Upload
ayu-yuli-asih
View
33
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jdjndqw;kfk;we
Citation preview
Step 7
1. Susunan anatomi apa yang terganggu dan fisiologisnya apa ? disertai gambar
Mekanisme fisiologi otak?
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapatterpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melaluiproses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan
aliran darahke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian puladengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak
boleh kurangdari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 %dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turunsampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.Pada
saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhanoksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluhdarah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunanasam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosismetabolik.Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepalameyebabkan perubahan
fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical myocardial,perubahan tekanan vaskuler
dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikeladalah perubahan gelombang
T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,takikardia.Akibat adanya
perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimanapenurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri danarteriol otak tidak
begitu besar.
Sumber : Guyton& hall, Buku ajar fisiologi kedoteran . EGC : Jakarta
Otthorea DS
Kecelakaan mobil, kerusakan tidak hanya disebabkan oleh cedera jaringan setempat pada
jaringan saja tetapi juga pada akselerasi dan deselerasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi
menyebabkan isi dari dalam tengkorak yang keras bergerak, dengan demikian memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Dan
bila melewati daerah ini maka akan merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan diperhebat jika
bila trauma juga menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian otak yang paling besar
kemungkinannya untuk cedera adalah anterior lobus temporal dan frontal, dan posterior lobus
occipital, dan bagian tengah mesenfalon
Sumber : Patofisiologi. Sylvia. EGC
1. Battle’s sign
Battle's sign, also called mastoid ecchymosis : consists of bruising over the mastoid process (just behind the auricle), as a result of extravasation of blood along the path of the posterior auricular artery.It is an indication of fracture of the base of the posterior portion of the skull, and may suggest underlying brain trauma.Otorraghia menunjukkan fraktura basilaris melalui piramid petrosus pada tulang temporal, selain dapat pula terjadi sebagai akibat ruptura traumatik pada membran tympani atau laserasi membran mukosa tanpa perforasi membran tympani. Adanya darah subkutan di daerah mastoideus (tanda dari Battle) merupakan petunjuk ke arah fraktura dasar tengkorak
tekanan positif dan negatifTengkorak dapat dianggap sebagai kotak yang tertutup dengan tekanan dalamnya yag tidak boleh berubah-ubah. Tekanan intra kranial itu merupakan jumlah total dari tekanan volume jaringan otak, volume CCS dan volume darah intra kranial. Tekanan kranial yang merupakan suatu konstante (hukum Monroe-Kellie) itu, pada waktu-waktu tertentu mengalami lonjakan karena peningkatan volume salah satu unsur tersebut. Pada trauma kapitis, lonjakan tekanan intra kranial terjadi dalam milidetik, sehingga mkanisme kompensasi untuk menurunkan tekanan intrakranial belum sempat bekerja. Maka pada trauma kapitis bisa terdapat tekanan positif dan negatif setempat. Tekanan positif mengakibatkan kompresi terhadap jaringan otak, sedangkan tekanan negatif bisa menyedot udara dari darah atau CCS , sehingga terjadi gelembung-gelembung udara yang mengakibatkan terjadinya lubang (kavitasi) pada jaringan otak.
Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Faktor gastrointestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.
Perbedaan antaar pusing dan nyeri kepala? Apakah nyeri selalu diikuti pusing? Apakah berhubungan?
Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.
Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
PATOFISIOLOGI PERDARAHAN INTRASEREBRUM
Peradarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi saat pasien terjaga dan aktif, sehingga kejadian sering disaksikan oleh orang lain. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang disebabkan oleh perdarahan ini. Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunteer dan bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu bagian ini diperkirakan menimbulkan deficit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan deficit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapaula interna.
Infark serebrum setelah embolus di suatu arteri otak mungkin terjadi sebagai akibat perdarahan, bukan sumbatan oleh embolus itu sendiri. Alasannya adalah bahwa, apabila embolus lenyap atau dibersihkan dari arteri, dinding pembuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan selama beberapa hari pertama setelah oklusi. Dengan demikian, selama waktu ini dapat terjadi kebocoran atau perdarahan dari dinding pembuluh yang melemah ini. Karena itu, hipertensi perlu dikendalikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada minggu-minggu pertama setelah stroke embolik.
Perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk dari perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (apabila volume darah sedikit), karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat atau terlalu drastic dapat menyebabkan berkurangnya perfusi dan meluasnya iskemia. Pemantauan dan terapi terhadap peningkatan TIK serta evakuasi bekuan apabila tingkat kesadaran memburuk merupakan satu-satunya intervensi yang kemungkinan memiliki dampak positif pada pgognosis. Pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun, perlu dipikirkan pemakaian kokain sebagai kausa stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum. Hubungan pasti antara kokain dan perdarahan masih controversial, walaupun diketahuai bahwa kokain meningkatkan aktivitas system saraf simpatis sehingga dapat menyebabkan peningkatan mendadak tekanan darah. Perdarahan dapat terjadi di pembuluh intraserebrum atau subarachnoid. Pada kasus yang terakhir, biasanya terdapat suatu aneurisma vascular.
Perdarahan yang terjadi langsung ke dalam ventrikel otak jarang dijumpai. Yang lebih sering adalah perdarahan di dalam parenkim otak yang menembus ke dalam system ventrikel, sehingga bukti asal perdarahan menjadi kabur. Seperti pada iskemia, deficit neurologik utama mencerminkan kerusakan bagian otak tertentu. Dengan demikian, gangguan lapang pandang terjadi pada perdarahan oksipitalis, dan kelemahan atau paralisis pada kerusakan korteks motorik di lobus frontalis.
2. Biomekanik cedera kepala ?
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala
dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera
primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan
akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak
dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat
dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (contrecoup).
Gambar 3. Coup dan contercoup
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis
yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan
intrakranial dan perubahan neurokimiawi.
Sumber : Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta,
1981
Akselerasi dan de-akselerasiGerakan cepat yang terjadi secara mendadak dinamakan akselerasi. Penghentian akselerasi secara mendadak dinamakan de-akselerasi kepala pada trauma kapitis, terdapat akselerasi
dan de-akselerasi kepala. Kepala yang jatuh mengalami de-akselerasi terjadi pada waktu kepala terbanting pada tanah atau lantai.Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi 2 kejadian, yaitu:1. Akselerasi tengkorak ke arah dampak 2. Penggeseran otak kearah yang berlawanan dengan arah dampak primer. Penggeseran otak merupakan hasil akselerasi tengkorak dan kelembaman otak. Apabila akselerasi kepala disebabkan olej puklan pada oksiput , maka pada tempat dibawah dampak terdapat; tekanan positif akibat indentasi ditambah dengan tekanan positif yang dihasilkan oleh akselerasi tengkorak kearah dampak dan penggeseran otak kearah yang berlawanan. Sementara itu, disebrang tempat dampak terdapat tekanan negatif akibat akselerasi kepala yang ketika itu juga akan ditiadakan oleh tekanan positif yang diakibatkan oleh penggeseran seluruh otak . Pada trauma kapitis menimbulkan lesi bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater dan dinamakan lesi kontusio.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut, autoregulasi pembuluh darah serebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalisis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat , atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif ikut terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul. Sumber: neurologi klinis dasar
( Neurologi klinis Dasar )
banyak energi yang diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala, dan tengkorak, tetapi pada trauma hebat, penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa energi diteruskan ke otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang akan dilewati karena jaringan lunak adalah sasaran kekuatan itu. Jika kepala bergerak dan berhenti dengan mendadak dan kasar, seperti pada kecelakaan mobil, kerusakan tidak hanya disebabkan oleh cedera jaringan setempat pada jaringan saja tetapi juga pada akselerasi dan deselerasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dari dalam tengkorak yang keras bergerak, dengan demikian memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Dan bila melewati daerah ini maka akan merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan diperhebat jika bila trauma juga menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian otak yang paling besar kemungkinannya untuk cedera adalah anterior lobus temporal dan frontal, dan posterior lobus occipital, dan bagian tengah mesenfalon
Patofisiologi Kerusakan Jaringan Saraf
Pada lokasi lesi, integritas membran mengalami kerusakan sehingga ion metal
akan dilepaskan. Ion metal ini akan mengkatalisasi pembentukan radikal bebas
oksigen yang merusak lapisan lemak pada jaringan saraf. Akibatnya, sebagian
besar akson akan mati atau terganggu. Jika tidak dikendalikan, efek kumulatif
kejadian itu akan berlanjut menjadi degenerasi sekunder dari mikrovaskular dan
jaringan saraf.
Pada saat kerusakan sekunder berlangsung, terjadi berbagai proses biokimiawi
yang akan menyebabkan degenerasi mikrovaskular dan jaringan saraf lebih lanjut.
Lamanya kejadian ini dapat berlangsung sampai 24 jam. Proses penting dalam
kejadian ini adalah terjadinya peroksidasi lipid oleh radikal bebas oksigen.
Peroksidasi lipid ini tidak hanya terjadi pada sel yang luka, tetapi juga akan
merembet ke sel di dekatnya serta merusak komponen membran lain. Reaksi
peroksidasi lipid ini akan mengakibatkan:
- Gangguan pada kolesterol, protein, dan asam lemak tak jenuh yang
terdapat dalam saraf, mielin, dan membran mikrovaskular.
- Menurunkan aliran darah sehingga terjadi degenerasi sekunder akibat
hipoksia pada jaringan
- Peradangan
- Kematian sel dan hilangnya fungsi saraf permanen.
Dr. Budi Riyanto W. UPF Mental Organik, Rumah Sakit Jiwa Bogor, Bogor
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992
Neurologi Klinis Dasar. Prof.DR.Mahar M. Dian Rakyat
Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. J.G. Chusid. UGM Press.
3. Mengapa penderita mengeluh nyeri kepala berat setelah kecelakaan lalu lintas satu hari yang lalu ? Kompensasi otak terhadap kerusakan di sekitanya ?seberapa kompensasi sejauh apa ? buku hukum MONRO KELLIE
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal ( sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial (Lombardo,2003 ). Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yangberpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).
Tekanan intra kranial itu merupakan jumlah total dari tekanan volume jaringan otak, volume CCS dan volume darah intra kranial. Tekanan kranial yang merupakan suatu konstante (hukum Monroe-Kellie) itu, pada waktu-waktu tertentu mengalami lonjakan karena peningkatan volume salah satu unsur tersebut.
Sumber: neurologi klinis dasar
Jika ada tambahan massa (tumor, perdarahan, kista), sebagai kompensasi nya volume darah (vena) dan LCS dikurangi --> jika massa bertambah besar --> TIK meningkat Jika TIK sampa disuatu titik tertinggi (tidak bisa mengkompensasi lagi) --> herniasi (penekanan batang otak) --> kematianTanda-tanda TIK meningkat:
1. Papil edem (ophtalmoskop)2. Muntah proyektil (tanpa mual)
3. Cephalki atau sakit kepala Pada fase lanjut --> trias cushing (tekanan sistolik meningkat, bradikardi, bradipneu)
NYERIKeluhan nyeri kepala mengharuskan orang mengetahui struktur peka nyeri yang ada di dalam kepala. Bangunan-bangunan yang peka nyeri ialah sebagai berikut : (1) semua struktur ekstrakranial terutama arteri, (2) sinus-sinus vena besar dan percabangan dari permukaan otak, (3) bagian duramater pada dasar otak, (4) arteri meningeal dan arteri serebral besar pada dasar otak dan (5) saraf kranial V, IX, X dan 3 saraf servikal atas. Sementara kranium, parenkim otak, sebagian duramater, hampir semua piaarakhnoid, dan ependimal yang melapisi ventrikel dan pleksus khoroideus tidak sensitif terhadap stimuli mekanis, termal, elektrikal, atau kimiawi. Delessio membuat tabel sebagai berikut;
1. Jaringan kranial peka nyeri : Intrakranial :
Sinus kranial dan vena aferen Arteri-arteri duramater Arteri dasar otak dan cabang-cabang besarnya Bagian-bagian duramater (sekitar pembuluh darah besar)
Ekstrakranial : Kulit, kulit kepala, fasia, otot-otot Mukosa Arteri (vena: kurang sensitif)
Saraf : Trigeminal, fasial, glossofaringeal, vagal Saraf servikal II dan III
2. Bangunan tidak peka nyeri : Parenkim otak Ependimal, pleksus khoroideus Piamater, membran arakhnoid, bagian-bagian lain duramater Tulang kepala (periosteum: sedikit peka)
Stimulasi struktur peka nyeri pada atau diatas permukaan superior tentorium serebeli menimbulkan nyeri pada bagian kepala sebelah depan garis yang ditarik dari telinga menyilang puncak kepala, sedangkan stimulasi struktur pada atau dibawah permukaan inferior tentorium serebeli biasanya menimbulkan nyeri dibelakang garis tersebut diatas, tetapi lokasi tertentu dapat berproyeksi pada kening atau belakang mata. Telah diketahui bahwa nosisepsi dari struktur supratentorial diperantarai oleh saraf trigeminus, sementara impuls nosiseptif dari stimulasi struktur infra tentorial dihantarkan oleh serabut aferen saraf kranial V, IX, X dan tiga saraf servikal atas (Wibowo, 2003). Pada gegar otak, kehilangan kesadaran dan riwayat cedera mendominasi gambaran klinik. Kebanyakan orang yang menderita cedera kepala akan merasakan nyeri setempat atau nyeri tekan setempat pada lokasi benturan selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari setelah kejadian tersebut. Nyeri kepala pasca trauma ini sering disebabkan oleh cedera jaringan setempat ekstrakranial dan kontraksi terus menerus otot kulit kepala serta leher. Keadaan ini bisa terjadi akibat torsi vetebra servikalis serta otot-otot yang melekat pada tulang vertebra tersebut, dan lazim ditemukan setelah seseorang menderita ‘whiplash injury’. Peristiwa terakhir ini sering terkadi pada kecelakaan lalu-lintas dimana gaya dorong ke muka dan tubuh yang tertahan pada kursi mobil dapat mengakibatkan regangan ligamentum atau persendian intervertebralis servikal, cedera memar pada cabang oksipitalis mayor dari nervus servikalis
kedua, fraktur pada tulang vertebra atau protrusio diskus intervertebralis. Nyeri kepala hebat yang mulai timbul beberapa jam atau beberapa hari setelah gegar otak, harus dipikirkan pula sebagai suatu pertanda penting adanya perdarahan epidural (Mattingly, 1996). Kebanyakan orang menderita nyeri kepala sekali waktu. Rasa nyeri di dalam kepala, seperti halnya nyeri di bagian lain, akan dihantarkan ke korteks serebri oleh serabut-serabut saraf sensorik: nyeri kepala dapat mempunyai distribusi permukaan yang terlokalisasi atau terasa menyeluruh (difus) di dalam kepala sebagai suatu kesatuan. Nervus yang terutama terlibat adalah:
Nervus trigeminus atau vervus kranialis ke lima yang mempersarafi wajah dan bangunan di bawahnya, bagian dua per tiga anterior kulit kepala dan periosteum di bawahnya di luar tulang tengkorak. Di dalam tengkorak, nervus ini mempersarafi duramater dan pembuluh darah pada fosa anterior dan media di depan tentorium serebeli.
Tiga nervus servikalis pertama yang mempersarafi bagian sepertiga posterior kulit kepala serta periosteum dan muskulus trapezeus di luar tengkorak. Di dalam tengkorak, ketiga saraf ini mempersarafi duramater di sebelah posterior tentorium dan pembuluh-pembuluh darah pada fosa posterior (Mattingly, 1996).
Mattingly D., 1996, Bedside diagnosis, edisi 13, Cetakan 2 Gadjah Mada university Press yogyakarta, Hal : 307-317
4. Mengapa pasien di sertai pengelihatan silau ?Ada trauma di capitis n.oculomotoris n III meninnervasi m.siliaris--> mengatur daya akomodasi mata mengatur pupil melebar ( mebiasis tidak bias miosis ) Bagian otak mana yang anisokor? Kanan kiri beda ? atau bagaimana ?n.oculomotoris pusatnya dimana ? tertekan ? salah satu dari tanda TIK naik ?
5. Mengapa di sertai rasa mengantuk terus menerus ? apa saja yang dpt menyebabkan kehilangan kesadaran ?
Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak,cairan serebro-spinal dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas.Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium. Fenomena otoregolasi cenderung mempertahankan aliran darah otak (ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasiennormotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensif dansebaliknya). Dibawah 50 mmHg ADO berkurang bertahap, dan diatas 160mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat peninggian tekanan intrakranial. Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otakdengan akibat ADO tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal tersebut, sangat penting untuk mencegah syok atau hipertensi (perhatikan tekanan darah pasien sebelum cedera). Volume total intrakranial harus tetap konstan ( Doktrin Monro-Kellie : K =V otak + V css + V darah + V massa ). Kompensasi atas terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya css dan darah vena hingga batas kompensasi, untuk selanjutnya tekanan intrakranial akan naik secara tajam.Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan intracranial meningkat. Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yangmeninggikan TIK seperti batuk, membungkuk dan terlentang, kemudianmulai mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisi kontralateral massa. Selanjutnya pasien jadi tidak
responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks batang otak hilang. Akhirnyafungsi batang otak berhenti, tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya berhenti. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Peninggian TIK mempengaruhi ADO akibat kompresi arterial, regangan atau robekan arteria dan vena batang otak serta gangguan perfusi. ADO konstan 50 ml/100 gr/menit pada otoregulasi normal. Jadi ADO dipengaruhi oleh tekanan darah arterial, tekanan intrakranial, otoregulasi, stimulasi metabolik serta distorsi atau kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi. Pada kenyataannya, banyak akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri. Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun akan meninggikan TIK yang berakibat gangguan ADO yang berakibat memperberat edema sehingga merupakan lingkaran setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak. Triad klasik nyeri kepala, edema papil dan muntah ditemukan pada dua pertiga pasien. Sisanya hanya dua gejala. Tidak satupun khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun memerlukan waktu yang lama untuk timbulnya. Simtom lebih banyak tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi konsisten antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala.Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu cedera korteks bilateral serta cedera pada sistem pengaktif retikuler batang otak disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan tingkat kesadaran.
Trauma Kepala, Diakses dari http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepalateks.html
6. Jelaskan apa yang di maksud GCS E3M6V4 ?
Skor Skala Koma Glasgow
Glasgow Coma Scale, yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat
kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi.
Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara
(verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor respons)1,3.
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi:
Cedera kepala ringan, bila GCS 13 – 15
Cedera kepala sedang, bila GCS 9 – 12
Cedera kepala berat, bila GCS 3 – 8
Glasgow Coma Scale
I. Reaksi membuka mata
4 Buka mata spontan
3 Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
2 Buka mata bila dirangsang nyeri
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
II. Reaksi berbicara
5 Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
4 Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
3 Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat
2 Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
III. Reaksi gerakan lengan/tungkai
6 Mengikuti perintah
5 Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
4 Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
3 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
2 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
1 Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi.
Penderita yang sadar baik (composmentis) dengan reaksi membuka mata spontan,
mematuhi perintah, dan berorientasi baik, mempunyai nilai GCS total sebesar 15.
Sedang pada keadaan koma yang dalam, dengan keseluruhan otot-otot ekstremitas
flaksid dan tidak ada respons membuka mata sama sekali, nilai GCS-nya adalah 31
Komponen Mata
Komponen Motorik
Komponen Verbal
Sumber : R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:
EGC
GCS turun
Pada oedema serebri tahap permulaan, tekanan intra kranial, tekanan perfusi otak
masih dapat dikompensasi dengan mengatur otoregulasi cerebral blood flow, dan
volume likuor serebro spinal. Untuk setiap penambahan 1 cc volume intra kranial
tekanan intra kranial akan meningkat 10-15 mmHg.
Jadi pada awalnya tidak terjadi penurunan kesadaran, tapi seiring dengan peningkatan
oedem tersebut terjadi dekompensasi yang berakibat penurunan kesadaran.
Sumber : Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000
7. Mengapa disertai kaku kuduk positif ? pada kondisi apa lagi yang di sertai kaku kuduk ?Terdapat adanya kekauan/tahanan karena fleksi dari kepala.
Kalo ada peradangan selaput otak (duramater) karena ada 2 lapisan dan yang terkena meningeal
8. Apa hubungan vulnus laseralis di kepala bagian temporal dengan keluhan di atas ?Vulnus laserasi itu sebagai akibat apa langsung atau tidak langsung ? cedera primer atau cedera sekunder ?Satu hari baru ketauan itu masuk apa ? primer atau sekunder ?
9. Macam – macam vulnus ?TIPE VULNUS1.Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.
2.Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
3.Vulnus Punctum (Luka Tusuk)Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
4.Vulnus Contussum (Luka Kontusio)Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius.
5.Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.
6.Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak)Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum.
7.Vulnus Morsum (Luka Gigitan)Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.
8.Vulnus Perforatum (Luka Tembus)Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.
9.Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb.
10.Vulnus Combustion (Luka Bakar)Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula – carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia. Interpretasi pemeriksaan radiologi dari kasus tersebut dan apa saja pemeriksaan yang dilakukan lagi?
10. Diagnosis ?
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua dengan kecelakaan
yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamar mandi atau sehabis bangun
tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga
kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya : jatuh kemudian tidak sadar atau
kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh.
Anamnesis yang lebih terperinci meliputi :
1. Sifat kecelakaan.
2. Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
3. Ada tidaknya benturan kepala langsung.
4. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa.
Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum
terjadinya kecelakaan, sampai saat tibadi rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan
adanya amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan
intrakranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang/ turun kesadarannya),
tapi dapat kelihatan bingung/disorientasi (kesadaran berubah).
B. Indikasi Perawatan
Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit bila terdapat gejala atau tanda sebagai berikut :
1. Perubahan kesadaran saat diperiksa.
2. Fraktur tulang tengkorak.
3. Terdapat defisit neurologik.
4. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat minum
alkohol, pasien tidak kooperatif.
5. Adanya faktor sosial seperti :
i. Kurangnyapengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.
ii. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.
iii. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.
Pasien yang diperbolehkan pulang hanis dipesan agar segera kembali ke rumah sakit bila timbul
gejala sebagai berikut :
a. Mengantuk, sulit dibangunkan.
b. Disorientasi, kacau.
c. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
d. Rasa lemah, kelumpuhan, penglihatan kabur.
e. Kejang, pingsan.
f. Keluar darah/cairan dari hidung, telinga
A. Pemeriksaan fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini
tiaras dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.
1. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai ialah :
a. Jalan nafas airway
b. Pernafasan breathing
c. Nadi clan tekanan darah cireulation
Jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera
dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher hams berhati-
hati bila ada riwayat/dugaan trauma servikal (whiplash injury), jamb dengan kepala di bawah
atau trauma tengkuk. Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa :
o Pernafasan Cheyne Stokes.
o Pernafasan Biot/hiperventilasi.
o Pernafasan ataksik. yang menggambarkan makin memburuknya tingkat
kesadaran.
Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila
terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur
ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi
nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase
akut disebabkan oleh hematoma epidural.
2. Status kesadaran
Dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cedera kepala sudah
mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; istilah apatik, somnolen, sopor, coma,
sebaiknya dihindari atau disertai dengan penilaian kesadaran yang lebih obyektif, terutama dalam
keadaan yang memerlukan penilaian/perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang
luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana tanpa memerlukan alat
diagnostik sehingga dapat digunakan balk oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula,
perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat (Gambar 1).
Skala Koma Glasgow
Skala Koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian/pe-
meriksaan atas tiga parameter, yaitu :
a.Buka mata.
b.Respon motorik terbaik.
c.Respon verbal terbaik.
3. Status Neurologik Lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama
ditujukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan
fokal, dalam hal ini perdarahan intrakranial.
Tanda fokal tersebut ialah :
o Anisokori. ( pupil membesar )
o Paresis/parahisis.
o Reties patologik sesisi.
4. Hal-hal Lain
Selain cedera kepala, hams diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain; trauma
thorax, trauma abdomen,fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan
dideteksi secepat mungkin.
B. Pemeriksaan Tambahan
Peranan foto R6 tengkorak banyak diperdebatkan manfaatnya, meskipun beberapa rumah sakit
melakukannya secara rutin. Selain indikasi medik, foto R6 tengkorak dapat dilakukan atas dasar
indikasi legal/hukum. Foto Rô tengkorak biasa (AP dan Lateral) umumnya dilakukan pada
keadaan :
o Defisit neurologik fokal.
o Liquorrhoe.
o Dugaan trauma tembus/fraktur impresi.
Hematoma luas di daerah kepala. Pada keadaan tertentu diperlukan proyeksi khusus, seperti
proyeksi tangensial pada dugaan fraktur impresi, proyeksi basis path dugaan fraktur basis dan
proyeksi khusus lain pada dugaan fraktur tulang wajah. Perdarahan intrakranial dapat dideteksi
melalui pemeriksaan arterografi karotis atau CT Sean kepala
yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih
akurat. Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit. Selain
indikasi tersebut di atas, CT Sean kepala dapat dilakukan pada keadaan :
o perburukan kesadaran.
o dugaan fraktur basis cranii.
o kejang
1. PenatalaksanaanPENGOBATAN
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi
aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus
dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose in
saline.
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a.Hiperventilasi.
b.Cairan hiperosmoler.
c.Kortikosteroid.
d.Barbiturat.
a.Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan peO2darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah.
Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga
dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg
dan paCO2 di antara 2530 mmHg.
b.Cairan hiperosmole
Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke
dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek
yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat,
umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit.
Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus
dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang)
setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
c.Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu.
Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat
pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan
sawar darah otak.Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason pernah
dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga
Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6
dd 10 mg.
d.Barbiturat
Digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah
mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak
relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen
berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
e.Cara lain
Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000 ml/24 jam agar tidak
memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala
(dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial.Posisi tidur yang
dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah : kepala dan leher diangkat
30°.sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°.telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90°
dengan tungkai bawah.
3. Obat-obat Nootropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan
metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a. Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi
metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan
dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya
asam sehingga mengiritasi vena.
b.Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan
dalam dosis 4-12 gram/hari intravena.
c.Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak.Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis
membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam dosis 10Q500 mg/hari
intravena.
4. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak dini; tidak jarang
pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya. Antibiotika
diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang
antara lain dapat menyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan
perawatan lokal.Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat
dengan fungsi pembekuan normal. Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan
hemostatik.Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus
kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan
dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus
selama 4 jam. Setelah itu diberikan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv
diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan karena efek sampingnya berupa
penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
1. klasifikasi cedera kepalai. Berdasarkan Patofisiologi
1. Komosio serebri: Pada keadaan ini tidak ada jaringan otak yang rusak tapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat, berupa pingsan kurang dari 10 menit atau amnesia pasca trauma.
2. Kontusio serebri: Kerusakan jaringan otak dengan defisit neurologik yang timbul setara dengan kerusakan otak tersebut, minimal pingsan > 10 menit dan atau lesi neurologik yang jelas.
3. Laserasi serebri: Kerusakan otak yang luas dan jaringan otak robek yang umumnya disertai fraktur tengkorak terbuka.
ii. Lokasi lesi1. Lesi difus: Kerusakan akibat proses trauma akselerasi/deselerasi
yang merusak sebagian besar akson di susunan saraf pusat akibat regangan.
2. Lesi kerusakan vaskular otak, disebabkan oleh lesi sekunder iskemik terutama akibat hipoperfusi dan hipoksia yang dapat terjadi pada waktu selama perjalanan ke rumah sakit atau selama perawatan.
3. Lesi fokal: a. Kontusio dan laserasi serebri: Disebut kontusio bila pia-
subarachnoid masih utuh dan jika robek dianggap laserasi.b. Hematoma intrakranial
i. Hematoma ekstradural (hematoma epidural)/EDHii. Hematoma subdural/SDH
iii. Hematoma intradural : Hematoma subarakhnoid/SAH
iv. Hematoma intraserebral/ICHv. Hematoma intraserebelar
11. Tatalaksana ?
A. Tindakan darurat:
Atasi shock kalau terjadi, pemberian cairan dan darah secara parenteral
Mempertahankan jalannya pernafasan yang baik dan ventilasi pulmonal
merupakan tindakan yang vital
B. Tindakan umum :
Selama fase akut atau fase initial, kegelisahan dapat menjadi salah satu faktor.
Perawatan yang khusus dan tranquilizer dapat dibutuhkan. Hindarkan
pemakaian morphin krna efek depresentnya pd medulla oblongata. Kateterisasi
vesica urinaria yang penuh untuk meredakan kegelisahan. Punksi lumbal dan
pengeluaran sejumlah kecil LCS yg berdarah dpt jga meredakan agitasi
Pengobatan antibiotika
J.G, Chusid. Neurotomi korelatif & neurologi fungsional bag 2. UGM
Pd semua pasien dgn cedera kepala, lakukan foto tlg belakang servikal
Pd semua pasien dgn cedera kepala sedang & berat, lakukan prosedur :
Pasang jalur intravena dgn larutan NaCl 0,9% atau RL
Lakukan px : hematokrit, periksa darah perifer lengkap, skrinning toksikologi, &
kadar alcohol
Lakukan CT-scan
Pasien yg koma (GCS <8), lakukan tindakan :
Elevasi kepala 30o
Hiperventilasi : intubasi & berikan ventilasi mandarotik intermiten dgn kecepatan
16-20x/menit dgn volume tidal 10-12 mL/kg
Berikan manitol 20% 1g/kg i.v. dlm wkt 20-30 menit
Pasang kateter Foley
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi
Arief Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius
Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama
pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk RS memiliki nilai
prognostic yang besar :
Skor pasien 3 – 4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi
vegatatif
Sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal tau
vegetative hanya 5 – 10%
Arief Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius
1.CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanyainfark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri
2.MRIDigunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.Cerebral AngiographyMenunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4.EEG (Elektroencepalograf)Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5.X-RayMendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6.BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7.PETMendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8.CSF, Lumbal PungsiDapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan
untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9.ABGsMendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10.Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatantekanan
intrkranial
11.Screen ToxicologiUntuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunankesadaran
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3
November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.
12. Komplikasi ?
Komplikasi
a. Gangguan neurologic
Cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus, cedera nervus fasialis,
gangguan pendengaran atau keseimbangan, disartri, dan disfagia. Kadang
terdapat asafia atau hemiparesis.
b. Sindrom pascatrauma
Biasanya terjadi pada trauma kepala yang terfolong ringan dengan GCS awal di
atas 12, atau pingsan yang tidak lebih dari 20 menit.
Sindrom dapat berupa keluhan nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa,
daya konsentrasi menurun, cemas, dan mudah tersinggung. Tidak didapatkan
kelainan neurologic.
Keluhan pada umumnya berlangsung hingga 2-3bulan pascatrauma walau
kadang jauh lebih lama.
c. Sindrom psikis pascatrauma
Agak jarang ditemukan. Meliputi penurunan inteligensia, baik verbal maupun
perilaku, gangguan berpikir, rasa curiga serta sikap bermusuhan, cemas, menarik
diri, depresi. Yang paling menonjol adalah gangguan daya ingat.
Faktor utama timbulnya gangguan neuropsikiatrik tersebut ialah beratnya
trauma dan bukan faktor premorbid, seperti status social, umur, atau tingkat
pendidikan.
R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Penatalaksanaan
Penentuan fungsi vital, kesadaran, dan status neurologic
Pemberian cairan dan elektrolit disesuaikan dengan kebutuhan
Pemasangan kateter kandung kemih untuk membantu memantau keseimbangan
cairan dan menjaga supaya tempat tidur tetap bersih dan kering
Fisioterapi paru untuk mencegah pneumonia hipostatik dengan mengubah secara
berkalam posisi berbaring dan menghisap timbunan secret
Kulit diusahakan bersih dan kering untuk mencegah dekubitis
Menggerakan anggotak gerak secara pasif mencegah kontraktur dan hipotrofi
Membasahi kornea secara terus menerus dengan larutan asam borat 2% mencegah
keratitis
R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan di kepala.
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.
Kejang terjadi padda sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya
luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi
kejang pasca trauma.
Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang
serius, untuk mencegah terjadinya kejang.
Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada
area bahasa di otak.
Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.
Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian
lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke,
tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
Gangguan bahasa bisa berupa:
- Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis
- Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan nama-nama benda.
Beberapa penderita anomia tidak dapat mengingat kata-kata yang tepat, sedangkan penderita
yang lainnya dapat mengingat kata-kata dalam fikirannya, tetapi tidak mampu
mengucapkannya.
Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan tepat.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otot-otot yang
digunakan untuk menghasilkan suara atau mengatur gerakan dari alat-alat vokal.
Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya kerusakan pada lobus
temporalis.
Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang keluar kacau (disebut juga gado-gado
kata).
Penderita menjawab pertanyaan dengan ragu-ragu tetapi masuk akal.
Pertanyaan : Ini gambar apa? (anjing mengonggong)
Jawaban : A-a-an-j-j-, eh bukan, a-a..aduh..b-b-bin, ya binatang, binatang..b-b..berisik
Pada afasia Broca (afasi ekspresif), penderita memahami arti kata-kata dan mengetahui
bagaimana mereka ingin memberikan jawaban, tetapi mengalami kesulitan dalam mengucapkan
kata-kata.
Kata-kata keluar dengan perlahan dan diucapkan sekuat tenaga, seringkali diselingi oleh
ungkapan yang tidak memiliki arti.
Penderita menjawab pertanyaan dengan lancar, tetapi tidak masuk akal.
Pertanyaan : Bagaimana kabarmu hari ini?
Jawaban : Kapan? Mudah sekali untuk melakukannya tapi semua tidak terjadi ketika matahari
terbenam.
Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan.
Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau
lobus frontalis.
Ingatan akan serangkaian gerakan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang rumit hilang;
lengan atau tungkai tidak memiliki kelainan fisik yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut
tidak dapat dilakukan.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan
fungsi otak.
Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda
tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut.
Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-
benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan
menggambarkan benda-benda tersebut.
Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan
benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.
Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang
baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat
sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah
terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma).
Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada
beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi
bisa bersifat menetap.
Jenis ingatan yang bisa terkena amnesia:
- Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sebelumnya
- Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sampai beberapa hari
sebelumnya
- Ingatan jangka panjang : ingatan akan peristiwa di masa lalu.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama
terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis.
Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang
terjadi secara mendadak dan berat.
Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang.
Serangan berlangsung selama 30 menit sampai 12 jam atau lebih.
Arteri kecil di otak mungkin mengalami penyumbatan sementara sebagai akibat dari
aterosklerosis. Pada penderita muda, sakit kepala migren (yang untuk sementara waktu
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak) bisa menyebabkan anemia menyeluruh
sekejap. Peminum alkohol atau pemakai obat penenang dalam jumlah yang berlebihan (misalnya
barbiturat dan benzodiazepin), juga bisa mengalami serangan ini.
Penderita bisa mengalami kehilangan orientasi ruang dan waktu secara total serta ingatan akan
peristiwa yang terjadi beberapa tahun sebelumnya.
Setelah suatu serangan, kebingungan biasanya akan segera menghilang dan penderita sembuh
total.
Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut
sindroma Wernicke-Korsakoff.
Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung
lama.
Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang vitamin B1 (tiamin).
Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan makanan yang mengandung tiamin
menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak. Penderita kekurangan gizi yang
mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah besar cairan infus setelah
pembedahan, juga bisa mengalami ensefalopati Wernicke.
Penderita ensefalopai Wernicke akut mengalami kelainan mata (misalnya kelumpuhan
pergerakan mata, penglihatan ganda atau nistagmus), tatapan matanya kosong, linglung dan
mengantuk.
Untuk mengatasi masalah ini biasanya diberikan infus tiamin.
Jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke.
Jika serangan ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi gejala putus alkohol, maka
amnesia Korsakoff bisa bersifat menetap.
Hilangnya ingatan yang berat disertai dengan agitasi dan delirium.
Penderita mampu mengadakan interaksi sosial dan mengadakan perbincangan yang masuk akal
meskipun tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan
beberapa menit sebelumnya.
Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau
ensefalitis akut.
Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki ensefalopati Wernicke, tetapi tidak
selalu dapat memperbaiki amnesi Korsakoff.
Jika pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya diobati, kadang kelainan ini
menghilang dengan sendirinya.
1. prognosisskor GCS pada waktu masuk RS memiliki nilai prognostik yang besar.
Skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85%.
Skor pasien 12 atau lebih kemungkinan meninggal hanya 5-10%
KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID 2
Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang
lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal.
Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-
fatal.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan
fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur,
suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap ututh.
Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka
kemungkinan untuk sadar kembali sangat kecil.
Sumber : Kapita Selekta Kedokteran, www. Medicastore.com
Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah sehingga lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun akan terganggu, dan terjadilah oedema otak regional atau diffus (vasogenik oedem serebri)Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia, terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Dan ternyata oedema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan tekanan intra kranial meninggi, kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi transtetorial ataupun serebellar yang berakibat fatal.Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita trantentorial herniasi dan kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang otak. Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses diatas mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demyelinisasi diffus, banyak neuron yang rusak dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidal meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun (akinetic-mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).
Akinetic mutism coma vigil lesi terutama terjadi pada daerah basal frontal yang bilateral dan/atau daerah mesensefalon posterior. Locked in syndrome kerusakan terutama pada eferen motor pathway dan daerah depan pons. Apallic states kerusakan luas pada daerah korteks serebri.Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk mempertahankan Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga adekuat (TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak).
Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka menekan kapiler serebral sehingga terjadi serebral hipoksia diffus mengakibatkan kesadaran akan menurun.Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidaklah bisa selalu terjadi. Demikian pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka sistem autoregulasi tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral terganggu.Sumber : Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000