 90 menit.

Kecepatan penanganan pasien dengan STEMI akan memperbaiki aliran ke

koroner. Hal ini didukung oleh panduan dari Europan Society of Cardiology

and American Heart Association, sasaran door to balon adalah 90 menit. Hal ini

mungkin seperti ketidakpastian diagnosis (terutama untuk penggunaan

fibrinolitik), perlunya evaluasi dan penanganan terhadap keadaan lain yang

mengancam jiwa (misalnya gagal nafas), atau penundaan karena terkait dengan

pasien/keluarga membutuhkan waktu untuk mengambil keputusan dalam

pemberian terapi reperfusi.

Page 82: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

72

Hasil analisis diperoleh p value 0.502 yang berarti tidak ada hubungan

bermakna antara door to balon ≥ 90 menit dengan kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP. Hal ini di tidak sejalan oleh Jurnal Kardiologi

Indonesia Vol 31, (2010). Data dari National Registry of Myocardial

Infarction) melaporkan door to balloon time kurang dari 90 menit, maka angka

kematian di rumah sakit sekitar 3%, meningkat menjadi 4.2%, 5.7% dan 7.4%.

Jika terjadi keterlambatan 91-120 menit, 121-150 menit dan lebih dari 150

menit.Tiap 15 menit pengurangan door to balloon time dari menit ke 150

menjadi < 90 menit, akan mengurangi 6.3 kematian per 1000 pasien.

Hal inipun sejalan dengan Azwar Agoes, (2004). Waktu 90 menit dari kontak

medis pertama. IKPP dapat mengembalikan aliran darah koroner dalam 90%

sampai 95% dari pasien STEMI, dan mengurangi angka kematian.

Menggunakan stent dengan IKPP lebih baik daripada tidak menggunakan. Jika

RS tidak memiliki fasilitas untuk IKPP, pasien tidak dapat ditransfer dalam

waktu 90 menit, dan pasien yang memenuhi syarat untuk terapi fibrinolitik,

Karena terapi fibrinolitik mengurangi risiko kematian dan salvages

miokardium. Idealnya pasien harus menerima fibrinolitik dalam waktu 30 menit

dari kontak medis pertama.

Kontraindikasi termasuk stroke hemoragik sebelumnya, pendarahan internal

aktif, diseksi aorta dicurigai, dan neoplasma intrakranial. Antikoagulan terapi

dianjurkan untuk pasien yang telah menerima terapi IKPP atau fibrinolitik.

Page 83: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

73

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini peneliti akan membahas kesimpulan penelitian yang telah dilakukan serta

peneliti memcoba memberikan saran terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian Kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP.

A. Kesimpulan

1. Penelitian yang dilakukan memberikan gambaran bahwa pasien STEMI saat

dilakukan IKPP terjadi kardiogenik syok sebagian besar berjenis kelamin pria,

umur diatas 40 tahun, dan mempunyai kebiasaan yang buruk yaitu merokok,

dan memiliki riwayat DM , hiperlipidemia dan saat serangan terjadi adanya

arritmia dan infark yang luas yang mengenai lebih dari 2 pembuluh darah

koroner yang tersumbat.

2. Tidak Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kardiogenik syok

pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan

Kita dengan nilai P < 0,05 yaitu 0,431.

3. Tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita

dengan nilai > 0.05 yaitu 1.

Page 84: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

74

4. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian kardiogenik syok

pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan

Kita dengan nilai P < 0,05 yaitu 0.005

5. Ada hubungan antara Dislipidemia dengan kejadian kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita

dengan nilai P < 0,05 yaitu 0,001.

6. Ada hubungan antara DM dengan kejadian kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dengan

nilai P < 0,05 yaitu 0,004.

8. Ada hubungan antara adanya arritmia dengan kejadian kardiogenik syok pada

pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita

dengan nilai P < 0,05 yaitu 0,005.

9. Ada hubungan antara luas infark dengan kejadian kardiogenik syok pada pasien

STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dengan

nilai P < 0,05 yaitu 0,005.

10. Tidak Ada hubungan antara Door to balon .≥90 menit < 90 menit dengan

kejadian kardiogenik syok pada pasien STEMI saat dilakukan IKPP di Pusat

Jantung Nasional Harapan Kita dengan nilai P < 0,05 yaitu 0.007

Page 85: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

75

B. Saran

1. Perlu diteliti pasien STEMI saat dilakukan IKPP dengan penggunaan inotropik

terjadi kardiogenik syok.

2. Untuk penelitian lebih lanjut, pada penelitian ini pemantauan status cairan

tidak diambil pada pasien STEMI dengan kardiogenik syok, dan data diambil

secara retrospektif maka pemantaun status cairan dapat merujuk dari hasil

laboratorium, seperti elektrolit dan ureum creatinin.

Page 86: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

77

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association, 2012 ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction

Anand SS, Islam S,Rosengren A, Franzosi MG, Steyn K, Hussein Aet al. Risk factors for myocardial infarction in women and men: insights from the INTERHEART study,EurHeartJ.200829(7):932-940.

Brunner, dkk. 2007. Textbook of Medical Surgical Nursing: Edisi Eleven, Volume 2.

Jakarta: Kedokteran EGC

Budiono dan Bambang, 2006. Sindroma Metabolik dan Penyakit Kardiovaskuler.

Fakultas Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalam: Ardiadi dan Arsad

Corwin, E.J., (2000) Buku Saku Patofisiologi : Edisi ke -3, Jakarta : EGC

Clinical Investigation and Reports Acute Coronary Syndromes in the GUSTO-IIb

Trial Prognostic Insights and Impact of Recurrent Ischemia Paul W.

Armstrong, MD; Yuling Fu, MD; et al.

Circulation is published by the American Heart Association, 7272 Greenville

Avenue, Dallas, TX 75231 Circulation. published online January 28, 2013

Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di Indonesia. In: Kesehatan

Data rekam medis RS Jantung Harapan Kita tahun 2009 - 2011

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Depatemen Kesehatan, 2006

Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakiy Jantung Koroner, Fokus

Sindrom Koroner Akut. Jakarta

K,ed:2007Ellen C. Keeley, M.D., L. David Hillis, M.D. 2007. Primary PCI for

Myocardial Infarction with ST-Segment Elevation. N, Engl, J, Med, (356)

Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et.al. (Ed.). Harrison's Principles of Internal

Medicine. Seventeenth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United

States of America. 2008. Chapter 264, 266

Page 87: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

Firdaus, I. 2011. Pharmacoinvasive Strategy in Acute STEMI. Jakarta: Jurnal Kardiologi Indonesia

Firman, D. 2010. Intervensi Koroner Perkutan Primer. Jakarta: Jurnal Kardiologi

Indonesia

Gray H.H, Dawkins KD., Simpson I.A., & Morgan J.M., (2005) Lecture Notes :

Kardiologi ( Agus Azwar & Asri Dwi Rahmawati, penerjemah), Jakarta :

Erlangga

Holland, Karen. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : Kedokteran EGC

Hartono A, 2004. Gizi dan Diet di Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Ignatavisius,D,D & Workman M.L., (2010). Medical Surgery Nursing : Critical

Thinking and Collaborative Case. ( 6 th ed). Missouri : Elsevier

Ilmu Penyakit Dalam Universitas Dipenogoro tahun, 2007

Idrus Alwi. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: Aru W. Sudoyo, Bambang

Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. 2006. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Joyce M. Black, PhD, RN, CPSN, CWCN, FAPWCA and Jane Hokanson Hawks,

DNSc, RN, BC. Medical-Surgical Nursing - Single Volume, 8th Edition

clinical Management for positive Outcomes

Libby, Peter; Bonnow, Robert; Mann, Douglas; Zipes, Douglas (2007). Braunwald's

Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dari Gangguan Sistem

Kardiovaskuler. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Mubin H. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis dan Terapi. Edisi 2.

EGC. Jakarta. Cetakan I: 2008:715-8.

Morton, J, Kern , 2011, The Cardiac Catheterization Handbook, 5th Edition

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan

Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Page 88: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

Putra, S.R. 2012. Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah. Jogjakarta: D-

Medika

Robbin, (2007). Buku Ajar Patologi vol 2, Jakarta : EGC

Richard N. Fogoros, M.D., About.com Guide Updated September 03, 2008 STEMI -

ST Segment Elevation Myocardial Infarction

Survei Kesehatan Nasional, 2002. Mendukung Indonesia Sehat 2010. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI :Jakarta

Wolfe RE, Fischer CM. Shock. In: Roppolo LP, Davis D, Kelly SP, Rosen P (Ed.).

Emergency Medicine Handbook: Critical Concepts for Clinical Practice.

Mosby Elsevier. Philadelphia. USA. 2007;7:61-4.

Yahya AF,2010. Menaklukan Pembuluh No.1. Bandung : Qanita

(fasya,medicallanguaage.blogspot.com/2011/04/1/.html,diunduh tanggal 21

februari 2013).

www.scribd.com. Penurunan fungsi Pompa jantung-kardiogenik syok,

Prmob.net > Sirkulasi koroner > Gagal jantung > Infark miokard > Syok

kardiogenik - Definisi, Penyebab, Gejala dan Pengobatan di akses tanggal 23

februari 2013

National Heart Lung and Blood Institute. 2008. What Is a Heart Attack?.

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/HeartAttack/HeartAttack_Wha

tIs.html. November 22nd, 2010.

American Heart Association's Heart Attack web site Information and resources for preventing, recognizing and treating heartattack http://en.wikipedia.org/wiki/Myocardial_infarction .(diunduh tanggal 27 februari 2013).

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9919746) di unduh anggal 28 februari 2012

Syok kardiogenik article by, MiSC, Kardiovaskular fkuii.org).

diundutanggal 21 pebruari 2013

Page 89: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

LEMBAR TILIK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK SYOK PADA PASIEN STEMI SAAT DILAKUKAN INTERVENSI KORONER PERKUTAN PRIMER (IKPP) DI RUMAH SAKIT JANTUNG HARAPAN KITA

JANUARI-DESEMBER TAHUN 2011 – JANUARI - SEPTEMBER 2012

NO Nama Umur Jenis kelamin

Diagnosa medis

DM mg/dl

Rokok Dislipidemia

D oor to balon >90 menit< 90 menit

Ada nya arritmia

TD (mmHg)

Nadi {x/ mt)

Hasil angiografi

Infark luas ≥ 2 area pembuluh koroner yang tersumbat Infark tidak luas 1 area pembuluh darah koroner yang tersumbat.

Syok

Page 90: FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARDIOGENIK …

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Supriyani

Tempat dan Tanggal Lahir : 4 Maret 1967

Agama : Islam

Alamat : Komplek Harapan Kita Jalan Melati Blok E7 N0 20 Karawaci Taangerang Banten

No Telp : 08128275767/02134674192

Pendidikan : 1. SDN4 Cimahi

2. SMPN Leuwigajah Cimahi

3. SMA Tut Wuri Handayani Cimahi

4. AKPER Jendral A. Yani Cimahi

5. Mahasiswa PSIK UMJ Jakarta

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Instalasi : Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta

UPF Diagnostik Intervensi Non Bedah