13
EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM KARYA FOTOGRAFI EKSPRESI Wayan Enggi Suryadyana, I Dewa Made Darmawan, dan I Komang Arba Wirawan Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Program Pascasarjana (S2) Alamat: Jln. Nusa Indah Denpasar 80235 Telp. (0361) 227316 Fax. (0361) 236100 Email : [email protected] Abstrak Bali yang seringkali diketahui dengan keindahan pantainya ternyata mempunyai hutan mangrove yang juga menarik untuk diabadikan ke dalam karya fotografi. Hutan mangrove tersebar di empat lokasi di Bali, namun yang paling luas di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang membentang disepanjang Teluk Benoa. Keberadaan hutan mangrove-pun sangat penting dan memiliki dampak besar bagi daerah sekitarnya. Diantaranya sebagai pelindung dari gelombang air laut dan merupakan tempat tinggal bagi banyak makhluk hidup. Dalam sejarah perkembangannya, kawasan hutan mangrove Teluk Benoa mengalami beberapa tekanan seperti alih fungsi lahan, pencurian kayu bakar, penampungan limbah, budidaya tambak, pengeluaran berbagai ijin pinjam pakai serta tidak jarang menjadi incaran para investor. Titik hutan mangrove di Prapat Benoa yang rusak berat, yaitu Tanjung Benoa, Benoa, Serangan dan Pedungan. Ancaman terhadap keberadaan hutan mangrove di Teluk Benoa ini membuat pencipta tertarik untuk memvisualisasikan eksplorasi ekosistem mangrove ke dalam bentuk fotografi ekspresi menggunakan manusia sebagai objek utamanya dengan teknik multiple exposure. Penciptaan karya ini berpegang pada teori estetika fotografi baik secara ideational maupun technical dan juga teori estetika Djelantik untuk menghasilkan karya yang kuat dalam penyampaikan suatu pesan. Metode yang digunakan adalah metode penciptaan karya seni fotografi yang dipaparkan oleh Prof. Soeprapto Soedjono pada buku “Pot-Pourri Fotografi. Mewujudnya karya fotografi ini tentu tidak terlepas dari unsur-unsur fotografi, diantaranya cahaya, pusat perhatian, kesatuan, keseimbangan, kerumitan dan kesungguhan.Hasil dari penciptaan karya ini adalah bentuk visual dari fotografi ekspresi berdasarkan fenomena yang tengah terjadi di hutan mangrove Teluk Benoa saat ini. Dengan demikian diharapkan wawasan masyarakat lebih terbuka akan pentingnya hutan mangrove serta turut serta menjaga dan merawat hutan mangrove beserta ekosistem yang ada di dalamnya demi kelangsungan hidup yang lebih baik. Kata kunci : Ekosistem Mangrove, Teluk Benoa, Fotografi Ekspresi Abstract With all the magnificent turquoise beach attraction, Bali also has a hidden gemstone which stretched along Benoa Bay called mangrove forest. It offers a bunch of magnetic sides to be documented in photography artwork. Mangrove forest is situated in 4 (four) different locations in Bali, and Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai is the most spacious one, which stretched along Benoa Bay. Its existence is vital and has a big impact with the surrounding area. Among others are as the patron of the sea wave, and the home for many organism. In the history of its development, The Benoa Bay's Mangrove Forest has occurred some pressure and distraction such as land conversion, firewood theft, waste center, pond cultivation, various loan issuance permits, and it's been well known as the project targeted by investor. Three points which has the most massive damage are in Benoa Bay, Benoa, Serangan, and Pedungan. The biggest threat for mangrove forest in Benoa bay has triggered the creator to visualized the exploration of mangrove ecosystem into the expression photography which used human being as the main object. Taken with multiple exposure technique, the creation of this artwork is based on ideationally and technically of aesthetics theory of photography, supported by the aesthetic theory of Djelantik as well to produce a strong artwork which has a solid message. The method used is a method of creating photographic artwork, which presented by Prof. Soeprapto Soedjono in the book titled “Pot-Pourri Fotografi”. The creation of this work is certainly inseparable from the elements of photography such as : the light, focus of interest, unity, balance, complexity and intensity. The result of this artwork creation is a visual form of expression photography based on current happening phenomena. Thus, it is expected that the public insight could be more open to the importance of mangrove forest, as well as participating in the effort to maintain and conserve Mangrove Forest along with the ecosystem that live within for the better survival. Keywords : Mangrove Ecosystem, Benoa Bay, Expression Photography.

EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM KARYA FOTOGRAFI EKSPRESI

Wayan Enggi Suryadyana, I Dewa Made Darmawan, dan I Komang Arba Wirawan

Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni

Program Pascasarjana (S2) Alamat: Jln. Nusa Indah Denpasar 80235 Telp. (0361) 227316 Fax. (0361) 236100

Email : [email protected]

Abstrak Bali yang seringkali diketahui dengan keindahan pantainya ternyata mempunyai hutan mangrove yang juga

menarik untuk diabadikan ke dalam karya fotografi. Hutan mangrove tersebar di empat lokasi di Bali, namun yang paling luas di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang membentang disepanjang Teluk Benoa. Keberadaan hutan mangrove-pun sangat penting dan memiliki dampak besar bagi daerah sekitarnya. Diantaranya sebagai pelindung dari gelombang air laut dan merupakan tempat tinggal bagi banyak makhluk hidup. Dalam sejarah perkembangannya, kawasan hutan mangrove Teluk Benoa mengalami beberapa tekanan seperti alih fungsi lahan, pencurian kayu bakar, penampungan limbah, budidaya tambak, pengeluaran berbagai ijin pinjam pakai serta tidak jarang menjadi incaran para investor. Titik hutan mangrove di Prapat Benoa yang rusak berat, yaitu Tanjung Benoa, Benoa, Serangan dan Pedungan. Ancaman terhadap keberadaan hutan mangrove di Teluk Benoa ini membuat pencipta tertarik untuk memvisualisasikan eksplorasi ekosistem mangrove ke dalam bentuk fotografi ekspresi menggunakan manusia sebagai objek utamanya dengan teknik multiple exposure. Penciptaan karya ini berpegang pada teori estetika fotografi baik secara ideational maupun technical dan juga teori estetika Djelantik untuk menghasilkan karya yang kuat dalam penyampaikan suatu pesan. Metode yang digunakan adalah metode penciptaan karya seni fotografi yang dipaparkan oleh Prof. Soeprapto Soedjono pada buku “Pot-Pourri Fotografi. Mewujudnya karya fotografi ini tentu tidak terlepas dari unsur-unsur fotografi, diantaranya cahaya, pusat perhatian, kesatuan, keseimbangan, kerumitan dan kesungguhan.Hasil dari penciptaan karya ini adalah bentuk visual dari fotografi ekspresi berdasarkan fenomena yang tengah terjadi di hutan mangrove Teluk Benoa saat ini. Dengan demikian diharapkan wawasan masyarakat lebih terbuka akan pentingnya hutan mangrove serta turut serta menjaga dan merawat hutan mangrove beserta ekosistem yang ada di dalamnya demi kelangsungan hidup yang lebih baik.

Kata kunci : Ekosistem Mangrove, Teluk Benoa, Fotografi Ekspresi

Abstract

With all the magnificent turquoise beach attraction, Bali also has a hidden gemstone which stretched along Benoa Bay called mangrove forest. It offers a bunch of magnetic sides to be documented in photography artwork. Mangrove forest is situated in 4 (four) different locations in Bali, and Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai is the most spacious one, which stretched along Benoa Bay. Its existence is vital and has a big impact with the surrounding area. Among others are as the patron of the sea wave, and the home for many organism. In the history of its development, The Benoa Bay's Mangrove Forest has occurred some pressure and distraction such as land conversion, firewood theft, waste center, pond cultivation, various loan issuance permits, and it's been well known as the project targeted by investor. Three points which has the most massive damage are in Benoa Bay, Benoa, Serangan, and Pedungan. The biggest threat for mangrove forest in Benoa bay has triggered the creator to visualized the exploration of mangrove ecosystem into the expression photography which used human being as the main object. Taken with multiple exposure technique, the creation of this artwork is based on ideationally and technically of aesthetics theory of photography, supported by the aesthetic theory of Djelantik as well to produce a strong artwork which has a solid message. The method used is a method of creating photographic artwork, which presented by Prof. Soeprapto Soedjono in the book titled “Pot-Pourri Fotografi”. The creation of this work is certainly inseparable from the elements of photography such as : the light, focus of interest, unity, balance, complexity and intensity. The result of this artwork creation is a visual form of expression photography based on current happening phenomena. Thus, it is expected that the public insight could be more open to the importance of mangrove forest, as well as participating in the effort to maintain and conserve Mangrove Forest along with the ecosystem that live within for the better survival.

Keywords : Mangrove Ecosystem, Benoa Bay, Expression Photography.

Page 2: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

PENDAHULUAN Hutan mangrove tersebar di empat lokasi di

Bali. Pertama di Kabupaten Jembrana, yakni di Perancak, Tuwed, Teluk Gilimanuk, Teluk Terima, Menjangan, Banyuwedang dan kawasan hutan TNBB. Kadua, di Kabupaten Buleleng yakni di Sumberkima dan Pejarakan. Ketiga, di Kabupaten Klungkung yakni di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Keempat, di Prapat Benoa (Teluk Benoa) yang berada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Prapat Benoa merupakan kawasan hutan mangrove terluas. Kawasan yang juga disebut Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali ini berada di Bali Selatan. Lokasinya sangat strategis karena juga berada di dekat Bandara Ngurah Rai dan Pelabuhan Benoa, dua fasiltitas publik penting di Bali. Menurut data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Unda Anyar, total luas kawasan ini 1.373,5 ha. Luasnya lebih dari separuh dari luas seluruh kawasan hutan mangrove di Bali hingga 2013 lalu, 2.115,7 ha. Maka kawasan yang masuk wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar ini merupakan wilayah hutan mangrove terluas di Bali (Nurhayati, hasil wawancara, 9 Agustus 2017). Kebebasan untuk menciptakan suatu karya fotografi di tengah kecanggihan peralatan fotografi digital sekarang ini, mendorong fotografer untuk mewujudkan karya fotografi tanpa memikirkan proses kreatif di dalam. Kecanggihan fitur kamera dengan resolusi tinggi (high definition) untuk menciptakan karya yang bagus, membuat fotografer mengesampingkan kreasi, inovasi dan kebaruan serta keindahan yang dapat memunculkan makna pada karya yang diciptakan serta menunjukan identitas sebagai fotografer kreatif yang mampu mewujudkan ide menjadi karya fotografi dengan mengadaptasi serta mengembangkan teknik fotografi guna mewujudkan karya yang original yang penuh daya kreativitas.

Hutan mangrove Teluk Benoa ini membentang di enam desa di Denpasar, yaitu Sanur Kauh, Sidakarya, Sesetan, Serangan, Pedungan, dan Pemogan. Adapun yang masuk wilayah Badung meliputi Kuta, Tuban, Kedonganan, Jimbaran, dan Tanjung Benoa. Sebagai kawasan hutan mangrove terluas, bagian yang rusak di Prapat Benoa ini juga paling luas dibandingkan dengan daerah lain. Ironisnya, sejumlah proyek terus mendegradasi kawasan Teluk Benoa. Kawasan teluk ini terus didesak

oleh pembangunan fisik di atas lahan bakau yang diurug, hingga berubah fungsi menjadi ruko, hotel, juga perumahan yang secara kasat mata dapat dilihat di sepanjang jalan By Pass Ngurah Rai dari wilayah Serangan hingga Nusa Dua. Berdasarkan data BP-DAS Unda Anyar, luas hutan mangrove rusak berat di Prapat Benoa ini 253,4 hektar dari 1.373,5 hektar total luas hutan mangrove. Penyebab kerusakan hutan mangrove didominasi alih fungsi lahan. Sekitar 193 hektar di kawasan hutan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan, di antaranya beralih fungsi menjadi jalan raya, lagon, lapangan, tempat pembuangan akhir, dan instalasi pengolahan air limbah.

Gambar 1. Penyebaran Hutan Mangrove Teluk Benoa (Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Fasilitas tersebut, baik dikelola pemerintah,

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun swasta. Sedangkan kerusakan akibat perambahan hutan seluas 8,11 hektar dan ada 3,34 hektar kawasan hutan bersertifikat hak milik masyarakat, padahal lokasi tersebut merupakan kawasan hutan lindung. Menurut wilayah, hutan mangrove di Kabupaten Badung, rusak berat 22,83 persen dan di Denpasar sebesar 13,13 persen. Titik hutan mangrove di Prapat Benoa yang rusak berat, yaitu Tanjung Benoa, Benoa, Serangan, dan Pedungan. Data BP-DAS mestinya menjadi peringatan buat menjaga hutan mangrove Benoa. Namun, kini ancaman lebih besar sedang mengincar Teluk Benoa, yakni, reklamasi oleh PT Tirta Wahana Bali International sekitar 800 hektar. Cuplikan sebuah video dokumenter oleh Gary Bencheghib tahun 2016 yang berjudul “The Reclamation: Bali vs Mass Development” dijelaskan bahwa pada bulan Agustus 2013, perusahaan bernama PT. TWBI mengumumkan rencana pembangunan pulau buatan di Teluk Benoa, sebuah konservasi

Page 3: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

di Bali Selatan dengan nama proyek reklamasi benoa. Mangrove Teluk Benoa masuk dalam kawasan hutan konservasi. Namun, Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014 justru mengubah status kawasan hutan mangrove dari kawasan lindung menjadi kawasan budi daya.

Teluk Benoa secara nyata memiliki nilai konservasi yang berperan menjaga keseimbangan lingkungan hidup di wilayah Bali Selatan. Lestarinya Teluk Benoa akan meminimalisir potensi bencana lingkungan di wilayah Bali Selatan. Oleh karenanya, kebijakan yang mengakomodasi perusakan kawasan Teluk Benoa melalui proyek reklamasi Teluk Benoa merupakan kebijakan yang berpotensi mengundang bencana lingkungan bagi Bali. Berdasarkan fenomena tersebut, pencipta tertarik untuk memvisualisasikan keberadaan mangrove Teluk Benoa ke dalam fotografi ekspresi dengan ruang lingkup penelitian di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali. Ketertarikan tersebut muncul karena adanya keinginan dalam diri pencipta untuk menginformasikan kepada masyarakat luas mengenai hal-hal yang tengah terjadi di hutan mangrove Teluk Benoa saat ini. Karya foto “Eksplorasi Ekosistem Mangrove Teluk Benoa Dalam Karya Fotografi Ekspresi” ini disajikan dalam bentuk fotografi ekspresi menggunakan manusia sebagai objek utamanya dengan teknik double exposure. Teknik double exposure merupakan pengabungan dua exposure yang berbeda sehingga menghasilkan kesatuan yang baru. Mewujudkan karya fotografi ini tentu tidak terlepas dari unsur-unsur fotografi, di antaranya pusat perhatian, kesatuan, keseimbangan, kerumitan, dan kesungguhan. Landasan teori yang digunakan dalam penciptaan karya foto ini adalah teori estetika fotografi yang dipaparkan oleh Soeprapto Seodjono dalam buku Pot-pourri Fotografi yang menyebutkan bahwa ada dua aspek tataran estetika dalam fotografi, yaitu tataran ideational dan technical.

Tataran ideational merupakan wacana estetika fotografi tentang cara manusia menyikapi setiap fenomena alam dan mengungkapkannya dalam berbagai bentuk konsep, teori, dan wacana, sedangkan tataran technical merupakan wacana estetika fotografi yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan berbagai macam teknik penciptaannya. Landasan teori yang kedua yaitu teori estetika oleh A.A.M Djelantik. Penggunaan estetika Djelantik lebih ditekankan pada unsur bobot atau isi (substance). Bobot mempunyai tiga

aspek, yakni gagasan (idea), suasana (mood), dan ibarat atau pesan (message). Metode yang digunakan dalam penciptaan karya foto ini adalah metode penciptaan karya seni fotografi yang juga dipaparkan oleh Soeprapto Soedjono. Dalam metode tersebut, terdapat tiga masalah utama dalam pelaksanaan proses-proses pembelajarannya, yakni proses pemotretan, proses kamar terang (editing) dan proses penampilan (penyajian karya).

Penggunaan genre fotografi ekspresi bertujuan untuk menyampaikan ide dan konsep dari fotografer secara bebas, namun tetap terlihat menarik dan mengandung pesan di dalamnya. Pesan yang ingin disampaikan pada karya foto “Eksplorasi Ekosistem Mangrove Teluk Benoa Dalam Karya Fotografi Ekspresi” yakni tentang penyebab kerusakan hutan mangrove didominasi alih fungsi lahan. Total luas 1.373,5 hektar, sekitar 193 hektar di kawasan hutan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan. Berdasarkan data tersebut, adanya keinginan dari pencipta untuk memvisualisasikan fenomena tersebut ke dalam suatu media seni sebagai sebuah kritik sosial serta edukasi kepada masyarakat yang kurang memperhatikan serta menjaga lingkungan. Melalui karya foto ekspresi yang diciptakan diharapkan dapat menyadarkan masyarakat pentingnya mangrove untuk kehidupan umat manusia dan lingkungan sekitarnya. Informasi tentang mangrove dan kondisi hutan mangrove saat ini hendaknya dapat menjadi peringatan kepada masyarakat untuk lebih menjaga hutan mangrove.

RUMUSAN MASALAH PENCIPTAAN Berdasarkan uraian latar belakang di atas,

dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut. 1. Bagaimanakah memvisualisasikan eksplorasi

ekosistem mangrove Teluk Benoa dalam karya fotografi ekspresi?

2. Apa sajakah pesan yang terdapat dalam penciptaan karya foto eksplorasi ekosistem mangrove?

METODE PENCIPTAAN Metode yang digunakan dalam penciptaan

karya tugas akhir penciptaan ini menggunakan metode penciptaan karya seni fotografi yang dipaparkan oleh Soeprapto Soedjono pada buku

Page 4: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

“Pot-Pourri Fotografi”. Dalam wacana fotografi dikenal tiga masalah utama dalam pelaksanaan proses-proses pembelajarannya, pencipta jabarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Metode Penciptaan Karya Seni Fotografi

(Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

a. Proses Pemotretan

Proses pemotretan merupakan proses pembelajaran cara-cara menggunakan berbagai jenis kamera fotografi, mengenal berbagai jenis film dan kertas foto serta bahan kimiawi fotografi, menguasai teknik pencahayaan, menguasai penggunaan berbagai jenis lensa dan filter dengan berbagai jenis efek yang ditimbulkannya, penggunaan tripod dan dudukan kamera yang benar serta eksplorasi angle pengambilan gambar, memilih objek dan memperlakukan objek sesuai dengan arah dan tujuan penciptaan imaji visual akhirnya (Soedjono, 2007 : 80). Tahap eksekusi diawali dengan proses pemotretan. Pemotretan dilakukan pada pagi dan sore hari tergantung situasi di lapangan. Pemeriksaan kelengkapan alat-alat pemotretan merupakan sesuatu yang wajib dilakukan sebelum pemotretan berlangsung. Untuk pencahayaan, pencipta memanfaatkan cahaya alami / available light dan cahaya buatan menggunakan flash external. Dalam penelitian ini, pencipta memiliki ide yaitu memvisualisasikan eksistensi mangrove dalam karya fotografi ekspresi. Ide tersebut muncul berdasarkan pengalaman pencipta mengunjungi hutan mangrove dan melihat realita yang tengah terjadi di wilayah Teluk Benoa Bali. Pengalaman tersebut memberi inspirasi pencipta untuk mencari data mengenai keberadaan mangrove saat ini.

b. Proses Kamar Terang (Editing)

Proses kamar terang merupakan kebalikan dari proses kamar gelap. Setelah melakukan

pemotretan di hutan mangrove, dilanjutkan dengan pemilihan foto, sehingga dapat diperoleh foto yang terbaik sesuai dengan tema yang telah dirancang sebelumnya. Konsep yang akan digunakan dalam penciptaan karya foto ini adalah fotografi ekspresi. Setelah menentukan genre fotografi ekspresi, pencipta mulai menyusun sketsa foto untuk memudahkan pencipta dalam proses editing. Software yang digunakan pencipta dalam pengolahan foto adalah Adobe Photoshop CC 2018. Pengolahan gambar ditekankan pada penggabungan objek foto sesuai dengan sketsa awal penciptaan sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Setelah mendapatkan hasil yang diinginkan, karya foto kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk diberikan masukan dan saran sebelum dilakukan proses produksi.

c. Proses Penampilan (Penyajian Karya)

Tahapan yang terakhir ini pencipta melakukan penyajian hasil karya final melalui prosedur produksi. Setelah pengolahan dilakukan, karya foto dicetak menggunakan mixed media dengan berbagai ukuran. Mixed media dipilih karena bertujuan agar pencipta dapat menyampaikan ide dan kreativitas secara bebas, namun tetap memperhatikan unsur visual dalam penciptaan karya fotografi. Ukuran bingkai disesuaikan dengan dimensi karya yang dibuat. Selain itu, karya-karya foto juga akan dicetak pada katalog dengan bahan art paper 120gr untuk isi dan 150gr untuk cover. Setelah proses pencetakan dan pembingkaian selesai selanjutnya karya foto tersebut dipamerkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Memvisualisasikan suatu realita, momen,

atau ide tentunya ada banyak media yang bisa digunakan, salah satunya media fotografi. Dunia kreativitas dalam fotografi adalah sebuah petualangan pencapaian visi dari sang fotografer. Setiap orang melihat dan mengartikan dunia secara berbeda-beda. Fotografer berusaha mengahasilkan imaji yang merupakan refleksi dari jiwanya. Dalam fotografi bukanlah sekedar merekam sebuah sisi dari subjek atau sekedar menangkap momen yang tepat tetapi juga mengolah unsur estetik dari subjek dengan menyusun elemen visual kemudian menempatkan semua elemen tersebut ke dalam sebuah bidang atau bingkai fotografi. Sebuah imaji dapat

Page 5: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

mewakili ribuan kata, karya fotografi walaupun tidak disertakan, baik penjelasan lisan maupun tulisan tetap mampu memberikan informasi kepada pengamat atau penikmatnya. Melalui karya fotografi ekspresi seorang pengamat atau penikmat foto mampu melihat realita yang ada di lingkungan saat ini, selain itu foto ekspresi juga dapat menjadi sebuah data pendukung dikemudian hari untuk berbagai penelitian yang sesuai dengan rekam jejak foto tersebut.

Memvisualisasikan eksistensi mangrove adalah salah satu cara bagi seorang fotografer untuk menampilkan sebuah rangkaian foto ekspresi yang berbeda, walaupun terlihat sederhana namun diharapakan setelah melihat foto tersebut penikmat mendapatkan informasi baru mengenai realita yang ada di Teluk Benoa. Ulasan karya ini bertujuan untuk mengungkapkan tentang ide dan teknik yang digunakan dalam penciptaan karya foto, selain itu akan dibahas pula tentang pesan serta cerita dibalik masing-masing karya foto ekspresi tersebut.

1. Karya Foto “Slowly Disappear”

Gambar 3. Karya foto “Slowly Disappear” (Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Dewasa ini terjadi banyak penurunan luasan

dan kualitas hutan mangrove secara drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual

yang pasti mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki batasan yang jelas. Terkait dengan faktor-faktor yang pada umumnya menjadi penyebab kerusakan mangrove, seperti konversi hutan yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan penebangan liar, ada salah satu faktor yang tidak bisa dianggap hal yang sepele, yaitu pencemaran limbah. Kegiatan perindustri dan rumah tangga tentu saja menghasilkan limbah dalam jumlah yang beraneka ragam. Sebagian limbah tersebut berupa bahan anorganik yang juga terdapat di alam, tetapi kehadiran dalam jumlah berlebihan justru dapat merusak lingkungan yang ada di sekitarnya. Foto berjudul “Slowly Disappear” menceritakan tentang tercemarnya air yang ada di kawasan Suwung Kauh, Denpasar. Kawasan ini dekat dengan pelabuhan dan tempat perindustrian, maka akan berdampak keras pada kualitas air yang ada di kawasan itu. Kualitas air yang buruk mengakibatkan matinya sebagian tumbuhan mangrove dan merusak rantai makanan yg ada di sana. Hal tersebut merupakan dampak negatif terhadap biota laut, kesehatan manusia, dan nilai guna lainnya. Jika hal-hal seperti ini terus terjadi, maka lambat laun akan mengancam kehidupan ekosistem yang ada di kawasan tersebut.

Objek wanita merupakan interpretasi dari ibu pertiwi/bumi dengan ekspresi sedih akibat perilaku manusia yang tidak memperhatikan lingkungan. Selanjutnya, objek hutan mangrove dengan pencemaran limbah air menceritakan tentang fenomena yang tengah terjadi pada hutan mangrove saat ini. Karya foto ini terdapat beberapa unsur visual, seperti bentuk dan garis melengkung pada objek wanita sebagai sebuah kerumitan. Keberadaan pohon mangrove memperkuat unsur teksur semu dalam karya foto ini. Tone warna yang digunakan yaitu coklat, hitam, dan kuning. Warna coklat mempunyai kesan tua dan rapuh. Hitam mempunyai kesan gelap, dan kematian, dan kuning manandakan hati-hati. Secara technical, karya foto ini diciptakan oleh beberapa penggabungan objek foto dengan teknik double exposure menggunakan software Adobe Photoshop CC 2018. Pengambilan foto objek wanita menggunakan sudut pandang normal (eye level) dengan bantuan cahaya buatan (artificial light), sedangkan objek mangrove menggunakan cahaya alami dari matahari (available light). Pemanfaatan lensa

Page 6: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

50mm dengan bukaan diafragma f/5.0 bertujuan untuk menampilkan Depth of Field (DOF) luas, sehingga detail foto terlihat dengan jelas. Komposisi yang digunakan pada karya ini adalah sepertiga bidang, asimetris dan arah gerak. Foto yang digabungkan adalah objek wanita dan hutan mangrove. Penggabungan objek tersebut dimulai dari pemotongan gambar atau biasa disebut cropping dan penyeleksian objek dengan menggunakan Lasso tool. Setelah semua foto terpotong dan terseleksi, dilanjutkan ke tahap blending layer untuk mendapatkan kesan menyatu antara objek wanita dan mangrove. Akhir tahapan, pencipta melakukan penyelarasan warna dari semua layer menggunakan fitur color balance dan selective color.

2. Karya Foto “Water Pollution”

Gambar 4. Karya Foto “Water Pollution” (Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Hutan mangrove di Bali berada di bawah

ancaman selama beberapa tahun terakhir karena berbagai alasan yang berbeda. Terutama karena

aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab dan ilegal, baik secara langsung maupun dampak tidak langsung. Dalam sejarah perkembangannya, kawasan hutan mangrove Teluk Benoa mengalami beberapa tekanan seperti alih fungsi lahan, pencurian kayu bakar, budidaya tambak, serta pengeluaran berbagai ijin pinjam pakai. Selain hal tersebut, terdapat juga faktor-faktor yang secara tidak langsung berdampak pada kelangsungan hidup mangrove, seperti sampah plastik, tumpahan minyak, sedimen yang berlebih, limbah organik, mineral beracun (logam berat), organik kimia (pestisida dan herbisida) tertimbun di bagian bawah air mangrove. Racun ini juga menjadi pencemar bagi struktur selular dari tanaman. Seiring waktu, ini tekanan lingkungan dapat membinasakan sejumlah besar pohon mangrove. Pencemaran limbah yang terjadi di wilayah Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang terletak di Teluk Benoa adalah masalah lingkungan yang serius dan dalam arti hampir sama dengan lingkungan muara lainnya, yaitu sebagai titik fokus dari dampak lingkungan yang berasal di tempat lain di wilayah tersebut. Lima dari sungai air tawar yang masuk dan bermuara ke Teluk Benoa berasal dari wilayah Denpasar dan Badung. Hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab turunnya kualitas air yang mengancam kelangsungan hidup hutan mangrove Teluk Benoa. Fenomena limbah tersebut menjadi inspirasi pencipta dalam memvisualkannya ke dalam karya fotografi ekspresi. Dalam hal ini, manusia lah yang menjadi peran utama dalam setiap permasalahan lingkungan, khususnya hutan mangrove Teluk Benoa, hal tersebut divisualisasikan dengan objek tangan-tangan pada karya foto ini. Setiap objek tangan, pencipta juga menggabungkannya dengan foto-foto hutan mangrove dengan siturasi yang berbeda. Pesan yang ingin disampaikan adalah berbedanya kondisi hutan mangrove yang dulu dengan sekarang. Selanjutnya, pencipta juga memasukan instalasi berupa limbah pada bagian tengah karya foto sebagai permasalahan utamanya.

Unsur-unsur visual yang ingin ditampilkan pada karya foto ini adalah bentuk tangan-tangan yang dipadukan dengan objek hutan mangrove sebagai sebuah kesatuan. Selanjutnya, instalasi limbah dengan menggunakan tekstur kasar sebagai pusat perhatian (focus of interest). Secara teknis dalam pencetakan karya, pencipta menggunakan lem silicon yang dipadukan dengan sampah sebagai visualisasi dari limbah. Pemilihan

Page 7: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

lem silicon dirasa tepat karena bahannya yang mudah diatur dan berwarna transparan, sehingga objek tangan pada cetakan masih dapat terlihat dengan jelas. Secara technical, karya foto ini diciptakan oleh beberapa penggabungan objek foto dengan teknik double exposure menggunakan software Adobe Photoshop CC 2018. Pengambilan foto objek tangan menggunakan sudut pandang normal (eye level) dengan bantuan cahaya buatan (artificial light), sedangkan objek mangrove menggunakan cahaya alami dari matahari (available light). Pemanfaatan lensa 50mm dengan bukaan diafragma f/1.8 bertujuan untuk menampilkan Depth of Field (DOF) sempit, sehingga foto terlihat berdimensi. Komposisi yang digunakan pada karya ini adalah framing dan asimetris. Foto yang digabungkan adalah kedua objek tangan dan hutan mangrove dengan siturasi yang berbeda. Penggabungan objek-objek tersebut dimulai dari pemotongan gambar atau biasa disebut cropping dan penyeleksian objek dengan menggunakan lasso tool. Setelah semua foto terpotong dan terseleksi, dilanjutkan ke tahap blending layer untuk mendapatkan kesan menyatu antara objek wanita dan mangrove. Di akhir tahap editing, pencipta melakukan penyelarasan warna dari semua layer menggunakan fitur color balance.

3. Karya Foto “Survive”

Gambar 5. Karya Foto “Survive” (Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Sampah merupakan ancaman yang tidak bisa kita pandang sebelah mata. Karya Foto “Survive” menceritakan tentang meningkatnya volume sampah yang mencemari kawasan hutan mangrove Teluk Benoa setiap tahunnya. Banyaknya sampah di kawasan hutan mangrove Teluk Benoa sebenarnya tidak banyak disumbang oleh aksi tidak bertanggung jawab pengunjung. Posisi hutan mangrove Teluk Benoa yang menjadi hilir dari berbagai sungai besar di Denpasar dan Badung, membuat kawasan ini menjadi “tempat sampah” kiriman. Posisinya pun tidak jauh dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) Suwung yang berbatasan langsung dengan laut. TPA Suwung yang berlokasi di area hutan mangrove saat ini mulai kelebihan kapasitas. Peningkatan volume sampah di TPA Suwung setiap tahunnya memaksa pemerintah untuk memperluas lahan, peluasan TPA suwung kini luasnya mencapai 50 hektar. Lahan yang digunakan untuk peluasan lahan tentu saja menggunakan lahan mangrove yang ada di sekitar TPA. Peluasan lahan sudah dilakukan sejak tahun 1994 dan terus dilakukan sampai sekarang. Jika ini terus menerus dilakukan, maka dikhawatirkan akan berdampak kepada penyusutan lahan hutan mangrove. Bagaimana tidak, limbah cair yang dihasilkan oleh sampah itu membuat lingkungan di sekitarnya menjadi tidak bersih dan mematikan pertumbuhan mangrove tersebut.

Peningkatan volume sampah yang berdampak terhadap eksistensi mangrove Teluk Benoa merangsang pencipta untuk memvisualisakan fenomena ini ke dalam karya fotografi ekspresi. Siluet dari objek wanita dalam karya foto ini merupakan interpretasi dari ibu pertiwi/bumi. Objek wanita tersebut digabungkan dengan objek tumpukan sampah, bertujuan untuk menyampaikan informasi bahwa permasalahan sampah tidak bisa dipandang sebelah mata. Meningkatnya volume sampah tentu akan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya. Selanjutnya pada ruang kosong, pencipta menambahkan daun-daun mangrove kering secara acak yang menyampaikan pesan bahwa keberadaannya di Teluk Benoa saat ini yang kian mengkhawatirkan.

Penciptaan karya foto ini, unsur-unsur visual yang ditonjolkan adalah garis melengkung pada siluet wanita sebagai sebuah kerumitan. Bentuk dari objek wanita dan tumpukan sampah sebagai sebuah kesatuan dan pusat perhatian (focus of interest). Tone warna yang digunakan

Page 8: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

pada karya foto ini yaitu coklat dan hitam. Warna coklat mempunyai kesan tua dan rapuh, sedangkan itam mempunyai kesan gelap. Secara technical, karya foto ini diciptakan oleh beberapa penggabungan objek foto dengan teknik double exposure menggunakan software Adobe Photoshop CC 2018. Pengambilan foto objek wanita menggunakan sudut pandang normal (eye level) dengan bantuan cahaya buatan (artificial light) menggunakan flash dari arah samping objek, sedangkan objek tumpukan sampah menggunakan cahaya alami dari matahari (available light). Pemanfaatan lensa 50mm dengan bukaan diafragma f/5.0 bertujuan untuk menampilkan Depth of Field (DOF) luas, sehingga detail foto terlihat dengan jelas. Komposisi yang digunakan pada karya ini adalah arah gerak, sepertiga bidang dan asimetris. Foto yang digabungkan adalah kedua objek wanita dan tumpukan sampah. Penggabungan objek-objek tersebut dimulai dari pemotongan gambar dan penyeleksian objek dengan menggunakan cropping & lasso tool. Setelah semua foto terpotong dan terseleksi, dilanjutkan ke tahap blending layer untuk mendapatkan kesan menyatu antara objek wanita dan mangrove. Di akhir tahap editing, pencipta melakukan penyelarasan warna dari semua layer menggunakan fitur color balance.

4. Karya Foto “Keep Alive”

Gambar 6. Karya Foto “Keep Alive” (Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Pertumbuhan pemukiman-perumahan merupakan salah satu aspek penting yang menjadi tolak ukur dalam perkembangan suatu wilayah. Hal ini karena perumahan-pemukiman menjadi salah satu dari tiga kebutuhan primer memenuhi tempat tinggal. Kebutuhan perumahan-pemukiman menjadi masalah utama apabila dikaitkan dengan ketersedian lahan, karena kebutuhan lahan tiap tahunnya mengalami peningkatan sedangkan ketersediaan lahan tiap tahunnya mengalami penurunan. Karya foto “Keep Alive” ini merupakan representasi dari fenomena alih fungsi lahan mangrove yang saat ini tengah terjadi. Penggunaan objek wanita tua merupakan interpretasi dari ibu pertiwi/bumi yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan. Pesan lainnya yaitu penggunaan campuran semen yang ditata mengelilingi objek mangrove pada media cetak. Penggunaan media tersebut bertujuan untuk menyampaikan pesan bahwa saat ini hal yang sangat berdampak pada eksistensi mangrove, khususnya di Teluk Benoa ialah alih fungsi lahan mangrove menjadi lahan hunian bersertifikat. Saat ini pembangunan di Bali, khususnya daerah selatan tengah marak-maraknya dilakukan. Tidak sedikit juga yang sampai menggunakan lahan mangrove. Jika hal ini terus dilakukan tanpa memikirkan sektor kehutanan, maka dikhawatirkan akan berdampak besar bagi kehidupan hutan mangrove dan ekosistem yang ada di sepanjang Teluk Benoa.

Karya foto “Keep Alive”, pencipta melakukan pemotretan hutan mangrove dengan latar bangunan hotel di area terbuka dengan pencahayaan alami dari sinar matahari, sedangkan pemotretan objek wanita tua dilakukan pada studio dengan menggunakan lampu flash sebagai sumber cahaya agar mudah untuk mengatur arah datangnya cahaya. Lokasi pemotretan dilakukan di daerah Mumbul, Jimbaran Bali. Unsur-unsur visual dalam karya foto ini adalah bentuk dari wanita tua dan bangunan sebagai sebuah kerumitan dan kesatuan. Keberadaan objek campuran semen dihadirkan untuk menciptakan kesan tekstur kasar pada karya foto ini. Proses editing pada karya foto “Keep Alive” ini dilakukan pada software Adobe Photoshop CC 2018. Pengambilan foto objek wanita menggunakan sudut pandang mata katak (frog eye), sedangkan objek mangrove menggunakan sudut pandang normal (eye level). Pemanfaatan lensa 50mm dan 24-70mm dengan bukaan diafragma f/5.0 bertujuan untuk menampilkan Depth of Field

Page 9: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

(DOF) luas, sehingga detail foto terlihat dengan jelas. Komposisi yang digunakan pada karya ini adalah framing, arah gerak, sepertiga bidang dan asimetris. Editing secara garis besar menggunakan masking, brush, burn, dodge, liquify, brightness, contrast serta sharpen. Liquify sebagai alat untuk menciptakan kesan lentur dan mengubah bentuk objek, lasso tool dan pen tool digunakan sebagai alat untuk melakukan seleksi dengan teknik masking menggunakan brush tool. Pengaturan gelap/terang menggunakan brightness and contrast, level, dan curve. Sedangkan dalam menyesuaikan color tone pencipta menggunakan hue/saturation, color balance dan selective color.

5. Karya Foto “Mangrove vs Massive Development”

Gambar 7. Karya Foto “Mangrove vs Massive Development”

(Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Karya foto berikutnya berjudul “Mangrove vs Massive Development” menceritakan tentang kawasan Teluk Benoa yang seharusnya menjadi daerah konservasi, namun saat ini banyak yang dijadikan lahan bangunan, entah itu prasarana umum ataupun lahan pemukiman. Dari beberapa studi yang pernah dilakukan, ancaman terbesar bagi tanaman mangrove sekiar Teluk Benoa adalah dari masyarakat yang ada di sekitarnya. Bermula dari ditebangnya pohon-pohon mangrove di sekitar Teluk Benoa, kemudian menguruknya dengan sisa bahan-bahan bangunan dan setelah permukaannya padat, lahan tersebut dijadikan

lahan untuk mendirikan bangunan. Saat ini tidak dipungkiri bahwa kondisi yang demikian didukung oleh letak permukiman dan areal hutan mangrove yang berjarak relatif dekat. Letak yang relatif dekat inilah yang kemudian mengakibatkan maraknya penyerobotan lahan mangrove oleh masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, luas hutan mangrove Teluk Benoa saat ini terus mengalami penyusutan. Menurut organisasi lingkungan WWF Indonesia, penyusutan luas hutan mangrove di Teluk Benoa Bali salah-satunya adalah akibat eksploitasi, alih fungsi lahan dan pesatnya pengembangan pariwisata masal yang mengabaikan aspek lingkungan dan daya dukungnya. Jika hal ini terus terjadi, maka dikhawatirkan akan berdampak pada eksistensi mangrove dan ekosistem yang ada di dalamnya. Sebab, hutan mangrove juga berperan sebagai penyedia bahan organik yang menjaga kestabilan produksi ekosistem yang ada di dalamnya.

Objek excavator dan tangan manusia yang seolah-olah sedang berpegangan menceritakan tentang masih banyaknya kasus-kasus alih fungsi lahan yang dilakukan oleh sekelompok oknum yang dengan alasan untuk me-revitalisasi lingkungan. Warna hitam pada bagian tangan merupakan interpretasi dari kehidupan manusia yang terancam akibat perbuatannya sendiri. Dalam foto ini, pencipta juga memasukan objek katrol sebagai objek pendukung dalam merepresentasikan fenomena alih fungsi lahan. Dari banyaknya jumlah katrol yang disisipkan pada karya foto ini, pencipta ingin menyampaikan suatu pesan bahwa besarnya ancaman pembangunan yang terjadi saat ini pada hutan mangrove Teluk Benoa dan ekosistem yang ada di dalamnya.

Karya foto ini terdapat beberapa unsur visual yang ditonjolkan, seperti bentuk excavator dan tangan manusia sebagai sebuah kerumitan dan kesatuan. Keberadaan foto hutan mangrove pun memperkuat unsur tekstur dalam karya foto ini, khususnya tekstur semu. Secara teknis, karya foto ini diciptakan oleh beberapa penggabungan objek foto dengan teknik double exposure menggunakan software Adobe Photoshop CC 2018. Pengambilan foto objek tangan, excavator dan katrol menggunakan sudut pandang normal (eye level) dengan bantuan cahaya buatan (artificial light) menggunakan flash dari arah samping objek, sedangkan objek mangrove menggunakan sudut pandang normal (eye level) dengan pencahayaan alami dari sinar matahari (available

Page 10: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

light). Pemanfaatan lensa 50mm, 24-70mm dan 70-200mm dengan bukaan diafragma f/5.0 bertujuan untuk menampilkan Depth of Field (DOF) luas, sehingga detail foto terlihat dengan jelas. Komposisi yang digunakan pada karya ini adalah framing, focus of interest, sepertiga bidang dan asimetris. Foto yang digabungkan adalah foto excavator, tangan manusia, hutan mangrove dan katrol. Penggabungan objek-objek tersebut dimulai dari pemotongan gambar atau biasa disebut cropping. Setelah semua foto terpotong, dilanjutkan ke tahap blending layer untuk mendapatkan kesan menyatu antara objek excavator dan mangrove. Untuk mempertegas shadow dan highlight, pencipta menggunakan dodge and burning tools pada software Adobe Photoshop CC 2018. Di akhir tahapan, pencipta melakukan penyelarasan color tone dari semua layer menggunakan fitur color balance dan selective color.

6. Karya Foto “Blending In”

Gambar 8. Karya Foto “Blending In” (Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Masyarakat Bali belum banyak yang

mengetahui betapa teluk yang membentang dari Semawang sampai Tanjung Benoa ini memiliki peranan yang sangat penting bagi daerah Bali Selatan. Di masa yang lalu, Teluk Benoa sebenarnya merupakan bentangan hutan mangrove sepanjang puluhan kilometer. Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai juga ada di wilayah teluk ini. Hutan mangrove Teluk Benoa merupakan satu-satunya benteng secara alamiah yang berfungsi melindung daerah Bali Selatan dari bencana banjir, tsunami dan lainnya. Yang menjadi permasalahnya, kawasan ini pula lah yang justru semakin terdegradasi akibat

berbagai aktivitas pembangunan serta pembungan limbah yang tidak terkendali. Beban terbaru yang harus ditopang oleh Teluk benoa adalah pembangunan infrastruktur jalan diatar perairan sepanjang 12 kilometer yang menghubungkan Denpasar, Kuta, dan Nusa Dua. Mesti awalnya mengklaim hanya menggunakan sedikit lahan hutan mangrove, namun pada sejak awal ternyata proyek ini sudah melakukan pengurugan dengan batu kapur dengan alasan sementara. Hal ini merupakan satu dari sekian permasalahan yang mengancam kelangsungan hidup hutan mangrove di Bali, khusunya Teluk Benoa.

Fenomena tersebut merangsang pencipta memvisualkannya ke dalam karya fotografi ekspresi. Visualisasi wanita dalam karya ini merupakan interpretasi dari ibu pertiwi/bumi. Objek wanita tua yang dipadukan dengan gambar tanah yang gundul menyampaikan ibarat atau pesan tentang kondisi hutan mangrove Teluk Benoa saat ini, sedangkan objek wanita yang dipadukan dengan gambar hutan mangrove di sebelahnya merupakan interpretasi dari hutan mangrove Teluk Benoa yang dulu sebelum mulai terjamah oleh pembangunan. Penggunaan warna panas pada foto sebelah kiri menggambarkan kesan amarah sedangkan penggunaan warna dingin pada foto sebelah kanan menggambarkan kesan sejuk dan nyaman.

Unsur visual yang ditonjolkan pada karya foto ini yaitu bentuk dari portrait wanita yang dipadukan dengan objek tanah gundul dan hutan mangrove sebagai sebuah kesungguhan (intensity). Secara teknis dalam pencetakan karya foto ini, pencipta menggunakan teknik dual layers. Hasil yang ditimbulkan gambar dari karya foto akan berbeda jika dilihat dari dua sisi dan menghasilkan tekstur kasar sebagai sebuah kerumitan. Secara teknis pengolahan gambar, karya foto ini diciptakan oleh beberapa penggabungan objek foto dengan teknik double exposure menggunakan software Adobe Photoshop CC 2018. Pengambilan foto objek wanita menggunakan sudut pandang normal (eye level) dengan bantuan cahaya buatan (artificial light) menggunakan flash dari arah samping objek, sedangkan objek tanah gundul dan mangrove menggunakan cahaya alami dari matahari (available light). Pemanfaatan lensa 50mm dan 24-70mm dengan bukaan diafragma f/5.0 bertujuan untuk menampilkan Depth of Field (DOF) luas, sehingga detail foto terlihat dengan jelas. Komposisi yang digunakan pada karya ini

Page 11: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

adalah arah gerak dan asimetris. Foto yang digabungkan adalah kedua objek wanita dengan tanah gundul dan hutan mangrove. Penggabungan objek-objek tersebut dimulai dari pemotongan gambar atau biasa disebut cropping dan penyeleksian objek dengan menggunakan lasso tool. Setelah semua foto terpotong dan terseleksi, dilanjutkan ke tahap blending layer untuk mendapatkan kesan menyatu antara objek wanita dan mangrove. Di akhir tahap editing, pencipta melakukan penyelarasan warna dari semua layer menggunakan fitur color balance.

7. Karya Foto “Is There Any Hope for Our Planet?”

Gambar 9. Karya Foto “Is There Any Hope for Our Planet? ”

(Sumber: Enggi Suryadyana, 2018)

Karya foto ini merupakan representasi dari keadaan yang sedang terjadi pada Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai. Tahura Ngurah Rai merupakan aset hutan terakhir yang dimiliki oleh kota Denpasar. Dari tahun ke tahun Tahura mengalami penyusutan luas lahan yang drastis. Penyusutan tersebut diakibatkan oleh alih fungsi lahan mangrove yang berlebih setiap tahunnya, salah satunya pada foto yang berjudul “Is There Any Hope for Our Planet?”. Foto ini mempertanyakan tentang keberadaan mangrove saat ini yang sangat memperihatinkan dengan angka penyusutan yang tinggi setiap tahunnya akibat alih fungsi lahan. Perilaku yang tidak memperhatikan lingkungan, khususnya eksploitasi hutan mangrove akan mengakibatkan dampak

negatif bagi eksistensi mangrove dan ekosistem yang ada didalamnya.

Sosok perempuan dengan ekspresi sedih yang membawa tunas mangrove merupakan interpretasi dari ibu pertiwi/bumi yang tengah berada dalam suatu permasalahan lingkungan (eksploitasi hutan mangrove). Kemudian penumpukan objek hutan mangrove yang rusak dengan latar tiang listrik di belakangnya merupakan interpretasi dari hutan mangrove yang alami akan mati, punah, dan hancur yang akan beralih fungsi. Daun-daun mangrove kering yang bertebaran merupakan interpretasi dari eksistensi mangrove yang semakin mengkhawatirkan. Sekelompok burung yang terbang menjauh merupakan interpretasi dari sudah tidak adanya tembat bagi kelangsungan hidup satwa yang ada di hutan mangrove saat ini karena tempat mereka untuk hidup sudah tidak layak lagi. Sedangkan tone warna dibuat gelap untuk menampilkan kesan dramatis dan keadaan yang mencekam.

Penciptaan karya foto “Is There Any Hope for Our Planet?”, pencipta melakukan pemotretan latar hutan mangrove di area terbuka dengan pencahayaan alami dari sinar matahari tujuan untuk mendapatkan suasanya asli dari mangrove, sedangkan pemotretan objek perempuan, daun-daun kering, tunas mangrove, dan tanah dilakukan pada studio dengan menggunakan lampu flash sebagai sumber cahaya agar mudah untuk mengatur arah datangnya cahaya. Pengambilan foto menggunakan sudut pandang normal (eye level) dengan komposisi framing dan focus of interest. Lokasi pemotretan dilakukan di daerah Teluk Benoa Benoa, Bali. Unsur visual yang ditonjolkan pada karya foto ini adalah bentuk dari objek wanita dan hutan mangrove sebagai sebuah kerumitan dan kesatuan. Dari pemilihan warna, pencipta menggunakan warna panas untuk menampilkan kesan amarah dan kemarau. Keberadaan daun-daun yang berterbangan pun menambah kesan terkstur semu pada karya ini. Proses editing pada karya foto “Is There Any Hope for Our Planet?” ini dilakukan pada software Adobe Photoshop CC 2018. Editing secara garis besar menggunakan masking, brush, burn, dodge, liquify, brightness, contrast serta sharpen. Liquify sebagai alat untuk menciptakan kesan lentur dan mengubah bentuk objek, lasso tool dan pen tool digunakan sebagai alat untuk melakukan seleksi dengan teknik masking menggunakan brush tool. Pengaturan gelap/terang menggunakan brightness and contrast, level, dan

Page 12: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

curve. Sedangkan dalam menyesuaikan color tone pencipta menggunakan hue/saturation, color balance dan selective color. Tone warna yang digunakan yaitu coklat, hitam, dan kuning. Warna coklat mempunyai kesan tua dan rapuh. Hitam mempunyai kesan gelap, dan kematian, dan kuning manandakan hati-hati.

PENUTUP

Berdasarkan atas berbagai penjelasan dan analisis dari uraian di atas, maka dalam memvisualisasikan eksplorasi ekosistem mangrove diawali oleh pengaruh eksternal dan internal, lalu digunakan beberapa metode observasi dan dilanjutkan dengan proses pemotretan, proses kamar terang dan proses penampilan. Dimulai dengan melakukan pengamatan secara langsung ke Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali untuk melihat realita yang terjadi, serta didukung oleh data dari wawancara dan studi pustaka agar memperoleh data yang valid. Kemudian dilanjutkan dengan proses pemotretan berulang kali di lokasi tersebut agar mendapatkan objek dan background yang kuat dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan pencipta. Selanjutnya, pencipta menerapkan aspek visual yang terdiri dari bentuk, warna, garis, tekstur dan ruang pada proses kamar terang yang mengacu pada teori estetika ideational dan technical yang sesuai dengan konsep sebagai media dalam menyampaikan pesan. Pencipta juga menggunakan unsur bobot atau isi (substance) pada estetika Djelantik untuk menyampaikan ibarat atau pesan (message) pada karya foto ini. Software pengolahan gambar yang digunakan dalam proses kamar terang yakni software Adobe Photoshop CC 2018 dengan menerapkan teknik teknik double exposure atau pengabungan dua exposure yang berbeda sehingga menghasilkan kesatuan yang baru. Komposisi yang digunakan adalah eye level, frog eye view, focus of interest, framing, arah gerak, sepertiga bidang, simetris dan asimetris dengan pencahayaan buatan menggunakan lampu flash (artificial light) serta pencahayaan alami (available light). Setelah dilakukan proses kamar terang, kemudian dilanjutkan dengan proses yang terakhir yakni proses penampilan dengan mencetak karya foto menggunakan mixed media dengan berbagai ukuran. Mixed media dipilih karena bertujuan agar pencipta dapat menyampaikan ide dan kreativitas secara bebas,

namun tetap memperhatikan unsur-unsur visual dalam penciptaan karya fotografi.

Pesan yang ingin disampaikan pada karya foto “Eksplorasi Ekosistem Mangrove Teluk Benoa Dalam Karya Fotografi Ekspresi” yakni tentang penyebab kerusakan hutan mangrove didominasi alih fungsi lahan. Total luas hutan mangrove Teluk Benoa yakni 1.373,5 hektar, namun sekitar 193 hektar beralih fungsi menjadi kawasan hutan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan, seperti jalan raya, lagon, lapangan, tempat pembuangan akhir, instalasi pengolahan air limbah, dan lain-lain. Berdasarkan data tersebut, adanya keinginan dari pencipta untuk memvisualisasikan fenomena tersebut ke dalam suatu media seni sebagai sebuah kritik sosial serta edukasi kepada masyarakat yang kurang memperhatikan serta menjaga lingkungan. Melalui karya foto ekspresi ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat pentingnya mangrove untuk kehidupan umat manusia dan lingkungan sekitarnya. Informasi tentang mangrove dan kondisi hutan mangrove saat ini hendaknya dapat menjadi peringatan kepada masyarakat untuk lebih menjaga hutan mangrove untuk kelangsungan hidup yang lebih baik.

DAFTAR RUJUKAN

Sumber Pustaka

Arsana, Nyoman, Soepono Pr. Dasar-Dasar Seni Lukis. Jakarta : Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan, 1983.

BPHM 1 Denpasar. Leafet Pengenalan Jenis Mangrove, Denpasar : Mangrove Information Center, 2007.

Djelantik, A.A.M. Estetika : Estetika Sebuah Pengantar. Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2008.

Gunarto. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 2004.

Huijbers, Theo. Manusia Merenungkan Dunianya. Yogyakarta : Kanisius, 1986.

Iqbal, Hasan M. Metode Penelitian dan Aplikasi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002.

Karminarsih. Pemanfaatan Ekosistem Mangrove bagi Minimasi Dampak Bencana di Wilayah Pesisir. Bogor : JMHT Vol. XIII, 2007.

Page 13: EKSPLORASI EKOSISTEM MANGROVE TELUK BENOA DALAM …

Mulyanta, Edi, S. Teknik Modern Fotografi Digital. Yogyakarta : Andi, 2008.

Nardi, Leo. Diktat Fotografi. Bandung, 1996.

Nugroho, R. Amien. Kamus Fotografi, Yogyakarta : Penerbit Andi, 2006.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1976.

Raharjo, J. Budhy. Himpunan Materi Pendidikan Seni Rupa. Bandung : CV. Yrama, 1986.

Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor : PHKA/WI-IP, 1999.

Salim, Peter & Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta : Modern English Press, 1991.

Sidik, Fajar. Desain Elementer. Yogyakarta : STSRI “ASRI”, 1979.

Suryahadi, A. Agung. Pengembangan Kreativitas Melalui Seni Rupa. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Penataran Guru Kesenian, 1994.

Sony Kartika, Dharsono. Seni Rupa Moderen. Bandung : Penerbit Rekayasa Sains, 2017.

Soedjono, Soeprapto. Pot-Pourri Fotografi, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2007.

Soelarko, R.M. Komposisi Fotografi, Bandung : PT. Indira, 1978.

Wiradharma. Pelestarian Hutan Mangrove Di Teluk Benoa Bali: Tinjauan Dari Aspek Ekonomi Lingkungan. Denpasar : Universitas Udayana, 2012.

Wiryomartono, Bagoes. Pijar-Pijar Penyingkapan Rasa: Sebuah Wacana Seni dan Keindahan dari Plato sampai Derrida. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum, 2001.

Sumber Internet

Bencheghib, Gary. “The Reclamation Ep. 1: Bali vs Mass Development”. https://www.youtube.com/watch?v=SNiIypc0viM, 2016. (Diakses 17 Oktober 2017)

Bryne, Sarah. “Double Exposures” https://sarakbyrne.com/about-2/double-exposures-2, 2015. (Diakses 5 Januari 2018)

Earth Hour. “5 manfaat Hutan Mangrove Untuk Manusia”. http://earthhour.wwf.or.id/5-manfaat-hutan-mangrove-untuk-manusia, 2016. (Diakses 17 Maret 2018)

Erviani, Ni Komang. “Teluk Benoa, Benteng Alam Bali Selatan Yang Semakin Renggang”. http://www.mongabay.co.id/2013/06/10/teluk-benoa-benteng-alam-bali-selatan-yang-semakin-renggang, 2013. (Diakses 24 April 2018)

Hardy, Rosie. “The Painter”. https://sarakbyrne.com/about-2/double-exposures-2, 2015. (Diakses 5 Januari 2018)

Muhajir, Anton. “Nasib Miris Hutan Mangrove Teluk Benoa”. http://www.mongabay.co.id/2014/09/23/nasib-miris-hutan-mangrove-teluk-benoa, 2014. (Diakses 19 Januari 2018)

Sumber Wawancara

Candrayana, Ida Bagus. (47 th). Dosen Fotografi Ekspresi, Fotografer.

Nurhayati. (43 th). Staff Fungsional Pengendalian Ekosistem Hutan pada Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Karhutla Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara.