32
BAB 3 DASAR TEORI 3.1. Squezze Cementing Squeeze Cementing secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses dimana bubur semen (cement slurry) didorong dibawah tekanan sampai pada titik tertentu didalam sumur untuk maksud perbaikan. Squeeze cementing adalah proses pendorongan slurry (bubur semen) melalui tubing sampai pada lapisan yang diinginkan kemudian semen dimasukkan ke dalam lubang perforasi agar semen lebih kuat karena akan dilakukan pemboran kembali. Didalam squeeze cementing volume semen yang dibutuhkan relatif kecil. Kesulitan utamanya adalah membatasi semen terhadap lubang bor. Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik terutama perencanaan bubur semen dan pemilihan tekanan dan penggunaan metode/teknik yang digunakan (Rudi Rubiandini,2012). Operasi squeeze dilakukan selama operasi pemboran berlangsung, komplesi maupun pada saat workover. Pertimbangan yang paling penting dalam operasi squeeze cementing adalah teknik penempatan dan pembuatan suspensi semen yang akan digunakan (Rudi Rubiandini,2012). 10 Universitas Sriwijaya

BAB III.doc

Embed Size (px)

Citation preview

30

BAB 3

DASAR TEORI

3.1. Squezze Cementing

Squeeze Cementing secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses dimana bubur semen (cement slurry) didorong dibawah tekanan sampai pada titik tertentu didalam sumur untuk maksud perbaikan. Squeeze cementing adalah proses pendorongan slurry (bubur semen) melalui tubing sampai pada lapisan yang diinginkan kemudian semen dimasukkan ke dalam lubang perforasi agar semen lebih kuat karena akan dilakukan pemboran kembali. Didalam squeeze cementing volume semen yang dibutuhkan relatif kecil. Kesulitan utamanya adalah membatasi semen terhadap lubang bor. Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik terutama perencanaan bubur semen dan pemilihan tekanan dan penggunaan metode/teknik yang digunakan (Rudi Rubiandini,2012).

Operasi squeeze dilakukan selama operasi pemboran berlangsung, komplesi maupun pada saat workover. Pertimbangan yang paling penting dalam operasi squeeze cementing adalah teknik penempatan dan pembuatan suspensi semen yang akan digunakan (Rudi Rubiandini,2012).

Squeeze cementing juga dapat digunakan untuk menurunkan ratio fluida produksi. Volume gas yang besar memungkinkan untuk terjadinya pengurangan tekanan reservoir lebih cepat, bersamaan dengan pembentukan harga pemisah yang berlebih pada fasilitas produksi permukaan oleh volume air yang besar. Bagian perforasi tertentu mungkin harus ditutup dengan pemompaan suspensi semen, sehingga volume gas dan air dapat dikurangi dengan penyemenan dibagian atas dan bawah perforasi secara berurutan.

Menurut Smith D,K 1991 aplikasi pokok untuk squeeze cementing antara lain :

1. Mengisi saluran perforasi atau saluran dibelakang casing dengan semen untuk memperoleh kerapatan antara casing dan formasi.

2. Untuk mengontrol GOR yang tinggi.

3. Untuk mengontrol air atau gas yang berlebihan.

4. Untuk memperbaiki kerusakan casing.

5. Menutup zona lost circulation yang terjadi pada saat pemboran berlangsung.

6. Untuk melindungi zona produksi dari migrasi fluida.

7. Untuk mengisolasi zona produksi secara menyeluruh dan permanen.

8. Memperbaiki pekerjaan primary cementing yang rusak.

9. Mencegah migrasi fluida dari zona-zona atau sumur-sumur yang ditinggalkan (abandoned).

Ada empat metode squeeze cementing yang saat ini digunakan, yaitu bradenhead methods, packer squeeze methods, balanced plug methods, dan dump bailer methods.

a) Bradenhead Method

Dalam metode ini drill pipe (tubing) diturunkan hingga berada tepat diatas perforasi (atau zona) yang akan mendapatkan squeezed off. Kemudian semen ditempatkan guna menutupi zona tersebut. Pipe rams lalu ditutup dan diterapkan tekanan hasil perhitungan dari permukaan guna melakukan squeeze off terhadap perforasi tersebut.

b) Packer Squeeze Method

Pada metode ini retrievable packer atau retainer packer diturunkan hingga berada tepat diatas zona yang akan di squeezed off. Retrievable packer, ditempatkan pada pipa bor. Retainer packer dijalankan dengan wire line dan diset dengan special setting kit. Jika volume total semen telah di squeezed off, maka semen berlebih harus dipompakan kembali sehingga tidak akan menyemen pipa bor.

c) Hesitation Squeeze

Metode ini secara khusus digunakan pada zona dengan permeabilitas rendah. Sebuah pipa bor digunakan dalam menempatkan semen sepanjang zone of interest dan bubur semen dipompa dan dihesitasi.

d) Plugging-back Operation

Operasi ini meliputi penempatan semen plug sepanjang zona yang akan di plug off. Kegunaan dari plug semen antara lain untuk :

1. Meninggalkan lower depleted zones.

2. Plug off atau meninggalkan seluruh sumur atau sebagian dari sebuah open hole

3. Menutup zona lost circulation pada open hole.

e) Balanced Plug Method

Pada metode ini hanya digunakan pipa bor. Pre-flush dipompakan sebelum semen dan lalu diikuti oleh fluida pembatas (spacer). Prinsipnya adalah menempatkan kolom semen pada pipa bor yang tingginya harus sama dengan yang terdapat pada annulus.

3.1.1.Komposisi Kimia Semen Perminyakan

Menurut Rudi Rubiandini,2012 Material penyemenan yang biasa digunakan dalam industri perminyakan adalah Semen Portland, dikembangkan oleh joseph aspdin pada tahun 1824. Semen ini dibuat dari bahan dasar calcareous, seperti limestone dan argillaceous seperti clay, shale, slate yang diproses pada rotary kiln dengan temperatur 2000 oF 2600 oF (1093,3 oC 1426,7 oC). Material yang keluar dari rotary kiln setelah pemanasan disebut dengan cement clinker. Clinker ini disalurkan ke pendingin dengan udara. Kemudian semen ini dihancurkan dan ditambahkan gypsum untuk memperlambat pengerasan dan menaikkan strength.

Semen yang biasanya digunakan dalam industri perminyakan adalah semen Portland. Disebut Portland karena mula mula bahannya didapat dari pulau Portand Inggris. Semen Portland ini termasuk seen hidrolis dalam arti akan mengeras bila bercampur dengan air. Semen Portland terbuat dari bahanbahan mentah tertentu, pemilihan bahanbahan mentah tersebut sangat bepengaruh terhadap komposisi bubuk semen yang diinginkan (Rudi Rubiandini, 2012).

Menurut Rudi Rubiandini,2012 pada bukunya teknik operasi pemboran dijelaskan Ada 2 macam bahan mentah yang dibutuhkan dalam menghasilkan semen portland,yaitu :

a. Material Calcareous

Material ini berisi kalsium karbonat dan kalsium oksida yang terdiri dari limestone dan batuan semen. Limestone adalah batuan yang terbentuk dari sebagian besar zat zat organik sisa (seperti kerang laut atau koral) yang terakumulasi. Limestone ini merupakan komponen dasar dari kalsium karbonat. Batu semen adalah batuan yang komposisinya serupa dengan semen batuan. Kapur adalah limestone kekuning- kuningan atau abu abu dan halus yang sebagian besar berasal dari kerang kerang laut. Marl atau tanah kapur adalah tanah yang rapuh dan mengandung bahanbahan pokok kalsium karbonat.

b. Material Argilaceous

Clay adalah bahan yang bersifat plastis bila basah dan keras bila dipanaskan. Terdiri dari sebagian besar aluminium silikat dan mineral lainnya. Shale adalah batuan fosil yang terbentuk dari gabungan clay, lumpur dan silt (endapan lumpur). Slate adalah batuan padat yang berbutir baik, yang dihasilkan dari pemampatan clay, shale dan batuan lainya. Ash (abu) merupakan produk pembakaran batubara.

Suspensi semen yang digunakan pada waktu operasi penyemenan sumur pemboran minyak dan gas bumi terdiri atas komponen dasar dan komponen tambahan. Komponen dasarnya adalah Semen Portland, sedangkan komponen tambahannya adalah salah satu atau beberapa macam additive untuk memenuhi kebutuhan berbagai macam kondisi sumur. Semen Portland mempunyai empat komponen mineral utama, yaitu:

a) Tricalcium silicate (C3S)

Tricalcium silicate (3CaO.SiO2) dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2, komponen ini merupakan terbanyak dalam Semen Portland, sekitar 40 45 % untuk semen yang lambat proses pengerasannya dan sekitar 60 65 % untuk semen yang cepat proses pengerasannya (high-early strength cement). Komponen C3S pada semen memberikan strength yang besar pada awal pengerasan.

b) Dicalcium silicate (C2S)

Dicalcium silicate (2CaO.SiO2) dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2. Komponen ini sangat penting dalam memberikan kekuatan pada akhir pengerasan. Karena C2S ini menghidrasinya lambat maka tidak berpengaruh dalam setting time semen, akan tetapi sangat menentukan dalam kekuatan semen lanjut. Kadar C2S dalam semen tidak lebih 20%.

c) Tricalcium aluminate (C3A)

Tricalcium aluminate (3CaO.Al2O3) terbentuk dari reaksi antara CaO dan Al2O3. Walaupun kadarnya lebih kecil dari komponen silikat (sekitar 15 % untuk high-early strength cement dan sekitar 3 % untuk semen yang tahan terhadap sulfat), namun berpengaruh pada reologi suspensi semen dan membantu proses pengerasan awal pada semen.

d) Tetracalcium aluminoferrite (C3AF)

Tetracalcium aluminoferrite (4CaO.Al2O3Fe2O3) terbentuk dari reaksi antara CaO, Al2O3, Fe2O3. Komponen ini hanya sedikit pengaruhnya pada strength semen. API menjelaskan bahwa kadar C4AF ditambah dengan dua kali kadar C3A tidak boleh lebih dari 24 % untuk semen yang tahan terhadap kandungan sulfat yang tinggi.

3.1.2.Zat Zat Adittive Semen (Cement Additives)

Sifat semen yang digunakan dalam dunia perminyakan sangatlah beragam. Hal ini disebabkan semen semen tersebut dibuat sedemikan rupa untuk memenuhi kebutuhan yang beragam pada kondisi sumur, seperti kedalaman, temperatur, dan tekanan (Nelson E,B, 1990)

Perbaikan sifat semen dari sifat standarnya dipengaruhi oleh jenis serta persentase additive yang ditambahkan. Dengan adanya additive ini maka akan terbentuk semen semen khusus ,yaitu semen yang di desain sedemikian rupa sehingga mampu menghadapi kondisi ekstrim tertentu (Nelson E,B, 1990)

Menurut Nelson E,B, 1990 additive digunakan untuk memberi variasi yang lebih luas pada sifat-sifat semen, seperti :

1. Menaikan atau menurunkan berat jenis semen

2. Mempercepat atau memperlambat waktu pengerasan semen.

3. Menaikkan volume atau mengurangi biaya.

4. Mencegah loss sirkulasi.

5. Menaikkan kekuatan semen.

6. Menambah atau menaikkan sifat tahan lama (durability).

Additive memiliki beberapa macam jenis, antara lain :

a. Extender

Extender adalah additive yang berfungsi untuk menaikan volume suspensi semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi semen tersebut. Pada umumnya penambahan extender diikuti juga dengan penambahan air. Adapun yang termasuk extender, antara lain bentonite, pozzolan dan sodium silikat.

Bentonite bersifat banyak mengisap air, sehingga volume suspensi semen bias menjadi 10 kalinya. API merekomendasikan bahwa untuk setiap penambahan bentonite harus ditambahkan pula 5,3 air (BWOC), yang berlaku untuk seluruh kelas semen. Pengaruh lain dari penambahan bentonite adalah yield semen naik, kualitas perforasi lebih baik, compressive strength menurun, permeabilitas naik, viscositas naik dan biaya lebih murah.

Pozzolan terbentuk dari material material seperti aluminium dan silica yang bereaksi dengan kalsium hidroksida.Ada dua jenis pozzzolan alam seperti diatomaceous earth dan pozzolan buatan seperti fly ashes. Diatomaceous earth sebagai extender tidak memperbesar viskositas suspensi semen dan harganya cukup mahal. Sedangkan, fly ashes dapat mempercepat naiknya compressive strength serta harganya sangat murah.

Sodium silikat dengan kadar 0,2 3 % BWOC (by weight on cemen) dapat menurunkan densitas suspense semen dari 14,5 ppg menjadi 11 ppg. Dan umumnya dengan bertambahnya kadar sodium silikat tersebut, maka compressive strength semen menurun (George O, Suman and Richard C, Ellis, 1977)

b. Retarder

Retarder adalah additive yang dapat memperlambat pengerasan suspensi semen, sehingga suspensi semen mempunyai waktu yang cukup untuk mencapai kedalaman pada target yang telah direncanakan. Retarder umumnya digunakan pada sumur sumur dalam, sumur bertemperatur tinggi. Sumur sumur dalam dengan temperatur tinggi mempercepat proses pengerasan bubur semen. Additive yang termasuk retarder antara lain lignosulfanate, senyawa-senyawa asam organik dan carbocymethil hydroxyethil sellulose (George O, Suman and Richard C, Ellis, 1977).

c. Accelerator

Accelerator adalah additive yang dapat mempercepat proses pengerasan suspensi semen. Selain itu juga dapat mempercepat naiknya strength semen dan mengimbangi additive lain (dispersant dan fluid loss control agent), agar tidak menunda proses pengerasan suspensi semennya

Pada sumur-sumur yang dangkal sering kali menggunakan accelerator, karena selain tekanan dan temperatur rendah, juga karena jarak untuk mencapai target tidak terlalu panjang. Additive yang termasuk accelerator, antara lain kalsium klorida, sodium klorida, sodium silikat dan air laut (George O, Suman and Richard C, Ellis, 1977).

d. Dispersant

Dispersant adalah additive yang dapat mengurangi viskositas suspensi semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena dispersant mempunyai kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen menjadi encer, sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulen walaupun dipompa dengan laju pemompaan yang rendah. Additive yang termasuk dispersant, antara lain polymer, sodium klorida dan kalsium lignosulfonate.

e. Fluid Loss Control Agent

Fluid loss control agent adalah additive yang berfugsi mencegah hilangnya fasa liquid semen ke dalam formasi, sehingga terjaga kandungan cairan pada suspensi semen. Additive yang termasuk dalam fluid loss control agent, antara lain polymer dan latex.

Pada primary Cementing, fluid loss yang diijinkan sekitar 150 250 cc yang diukur selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan pada tekanan 1000 psi.Sedangkan pada squeeze cementing , fluid loss yang diijinkan sekitar 55 65 cc selama 30 menit dengan menggunakan saringan ukuran 325 mesh dan pada tekanan 1000 psi. Namun, fluid loss diusahakan tidak terjadi pada suspensi semen dengan cara menambahkan aditive aditive fluid loss control (George O, Suman and Richard C, Ellis, 1977).

f. Loss Circulation Additive

Loss circulation additive merupakan additive yang mengontrol hilangnya suspensi semen ke dalam formasi yang bergoa. Additive yang termasuk dalam loss circulation additive, antara lain gilsonite, perlit, wulnute, sheels, coal, cellophane dan nylon (George O, Suman and Richard C, Ellis, 1977).

g. Anti Foam

Adanya Foam atau terbentuknya gelembung dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya tekanan pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan anti foam agent. Additive yang sering digunakan dalam anti foam adalah Polypropylene karena selain efektif juga murah.

h. Material Pemberat (Weighting Agent)

Weighting agent adalah additive yang berfungsi menaikkan densitas suspensi semen. Umumnya Weighting agent digunakan untuk penyemenan sumur-sumur yang menembus formasi yang bertekanan tinggi. Additive yang termasuk dalam weighting agent, antara lain hematite, ilmenite, barite dan pasir. Pada (Tabel 3.1), dibawah ini dapat dilihat sifat fisik weighting agent terhadap suspensi semen (George O, Suman and Richard C, Ellis, 1977).

Tabel 3.1 Sifat Fisik Weighting Agents Untuk Suspensi Semen (Sumber : George O, Suman and Richard C, Ellis, 1977)

Material

Spesific Gravity

Absolute Volume (gal/lb)

Color

Additional Water Requirement (gal/lb)

Ilmenite

Hematite

Barite

4.45

4.95

4.33

0.027

0.024

0.028

Black

Red

White

0.00

0.0023

0.0024

3.2. Sifat Sifat Suspensi Semen

Dalam pembuatan bubur semen, bubur semen yang dibuat harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dilakukan penyemenan. Sifat-sifat bubur semen yang dimaksud adalah, sebagai berikut : densitas, thickening time dan viskositas, Water Cement Ratio (WCR), Waiting Of Cement (WOC), Filtration Loss, compressive strength dan shear strength, Plastic viscosity dan yield Point, Permeabilitas serta Sulfate Resistant.

1) Densitas

Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah berat bubuk semen, air pencampur dan additive terhadap jumlah volume bubuk semen, air pencampur dan additive.

Pengukuran densitas suspensi semen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

a

w

bk

a

w

bk

bs

V

V

V

G

G

G

D

+

+

+

+

=

..(3.1)

Dimana :

Dbs= Densitas suspensi semen, ppg

Gbk= Berat bubuk semen, lb

Gw= Berat air, lb

Ga= Berat additive, lb

Vbk= Volume bubuk semen, lb

Vw= Volume air, lb

Va= Volume additive, lb

Densitas suspensi semen sangat berpengaruh pada tekanan hidrostatis di dalam sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan tekanan suspensi semen ini, maka akan menyebabkan formasi pecah, sehingga mengakibatkan loss circulation. Untuk mengurangi densitas suspensi semen dapat ditambahkan clay, zat-zat kimia silika jenis extender atau bahan-bahan yang dapat memperbesar volume suspensi semen. Untuh memperbesar suspensi semen dapat ditambahkan material-material pemberat ke dalam suspensi semen, seperti barite (Rudi Rubiandini, 2012)

2) Thickening Time

Menurut Paxson J, 1982 Thickening time merupakan waktu yang diperlukan oleh semen untuk mencapai harga consistency 100 poise atau 100 Uc (Unit of consistency). Nilai 100 Uc dianggap sebagai batas maksimum semen bisa (masih dapat) dipompakan karena semen yang ada didalam sumur airnya semakin naik. Harga konsistensi yang dinyatakan dalam Uc sebenarnya merupakan harga viskositas dari suspensi semen yang diukur dengan alat consistometer.

Besar tickening time yang diperlukan tergantung dari kedalaman penyemenan, volume bubur semen yang akan dipompakan serta jenis penyemenannya. Umumnya thickening time adalah 3 3,5 jam untuk penyemenan dengan kedalaman 6000 18000 ft. waktu tersebut termasuk waktu pembuatan bubur semen sampai penempatan semen di belakang casing ditambah harga safety factor, sedangkan pada penyemenan yang lebih dalam dimana tekanan dan temperatur akan semakin tinggi sehingga diperlukan additive-additive untuk memperlambat pengerasan thickening time-nya (retarded).

Pada sumur sumur yang dangkal maka diperlukan thickening time yang tidak lama, karena selain target yang akan dicapai tidak terlalu panjang juga untuk mempersingkat waktu. Untuk mempersingkat thickening time maka dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen. Adapun hubungan antara pumpbility dan temperatur dapat dilihat pada (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Penurunan Thickening Time Akibat Naiknya Temperatur (Sumber : Rudi Rubiandini, 2012)

Untuk memperpanjang thickening time perlu ditambahkan retarded ke dalam suspensi semen, seperti kalsium lignosulfonat, carboxymethil hydroxithil cellulose dan senyawa-senyawa asam organik. Untuk memperpendek thickening time dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen, seperti kalsium klorida sodium klorida, gypsum, sodium silikat, air laut dan additive yang tergolong dalam dispersant.

Untuk menentukan thickening time dapat dicari dengan terlebih dahulu menentukan volume semen yang akan dipompa dan kemampuan pompa mengalirkan bubur semen (rate pompa). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

Q

Vc

pumpbility

=

(3.2)

Dimana :

Vc= Volume semen, bbl

Q= Rate pompa, bpm

3) Waiting On Cement (WOC)

Waiting on cement atau waktu menunggu pengerasan suspensi semen adalah waktu yang `dihitung saat menunggu pengerasan suspensi semen setelah semen selesai ditempatkan pada sumur. Untuk mempercepat WOC maka perlu ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen. Hal ini sering digunakan untuk penyemenan yang tidak terlalu panjang. Sedangkan, untuk memperlambat WOC, maka ditambahkan retarder ke dalam suspensi semen. Penambahan retarder ini digunakan apabila akan melakukan penyemenan terhadap sumur sumur yang dalam, sumur sumur yang bertemperatur tinggi dan untuk target penyemenan yang panjang. Waiting On Cement ditentukan oleh faktor-faktor, seperti tekanan dan temperatur sumur, WCR, compressive strength dan additive-additive yang dicampur ke dalam suspensi semen (accelerator dan retarded), pada umumnya diambil angka sekitar 24 jam (Paxson J, 1982)

4) Water Cement Ratio (WCR)

Menurut Paxson J, 1982 water cement ratio adalah perbandingan antara volume air dan semen yang dicampurkan untuk mendapatkan sifat bubur semen yang diinginkan. Pencampuran air tidak boleh kurang atau lebih, hal ini akan berpengaruh terhadap baik-buruknya ikatan semen nantinya

Batasan jumlah air dalam semen didefinisikan sebagai kadar minimum air dan kadar maksimum air,yaitu :

a. Kadar Minimum Air

Kadar minimum air adalah jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan konsistensi suspensi semen lebih dari 30 UC. Bila air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar minimunya, maka akan terjadi gesekan yang cukup besar di annulus sewaktu suspensi semen di pompakan dan juga akan menaikan tekanan anulus.

b. Kadar Maksimum Air

Kadar Maksimum Air dicari sebagai berikut : diambil sebuah tabung yang berisi suspensi semen sebanyak 250 ml , kemudian didiamkan selama 2 jam sehingga terjadi air bebas di atas tabung. Air bebas tidak boleh lebih dari 3,5 ml. Bila air bebas yang terjadi melebihi 3,5 ml maka akan terjadi pori pori pada semen. Dan ini mengakibatkan semen mempunyai permeabilitas yang besar.

Jadi, kadar air yang terdapat dalam suspensi semen harus berada antara kadar minimum dan kadar maksimum. Untuk lebih jelas kadar minimum dan kadar maksimum kadar air dapat dilihat pada (Tabel 3.2)

Tabel 3.2 Kebutuhan Air Untuk Berbagai Kelas Semen Menurut API (Sumber : Rudi Rubiandini,2012)

Kelas Semen

Air (%)

BWOC

Water

(gal/sack)

(L/sack)

A dan B

46

5,19

19,6

C

56

6,32

23,9

D, E, F,H

38

4,29

16,2

G

44

4,97

18,8

5) Filtration Loss

Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dalam suspensi semen ke dalam formasi permeable yang dilaluinya, disebut filtrat. Filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak, karena akan membuat suspensi semen kekurangan air yang disebut flash-set. Bila suspensi semen mengalami flash-set, maka akibatnya akan sama dengan jumlah air yang dicampur dalam suspensi semen jumlahnya sedikit, sehingga friksi pada annulus akan naik, pressure loss naik dan tekanan bubur semen di annulus juga naik. Bila hal ini terjadi, maka formasi akan rekah (Paxson J, 1982)

6) Compressive Strength dan Shear Strength

Strength pada semen terbagi menjadi dua, yaitu compressive strength dan shear strength. Compressive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun casing, sedangkan shear strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan berat casing. Jadi, compressive strength menahan tekanan-tekanan dari arah horinzontal dan shear strength Menahan tekanan dari arah vertikal.

Compressive strength minimum direkomendasikan API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran adalah 6,7 MPa (1000 psi), sedangkan shear strength dari semen yang baik adalah tidak kurang dari 100 psi, sehingga casing dapat terikat dengan kokoh. Kapasitas daya dukung semen terhadap casing di dalam lubang bor, dinyatakan :

F = 0,969 . Sc . d . H(3.3)

Dimana :

F= Daya dukung semen atau beban rekah, lb

Sc= Compressive strength, psi

d= Diameter lubang casing, in

H= Tinggi kolom semen, ft

Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan, maka strength semen harus :

1. Melindungi dan menyokong casing.

2. Menahan tekanan hidrolik yang tinggi tanpa terjadi perekahan.

3. Menahan goncangan selama operasi pemboran dan perforasi.

4. Menyekat lubang dari fluida formasi yang korosif.

5. Menyekat antar lapisan yang permeable.

Umumnya compressive strength mempunyai harga 8-10 kali lebih dari harga shear strength (Cristopher T, Franklin, 1994).

7) Plastic viscosity dan yield Point

Menurut Rudi Rubiandini, 2012 Plastic Viscosity adalah bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik. Sedangkan yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan muatan pada permukaan partikel yang didespersikan fasa fluida. Pengujian Plastic Viscosity dan yield point bubur semen di laboratorium menggunakan alat rheometer atau Vann Viscometer. Untuk menghitung Plastic viscosity dan yield Point menggunakan persamaan sebagai berikut :

Pv = 1,5 (C300 C100) ........................................ (3.4)

YP= C300 Pv ..................................................... (3.5)

Dimana:

Pv= Plastic viscosity

YP= Yield Point

C300= Pembacaan alat pada 300 rpm

C100= Pembacaan alat pada 100 rpm

8) Permeabilitas Semen

Permeabilitis diukur pada semen yang mengeras dan bermakna sama dengan permeabilitas pada batuan formasi, yang berarti kemampuan untuk mengalirkan fluida. Semakin besar permeabilitas semen maka akan semakin banyak fluida yang dapat melalui semen tersebut dan begitu juga sebaliknya. Dari hasil proses penyemenan, permeabilitas yang diinginkan adalah tidak sama sekali atau sekecil mungkin. Karena bila permeabilitas besar akan menyebabkan terjadinya kontak fluida antara formasi dengan annulus dan juga strength semen akan berkurang. Bertambahnya permeabilitas semen dapat disebabkan karena air pencampur terlalu banyak, karena kelebihan additive atau pun karena temperatur formasi yang tinggi. Perhitungan permeabilitas semen dapat menggunakan Cement permeameter dengan menggunakan sampel. Permeabilitas diukur dengan menggunakan laju air yang melalui luas permukaan sampel yang diberi perbedaan tekanan sepanjang sampel tersebut. Perhitungan nilai permeabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Darcy, sebagai berikut :

dP

A

L

Q

K

.

m

=

..(3.6)

Dimana :

K= Permeabilitas, mD

Q= Laju alir, ml/s

= Viskositas, cp

L= Panajang sampel, cm

A= Luas permukaan penampang sampel, cm2

dP= Perbedaan tekanan, psi

9) Sulfate Resistant

Terkadang formasi mengandung cairan-cairan yang dapat merusak, seperti Na2SO4, MgSO4 dan MgCl2. Hal ini menyebabkan semen akan lunak bila terkena cairan-cairan di atas sehingga akan mengakibatkan semen tidak berfungsi dalam menahan cairan formasi menuju casing yang menyebabkan casing berkarat.

3.3. Klasifikasi Semen

Berdasarkan American Petroleum Index (API) semen terdiri dari kelas A, kelas B, kelas C, kelas D, kelas E, kelas F, kelas G dan kelas H, dapat dilihat pada (Tabel 3.3). Adapun penjelasan masing - masing adalah, sebagai berikut :

1. Kelas A

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman dari permukaan sampai 6000 ft dengan suhu 80 oC. Tersedia hanya dalam tipe ordinary (O).

2. Kelas B

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman dari permukaan sampai 6000 ft dengan suhu dengan suhu 80 oC dengan kondisi banyak mengandung sulfat. Tersedia hanya dalam tipe ordinary (O), dan moderate sulfate resistant (MSR).

3. Kelas C

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman dari permukaan sampai 6000 ft dengan suhu dengan suhu 80 oC dengan kondisi dimana diperlukan pengerasan yang cepat. Tersedia hanya dalam tipe ordinary (O), dan moderate sulfate resistant (MSR) dan high sulfate resistant (HSR).

4. Kelas D

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman dari 10000 ft sampai 14000 ft dengan kondisi tekanan dan suhu yang agak tinggi antara suhu 80 130 oC. moderate sulfate resistant (MSR) dan high sulfate resistant (HSR).

5. Kelas E

Digunakan untuk tekanan pada kedalaman dari 10000 ft sampai 14000 ft

dengan kondisi tekanan dan suhu yang tinggi antara suhu 130 145 oC. moderate sulfate resistant (MSR) dan high sulfate resistant (HSR).

6. Kelas F

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman dari 10000 ft sampai 16000 ft dengan kondisi tekanan dan suhu yang tinggi antara suhu 130 160 oC. moderate sulfate resistant (MSR) dan high sulfate resistant (HSR).

7. Kelas G

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft dengan suhu dengan suhu 90 oC. bila ditambah dengan aditif, maka semen kelas ini dapat digunakan pada tekanan dan suhu yang lebih tinggi. moderate sulfate resistant (MSR) dan high sulfate resistant (HSR).

8. Kelas H

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman dari permukaan sampai 8000 ft dengan suhu dengan suhu 95 oC. moderate sulfate resistant (MSR) dan high sulfate resistant (HSR).

Tabel 3.3 Klasifikasi Semen Berdasarkan API

API Class

Mixing Water

Gals/Sk

Slurry Water

Lb/Gals

Well Depth (A)

Feet

Static

Temp-oF

A

5.2

15.6

0-6000

80-170

B

5.2

15.6

0-6000

80-170

C

6.3

14.8

0-6000

80-170

D

4.3

16.4

10000-14000

170-230

E

4.3

16.4

10000-14000

170-290

F

4.3

16.4

10000-16000

230-320

G

5.0

15.8

0-8000

80-200

H

4.3

16.4

0-8000

80-200

(A) Kedalaman Berdasarkan Daftar Simulasi Sumur Casing API

Pada pelaksanaan penyemenan dilapangan BKB 203 digunakan jenis semen kelas G. Penggunaan ini didasarkan pada ketahanan semen tersebut pada saat penambahan additive. Pada penyemenan squeeze di sumur BKB 203 adalah kelas G dan dapat terlihat pada ( Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Semen Kelas G

3.4. Peralatan Penyemenan (Cementing Equipment)

Pada Proses Penyemenan digunakan peralatan peralatan khusus dari proses pencampuran semen sampai proses semen tersebut dipompakan. Peralatan Penyemenan pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu peralatan diatas permukaaan dan peralatan dibawah permukaan.

3.4.1 Peralatan Diatas Permukaan (Surface Equipment)

Peralatan Penyemenan diatas permukaan meliputi Cementing Unit, Flow line, Cementing Head, dan Rig

1. Cementing Unit

Cementing unit merupakan unit pompa yang mempunyai fungsi untuk memompakan bubur semen (slurry) dan Lumpur pendorong dalam proses penyemenan (displacement). Adapun peralatan Cementing Unit dapat dilihat pada (Gambar 3.3)

(a) (b)

Gambar 3.3 (a) Cement Mixer dan (b) Cementing Unit

Cementing unit terdiri atas :

a) Cement mixer, berfungsi untuk mengaduk semen kering dan air yang ditempatkan bersama dalam hopper, sehingga akan menghasilkan bubur semen yang benar-benar homogen.

b) Tangki semen, berfungsi untuk menyimpan semen kering.

c) Hopper, berfungsi untuk mengatur aliran dari semen kering agar merata.

d) Motor penggerak pompa dan pompa, berfungsi untuk memompa slurry.

2. Flow Line

Flow line (Gambar 3.4) merupakan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan bubur semen yang dipompakan dari cementing unit ke cementing head.

Gambar 3.4 Flow Line

3. Rig

Rig merupakan alat penunjang pada proses penyemenan. Pada penyemenan squeeze pada sumur BKB 203 PT. Benakat Barat Petroleum ini menggunakan jenis Land Rig yang dapat dilihat pada (Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Rig (Land Rig)

4. Cementing Head

Cementing head atau plug container adalah alat untuk menempatkan bottom plug dan top plug, yang terpasang di bagian atas casing. Cementing head juga merupakan komponen yang digunakan untuk mengatur aliran slurry yang masuk ke lubang bor.

5. Monitor Kendali dan Sistem Pengatur Penyemenan

Monitor Kendali dan Sistem Pengaturan Penyemenan (Gambar 3.6) berfungsi untuk mengendalikan volume semen, water ahead, water behind dan brine water yang akan dipompakan ke dalam sumur.

Gambar 3.6 Monitor dan Pengatur Penyemenan

3.4.2. Peralatan Dibawah Permukaan (Subsurface Equipment)

Peralatan Penyemenan dibawah permukaan meliputi :

1. Casing

Casing merupakan pipa selubung yang berfungsi untuk :

a. Melindungi lubang bor dari pengaruh fluida formasi dan tekanan-tekanan sekitarnya.

b. Melindungi lubang bor dari keguguran (sloughing).

c. Memisahkan formasi produktif satu dengan yang lain.

d. Bersama-sama semen memperkuat dinding lubang bor serta mempermudah operasi produksi nantinya.

Adapun untuk jenis jenis casing, antara lain :

a. Conductor Casing

b. Intermediate Casing

c. Production Casing

2. Tubing

Dalam penyemenan squeeze, tubing berfungsi sebagai media pengaliran semen sampai pada lapisan yang akan ditutup. Ukuran tubing sangat dibutuhkan untuk merencanakan volume semen slurry yang dibutuhkan dalam penyemenan squeeze.

3.5 Penentuan Volume Semen Pada Squeeze Cementing

Menurut Rudi Rubiandini, 2012 Untuk melakukan kalkulasi terhadap perhitungan volume semen, maka dapat digunakan rumus rumus yang antara lain :

1. Rumus volume kapasitas Casing

Rumus yang digunakan untuk menghitung kapasitas Casing, adalah :

)

/

(

4

,

1029

)

/

(

2

ft

bbl

ID

ft

bbl

Kapasitas

=

Dimana :

ID= diameter luar dari casing dalam (inner pipe), inch

2. Rumus Volume Kapasitas Tubing

Rumus yang digunakan untuk menghitung kapasitas Tubing, adalah

)

/

(

4

,

1029

)

/

(

2

ft

bbl

ID

ft

bbl

Kapasitas

=

Dimana :

ID= diameter luar dari tubing dalam (inner pipe), inch

3. Kapasitas Anulus

Rumus yang digunakan untuk menghitung kapasitas Anulus, adalah :

Kapasitas annulus (bbl/ft) =

Dimana :

Casing ID : Casing Inside Diameter (inch)

Tubing OD : Tubing Outside Diameter (inch)

4. Menghitung Volume Casing dengan menggunakan persamaan :

Volume Casing = Top perforation - EOT x Kapasitas Casing

Dimana :

Top Perforation = perforasi atas

EOT= End of Tubing

5. Menghitung Volume Squeeze Job Menggunakan Persamaan :

Volume Squeeze=

6. Menghitung Volume air yang diperlukan dalam Squeeze Cementing :

Volume Air(bbl) = Banyaknya Semen(sak) x Fresh water (gps)

7. Menghitung volume campuran fluida yang diperlukan,adalah :

Volume = Banyak semen (sak) x Konsentrasi campuran fluida (gps)

8. Menghitung Volume additive yang diperlukan,yaitu :

Volume = banyaknya semen (sak) x Volume Additive yang diperlukan

9. Water ratio = Banyak semen yang dipakai (sack) x drill water (gal/sack)

42 (gal/bbl)

10. Mixing ratio= Banyak semen yang dipakai (sack) x mix fluid concentration (gal/sack)

42 (gal/bbl)

11. Height of cement = End Of Tubing Top of Perforasi

12. Lenght of water ahead= top of cement before POOH top of water ahead

13. Volume water ahead= (lenght of water ahead x kapasitas anulus) x 3,281 ft/m

14. Volume water behind= (lenght of water ahead x kapasitas tubing) x 3,281 ft/m

15. Volume spacer= volume water ahead + volume water behind

16. Total displacement= top of water ahead x kapasitas tubing x 3,281 ft/m

10 Universitas Sriwijaya

Universitas Sriwijaya

_1492488587.unknown
_1492488589.unknown
_1492488590.unknown
_1492488588.unknown
_1492488584.unknown