36
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Landasan Teori II.1.1. Pengertian Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) efektif berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, manjur atau mujarab, ada efeknya (akibat, pengaruhnya, kesannya). Dalam bahasa inggris ialah Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai. Mendefinisikan dan mengukur efektivitas, khususnya dalam lingkup sumber daya manusia tidaklah langsung terlihat seperti bidang lain yang dapat diukur secara kuantitatif, tetapi ini tetap dapat dilakukan. Secara singkat, Robert L. Mathis dan John H. Jackson berpendapat bahwa efektivitas adalah tujuan yang dapat dicapai. Musanef dalam bukunya Manajemen Kepegawaian di Indonesia (1996:22) mengemukakan pendapatnya yaitu: “yang dimaksud efektif adalah dapat diselesaikan tepat waktunya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.”

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Landasan Teori II.1.1 ...repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2079/BAB II-gg.pdf · organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik

  • Upload
    vanmien

  • View
    223

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori

II.1.1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek,

pengaruh atau akibat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) efektif

berarti dapat membawa hasil, berhasil guna, manjur atau mujarab, ada efeknya

(akibat, pengaruhnya, kesannya).

Dalam bahasa inggris ialah Effective yang berarti berhasil, tepat atau

manjur. Dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan

antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan derajat kesesuaian

antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai.

Mendefinisikan dan mengukur efektivitas, khususnya dalam lingkup

sumber daya manusia tidaklah langsung terlihat seperti bidang lain yang dapat

diukur secara kuantitatif, tetapi ini tetap dapat dilakukan. Secara singkat, Robert

L. Mathis dan John H. Jackson berpendapat bahwa efektivitas adalah tujuan

yang dapat dicapai.

Musanef dalam bukunya Manajemen Kepegawaian di Indonesia

(1996:22) mengemukakan pendapatnya yaitu: “yang dimaksud efektif adalah

dapat diselesaikan tepat waktunya sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan.”

9

Beberapa papkar lain juga menjelaskan tentang efektivitas antara lain:

Sumanth (dalam Darsono & Siswandoko, Tjatjuk.2011:196) menjelaskan bahwa

efektifitas adalah seberapa baik tujuan yang dapat dicapai, merupakan prestasi

yang dicapai dibandingkan dengan yang mungkin dicapai, dengan tetap

mempertahankan mutu.

Selanjutnya menurut Stoner (dalam Darsono & Siswandoko, Tjatjuk,

2011:196) menjelaskan efektifitas adalah konsep yang luas mencakup berbagai

faktor di dalam maupun di luar organisasi, yang berhubungan dengan tingkat

keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran

organisasi.

Adapun pendapat yang dikemukakan Sedarmayanti (2001: 59) dalam

bukunya yang berjudul Sumber Daya Manusia dan Produktifitas Kerja mengenai

pengertian efektivitas yaitu:

“Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat” .

Pada dasarnya dalam memaknai efektifitas setiap orang dapat

memberikan pengertian yang berbeda sesuai sudut pandang dan kepentingan

masing-masing. Dapat disimpulkan penulis bahwa efektivitas selalu merujuk

pada efek, hasil guna dan dipandang dari sudut pencapaian tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya dan menimbulkan dampak bagi organisasi. Efektivitas

juga diartikan sebagai ukuran yang menggambarkan seberapa jauh tujuan telah

tercapai dengan memberikan hasil yang memuaskan tanpa mengabaikan mutu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa efektivitas

10

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketercapaian tujuan dengan

melibatkan seluruh komponen dengan tepat, melaksanakan program sesuai

aturan melalui rangkaian manajemen secara tepat waktu.

Selanjutnya, Richard M. Steers (1985), mengemukakan ada 4 rangkaian

variabel yang berhubungan dengan efektifitas, antara lain:

1. Ciri Organisasi

Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi tertentu

dari efektivitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur, ditemukan

bahwa meningkatnya produktivitas dan efisiensi sering merupakan hasil

dari meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran organisasi, sentralisasi

pengambilan keputusan dan formalisasi.

2. Ciri Lingkungan

Lingkungan luar dan dalam juga dinyatakan berpengaruh atas efektivitas.

Keberhasilan hubungan organisasi dengan lingkungan tampak amat

bergantung pada 3 variabel kunci yaitu: 1) Tingkat keterdugaan keadaan

lingkungan, 2) Ketepatan persepsi dan 3) Tingkat rasionalitas organisasi.

3. Ciri Pekerja

Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektivitas adalah para pekerja

itu sendiri. Karena perilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan

memperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi. Sarana

pokok untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan ini dari pekerja

adalah mengintegrasikan tujuan pribadi dengan sasaran.

4. Kebijakan dan Praktek Manajemen

Beberapa mekanisme khusus alat para manajer meningkatkan efektivitas

organisasi. Mekanisme ini meliputi penetapan strategi, pencarian dan

11

pemanfaatan sumber-sumber daya secara efisien, menciptakan

lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan

keputusan, adaptasi dan inovasi organisasi.

Sedangkan Sudarwan Danim (2004:121-122). dalam bukunya Motivasi

Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok menjelaskan beberapa variabel yang

mempengaruhi efektivitas, yaitu:

1. Variabel bebas (independent variable)

Yaitu variabel pengelola yang mempengaruhi variabel terikat yang sifatnya given

dan adapun bentuknya, sebagai berikut :

a. Struktur yaitu tentang ukuran;

b. Tugas yaitu tugas dan tingkat kesulitan;

c. Lingkungan yaitu keadaan fisik baik organisasi, tempat kerja maupun

lainnya;

d. Pemenuhan kebutuhan yaitu kebutuhan fisik organisasi, kebutuhan di

tempat kerja dan lain-lain.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Yaitu variabel yang dapat dipengaruhi atau dapat diikat oleh variabel lain dan

berikut adalah contoh dari variabel terikat, yaitu :

a. Kecepatan dan tingkat kesalahan pengertian;

b. Hasil umum yang dapat dicapai pada kurun waktu tertentu.

3. Variabel perantara (interdependent variable)

Yaitu variabel yang ditentukan oleh suatu proses individu atau organisasi yang

turut menentukan efek variabel bebas.

12

Lebih lanjut, efektif tidaknya pencapaian tujuan dapat dilihat dari

beberapa pengukuran efektivitas, seperti yang dikemukakan oleh Richard M.

Steers, dalam bukunya Efektivitas Organisasi, (1985:46-48), adalah sebagai

berikut :

1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;

2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;

3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan

kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;

4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap

biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut;

5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah

semua biaya dan kewajiban dipenuhi;

6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi

sekarang dan masa lalunya;

7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya

sepanjang waktu;

8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada

kerugian waktu;

9. Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian

tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan

perasaan memiliki;

10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu

untuk mencapai tujuan;

11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai

13

satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan

mengkoordinasikan;

12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk

mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk

mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan.

Lebih lanjut, efektif tidaknya pencapaian tujuan dapat dilihat dari

beberapa pengukuran efektivitas, seperti yang dikemukakan oleh S.P Siagian

(repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/.../1672/BAB%20II.pdf?...2) diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya

karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan

tujuannya dapat dicapai.

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi

adalah “peta jalan” yang diikuti adalah melakukan berbagai upaya dalam

mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan agar para implementer

tidak tersesat dalam mencapai tujuan.

3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap berkaitan

dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan

artinya kebijaksanaan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan

usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

4. Perencanaan yang matang pada hakekatnya berarti memutuskan

sekarang apa yang dikerjakan di masa depan.

5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu

dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab

14

apabila tidak, pelaksanaan akan kurang memiliki pedoman bertindak dan

bekerja.

6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas

adalah kemampuan bekerja secara produktif dengan sarana dan

prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan.

7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien sebagaimanapun baik suatu

program semakin didekatkan pada tujuannya.

8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat

sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas suatu program

menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.

Dari beberapa kriteria yang dipaparkan di atas maka efektifitas dapat

disederhanakan maknanya yaitu mencakup ketercapaian suatu tujuan dan waktu

yang dibutuhkan dengan memperhatikan faktor-faktor lain di sekelilingnya.

Selain itu, untuk mengukur efektivitas organisasi ada tiga (3) pendekatan

yang dapat digunakan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Martani dan Lubis,

antara lain :

1. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada

output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output)

yang sesuai dengan rencana. Sasaran yang penting diperhatikan dalam

pengukuran efektivitas dengan pengukuran ini adalah sasaran yang

sebenarnya yang diawali dengan identifikasi sasaran.

2. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas

dari input. Pendekatan ini mengutamakan adanya keberhasilan

15

organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik

yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

3. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh

mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses

internal atau mekanisme organisasi.

Dengan melihat ketiga pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa

efektifitas organisasi merupakan suatu konsep yang dapat digunakan sebagai

standar ukur keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya dimana

dalam manifestasinya diwujudkan dengan memperhatikan faktor biaya, tenaga,

waktu, sarana dan prasarana serta dengan tetap memperhatikan resiko dan

keadaan lingkungan yang dihadapi. Dalam hal ini penulis menggunakan

pendekatan proses (process approach) sebagai grand theory untuk mengukur

efektivitas penyelenggaraan diklat SPIP pada Kantor BPKP Propinsi Sulawesi

Selatan. Pendekatan proses (process approach) melihat pelaksanaan program

dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Terkait dengan

proses penyelenggaran diklat, proses internal atau mekanisme meliputi

penyelenggara diklat, tenaga pengajar, metode pembelajaran. Ditambahkan pula

anggaran dana, sarana & prasarana yang turut mendukung dalam pengukuran

efektivitas proses penyelenggaraan diklat SPIP ini.

II.1.2. Konsep Pendidikan dan Latihan

Menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 tanggal 13

September 1974, Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian

dan mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmaniah dan rohaniah,

yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, dalam

16

rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila. Sedangkan latihan adalah bagian pendidikan yang

menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di

luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relative singkat dan

metode yang lebih mengutamakan praktik daripada teori. Dalam UU No.2 Tahun

1989 disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan

peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan-latihan

bagi peranannya di masa yang akan datang”.

Menurut Edwin B. Flippo (dalam Hasibuan, 2006:69-70) mengenai

pendidikan adalah berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan

pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh. Sedangkan latihan

merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang

karyawan untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Drs. Jan Bella (dalam Hasibuan,

2006:70) bahwa pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu

merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun

manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas,

berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada

praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat dan biasanya menjawab

how. Menurut Andrew F. Sikula (dalam Hasibuan, 2006:70) latihan adalah suatu

proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang

sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan

teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu.

17

Menurut Heidjrachman & Suad Husnan (2000:77) :

Arti latihan ialah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Latihan membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan pengetrapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. pendidikan ialah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.

Menurut Oemar Hamalik (2005:10) dalam bukunya Manajemen Pelatihan

Ketenagakerjaan mengemukakan pandangannya:

Secara operasional dapat dirumuskan, bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga professional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses latihan itu merupakan serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Tiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan tertentu terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi.

Selanjutnya Bernandian dan Russel (dalam Gomes:197) mengemukakan

pendapatnya tentang pelatihan sebagai usaha untuk memperbaiki perfomansi

pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya,

atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.

Ivancevich J.M (dalam Marwansyah, 2010:154) mengemukakan

pengertiannya mengenai pelatihan dan pengembangan (diklat) sebagai proses

sistematis untuk mengubah perilaku karyawan yang diarahkan untuk mencapai

tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan

pekerjaan saat ini. Orientasinya adalah saat ini dan membantu karyawan

18

menguasai keterampilan dan kemampuan spesifik agar berhasil dalam

pekerjaan.

Mengacu pada beberapa konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan dan latihan adalah suatu proses kegiatan yang diikuti

pegawai/karyawan dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan,

keterampilan dan perilaku kerja demi tuntutan produktivitas kerja pada jabatan

yang diembannya. Sehingga jelaslah bahwa kebutuhan akan pendidikan dan

latihan bersifat urgensi dan penting pada organisasi dalam mengatasi masalah

kesenjangan yang terjadi antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja

pada diri pegawai.

II.1.3 Tujuan dan Sasaran Pendidikan dan Latihan

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun

2000 tentang pendidikan dan pelatihan, dijelaskan bahwa tujuan dan sasaran

pendidikan dan latihan adalah :

1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk

dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan

dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan

instansi.

2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu

dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi

pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat.

4. Menciptakan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas

yang baik.

19

Sasaran diklat ialah terwujudnya aparatur yang berkompetensi dalam

artian berketerampilan dan berpengetahuan untuk melakukan pekerjaan tertentu.

Menurut Oemar Hamalik (2005:16) tujuan pendidikan dan pelatihan erat

kaitannya dengan jenis pelatihan, yaitu :

1. Pelatihan induksi

Bertujuan untuk membantu tenaga kerja baru untuk melaksanakan

pekerjaannya; kepadanya diberikan informasi selengkapnya tentang

seluk beluk organisasi bersangkutan.

2. Pelatihan Kerja

Bertujuan untuk memberikan instruksi khusus dalam rangka

pelaksanaan tugas-tugas sesuai dengan jawatan dan jenis

pekerjaannya.

3. Pelatihan Pengawas

Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenai pemeriksaan,

pengawasan, dan pelatihan tenaga lainnya.

4. Pelatihan Manajemen

Bertujuan untuk memberikan latihan yang diperlukan dalam jabatan

manajemen puncak (Top Management).

5. Pengembangan Pemimpin

Bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memimpin bagi

tenaga unsur pimpinan dalam suatu organisasi/lembaga.

Secara umum pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina

tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan

20

dalam profesinya, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan

berdisiplin yang baik. Secara khusus, pelatihan bertujuan untuk :

1. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja yang memiliki

keterampilan produktif dalam rangka pelaksanaan program

organisasi di lapangan.

2. Mendidik, melatih serta membina unsur-unsur ketenagakerjaan

yang memiliki kemampuan dan hasrat belajar terus untuk

meningkatkan dirinya sebagai tenaga yang tangguh, mandiri,

professional, beretos kerja yang tinggi dan produktif.

3. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja sesuai dengan

bakat, minat, nilai dan pengalamannya masing-masing

(individual).

4. Mendidik dan melatih tenaga kerja yang memiliki derajat relevansi

yang tinggi dengan kebutuhan pembangunan.

Agar tujuan dan sasaran latihan tercapai hendaknya pelaksanaan

diklat didasarkan bahan pada prinsip-prinsip latihan (Oemar, 2005:31) sebagai

berikut :

1. Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan

pelajaran tertentu, melatih keterampilan dan penguasaan simbol-

simbol rumus. Latihan tidak dilakukan terhadap

pengertian/pemahaman, sikap, dan perhargaan.

21

2. Para peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi

kehidupannya.

3. Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh

peserta, misalnya : fakta-fakta hafalan dan keterampilan yang baru

dipelajari.

4. Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha

membaca berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahan-kesalahan

yang timbul. Latihan juga merupakan self-guidance dan

mengembangkan pemahaman dan control.

5. Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: mula-mula latihan

untuk mendapat ketepatan, selanjutnya antara keduanya dicari

keseimbangan.

6. Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang

singkat, misalnya : latihan untuk penguasaan, latihan merecall hasil

belajar.

7. Kegiatan latihan harus hidup, menarik, dan menyenangkan.

8. Latihan jangan dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan

seenaknya secara incidental.

9. Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan

yang tinggi.

10. Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat

mungkin dikurangi.

22

Sejalan dengan hal tersebut, Edgar H. Shein (dalam Justin Sirait,

2006:113) menyatakan agar efektif, pelatihan dan pengembangan harus

menggunakan prinsip belajar. Suatu proses belajar akan bisa membantu sejauh :

1. Peserta mempunyai motivasi belajar.

2. Bahan diajarkan punya makna dan hubungan dengan kebutuhan

peserta.

3. Bahan baru yang diajarkan tidak bertentangan dengan bahan ajaran

yang lalu.

4. Bahan ajaran yang baru dapat dipakai (berguna dalam praktik).

5. Ada umpan balik tentang kegagalan/keberhasilan dalam mempelajari

bahan baru.

Selain itu, Sondang Siagian juga menambahkan dalam bukunya

Manajemen Abad 21, agar mencapai sasaran suatu program pelatihan harus

dirancang dengan tujuh langkah berikut:

1. Program pelatihan disusun berdasarkan analisis kebutuhan.

2. Materi pelatihan yang benar-benar dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan

3. Penugasan peserta pelatihan. Keputusan tentang karyawan yang

ditentukan berdasarkan kepentingannya atau yang menghadapi

permasalahannya.

4. Seleksi instruktur atau pelatih. Karena materi pelatihan bersifat

spesialistik, pelatihnya pun haruslah tenaga spesialis yang memiliki

sertifikat sebagai pembuktian yang bersangkutan benar-benar

mendalami materi.

23

5. Pelatih spesialis tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan yang

mendalam tentang materi yang diajarkannya, tetapi juga dituntut

mempunyai kemampuan mengalihkan keterampilan kepada peserta

pelatihan dengan efektif. Artinya pelatih dituntut menguasai teknik

melatih yang tepat.

6. Penyelenggaraan yang efektif efisien. Seluruh program pelatihan

harus diselenggarakan berdasarkan jadwal yang ditentukan,

mencakup seluruh materi pelatihan dalam batas waktu yang telah

dialokasikan serta diikuti oleh semua peserta dengan tingkat disiplin

yang tinggi. Dengan kata lain, isi silabus dan satuan acara pelatihan

harus ditaati dengan ketat.

7. Penilaian dan umpan balik dapat dilakukan dengan berbagai cara

seperti ujian teori dan ujian praktek. Pada akhir pelatihan perlu

dilakukan penilaian hasil pelatihan yang baru saja selesai

diselenggarakan.

Berdasarkan beberapa kutipan di atas jelaslah bahwa komponen diklat

seperti widyaiswara, peserta , sarana dan prasarana saling mempengaruhi untuk

tercapainya tujuan dan sasaran diklat sehingga seyogyanya dalam

pelaksanaannya dapat memperhatikan prinsip-prinsip tersebut.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2001 tentang

Pendidikan dan latihan jabatan, jenis diklat antara lain :

1. Diklat prajabatan

Diklat prajabatan merupakan syarat pengangkatan CPNS menjadi

PNS. Diklat prajabatan ini terdiri dari :

24

a. Diklat prajabatan golongan I untuk menjadi PNS golongan I;

b. Diklat prajabatan golongan II untuk menjadi PNS golongan II;

c. Diklat prajabatan golongan III untuk menjadi PNS golongan III.

2. Diklat dalam jabatan

Diklat dalam jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap PNS agar dapat

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan

dengan sebaik-baiknya. Diklat ini terdiri dari :

a. Diklat kepemimpinan

Diklat kepemimpinan yang disebut juga Diklatpim dilaksanakan

untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan

aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan

stuktural, terdiri dari :

Diklatpim tingkat IV adalah diklatpim untuk jabatan structural

eselon IV;

Diklatpim tingkat III adalah diklatpim untuk jabatan structural

eselon III;

Diklatpim tingkat II adalah diklatpim untuk jabatan structural

eselon II;

Diklatpim tingkat I adalah diklatpim untuk jabatan structural

eselon I.

b. Diklat Fungsional

Diklat fungsional dilaksanakan untuk mencapai persyaratan

kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan

25

fungsional masing-masing. Jenis dan jenjang diklat fungsional

pada masing-masing jabatan fungsional ditentukan oleh

instansi pembinaan jabatan fungsional bersangkutan.

c. Diklat Teknis

Diklat teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan

kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas

PNS. Diklat teknis dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis

dan jenjang diklat teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang

bersangkutan. Dalam keputusan kepala LAN Nomor 304

A/IX/6/4/1995 tentang pedoman pokok penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan teknis ditegaskan bahwa : pendidikan

dan pelatihan teknis adalah salah satu jenis diklat jabatan PNS

dan merupakan bagian integral dari sistem pembinaan karier

PNS.

II.1.4. Diklat Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa SPIP adalah seperti

yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun

2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yakni proses yang integral

pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan

dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya

tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan

keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan. Penerapan SPIP yang baik dapat mendorong

26

terlaksananya reformasi birokrasi karena unsur dan sub unsur yang harus

dibangun dalam SPIP juga merupakan aspek-aspek yang harus dikembangkan

dalam reformasi birokrasi, sehingga dapat dikatakan bahwa SPIP adalah pondasi

dari reformasi birokrasi.

Tujuan diselenggarakan diklat SPIP bagi pegawai di lingkungan instansi

pemerintahan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap

perilaku peserta diklat dalam pelaksanaan dan evaluasi Sistem Pengendalian

Intern – Instansi Pemerintah (SPI-IP) sehingga pencapaian tujuan-tujuan tersebut

membuahkan manfaat yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Akan terjadi peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang

kompeten.

2. Penegakan integritas dan nilai etika.

3. Komitmen terhadap kompetensi.

4. Mempunyai integritas terhadap keseluruhan organisasi dan kesadaran

akan pengendalian.

5. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan.

6. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat.

7. Terwujudnya peran aparat intern pemerintah yang efektif.

8. Terjalinnya hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

9. Meningkatkan efektivitas dan pengawasan terhadap penyelenggaraan

pemerintah daerah.

10. Meningkatkan penanganan dan penyelesaian permasalahan di SKPD.

Adapun Materi diklat antara lain :

1. Gambaran Umum SPIP;

27

2. Implementasi Lingkungan Pengendalian;

3. Penilaian Risiko dan Kegiatan Pengendalian;

4. Informasi dan Komunikasi;

5. Pemantauan dan Pengendalian Intern.

(http://peraturan diklat spip 1.htm).

II.1.5 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang melakukan pengawasan

intern melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan

lainnya. Adapun pembinaan penyelenggaraan SPIP oleh BPKP meliputi, (1)

penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP; (2) sosialisasi SPIP; (3)

pendidikan dan pelatihan SPIP; (4) pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan (5)

peningkatan kompetensi auditor APIP.

Sebagai APIP yang bertanggung jawab langsung kepada presiden seperti

dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, BPKP berperan

mendukung akuntabilitas Presiden dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan

negara melalui fungsi :

1. Pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas

kegiatan tertentu yang meliputi (Pasal 49) :

Kegiatan yang bersifat lintas sektoral, yaitu kegiatan yang dalam

pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian

negara/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat

28

dilakukan pengawasan oleh APIP kementerian negara/lembaga,

provinsi, atau kabupaten/kota karena keterbatasan kewenangan.

Kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan

oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN),

khusus dalam rangka pelaksanaan pengawasan intern atas

kegiatan kebendaharaan umum negara, Menteri Keuangan

melakukan koordinasi kegiatan yang terkait dengan instansi

pemerintah lainnya.

Kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden.

2. Penyampaian laporan hasil pengawasan (Pasal 54 ayat 2 dan 3).

3. Reviu atas laporan keuangan pemerintah pusat sebelum disampaikan

Menteri Keuangan kepada Presiden (Psal 57 ayat 4).

4. Pembinaan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah

(Pasal 59), dimana peran BPKP sebagai Pembina penyelenggaraan

SPIP menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Public

Governance) ditempuh melalui penyusunan pedoman teknis,

sosialisasi, diklat, pembimbingan dan konsultasi, dan peningkatan

kompetensi APIP.

II.2.5 Indikator Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan

Menurut Camp, RR, Blanchard, P.N, and Huszezo (dalam Gomes,

2003:197) untuk mencapai efektifitas, biasanya pelatihan harus

mencakup pengalaman belajar (learning experience), aktivitas-aktivitas

yang terencana (be a planned organizational activity), dan didesain

sebagai jawaban atas kebutuhan-kebutuhan yang berhasil

29

diidentifikasikan. Untuk mencapai efektivitas diklat tentunya tidak mudah

sebab ada beberapa kendala yang ditemui. Kendala-kendala

pengembangan akan menghambat lancarnya pelaksanaan latihan dan

pendidikan, sehingga sasaran yang tercapai kurang memuaskan.

Menurut Malayu Hasibuan, kendala-kendala pengembangan berkaitan

dengan peserta, pelatih (widyaiswara), fasilitas pengembangan (sarana

dan prasarana), kurikulum, dan dana pengembangan.

Menurut Sutrisno, (2009: 68-69) apabila dilihat dari pendekatan

sistem, maka proses pendidikan terdiri dari masukan (sarana pendidikan)

dan keluaran (perubahan perilaku), serta faktor yang mempengaruhi

proses pendidikan yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu:

1. Perangkat lunak (software) yang mencakup kurikulum, organisasi

pendidikan, peraturan, metode belajar, dan lainnya.

2. Perangkat keras (hardware) yaitu fasilitas yang mencakup gedung,

perpustakaan, alat bantu peraga dan sebagainya. (Sedarmayanti,

2001:33).

Kualitas proses adalah mutu keseluruhan faktor yang terlibat

dalam proses pendidikan seperti siswa, mahasiswa, pengajar, kurikulum,

fasilitas pendidikan, manajemen, sumber belajar, dan terbatasnya biaya

untuk proses.

Merujuk pada teori-teori mengenai penyelenggaraan diklat di atas,

maka dalam penelitian ini ada beberapa indikator yang akan dikaji terkait

30

penyelenggaraan pendidikan dan latihan (diklat) SPIP yang dibatasi pada

prosesnya, antara lain penyelenggara diklat, widyaiswara, metode

pembelajaran, sarana dan prasarana, dan anggaran dana.

1. Penyelenggara diklat

Penyelenggara diklat atau lembaga pelaksana diklat adalah

instansi Pembina diklat. Dalam hal penelitian ini diklat dilaksanakan oleh

instansi BPKP tingkat provinsi di bawah pembinaan Instansi Pembina

diklat. Penyelenggara diklat adalah pihak yang bertanggung jawab atas

pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan diklat (meliputi.

Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian, monitoring

dan evaluasi). Tenaga penyelenggara atau pengelola diklat dengan

standar tenaga pengelola telah mengikuti diklat MT (Master Trainer) dan

TC (Training Course). Unsur yang menjadi penyelenggara diklat terdiri

dari :

a. Pengarah / Nara Sumber Pusat yang berasal dari unsur

birokrat,pakar dan akademisi

b. Panitia

c. Fasilitator. Fasilitator dapat berasal dari unsur birokrat, pakar dan

akademisi yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Menguasai substansi / materi

b. Menguasai metode dan strategi pembelajaran

c. Dapat berkomunikasi dengan baik

d. Direkomendasikan oleh lembaga tempat bertugas

31

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2007

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Di

Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah,

Lembaga diklat terdiri atas :

a. Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri Regional;

b. Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi atau sebutan lain; dan

c. Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten/Kota atau sebutan lain.

Merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun

2007 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan Di

Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintahan Daerah,

penyelenggaraan diklat terdiri atas perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi diklat. Pedoman perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi diklat

terdiri atas :

a. Pendahuluan;

b. Peningkatan Kompetensi Aparatur;

c. Strategi Kediklatan;

d. Perencanaan Diklat;

e. Pelaksanaan Diklat; dan

f. Evaluasi Diklat.

Adapun Penyelenggaraan pendidikan dan latihan menurut

Marwansyah (2010:158) terdiri dari (1) penentuan kebutuhan pelatihan

dan pengembangan atau suatu penilaian (assessment) kebutuhan yang

komprehensif, dilanjutkan dengan (2) penetapan tujuan yang bersifat

umum dan spesifik, (3) pemilihan metode, media, dan prinsip-prinsip

32

pembelajaran, (4) implementasi program, dan diakhiri dengan tahap (5)

evaluasi program.

Aspek yang dinilai terhadap kinerja Penyelenggara antara lain

sebagai Berikut berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi

Negara Nomor: 6 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Bagi Pengelola Diklat

(Management Of Training / MT):

1. Efektivitas penyelenggaraan;

2. Kesiapan dan ketersediaan sarana Diklat;

3. Kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana;

4. Kebersihan kelas, asrama, kafetaria, toilet;

5. Ketersediaan dan kelengkapan bahan Diklat;

6. Ketersediaan fasilitas olah raga, kesehatan, dan ibadah;

7. Pelayanan terhadap peserta dan widyaiswara;

8. Administrasi Diklat yang meliputi :

a. Sejauh mana penatausahaan diklat telah dilaksanakan dengan baik;

b. Tersusunnya seluruh dokumen dan bahan-bahan diklat dalam satu

file.

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan pentingnya keberadaan

penyelenggara sebagai pengelola diklat yang professional. Sehingga tercapainya

efektivitas penyelenggaraan diklat dipengaruhi bagaimana penyelenggara

memberikan pelayanan yang baik selama berlangsungnya kegiatan diklat.

2. Widyaiswara

Widyaiswara adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat

sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas,

33

tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih

PNS pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti guru atau

administrasi jabatan fungsional yang diberikan kepada PNS dengan tugas

mendidik , mengajar, dan/atau melatih secara penuh pada unit pendidikan

dari instansi pemerintah. Merujuk pada definisi dari Juknis yang dikeluarkan

Kepala LAN dengan nomor 1 tahun 2006 maka jelas bahwa:

(1) jabatan widyaiswara hanya bisa digunakan atau disandang oleh PNS.

(2) peserta yang diajar hanya harus berstatus PNS saja, tidak bisa bila

statusnya mahasiswa atau pelajar (http://widyaiswara.htm). Dapat ditarik

pengertian bahwa Widyaisara atau pelatih atau instruktur adalah seseorang

atau kelompok tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan

dalam rangka menularkan pengetahuan dan keterampilannya kepada

peserta didiknya.

Widyaiswara yang ahli dan cakap dalam membagikan pengetahuannya

kepada peserta didiknya sulit ditemukan. Hal ini menyebabkan sasaran yang

diharapkan tidak tercapai. Sebagai contoh, ada widyaiswara yang ahli dan

pintar tetapi tidak cakap mengajar dan berkomunikasi dengan efektif, jadi dia

hanya mampu serta ahli bagi dirinya sendiri. Dalam bukunya Manajemen

Sumber Daya Manusia, Hasibuan menjelaskan syarat-syarat yang

hendaknya dimiliki Pelatih atau widyaiswara sebagai berikut :

1. Teaching Skills

Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan untuk mendidik atau

mengajarkan, membimbing, memberikan petunjuk, dan

34

mentransfer pengetahuannya kepada peserta pengembangan. Ia

harus dapat memberikan semangat, membina, dan

mengembangkan, agar peserta mampu untuk bekerja mandiri serta

dapat menumbuhkan kepercayaan pada dirinya.

2. Communication Skills

Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan berkomunikasi, baik

lisan maupun tulisan secara efektif. Jadi suaranya jelas, tulisannya

baik, dan kata-katanya mudah dipahami peserta pengembangan.

3. Personality Authority

Seorang pelatih harus memiliki kewibawaan terhadap peserta

pengembangan. Ia harus berperilaku baik, sifat dan kepribadiannya

disenangi, kemampuan dan kecakapannya diakui.

4. Social Skills

Seorang pelatih harus mempunyai kemahiran dalam bidang sosial

agar terjamin kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta

pengembangan. Ia harus suka menolong, objektif, dan senang jika

anak didiknya maju serta dapat menghargai pendapat orang lain.

5. Technical Competent

Seorang pelatih harus berkemampuan teknis, kecakapan teoritis,

dan tangkas dalam mengambil keputusan.

6. Stabilitas Emosi

Seorang pelatih tidak boleh berprasangka jelek terhadap anak

didiknya, tidak boleh cepat marah, mempunyai sifat kebapakan,

35

keterbukaan, tidak pendendam, serta memberikan nilai yang

objektif.

Dapat disimpulkan bahwa seorang widyaiswara adalah seorang

yang terampil, cakap, dan berintelektual dalam bidang kediklatan sebagai

tenaga fungsional dimana profesionalitasnya teruji dalam mengelola

pengetahuan, teknis, dan emosi.

3. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah cara atau strategi atau mekanisme

bagaimana proses pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam suatu

pelatihan.

Ada pun sejumlah alternatif metode pengembangan (pelatihan)

yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan proses pembelajaran

yang hendak dilaksanakan oleh pelatih (widyaiswara). Hasibuan (2005)

memaparkan metode pengembangan yaitu metode latihan (training) yang

diuraikan sebagai berikut :

a. On the job, dimana para peserta latihan langsung bekerja di

tempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan di bawah

bimbingan seorang pengawas.

b. Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan dalam kelas atau

bengkel yang biasanya diselenggarakan dalam suatu perusahaan

industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru

dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.

36

c. Demonstration and Example adalah metode latihan yang

dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-

cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau

percobaan yang didemonstrasikan.

d. Simulation merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan

semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya

merupakan tipuan saja.

e. Apprenticeship adalah suatu cara untuk mengembangkan

keahlian pertukangan sehingga para karyawan yang bersangkutan

dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya.

f. Classroom methods, metode pertemuan dalam kelas meliputi

lecture (pengajaran), conference (rapat), programmed instruction,

metode kasus, role playing, metode diskusi, dan metode seminar.

1. Lecture (ceramah atau kuliah) adalah metode yang diberikan

kepada peserta yang banyak di dalam kelas. Pelatih

mengajarkan teori-teori yang diperlukan sedang yang dilatih

mencatatnya serta mempersepsikannya. Metode ini

merupakan metode tradisional karena hanya pelatih yang

berperan aktif sedangkan peserta bersikap pasif.

2. Conference (rapat), dimana widyaiswara memberikan suatu

makalah tertentu dan peserta ikut serta berpartisipasi dalam

memecahkan makalah tersebut. Peserta harus

37

mengemukakan ide dan sarannya untuk didiskusikan serta

diterapkan kesimpulannya.

3. Programmed instruction merupakan bentuk training sehingga

peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah

pengerjaan sudah diprogram, biasanya dengan computer,

buku, atau mesin pengajar.

4. Metode Kasus merupakan teknik dimana widyaiswara

memberikan suatu kasus kepada peserta. Kasus ini tidak

disertai dengan data yang komplet atau sengaja

disembunyikan, tujuannya agar peserta terbiasa mencari

data/informasi dari pihak eksternal dalam memutuskan suatu

kasus yang dihadapinya.

5. Role Playing merupakan teknik dimana beberapa orang

peserta ditunjuk untuk memainkan suatu peran dalam sebuah

organisasi tiruan, jadi semacam sandiwara yang bermanfaat

untuk mengembangkan keahlian dalam hubungan dengan

manusia yang berinteraksi.

6. Metode Diskusi, dilakukan dengan melatih peserta untuk

berani memberikan pendapat dan rumusannya serta cara-cara

bagaimana meyakinkan orang lain percaya terhadap

pendapatnya.

7. Metode Seminar, metode yang bertujuan mengembangkan

keahlian dan kecakapan peserta untuk menilai dan

38

memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat

orang lain (pembawa makalah), melatih peserta agar dapat

mempersepsi, mengevaluasi, dan memberikan saran-saran

serta menerima atau menolak pendapat atau usul orang lain.

Selanjutnya, metode pendidikan menurut Andrew Sikula (dalam

Hasibuan, 2009) adalah sebagai berikut :

1. Training methods atau classroom method

2. Understudies

3. Job rotation and planned progression

4. Coaching-counseling

5. Junior board of executive or multiple management

6. Committee assignment

7. Business games

8. Sensitivity training

9. Other development method.

Dapat disimpulkan bahwa metode yang dipilih dalam

penyelenggaraan diklat harus sesuai dan tepat dengan sasaran dan

tujuan diklat agar penyelenggaraan diklat dapat tercapai sesuai rencana

dan tentunya peserta dapat memahami materi dengan jelas dan

bersemangat mengikuti diklat. Ketidaksesuaian metode pembelajaran

salah satunya dapat meningkatkan tingkat kejenuhan peserta dalam

proses belajar sehingga hasil diklat tidak optimal.

39

4. Anggaran dana

Anggaran dana atau Biaya Program Pelatihan (Training Program

Cost) menurut Gomes (2003) adalah pengeluaran-pengeluaran yang terjadi

di dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi program pelatihan:

a. Pengembangan program : gaji dan tunjangan-tunjangan bagi

para spesialis pelatihan yang dikeluarkan dalam menilai /

menjajaki kebutuhan-kebutuhan, menetapkan tujuan pelatihan

dan menyeleksi metode pelatihan.

b. Presentasi program : biaya sewa ruangan, suplai-suplai,

peralatan, pemasaran, lembaran-lembaran lepas, minuman,

dan makanan (refreshment), dan gaji-gaji dari pada pelatih.

c. Ongkos-ongkos bagi para peserta : gaji dari para peserta, dan

tunjangan-tunjangan selama berlangsungnya pelatihan,

transportasi, penginapan (lodging), dan per diem (jika dapat

diterapkan).

Sekecil apapun kegiatan pasti membutuhkan dana sehingga

penting untuk mengkalkulasi untung rugi dalam pelaksanaan suatu

pelatihan. Diketahui bahwa pembiayaan diklat dibebankan pada instansi

masing-masing maka perancang program diklat harus mengumpulkan

berbagai informasi yang menyangkut hal-hal di atas. Secara singkat,

perancang program pelatihan perlu mencermati efektifivas biaya dari setiap

pelatihan yang akan diselenggarakan karena yang sering terjadi ialah dana

yang tersedia untuk penyelenggaraan diklat sangat terbatas, sehingga sering

40

dilakukan secara terpaksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang

memenuhi persyaratan yang dibutuhkan. Untuk menghitung biaya tersebut,

menurut Sadili Samsudin dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia

(2006:127), maka harus didapatkan berbagai informasi berikut ini :

1. Jumlah peserta yang akan mengikuti pelatihan.

2. Durasi pelatihan (berapa jam/hari).

3. Honor untuk instruktur, pelatih, dan atau fasilitator

4. Biaya transport, akomodasi, konsumsi dan sebagainya.

5. Durasi waktu yang digunakan peserta pelatihan untuk belajar sendiri

6. Waktu yang harus digunakan untuk berkoresponden dengan peserta

pelatihan dan sebagainya.

5. Sarana dan prasarana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), sarana adalah

segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan

tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan

penunjang utama terselenggaranya suatu proses. Sarana prasarana diklat

tertuang dalam Keputusan Kepala LAN nomor 193/XIII/10/6/2001 sebagai

berikut:

1. Sarana dan prasarana diklat merupakan alat bantu dan fasilitas

penunjang yang digunakan untuk menjamin efektivitas

pembelajaran.

2. Sarana dan prasarana diklat dapat dimiliki sendiri dan / atau

memanfaatkan sarana dan prasarana diklat lembaga diklat instansi

41

lain dengan memperhatikan kesesuaian standar persyaratan setiap

jenis, jenjang, dan program diklat serta jumlah peserta diklat.

3. Sarana dan prasarana diklat yang dimiliki oleh setiap instansi dapat

didayagunakan secara optimal baik oleh lembaga diklat instansi

yang bersangkutan maupun lembaga diklat instansi lainnya dengan

dukungan sistem informasi diklat PNS yang dikembangkan oleh

instansi Pembina.

Sarana dan fasilitas diklat juga disebut sebagai media pelatihan yang

merupakan metode atau peralatan khusus yang digunakan untuk

mengkomunikasikan gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam program

pelatihan dan pengembangan. Dalam keputusan Ketua LAN RI Nomor

304.A/IX/6/4/1995, yang tergolong sarana diklat adalah papan tulis, flipchart,

overhead projector, LCD/laptop, buku pegangan, modul, sound system,

komputer. Sedangkan yang tergolong prasarana adalah Ruang kelas, Ruang

diskusi, Ruang seminar, Perpustakaan, Tempat Olahraga dan asrama.

Media yang lazim digunakan dalam pelatihan adalah proyektor

multimedia, pita video, film, proyektor slide, proyektor overhead, papan tulis,

closed-circuit television, dan flip charts. Dalam situasi pelatihan, menurut

Marwansyah (2010) media presentasi mempunyai fungsi antara lain :

1. Merangsang proses belajar

2. Menghadirkan objek langka dan berbahaya

3. Membuat konkret konsep abstrak

4. Memberikan persamaan persepsi

5. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah, dan jarak

42

6. Menyajikan ulangan informasi secara konsisten

7. Memberikan suasana belajar yang santai dan menarik.

Media pelatihan seperti yang telah dikemukakan merupakan salah

satu komponen yang penting dalam sistem pelatihan, karena berfungsi

sebagai unsur penunjang proses pembelajaran, menggugah gairah dan

motivasi belajar. Pemilihan dan penggunaan media pelatihan supaya

mempertimbangkan (1) tujuan pembelajaran, (2) materi pelatihan, (3)

ketersediaan media itu sendiri, (4) kemampuan pelatih yang akan

menggunakannya (Oemar, 2005). Berdasarkan pengertian-pengertian di

atas, tergambar bahwa penyediaan sarana dan prasarana yang memadai

sangat penting untuk memperlancar dan mendukung efektifitas

penyelenggaraan diklat.

II.2. Kerangka Pikir

Sumber daya manusia merupakan fakror pendorong berhasilnya suatu

organisasi tanpa mengesampingkan faktor-faktor lain. Apabila diintegrasikan

dengan peraturan pengendalian intern pemerintah fungsi BPKP sangat strategis

sebagai Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan dalam mewujudkan

peningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku pegawai negeri sipil

dalam pelaksanaan dan evaluasi Sistem Pengendalian Intern – Instansi

Pemerintah (SPI-IP), demi tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang

efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,

dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dari asumsi dasar yang telah dikemukakan sebelumnya menunjukkan

pentingnya diklat untuk memenuhi tujuan organisasi bersangkutan, olehnya itu

43

diperlukan adanya pendidikan dan latihan yang dilaksanakan secara efektif,

terencana, terprogram, dan terpadu. Tak dapat dipungkiri bahwa komponen-

komponen penting dalam proses pelaksanaan diklat kadangkala berada dalam

kondisi yang kurang ideal, padahal komponen-komponen yang sebelumnya telah

dipaparkan yaitu penyelenggara, tenaga pengajar (widyaiswara), metode

pembelajaran, anggaran dana, serta sarana dan prasarana yang menjadi faktor

yang mempengaruhi efektivitas diklat itu harus saling mendukung dan

melengkapi.

Untuk lebih jelasnya hubungan antara variabel dalam efektivitas diklat

SPIP dapat digambarkan secara skematis, sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Pikir

Pendidikan dan Latihan (Diklat) SPIP

Pendekatan Proses : 1. Penyelenggara Diklat

2. Tenaga Pengajar

3. Metode Pembelajaran

4. Sarana & Prasarana

5. Anggaran dana

Efektivitas Penyelenggaraan

Diklat SPIP