14
Artikel Penelitian Uji Klinis Double Blind Efektivitas Tetes Madu terhadap Keratokonjungtivitis Vernal Ali Salehi, 1 Solmaz Jabarzare, 2 Mohammadreza Neurmohamadi, 2 Soleiman Kheiri, 3 dan Mahmoud Rafieian-Kopaei 2 1 Feiz Hospital-Ophthalmology Center, Isfahan University of Medical Sciences, Qods Square, Isfahan, Iran 2 Medical Plants Research Center, Shahrekord University of Medical Sciences, Shahrekord, Iran 3 Clinical Biochemistry Research Center, Shahrekord University of Medical Sciences, Shahrekord, Iran Tujuan. Uji ini dirancang untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan tetes mata madu topikal pada pasien terdiagnosis VKC. Metode. Uji klinis ini dilakukan pada 60 pasien terdiagnosis VKC. Pasien dipilih dan dibagi secara acak menjadi dua kelompok, masing-masing 30. Pasien mendapat tetes mata madu (60% dalam air mata artifisial) atau plasebo, selain tetes mata kromolin dan fluorometolon 1%, untuk digunakan secara topikal pada tiap mata, empat kali dalam sehari. Pasien diperiksa menggunakan slitlamp pada saat awal penelitian dan setiap kunjungan follow-up pada bulan ke-1, ke-3, dan ke-6 penelitian untuk memantau perkembangan mata merah, papil pada limbal, dan tekanan intraokular. Hasil. Dari seluruh 60 pasien yang menyelesaikan penelitian, 19 pasien (31.7%) adalah perempuan. Terdapat 1

EFEKTIVITAS TETES MADU PADA KONJUNGTIVITIS VERNAL

Embed Size (px)

DESCRIPTION

EFEKTIVITAS TETES MADU PADA KONJUNGTIVITIS VERNAL

Citation preview

Artikel PenelitianUji Klinis Double Blind Efektivitas Tetes Madu terhadap Keratokonjungtivitis Vernal

Ali Salehi,1 Solmaz Jabarzare,2 Mohammadreza Neurmohamadi,2 Soleiman Kheiri,3 dan Mahmoud Rafieian-Kopaei2

1 Feiz Hospital-Ophthalmology Center, Isfahan University of Medical Sciences, Qods Square, Isfahan, Iran2 Medical Plants Research Center, Shahrekord University of Medical Sciences, Shahrekord, Iran3 Clinical Biochemistry Research Center, Shahrekord University of Medical Sciences, Shahrekord, Iran

Tujuan. Uji ini dirancang untuk mengevaluasi efektivitas dan keamanan tetes mata madu topikal pada pasien terdiagnosis VKC. Metode. Uji klinis ini dilakukan pada 60 pasien terdiagnosis VKC. Pasien dipilih dan dibagi secara acak menjadi dua kelompok, masing-masing 30. Pasien mendapat tetes mata madu (60% dalam air mata artifisial) atau plasebo, selain tetes mata kromolin dan fluorometolon 1%, untuk digunakan secara topikal pada tiap mata, empat kali dalam sehari. Pasien diperiksa menggunakan slitlamp pada saat awal penelitian dan setiap kunjungan follow-up pada bulan ke-1, ke-3, dan ke-6 penelitian untuk memantau perkembangan mata merah, papil pada limbal, dan tekanan intraokular. Hasil. Dari seluruh 60 pasien yang menyelesaikan penelitian, 19 pasien (31.7%) adalah perempuan. Terdapat peningkatan secara signifikan pada tekanan bola mata, perbaikan mata merah, dan pengurangan papil pada limbal, setelah penggunaan tetes madu pada kelompok eksperimen tetes madu dibandingkan kelompok kontrol plasebo (p < 0.05). Pada akhir penelitian, satu pasien dari kelompok tetes madu dan 7 pasien dari kelompok plasebo memiliki papil pada limbal (p < 0.05). Kesimpulan. Tetes mata madu topikal, bila digunakan bersamaan dengan tetes mata Kromolin dan Fluorometolon, mungkin bermanfaat sebagai terapi untuk VKC.

1. PendahuluanKeratokonjungtivitis vernal (vernal keratoconjunctivitis, VKC) adalah suatu penyakit okular inflamatorik atau alergik yang bersifat rekuren dan musiman. Penyakit tersebut paling sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, dan insidensi penyakit ini tinggi pada musim semi dan musim gugur [1, 2]. Keratokonjungtivitis vernal dilaporkan paling sering terjadi di negara tropis seperti Pakistan dan menyebabkan gangguan pada kornea dan konjungtiva [2, 3].Pasien biasanya mengeluh iritasi berat pada mata, fotofobia, kemosis, mata berair, dan sekresi mukus berlebih yang menyebabkan perlengketan kelopak mata. Sejumlah besar IgE dan eosinofil ditemukan pada air mata pasien keratokonjungtivitis vernal [4, 5]. Banyak papil-papil halus dijumpai pada konjungtiva tarsal inferior. Terdapat papil besar pada konjungtiva kelopak atas yang membentuk gambaran seperti ubin [6].Pemilihan terapeutik untuk penyakit ini mencakup steroid topikal, antihistamin, dan penstabil sel mast. Penstabil sel mast lebih dipilih karena efek samping yang lebih sedikit [7]. Efek samping steroid yang paling serius adalah peningkatan tekanan bola mata yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya glaukoma pada pasien dengan predisposisi genetik. Efek samping lainnya mencakup katarak dan infeksi sekunder. Sekitar sepuluh persen pasien akan mengalami ulkus kornea yang menyebabkan penurunan penglihatan akibat perubahan pada kornea. Gangguan okular lain pada pasien antara lain glaukoma, katarak, atau pannus besar pada kornea [6].Belakangan ini penggunaan obat-obatan alternatif dan komplementer telah semakin meningkat [8]. Selama dekade terakhir jumlah orang yang mencoba obat-obatan alternatif dan pelengkap hampir berlipat ganda dan angkanya semakin meningkat [9]. Selain itu, terapi alternatif telah memberikan hasil yang menjanjikan untuk berbagai macam penyakit [10, 11].Madu telah digunakan sebagai terapi pada penyakit mata selama ribuan tahun. Saat ini, hal tersebut semakin diperhatikan karena banyaknya laporan mengenai kegunaan madu. Madu memiliki efek antibakteri dan antifungi pada berbagai mikroorganisme. Sebagai tambahan, sehubungan dengan penurunan efektivitas antibiotik akibat strain yang resisten dan resistensi terhadap antibiotik yang merupakan ancaman serius terhadap kesehatan global, efektivitas madu telah terbukti dalam memperbaiki penyakit mata [12]. Sebagai contoh, madu digunakan dalam terapi ulkus bakteri pada kornea, keratokonjungtivitis kataral, keratitis sifilis, corneal calcareous burns, dan keratitis, keratokonjungtivitis, infeksi kornea, cedera kimia dan panas pada mata lainnya [13]. Akibat adanya efek samping pada terapi untuk keratokonjungtivitis dan efek penyembuhan yang lemah, penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk mengetahui efek tetes madu pada keratokonjungtivitis agar dapat menurunkan penggunaan steroid pada pasien.

2. MetodePenelitian uji klinis ini dilakukan pada 60 pasien di klinik oftalmologi di Shahrekord, Iran. Pada pasien dilakukan pemeriksaan dan dipilih oleh oftalmologis berdasarkan riwayat dan pemeriksaan klinis. Pasien yang memiliki derajat keratokonjungtivitis ringan, sedang, atau berat, tidak memiliki penyakit okular lain, dan tidak memiliki riwayat mendapat pengobatan keratokonjungtivitis sebelumnya termasuk dalam kriteria inklusi untuk mengurangi dampak potensi acak. Mereka mengikuti studi dengan keinginan sendiri. Pasien yang memiliki gangguan atau komplikasi okular lain dieksklusikan dari penelitian. Pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling. Pasien secara acak dibagi menjadi dua kelompok, dimana 1 kelompok berisi 30 orang. Ukuran sampel dihitung berdasarkan kepercayaan 95% dan kekuatan 80% untuk melihat berkurangnya kemerahan dari 65% menjadi 30% pada kelompok kasus. Ukuran sampel yang diperoleh adalah 30 pasien dalam setiap kelompok.Pasien di kelompok pertama mendapat tetes fluorometolon (1%) dan kromolin sodium bersamaan dengan tetes madu (60% madu dalam tetes mata artifisial) dan pasien di kelompok kedua mendapat fluorometolon dan kromolin sodium bersamaan dengan air mata artifisial. Seluruh pasien diminta untuk menggunakan 1 tetes dari tiap terapi yang disebutkan setiap 6 jam selama 1 bulan. Selama periode penelitian, pada pasien dilakukan pemeriksaan satu kali tiap minggunya selama satu bulan pertama penelitian dan selanjutnya pada bulan ke-3 dan bulan ke-6 sejak kunjungan pertama kali. Pasien diperiksa dengan menggunakan slitlamp untuk mencari gejala seperti kemerahan pada mata, papil pada limbal, tekanan intraokular, dan ketajaman penglihatan.Seluruh tahap penelitian mengikuti prinsip Deklarasi Helsinki [14] dan informed consent telah dilakukan. Penelitian telah disetujui oleh Komite Etik dan Dewan Peninjauan Universitas Ilmu Kedokteran Shahrekord. Analisis telah dilakukan untuk menghitung jumlah pasien yang perlu diikutkan dalam penelitian ini.Hasil penelitian telah disajikan sebagai persentase untuk variabel kualitatif serta rata-rata dan standar deviasi untuk variabel kuantitatif. Analisis statistik telah dilakukan menggunakan uji t independen berpasangan dan uji Chi-square atau Fisher dengan menggunakan SPSS. P < 0.05 dianggap signifikan secara statistik.

Tabel 1: Tekanan bola mata rata-rata di kedua kelompok.MataWaktuEksperimenKontrolSignifikansi*

KananSebelum penelitian13.03 (1.69)13.27 (2.24)0.651

Setelah penelitian14 (1.36)16.43 (2.20)0.001

Signifikansi**0.0010.001

KiriSebelum penelitian13.27 (1.33)13.10 (2.32)0.735

Setelah penelitian14.30 (1.26)16.77 (2.30)0.001

Signifikansi**0.0010.001

*Antara kedua kelompok menggunakan signifikansi uji-t independen.**Sebelum dan sesudah menggunakan signifikansi uji-t berpasangan.Kemerahan pada kedua mata kanan dan kiri mengalami perbaikan pada pasien di kelompok 1 yang menerima tetes madu dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 2).

3. HasilPada penelitian klinis ini, seluruh 60 pasien menyelesaikan penelitian dalam 2 kelompok eksperimen (n = 30) dan kontrol (n = 30). Sembilan belas (31.7%) pasien adalah perempuan dan sisanya adalah laki-laki. Perbedaan jenis kelamin tidak diobservasi antara kedua kelompok (p < 0.05).Hasil tekanan bola mata antara mata kiri dan mata kanan pasien pada kedua kelompok telah disajikan dalam Tabel 1. Pada kelompok 1, tekanan bola mata kanan dan kiri secara signifikan meningkat setelah penelitian namun masih dalam batas normal.Terdapat perbedaan secara signifikan jumlah papil pada limbal di mata kanan dalam kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol setelah penelitian (p < 0.05), merepresentasikan penyembuhan 100% pada mata kanan. Pada mata kiri, hanya satu orang dari kelompok eksperimen yang memiliki papil pada limbal setelah penelitian, sementara dari kelompok kontrol terdapat 7 orang yang memiliki papil pada limbal. Secara umum, jumlah papil pada limbal pada kelompok eksperimen secara signifikan menurun selama penelitian (p < 0.05) (Tabel 3).

4. DiskusiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek tetes madu pada gejala konjungtivitis vernal dan dirancang agar dapat menurunkan penggunaan kortikosteroid. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan tetes madu sebagai terapi keratokonjungtivitis vernal menyebabkan kemerahan pada mata membaik, papil pada limbal berkurang, dan gejala alergi membaik. Reaksi alergi terjadi sebagai akibat respons berat terhadap alergen.Telah diperkirakan bahwa sel yang paling penting yang berkontribusi dalam keratokonjungtivitis vernal adalah eosinofil. Terkadang, titik putih dapat terlihat pada konjungtiva dan kornea akibat akumulasi sel inflamatorik. Efek anti-inflamatorik madu pada jaringan yang luka telah diobservasi secara mikroskopik dan memperlihatkan penurunan sel darah putih yang terlibat dalam inflamasi, yaitu eosinofil [6].Steroid topikal sebagai terapi primer untuk mata bengkak atau keratokonjungtivitis vernal telah digunakan secara luas dengan efek yang sangat bagus dalam memperbaiki gejala seperti gatal yang terus menerus, fotofobia, dan mata berair. Namun, penggunaan steroid topikal jangka lama dapat menyebabkan peningkatan risiko katarak; penipisan kornea; dan infeksi jamur, virus, dan bakteri. Seluruh keadaan ini dapat mengarah ke kebutaan [2].

Tabel 2: Frekuensi intensitas kemerahan pada mata pasien di kedua kelompok.MataWaktuKemerahanEksperimenKontrolSignifikansi

KananSebelum penelitianSedang960.165

Berat2121

Sangat berat03

Setelah penelitianTidak merah1300.001

Ringan131

Sedang315

Berat114

KiriSebelum penelitianSedang1050.111

Berat2022

Sangat berat03

Setelah penelitianTidak merah1500.001

Ringan122

Sedang315

Berat013

Tabel 3: Perbandingan papil pada limbal di kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.MataWaktuEksperimenKontrolSignifikansi

JumlahPersenJumlahPersen

KananSebelum penelitian1653.31446.70.60

Setelah penelitian001343.30.001

KiriSebelum penelitian18601136.70.071

Setelah penelitian13.33723.30.052

Pada penelitian ini, penggunaan tetes madu (60%) memiliki pengaruh besar dalam memperbaiki kemerahan pada mata dan mengurangi papil pada limbal dibandingkan dengan kelompok kontrol. Telah dilaporkan bahwa madu dapat mengurangi inflamasi, edema, dan eksudat [15]. Mengingat bahwa keratokonjungtivitis vernal adalah penyakit inflamatorik alergik pada mata, mungkin madu efektif dalam memperbaiki gejala dengan cara mengurangi inflamasi. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa madu dapat menjadi salah satu terapi yang baik untuk luka okular dan digunakan sebagai obat mujarab untuk penyakit mata [16, 17].Madu memiliki efek antibakteri dan dapat digunakan untuk mencegah jaringan parut pada kornea akibat infeksi [17, 18]. Penyembuhan luka kornea akibat bakteri oleh madu pernah dilaporkan. Madu juga mungkin efektif dalam penyembuhan bekas luka akibat infeksi [19, 20]. Efek anti inflamatorik madu menyebabkan madu digunakan sebagai terapi blefaritis (inflamasi pada tepi kelopak mata) dan keratitis (inflamasi pada kornea) [21].Madu jelas memiliki manfaat antioksidan dan menyebabkan penetralan radikal bebas. Aktivitas antioksidan mungkin menjadi salah satu penyebab efek antiinflamatorik pada madu. Karena oksigen radikal bebas terlibat dalam berbagai kondisi inflamatorik [22-24], antioksidan, terutama yang alami, dapat mengurangi inflamasi [25-27]. Walaupun antioksidan pada madu tidak dapat menekan inflamasi secara sempurna, madu dapat mengurangi potensi kerusakan dan mungkin efektif dalam memperbaiki gejala pada keratokonjungtivitis vernal.Pada uji klinis seperti ini, kerelaan pasien sebagai subjek penelitian sangat penting. Viskositas tetes madu lebih besar daripada air mata dan penggunaannya mungkin kurang nyaman selama beberapa detik. Walaupun hal ini dapat menyebabkan keterbatasan; namun hasil menunjukkan mayoritas pasien melaksanakan terapinya.Terdapat peningkatan secara signifikan pada tekanan bola mata pada penggunaan tetes madu di kelompok eksperimen tetes madu dibandingkan kelompok kontrol plasebo (p < 0.05). Pada akhir penelitian, satu pasien dari kelompok tetes madu dan 7 pasien dari kelompok plasebo memiliki papil pada limbal (p < 0.05).Hasil menunjukkan bahwa tetes madu efektif dalam memperbaiki kemerahan pada mata dan mengurangi papil pada limbal dan dalam memperbaiki keratokonjungtivitis vernal. Madu dapat digunakan untuk menurunkan penggunaan steroid. Namun, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar dapat menurunkan kebutuhan penggunaan steroid.

Konflik KepentinganPenulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

PengakuanTulisan ini didapat dari tesis MD penulis kedua. Penelitian ini didukung oleh dewan penelitian Universitas Ilmu Kedokteran Shahrekord.

Referensi[1] A. Hall and B. Shilio, Vernal keratoconjunctivitis, Community Eye Health, vol. 18, no. 53, pp. 7678, 2005.[2] S. Bonini, M. Coassin, S. Aronni, and A. Lambiase, Vernal keratoconjunctivitis, Eye, vol. 18, no. 4, pp. 345351, 2004.[3] S. S. Ali, M. Z. Ansari, U. L. Sharif, and K. Hasan, Features of vernal keratoconjunctivitis in a rural population of Karachi, Pakistan Journal of Ophthalmology, vol. 22, pp. 174177, 2006.[4] M. R. Allansmith, G. S. Hahn, and M. A. Simon, Tissue, tear, and serum IgE concentrations in vernal conjunctivitis, The American Journal of Ophthalmology, vol. 81, no. 4, pp. 506511, 1976.[5] Y. R. Baryishak, A. Zavaro, and M. Monselise, Vernal keratoconjunctivitis in an Israeli group of patients and its treatment with sodium cromoglycate, British Journal of Ophthalmology, vol. 66, no. 2, pp. 118122, 1982.[6] S. Bonini, M. Coassin, S. Aronni, and A. Lambiase, Vernal keratoconjunctivitis, Eye, vol. 18, no. 4, pp. 345351, 2004.[7] A. Baradaran and M. Rafieian-Kopaie, Histopathological study of the combination of metformin and garlic juice for the attenuation of gentamicin renal toxicity in rats, Journal of Renal Injury Prevention, vol. 2, no. 1, pp. 1521, 2013.[8] M. Rafieian-Kopaei, Medicinal plants and the human needs, Journal of Herb Med Pharmacology, vol. 1, no. 1, pp. 12, 2012.[9] P. Khajehdehi, Turmeric: reemerging of a neglected Asian traditional remedy, Journal of Nephropathology, vol. 1, no. 1, pp. 1722, 2012.[10] H. Khosravi-Boroujeni, N. Mohammadifard, N. Sarrafzadegan et al., Potato consumption and cardiovascular disease risk factors among Iranian population, International Journal of Food Sciences and Nutrition, vol. 63, no. 8, pp. 913920, 2012.[11] A. Ghorbani, M. Rafieian-Kopaei, and H. Nasri, Lipoprotein, (a): More than a bystander in the etiology of hypertension? A study on essential hypertensive patients not yet on treatment, Journal of Nephropathology, vol. 2, no. 1, pp. 6770, 2013.[12] S. B. Levy and B. Marshall, Antibacterial resistance worldwide: causes, challenges and responses, Nature Medicine, vol. 10, no. 12, pp. S122S129, 2004.[13] B. Beck and D. Smedley, Honey and Your Health, McBride, New York, NY, USA, 2nd edition, 1971.[14] P. P. Rickham, Human experimentation. Code of ethics of the world medical association. Declaration of Helsinki, British Medical Journal, vol. 2, no. 5402, article 177, 1964.[15] S. E. E. Efem, Clinical observations on the wound healing properties of honey, British Journal of Surgery, vol. 75, no. 7, pp. 679 681, 1988.[16] A. K. J. Ahmed, M. J. Hoekstra, J. J. Hage, and R. B. Karim, Honey-medicated dressing: transformation of an ancient remedy into modern therapy, Annals of Plastic Surgery, vol. 50, no. 2, pp. 143147, 2003.[17] M. Cernak, N. Majtanova, A. Cernak, and J. Majtan, Honey prophylaxis reduces the risk of endophthalmitis during perioperative period of eye surgery, Phytotherapy Research, vol. 26,no. 4, pp. 613616, 2012.[18] P. J. Imperato and D. Traore, Traditional beliefs about measles and its treatment among the Bambara of Mali, Tropical and Geographical Medicine, vol. 21, no. 1, pp. 6267, 1969.[19] K. F. Cutting, Honey and contemporary wound care: an overview, Ostomy Wound Management, vol. 53, no. 11, pp. 4954, 2007.[20] H. S. Sethi, H. K. Rai, and A.M.Mansour, Bullous keratopathy treated with honey (multiple letters), Acta Ophthalmologica Scandinavica, vol. 83, no. 2, pp. 263264, 2005.[21] F. P. Popescu, E. Palos, and F. Popescu, Studlul eficacitatil terapiel biologice complexe cu produse apicole in unele afectiuni oculare localizate palpebral si conjunctival in radon cumodificarile clinico-functionale,RevistaDeChinegieOncologie Radialogie 0RL Oftalmologie, vol. 29, no. 1, pp. 5361, 1965.[22] S. Asgary, A. Sahebkar, M. R. Afshani, M. Keshvari, S. Haghjooyjavanmard, and M. Rafieian-Kopaei, Clinical evaluation of blood pressure lowering, endothelial function improving, hypolipidemic and anti-inflammatory effects of pomegranate juice in hypertensive subjects, Phytotherapy Research, vol. 28, no. 2, pp. 193199, 2014.[23] S.Asgary, R. Kelishadi, M. Rafieian-Kopaei, S. Najafi, M. Najafi, and A. Sahebkar, Investigation of the lipid-modifying and anti-inflammatory effects of Cornusmas L. supplementation on dyslipidemic children and adolescents, Pediatric Cardiology, vol. 34, no. 7, pp. 17291735, 2013.[24] M. Rafieian-kopaei, A. Baradaran, and H. Nasri, Association of secondary hyperparathyroidism with malnutrition and inflammation in maintenance hemodialysis patients, Life Science Journal, vol. 9, no. 3, pp. 18711876, 2012.[25] M. Rafieian-Kopaei, A. Baradaran, and M. Rafieian, Oxidative stress and the paradoxical effects of antioxidants, International Journal of Research in Medical Sciences, vol. 18, no. 7, article 628, 2013.[26] A. Baradaran, Z. Rabiei, M. Rafieian, and H. Shirzad, A review study on medicinal plants affecting amnesia through cholinergic system, Journal of Herb Med Pharmacology, vol. 1, no. 1, pp. 39, 2012.[27] M. Rafieian-Kopaie and A. Baradaran, Plants antioxidants: from laboratory to clinic, Journal of Nephropathology, vol. 2, no. 2, pp. 152153, 2013.6