Upload
duongkhuong
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis
1. Persalinan
a. Pengertian
Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18
jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
(Prawirohardjo, 2001).
Pesalinan normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi
pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri
dan uri,tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir.
Persalinan patologis disebut juga dengan dystocia berasal dari
bahasaYunani. Dys atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya
persalinan.
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi persalinan patologis
1) Power
Power adalah kekuatan oleh adanya His atau Kontraksi
rahim. Kontraksi rahim terjadi sejak awal persalinan yaitu pada
9
10
kala I. His yang tidak adekuat dapat mengakibatkan persalinan
patologis pada setiap kala persalinan. Pada awal kala I his masih
jarang yaitu satu kali dalam 15 menit dan kekuatan 20 detik,
semakin lama makin cepat, yaitu 3 kali dalam 10 menit dengan
kekuatan 60 detik, yang memerlukan waktu sekitar 8 sampai 12
jam pada primi para dan 12 jam pada multi para. Bila kontraksi
rahim tidak adekuat, dapat mengakibatkan serviks sebagai jalan
lahir tidak terbuka. Oleh karena itu untuk merangsang kontraksi
rahim dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan
sintosinon drip. Apabila kemajuan persalinan juga tidak ada maka
biasanya dilakukan tindakan bedah yaitu dengan seksio sesaria
(Prawirohardjo, 2005).
2) Passage ( jalan lahir)
Waktu persalinan anak akan melewati jalan lahir, yang terdiri
dari tulang dan otot. Tulang panggul terdiri dari tiga bidang, yaitu
pintu bawah panggul. Selain itu otot-otot vagina dan perineum
apabila kaku dapat menghalangi lahirnya anak. Bila salah salah
satu ukuran panggul tersebut tidak normal, janin tidak dapat
melewati jalan lahir sehingga harus dilahirkan dengan seksio
sesaria, vakum ekstraksi.
11
3) Passenger (anak)
Berat anak yang normal adalah 2500 sampai 4000 gram.
Apabila ukuran anak melebihi 4000 gram anak tidak bisa melewati
jalan lahir. Untuk mencegah macet persalinan dan robekan jalan
lahir yang luas dan aspeksia pada janin biasanya dilakukan
persalinan dengan tindakan seksio sesaria.
4) Posisi Ibu
Posisi ibu mempengaruhi anatomi dan fisiologi penyesuaian
untuk kelahiran. Posisi yang benar memberi keuntungan .
perubahan posisi sering menghilangkan letih, penambahan
kenyamanan dan memperbaiki sirkulasi. Posisi yang benar
termasuk jongkok, berdiri jalan. Dalam posisi yang benar dapat
membantu penurunan janin, kontraksi uterus umumnya lebih kuat
dan kuat dan juga efisien untuk dilatasi servik, menghasilkan
persalinan yang lebih pendek, cepat. Dalam penambahan posisi
benar, mengambil posisi yang benar menurunkan timbulnya
tekanan tali umbilicalis.
c. Peran Karakteristik Ibu dalam Persalinan Patologis
1) Umur
Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul
belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibanya apabila ibu
hamil pada umur ini mungkin mengalami persalinan lama atau
12
macet, karena ukuran kepala bayi lebih besar sehingga tidak dapat
melewati panggul. Sedangkan pada umur ibu yang lebih dari 35
tahun, kesehatan ibu sudah mulai menurun, jalan lahir kaku,
sehingga rigiditas tinggi. Selain itu beberapa penelitian yang
dilakukan bahwa komplikasi penelitian yang dilakukan bahwa
komplikasi kehamilan yaitu Preeklamasi, Abortus, partus lama
lebih sering terjadi pada usia dini. Lebih dari 35 tahun akibatnya
ibu hamil. Lebih dari 35 tahun. Pada zaman dahulu akibanya ibu
hamil pada usi ini mungkin lebih besar anak cacat, persalinan lama,
yaitu lebih dari 12 jam pada primi para dan lebih dari 12 jam dan 8
jam pada multi para. Selain itu dapat mengakibatkan perdarahan
karena uterus tidak berkontraksi (Depkes, 2001).
2) Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu. Sampai
dengan paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil.
Setiap kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi
peregangan otot-otot rahim selama 9 bulan kehamilan. Akibat
regangan tersebut elastisitas otot-otot rahim tidak kembali seperti
sebelum hamil setelah persalinan. Semakin sering ibu hamil dan
melahirkan, semakin dekat jarak kehamiilan dan kelahiran,
elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus tidak
berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan perdarahan
pasca kehamilan (Prawirohardjo, 2005).
13
3) Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan tinggi, yang bekerja di
sektor formal mempunyai akses yang lebih baik terhadap informasi
tentang kesehatan, lebih aktif menentukan sikap dan lebih mandiri
mengambil tindakan perawatan. Rendahnya pendidikan ibu,
berdampak terhadap rendahnya pengetahuan ibu. Untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah pengetahuan ibu,
makin sedikit keiinginan memanfaatkan pelayanan kesehatan
(Rukmini, 2005).
4) Perilaku Ibu
Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktifitas
seseorang yang merupakan hasil bersama baik eksternal maupun
internal. Ibu hamil harus berperilaku sehat, agar kehamilan tidak
mempunyai masalah yang dapat mengakibatkan komplikasi dalam
persalinan. Adapun perilaku ibu selama hamil meliputi: kunjungan,
asupan gizi, makan tablet zat besi sejak kehamilan 20 mg, senam
hamil, perawatan jalan lahir, pemanfaatan layanan kesehatan.
5) Status pasien
Menurut Roekmini dan Wiludjeng (2005) status ibu bersalin
yang dirawat di ruang bersalin terdiri dari 2 bagian yaitu ibu
bersalin, ibu yang datang sendiri dan ibu yang dirujuk. Bila ibu di
rujuk sejak kala I kemungkinan ibu masih bisa mendapatkan
14
asuhan yang lengkap pada tiap tahap persalinan, namun bila ibu
dirujuk pada kala dua, tiga dan empat, biasanya kondisi ibu sudah
dalam bermasalah. Untuk menyelamatkan janin biasanya dilakukan
persalinan dengan tindakan persalinan yaitu: seksio sesaria, vakum
ekstraksi, induksi persalinan, manual plasenta dan lain-lain.
d. Peran asuhan dalam persalinan patologis
1) Asuhan Selama Persalinan kala I
Persalinan kala I adalah waktu yang diperlukan untuk
pembukaan jalan lahir dari 1 CM pada awal persalinan kala I
sampai pembukaan serviks 10 CM. Waktu yang dibutuhkan 12 jam
pada primi para dan 6 sampai 8 jam pada multi para. His pada
awal kala 1 tiap 10 -15 menit dan kekuatan 20 detik dan berangsur
bertambah menjadi 3 kali dalam 10 menit dengan kekuatan sekitar
60 detik menjelang bayi lahir. (Syaiffudin, 2002). Selama kala I
ibu perlu mendapatkan asuhan sayang ibu yang meliputi:
a) Dukungan emosional
Kelahiran seorang bayi akan mempengaruhi kondisi emosional
seluruh keluarga. Oleh karena itu usahakan suami atau anggota
keluarga yang lain terlibat dalam proses persalinan. Usahakan
agar mereka melihat, membantu jika memungkinkan. Selama
persalinan ibu akan merasa nyeri menderita dan merasa kuatir
15
tentang proses persalinan yang akan dilalui. Yakinkan ibu agar
tidak merasa takut dan cemas dengan :
(1) Memberikan dukungan dan meyakinkan diri pasien
(2) Memberikan informasi mengenai proses dan kemajuan
persalinanya
(3) Mendengar keluhannya dan mencoba untuk sensistif
terhadap perasaannya
(4) Pengaturan posisi
Anjurkan ibu yang sedang dalam proses persalinan untuk
mendapatkan posisi yang paling nyaman. Berjalan, duduk
atau jongkok akan membantu proses penurunan kepala
janin. Anjurkan ibu untuk berjalan dan bergerak, tidak
berbaring telentang. Tidur telentang dapat menekan
pembuluh darah (Vena Cava Inferior), yang dapat
mengakibatkan suplai berdarah ke janin berkurang
sehingga bayi gawat janin. (Syaiffudin, 2005). Posisi
yang dianjurkan:
(a) Melakukan perubahan posis
(b) Menganjurkan posisi sesuaid dengan keinginan ibu,
jika ibu ingin di tempat tidur dianjurkan tidur miring
ke kiri
16
(c) Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan di ruang
bersalin
(d) Anjurkan ibu didampingi suami atau keluarga untuk
memijat atau menggosok pungung dan membasuh
muka antar kontraksi.
(e) Ibu diperbolehkan melakukan aktifitas sesuai
kesanggupannya.
(f) Ajarkan ibu teknik relaksasi, cara bernafas. Ibu
diminta untuk menarik nafas panjang, menahan
nafasnya sebentar kemudian dilepas dengan cara
meniup udara keluar sewaktu serasa kontraksi
b) Pemberian cairan
Anjurkan ibu untuk minum cairan yang mengandung nutrisi
atau air bias. Cairan akan memberi tenaga dan mencegah ibu
dari dehidrasi yang akan dapat mempengaruhi His. Dehidrasi
akan membuat ibu lelah, menurunkan kekuatan his.
c) Kebersihan
Infeksi yang dapat terjadi selama proses persalinan akan dapat
menyebabkan kematian atau penyakit pada janin. Penolong
persalinan harus mencari sesering mungkin, menggunakan alat
yang steril untuk mencegah infeksi. Ibu dalam proses
persalinan dianjurkan berkemih setiap 2 jam agar tidak
17
menghambat penurunan kepala janin dan kenyamanan ibu.
Tidak dianjurkan melakukan kateterisasi (mengeluarkan urin
dengan alat).
2) Asuhan Selama Persalinan Kala II
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
dalam untuk memastikan pembukaan serviks sudah lengkap atau
kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm.
Penanganan yang sebaiknya deiberikan pada ibu antara lain
(Syaiffudin, 2002).
a) Anjurkan pendamping memberikan dorongan/ dukungan
selama proses persalinan dan kelahiran.dengan alasan
memisahkan ibu orang yang memberikan dukungan akan
berkaitan dengan hasil persalinan yang baik.
b) Berikan dorongan dan besarkan hati ibu. Jelaskan kemajuan
persalinan pada ibu dan keluarga, serta ibu dalam meneran.
c) Biarkan ibu memilih posisi yang sesuai meneran.
d) Penolong harus memberikan rasa aman dan nyaman,
menghilangkan rasa takut pada ibu, memberikan dukungan
moral serta membesarkan hati ibu.dukungan ini membantu ibui
agar santai. Memberikan pujian saat ibu mengejan.
18
e) Menjaga kebersihan diri, agar terhindar dari infeksi. Jika ada
darah lendir atau cairan ketuban keluar dari vagina segera
dibersihkan.
f) Mengipas dan memijat untuk menambah kenyamanan bagi ibu.
g) Memberi dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau
ketakutan ibu dengan cara: menjaga privasi ibu, penjelasan
tentang proses dan kemajuan persalinan.
h) Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat
dipilih berbagai macam posisi berikut: jongkok, tidur miring,
setengah duduk. Posisi tegak ada kaitannya dengan
berkurangnya rasa nyeri, mudah mengedan, kurangya
mentrauma vagina dan perineum dan infeksi.
i) Menjaga kandung kemih tetap kosong, oleh karena itu itu ibu
dianjurkan berkemih sesering mungkin.
j) Memberikan cukup minum, disamping untuk memberi tenaga
dan mencegah dehidrasi.
k) Pada saat mengedan, bantu ibu memperoleh posisi yang paling
nyaman. Setiap posisi memiliki keuntungannya masing -
masing, misalnya posisi setengah duduk dapat membantu
turunya kepala janin jika persalinan berjalan lambat.
l) Ibu dibimbing mengejan, selama his, anjurkan kepada ibu
untuk mengambil nafas. Mengejan tanpa diselingi bernafas,
19
kemungkinan dapat menurunkan PH pada arteri umbilcius yang
dapat menyebabkan denyut jantung tidak normal. Minta ibu
bernafas selagi kontrraksi ketika kepala janin akan lahir. Hal ini
menjaga agar perineum meregang pelandan mengontrol lainnya
kepala serta mencegah robekan. Setelah bayi lahir nilai warna
kulit, tonus otot, kemampuan bernafas dan aktifitas.
m) Periksa denyut jantung janin (DJJ) pada saat kontraksi dan
setelah setiap kontraksi untuk memastikan janin tidak
mengalami bradikardi (<120x /menit).
3) Asuhan Selama Persalinan Kala III
Asuhan pada kala III (Pengeluaran Aktif Plasenta) membantu
menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Penatalaksanaan aktif kala III meliputi:
a) Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi
yang juga mempercepat pelepasan plasenta. Oksotosin dapat
diberikan dalam 2 menit setelah kelahiran bayi. Jika oksotosin
tidak tersedia, rangsangan puting payudara ibu atau susukan
bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah.
b) Lakukan penegangan tali pusat terkendali ( PTT) dengan cara:
satu tangan diletakkan pada korups uteri tepat di atas simfisis
puubis. Selama kontraksi tangan mendorong korups uteri
dengan gerakan dorso cranial kearah beakang dan ke arah
20
kepala ibu. Tangan yang lain memegang tali pusat dan tunggu
adanya kontraksi kuat (2-3 menit). Selama kontraksi dilakukan
tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus, dalam
tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
c) PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada
uterus merasakan kontraksi atau ibu dapat juga memberi tahu
petugas ketika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus sedang
tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada
uterus tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah
PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
d) Begitu plasenta terasa terlepas, plasenta di keluarkan dengan
menggerakkan tangan atau klem pada tali pusat mendekati
plasenta. Plasenta di keluarkan dengan gerakan ke bawah dan
ke atas sesuai dengan kalan lahir. Kedua tangan dapat
memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah
jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
e) Segera setela plasenta dan selaputnya dikeluarkan, fundus uteri
dipijat agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi
pengeluaran darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan,
jika uterus tidak berkontraksi kuat selama 10-15 detik atau jika
perdarahan hebat terjadi maka segera laktoni kompresi
bimanual dalam. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1-
2 menit, ikuti protokol untuk perdarahan pasca persalinan.
21
f) Jika amenggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga
lahir dalam waktu 30 menit, periksa kandung kemih dan
lakukan katerisasi jika kandung kemih penuh, periksa adanya
tanda-tanda pelepasan plasenta, berikan oksitosin 10 unit Intra
muskuler dimana dosis ketiga dalam jarak waktu 15 menit dari
pemberian oksitosin dosis pertama, siapkan rujukan jika tidak
ada tanda-tanda pelepasan plasenta.
g) Periksa ibu secara seksama dan jahit semua robekan pada
serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.
4) Asuhan Selama Persalinan Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan awal yang
kritis bagi ibu dan bayi.kemungkinan perdarahan akibat tidak
adanya kontraksi, uterus yang lelah karena rahim ibu baru saja
mengalami perubahan fisik. Rahim yang selama inii membesar
akan berangsur kembali seperti di luar hamil. Penolong harus
tinggal bersama ibu untuk memastikan kondisi fital sign, keadaan
rahim. Asuhan kala IV meliputi:
a) Pemeriksaan fundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan
setiap 20-30 menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat,
pijat uterus sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi,
otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan
22
perdarahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan darah dan
mencegah perdarahan pasca persalinan.
b) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, kandung kemih dan
perdarahan setiap 15 menit pada jam pertamadan setiap 30
menit selama jam kedua.
c) Menganjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi dan
menawarkan ibu makanan dan minuman yang disukainnya.
d) Membersihkan ibu, vulva, dan perineum. Kenakan pakaian ibu
yang bersih dan kering.
e) Membiarkan ibu beristirahat karna lelah melahirkan bayinya
dan membantu ibu pada posisi yang aman.
f) Membiarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan
hubungan bayi dan ibu sebagai permulaan dengan menyusui
bayinya.
g) Segera seteslah bayi lahir adalah waktu yang tepat untuk
memulai memberikan ASI (Air Susu Ibu) karena menyusui
juga membantu uterus berkontraksi.
h) Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun dan dibantu
karena masih dalam keadaan lemah atu pusing setelah
persalinan. Pastikan ibu sudah buang air kecil dam 3 jam pasca
persalinan.
23
i) Ajari ibu atauanggota keluarga tentang bagaimana merangsang
kontraksi mengenal tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi.
2. Prematur
a. Pengertian
Pada haid yang teratur, persalinan preterm dapat didefinisikan
sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20-37 minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Menurut Wiknjosastro (2002 : 312) persalinan preterm yaitu
persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau kurang,
merupakan hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang
potensial meningkatkan kematian perinatal. Kematian perinatal
umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
badan <2500 gram, tanpa memperhatikan masa kehamilan.
Menurut Prawirohardjo (2001 : 300) persalinan preterm adalah
persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara
20 – 37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
Menurut bagian SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNSUD
(2004) Persalinan preterm merupakan masalah yang penting dalam
obstetri khususnya dibidang perinatologi karena baik di Nergara
berkembang maupun Negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas
neonatus terbanyak adalah bayi yang lahir preterm.
24
b. Patofisiologi
Persalinan preterm menunjukkan adanya kegagalan mekanisme
yang bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang
(quiescence) uterus selama kehamilan atau adanya gangguan yang
menyebabkan menjadi singkatnya kehamilan atau membebani jalur
persalinan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan
secara dini.
c. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2002 : 313) etiologi persalinan preterm
sering kali tidak diketahui. Ada beberapa kondisi medik yang
mendorong terjadinya persalinan preterm, yaitu :
1) Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang menyebabkan penolong
cenderung untuk mengakhiri kehamilan, hal ini menimbulkan
prevalensi persalinan preterm meningakat.
2) Perkembangan Janin Terhambat
Perkembangan janin terhambat merupakan kondisi dimana
salah satu sebabnya ialah pemasukan oksigen dan makanan
mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong untuk terminasi
kehamilan lebih dini.
25
3) Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi
persalinan preterm, meskipun sebagian besar (65%) terjadi pada
aterm. Pada pasien dengan riwayat solosio plasenta maka
kemungkinan terulang menjadi lebih besar yaitu 11%.
4) Plasenta Previa
Plasenta previa sering kali berhubungan dengan persalinan
preterm akibat harus dilakukan tindakan pada perdarahan yang
banyak. Bila telah terjadi perdarahan banyak maka kemungkinan
kondisi janin kurang baik karena hipoksia.
5) Kelainan Rhesus
Sebelum dilakukan anti D immunoglobulin maka kejadian
induksi menjadi berkurang, meskipun demikian hal ini jarang
terjadi.
6) Diabetes
Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka
dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan tapi saat ini
dengan pemberian insulin dan diet yang terprogram umumnya gula
darah dapat dikendalikan.
Ada beberapa kondisi ibu yang merangsang terjadinya
kontraksi spontan, kemungkinan telah terjadi produksi
prostaglandin.
26
a) Kelainan Bawaan Uterus
Meskipun jarang terjadi tetapi dapat dipertimbangkan
hubungan kejadian partus preterm dengan kelainan uterus
yang ada.
b) Ketuban Pecah Dini
Mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya.
Ada beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks
inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina dan
serviks dan lain-lain. Infeksi asenden merupakan teori yang
cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan
kemungkinan ketuban pecah.
c) Serviks Inkompeten
Hal ini mungkin menjadi penyebab abortus selain partus
preterm. Riwayat tindakan serviks dapat dihubungkan dengan
terjadinya inkompeten. Chamberlain dan Gibbings menemukan
60% dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus
spontan dan 49% mengalami pengakhiran kehamilan
pervaginam.
d) Kehamilan Ganda
Sebanyak 10% pasien dengan partus preterm ialah
kehamilan ganda dan secara umum kehamilan ganda
mempunyai masa gestasi yang lebih pendek.
27
d. Faktor Resiko
Faktor resiko adalah variable yang menurut pengetahuan, teori
atau hasil penelitian sebelumnya, meningkatkan probabilitas kejadian
penyakit, Faktor risiko persalinan preterm :
1) Umur
Pada umur <20 tahun atau >35 tahun resiko terjadinya
prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat.
Hal ini disebabkan pada usia <20 tahun kondisi ibu masih dalam
masa pertumbuhan sehingga organ- organ reproduksi belum siap
untuk dibuahi, sehingga mengakibatkan gangguan pada
pertumbuhan janin (prawirohardjo, 2002)
2) Riwayat Preterm
Riwayat pernah melahirkan premature atau keguguran
mempunyai resiko mengalami persalinan preterm. Riwayat
persalinan dengan berat bayi lahir rendah mempunyai perkiraan
persalinan preterm sebanyak 17,5%, suatu resiko relative hampir
2,5 kali (Prawirohardjo, 2002)
3) Kebiasaan ibu
Kebiasaan ibu dalam merokok, memakai obat-obatan
ataupun alkohol juga merupakan faktor risiko persalinan pretemr
(Prawirohardjo, 2001).
28
4) Psikologis
Faktor psikologis seperti tempat kerja yang kurang nyaman,
tertekan, gelisah dan sebagainya dapat meningkatkan persalinan
preter. Ada pula hubungan bermakna antara kerja fisik
(mengangkat benda berat, kerja berat dan sebagainya ) dengan
kejadian persalinan preterm.
e. Komplikasi Partus Prematur
Komplikasi partus prematur yaitu terjadinya perdarahan plasenta
dengan pembentukan prostaglandin dan mungkin induksi stress, janin
mati, dan kelainan congenital (Saifudin, 2002 : 300) sedangkan
menurut Nur Cahyo (2008) komplikasi partus prematur yaitu :
1) Sindroma gawat janin
2) Ketidakmatangan pada system saraf
3) Rentang terjadinya perdarahan otak atau serangan apneu
4) Intoleransi pemberian makanan
5) Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia
retrolental)
6) Displasia bronkopulmoner
7) Penyakit jantung
8) Jaundice
9) Infeksi atau septicemia
29
10) Anemia
11) Hipoglikemia/ Hiperglikemia
12) Perkembangan dan partumbuhan yang terhambat
13) Keterbelakangan mental dan motorik
f. Penilaian Klinik
Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur
dengan jarak 7-8 kali per menit atau kurang dan adanya pengeluaran
lender kemerahan atau cairan vagina dan diikuti dengan tanda- tanda
sebagai berikut :
1) Pada pemeriksaan dalam :
a) Pendataran serviks 50-80 % atau lebih
b) Pembukaan 2 cm atau lebih
2) Mengukur panjang serviks dengan vagina probe USG :
a) Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan
prematur.
b) Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan mengalami
terjadinya persalinan pematur.
c) Cara induksi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan
dirumah tampaknya tidak memberikan perubahan dalam
insidensi kelahiran prematur. (Prawirohardjo, 2001)
30
g. Pencegahan
Prinsip pencegahan partus preterm (usaha mempertahankan
kehamilan sedapat mungkin sampai usia kehamilan aterm) :
1) Edukasi pasien untuk pemeriksaan dan perawatan antenatal yang
baik dan teratur.
2) Menjelaskan faktor-faktor resiko kehamilan dan persalinan.
3) Menjelaskan tanda-tanda dan gejala yang merupakan pertanda
bahaya yang harus diketahui pasien, supaya pasien dapat langsung
mencari pertolongan (kontraksi atau mules, keluar
cairan/lender/darah, demam, pusing, dan sebagainya)
4) Bila terjadi tanda-tanda, tersebut dilakukan penatalaksanaa medik
untuk berusaha mempertahankan kehamilan sedapat mungkin.
5) Bila ditemukan tanda yang tidak memungkinkan untuk
mempertahankan kehamilan lebih lama (misalnya pembukaan
serviks, ketuban pecah, gawat janin, infeksi ) diusahakan untuk
menciptakan kondisi yang seoptimal mungkin bagi ibu dan janin,
kemudian dilakukan terminasi kehamilan.
h. Penatalaksanaan
Menurut Rompas (2004), ibu hamil yang didefinisikan memiliki
resiko kehamilan preterm dan yang mengalami persalinan preterm
harus ditangani seksama untuk meningkatkan keluaran neonatal, yaitu
dengan :
31
1) Konservatif
a) Pemberian tokolitik
Tokolitik adalah obat yang digunakan untuk mencegah atau
menghentikan kontraksi uterus. Kontraindikasi pemberian
tokolitik yaitu janin mati, anomali kengenital yang letal, janin
nonreaktif, gawat janin, IUGR berat, karioamnionitis, infeksi
intrauterin, perdarahan dengan gangguan hemodinamik pada
ibu, preeklampsi dan eklampsi.
(1) Nefedipin
Diberikan 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40
mg/6 jam umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis
perawatan 3x10 mg.
(2) Golongan beta-mimetrit
(3) Salbutamol
Per infuse : 20-50 mg/menit
Per oral : 4 mg 2-4 x per hari atau :
(4) Terbutalin
Per infuse : 10-15 mg/menit
Subkutan : 250 mg setiap 6 jam
Per oral : 5-7 mg setiap 8 jam (maintenance)
32
(5) Efek samping : hiperglikemia, hipokelemia, hipotensi,
takikardi, iskemi miokardial, edema paru.
(6) Magnesium Sulfat
Parenteral : 4-6 gr per (IV) pemberian bolus selama 20-
30 menit, infus 2-4 gr per jam (meintenance)
Efek samping : Edema paru, letargi, nyeri dada, depresi
pernafasan (pada ibu dan bayi)
2) Terminasi
a) Akselerasi pematangn fungsi paru
(1) Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betametason 12
mg IM. 2 x 24 jam, atau dexametason 5 mg tiap 12 jam
(IM) sampai 4 dosis.
(2) Thyrotropin releasing hormone 400 ug IV, akan
meningkatkan kadar triiodothironine yang dapat
meningakatkan produksi surfaktan.
(3) Suplemen inositol karena inositol merupakan komponen
membrane fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
b) Pemberian antibiotika
Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan jumlah
kejadian chorioamniomnitis dan sepsis neonatorum. Diberikan
33
2 gr amphicillin (IV) tiap 6 jam sampai persalinan selesai.
Peneliti lain memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman
aerob dan anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan
tes sensitifitas. Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan
perhadap faktor risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontra
indikasi diberi tokolitik,.
i. Cara Persalinan
Janin presentasi kepala : Pervaginam dengan episiotomy lebar
dan perlindungan forceps terutama pada bayi <35 Minggu.
Indikasi seksio sesarea :
1) Janin sungsang.
2) Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gr.
3) Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin
melemah, oligohidramnion dan cairan amnion berbau. Bila syarat
pervaginam tidak terpenuhi.
4) Gawat janin, bila syarat pervaginam lain (letak lintang, plasenta
previa, dan sebagainya).
Lindungi bayi dengan handuk hangat, usahakan suhu 36-37 0C,
perlu dibahas dengan dokter bagian anak. Bila bayi ternyata tidak
mempunyai kesulitan (minum, nafas, tanpa cacat) maka perawatan
dengan metode kangguru dapat diberikan agar lama perawatan di
Rumah Sakit berkurang.
34
i. Phatway
Bagan 2.1 Phatway Sumber Prawirohardjo 2011 dan Asrining 2003
PREMATUR
ETIOLOGI HIPERTENSI PERKEMBANGAN JANIN TERHAMBAT SOLUSIO PLASENTA PLASENTA PREVIA KELAINAN RHESUS DIABETES KELAINAN BAWAAN UTERUS KPD SERVIKS INKOMPETEN GEMELI
FAKTOR RESIKO RIWAYAT PRETERM KEBIASAAN IBU PSIKOLOGIS
PENILAIAN KLINIK
MENILAI ADANYA KONTRAKSI YANG TERATUR PEMERIKSAAN DALAM:
PENDATARAN SERFIKS 50-80%/ LEBIH, PEMBUKAAN 2cm/LEBIH, PENURUNAN KEPALA, EFFECMENT, KULIT
KETUBAN SUDAH PECAH ATAU BELUM.
PENATALAKSANAAN 1) AKSELERASI
PEMATANGAN FUNGSI PARU
2) PEMBERIAN ANTIBIOTIKA
3) PEMBERIAN TOKOLITIK
CARA PERSALINAN
PERVAGINAM: SYARAT PERVAGINAM MEMENUHI DENGAN EPISIOTOMI LEBAR DAN PERLINDUNGAN FORCEPS (BAYI <35 MINGGU) PRESKEP
SEKSIO SESAREA: SUNGSANG, TBJ < 1500 GRAM, INFEKSI INPARTUM, GAWAT JANIN, PLASENTA PREVIA, DLL
35
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis,
mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Mufdilah, Hidayat, 2008 : 74).
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
dengan urutan logis dan menguntungkan, menguraikan perilaku yang
diharapkan dari pemberi asuhan yang berdasarkan teori ilmiah, penemuan,
keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan
keputusan yang berfokus pada klien (Atik, 2008).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari manajemen kebidanan
adalah metode pemecahan terhadap suatu masalah yang dilakukan secara
sistematis dan logis agar dapat memberikan asuhan kebidanan pada klien
yang berdasarkan teori, penemuan, dan keterampilan yang telah
didapatkan.
2. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
Menurut (Mufdilah, Hidayat, 2008) Proses manajemen kebidanan
menurut varney terdiri dari 7 langkah yaitu :
a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar.
36
Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang
klien/orang yang meminta asuhan. Kegiatan pengumpulan data dimulai
saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses
asuhan kebidanan berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai
sumber. Pasien adalah sumber informasi yang akurat dan ekonomis,
disebut data primer. Sumber data alternatif atau sumber data sekunder
adalah data yang sudah ada.
Teknik pengumpulan data ada tiga, yaitu :
1) Observasi
Observasi adalah pengumpulan data melalui indera penglihatan,
pendengaran, penciuman dan perabaan.
2) Wawancara
Wawancara adalah pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan
pada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang penting
diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data yang
relevan.
3) Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan memakai instrument/alat pengukur.
Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama, dan
kuantitas.
Data secara garis besar, mengklasifikasikan menjadi data
subyektif dan data obyektif. Pada waktu mengumpulkan data subyektif
37
bidan harus mengembangkan hubungan antar personal yang efektif
dengan pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal
yang menjadi keluhan utama pasien dan yang mencemaskan, berupaya
dengan masalah klien.
Pada waktu mengumpulkan data obyektif bidan harus mengamati
ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan fisik,
memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan teknik
pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang
terarah dan berkaitan dengan keluhan pasien.
b. Langkah II (kedua) : Interpretasi data dasar.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnostik yang spesifik.
c. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnose
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan
38
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa / masalah potesial ini
benar-benar terjadi.
d. Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera.
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan
perlu bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data
menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera, sementara
menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi
dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien
untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini
mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif atau
menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Perencanaan supaya terarah,
dibuat pola piker dengan langkah sebagai berikut: tentukan tujuan
tindakan yang akan dilakukan yang berisi tentang sasaran/target dan
hasil yang akan dicapai, selanjutnya ditentukan tindakan sesuai dengan
masalah/diagnosa dan tujuan yang akan dicapai.
39
f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan perencanaan dan
penatalaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagaian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau
anggota tim kesehatan lainnya. Manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.
g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah bdnar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.
Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen
tidak afektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan
berikutnya.
40
KONSEP ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU BERSALIN PATOLOGI DENGAN PREMATUR
A. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
1. Langkah I : Pengumpulan data dasar
a. Data Subyektif
1) Identitas Pasien
a) Nama
Melakukan pengkajian nama pasien serta nama
penanggung jawab atas pasien ( suami, orang tua atau
keluarga pasien ).
b) Umur
Umur ditulis dalam tahun untuk mengetahui adanya
resiko komplikasi yang mungkin dapat terjadi. Misal,
usia kurang dari 20 tahun atau usia lebih dari 35 tahun.
c) Agama
Untuk mengetahui keyakinan yang dianut pasien
sehingga bidan dapat membimbing atau mengarahkan
pasien dalam berdoa sesuai dengan keyakinan yang
dianutnya.
41
d) Suku/Bangsa
Untuk megetahui suku/bangsa pasien yang dapat
berpengaruh terhadap adat istiadat atau kebiasaan sehari
- hari.
e) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual pasien sehingga
bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya.
f) Pekerjaan
Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi
pasien karena mempengaruhi gizi pasien tersebut.
g) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah menghubungi apabila
ada keadaan yang mendesak.
2) Alasan datang ke klinik
Untuk mengetahui tujuan pasien datang ke rumah sakit.
3) Keluhan Utama
Ibu datang ke rumah sakit dengan keluhan merasa cemas atas
kehamilannya saat ini, ibu mengeluh merasakan kenceng –
kenceng sering, keluar lendir darah dari jalan lahir, ketuban
pecah padahal belum merupakan hari perkiraan lahir.
42
4) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita
pasien yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya
persalinan prematur.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui penyakit yang sedang diderita pasien
saat ini yang mungkin dapat berpengaruh terhadap
kejadian persalinan prematur saat ini seperti hipertensi,
diabetes, dan lain – lain.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui adanya keluarga yang menderita suatu
penyakit tertentu yang mungkin dapat berpengaruh
terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya yang
dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur.
5) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawina pasien seperti berapa kali
menikah, status menikahnya syah atau tidak, menikah berapa
kali, usia berapa, menikah dengan suami usia berapa karena
berapa kali menikah dan usia perkawinan dapat
mempengaruhi terjadinya persalinan prematur.
43
6) Riwayat Obstetri
a) Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui kapan pasien mendapatkan menstruasi
pertamanya, bagaimana siklus mentruasinya, berapa
lama pasien menstruasi, berapa banyaknya darah
menstruasi dalam sehari, bagaimana bau dan warna
darahnya, apakah selama menstruasi menngalami
dismenorhoe, apakah mengalami flour albus, kapan hari
pertama haid terakhir pasien.
b) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Riwayat kehamilan ditanyakan untuk mengetahui berapa
kali ibu hamil, adakah riwayat trauma pada kehamilan,
solusio plasenta pada kehamilan, plasenta previa,
anemia, perdarahan, dan kehamilan ganda.
Riwayat persalinan lalu ditanyakan untuk mengetahui
pernahkah ibu melahirkan prematur, persalinan prematur
yang dikarenakan solusio plasenta, plasenta previa, dan
persalinan gemeli.
Riwayat nifas lalu ditanyakan untuk mengetahui adakah
komplikasi masa nifas yang dapat mempengaruhi proses
terjadinya masa nifas ibu.
44
c) Plasenta
Untuk mengetahui apakah plasenta lahir spontan atau
dengan tindakan (manual plasenta, KBI ), lahir lengkap
atau tidak, ukuran dan beratnya berapa.
(1) Kelainan plasenta
Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
plasenta atau tidak.
(2) Panjang tali pusat
Untuk mengetahui berapa panjang tali pusat.
(3) Kelainan tali pusat
Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada tali
pusat atau tidak.
d) Perineum
Untuk mengehatui apakah perineum utuh atau ada
robekan.
(1) Robekan tingkat
Untuk mengetahui tingkat robekan pada perineum
(2) Episiotomi
Untuk mengetahui apakah dilakukan tindakan
episiotomi sewaktu melahirkan.
45
(3) Anestesi
Untuk mengetahui apakan dilakukan tindakan
anestesi sewaktu melakuakan penjahitan luka
perineum.
(4) Jahitan dengan
Untuk mengetahui jahitan dilakuan dengan teknik
apa.
e) Perdarahan
Untuk mengetahui jumlah perdarahan pada kala I, II, III,
IV.
f) Tindakan lain
Untuk mengetahui adakah tindakan lain pada waktu
melahirkan.
7) Riwayat Kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah pasien penah ikut KB apa tidak,
jika iya ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi tersebut,
apakah ibu pernah droup out, adakah rencana untuk ber-KB
setelah bersalin ini, apakah rencana kontrasepsi yang akan
digunakan setelah bersalin ini.
46
8) Pola Kebutuhan Sehari
a) Pola Nutrisi
Untuk mengetahui pola makan dan minum pasien seperti
frekuensi, banyaknya, jenis makanan, apakah ada
makanan pantangan atau tidak karena asupan nutrisi
yang kurang adekuat dapat mempengaruhi terjadinya
persalinan premature.
b) Pola Eliminasi
Untuk mengetahui pola fungsi sekresi yang seperti
kebiasaan BAB meliputi frekuensi, jumlah dan
konsistensi serta kebiasaan BAK meliputi frekuensi,
warna, jumlah.
c) Pola Aktivitas Pekerjaan
Untuk mengetahui pola aktivitas pasien sehari-hari. Pada
pola ini perlu dikaji karena aktivitas ibu yang terlalu
banyak dan melelelahkan ibu akan memicu persalinan
prematur yang biasanya berawal dari terjadinya
perdarahan pada kehamilan yang kemudian
menyebabkan terjadinya persalinan prematur.
d) Pola Istirahat
Untuk mengetahui pola istirahat seperti berapa jam
pasien tidur siang dan tidur malam, apakah selama tidur
mengalami gangguan atau tidak. Pola istirahat yang
47
kurang pada ibu hamil juga dapat memicu terjadinya
persalinan prematur karena dapat memicu kelelahan pada
ibu hamil.
e) Personal Hygiene
Untuk mengetahui apakah pasien selalu menjaga
kebersihan tubuhnya atau tidak, seperti mandi berapa
kali, keramas berapa kali, ganti paakaian berapa kali,
gosok gigi berapa kali.
f) Pola Seksual
Untuk mengetahui apakah selama hamil ini ibu
melakukan hubungan seksual. Menanyakan kapan
terakhir melakukan hubungan seksual, apakah ada
trauma paska melakukan hubungan seksual atau tidak.
9) Psikososial Spiritual
a) Tanggapan dan dukungan keluarga tehadap kehamilan
saat ini
Untuk mengetahui apakah keluarga memberikan
tanggapan dan dukungan positif terhadap kehamilannya.
Karena tanggapan dan dukungan yang diberikan
keluarga akan mempengaruhi psikologi pasien yang
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya persalinan
prematur.
48
b) Pengambil keputusan dalam keluarga
Untuk mengetahui siapa pengambil keputusan dalam
keluarga.
c) Ketaatan beribadah
Untuk mengetahui ketaatan beribadah pasien tehadap
keyakinan yang dianutnya.
d) Lingkungan yang berpengaruh
(1) Tinggal dengan siapa
Untuk mengetahui dengan siapa pasien tinggal,
karena lingkungan sekitar akan mempengaruhi
psikologi pasien yang berdampak pada
kehamilannya dan menyebabkan persalinan
prematur.
(2) Hewan peliharaan
Untuk mengetahui apakah mempunyai hewan
peliharaan atau tidak.
(3) Cara memasak
Untuk mengetahui bagaimana cara memasak daging
dan sayur, apakah sebelum dimasak dicuci sampai
bersih terlebih dahulu atau tidak, dimasak sampai
matang atau tidak.
49
b. Objektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Untuk menilai keadaan pasien pada saat itu.
b) Kesadaran
Untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
(1) Tekanan darah
Untuk mengetahui tekanan darah pasien apakah
rendah atau justru mengalami hipertensi.
(2) Temperatur/ suhu
Untuk mengetahui suhu badan yang dialami pasien.
(3) Nadi
Nadi berkisar antara 60-80x/menit. Terkadang nadi
ibu pada saat bersalin mengalami peningkatan sesuai
dengan keadaan paien.
(4) Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal,
yaitu sekitar 20-30x/menit.
50
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut rontok
atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka
Untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak.
c) Mata
Untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung
Untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau tidak,
bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga
Untuk mengetahui apakah ada penumpukan skret atau
tidak.
f) Mulut
Untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher
Untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid atau tidak, pembesaran kelenjar limfe atau tidak,
pembesaran kelenjar vena jugularis atau tidak.
51
h) Ketiak
Untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar limfe
atau tidak.
i) Dada
Untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak, adakah cairan yang keluar dari
puting atau tidak, puting tenggelam atau menonjol.
j) Ekstermitas atas
Untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak, ikterik
atau tidak, sianosis atau tidak.
k) Ekstermitas bawah
Untuk mengetahui keadaan turgor baik atau tidak,
sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella
positif atau tidak.
l) Genetalia
Untuk menegetahu pengeluaran pervaginam, VT
dilakukan untuk mengetahui pembukaan, penipisan,
efecment, penurunan bagian terbawah janin, menentukan
POD.
m) Anus
Untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atu tidak.
52
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
(1) Muka
Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah
ada cloasma gravidarum atau tidak, apakah terjadi
oedem atau tidak.
(2) Payudara
Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah
payudara simetris atau tidak, apakah ada retraksi
payudara atau tidak, apakah putting susu menonjol
atau tenggelam.
(3) Abdomen
Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah
ada bekas operasi obstetrik atau tidak.
(4) Genetalia
Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah
ada pengeluaran berupa lendir darah,
b) Palpasi
(1) Payudara
Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
ada benjolan abnormal atau tidak, apakah colostrum
atau ASI sudah keluar atau belum.
53
(2) Abdomen
Leopod I : TFU, Menentukan bagian teratas
janin, apakah teraba bagian bulat, keras atau lunak,
melenting atau tidak melenting. Jika bagian teratas
janin teraba bulat, keras dan ada lentingan berarti
kepala janin. Jika bagian teratas janin teraba bulat
lunak dan tidak ada lentingan berarti bokong janin.
Leopod II : menentukan bagian apakah yang
teraba pada kanan dan kiri perut ibu.
Pada kanan perut ibu apakah teraba bagian keras,
memanjang dan ada tahanan (jika iya berarti
punggung janin).
Pada kiri perut ibu apakah teraba bagian kecil – kecil
janin (jika iya berarti ekstremitas janin).
Leopod III : menentukan bagian terbawah janin.
Apakah teraba bagian bulat, keras atau lunak, ada
lentingan atau tidak. Jika bagian terbawah janin
teraba bulat, keras ada lentingan berarti itu kepala
janin. Jika bagian bawah janin teraba bulat, lunak
dan tidak ada lentingan itu berarti bokong janin.
Kemudian menentukan apakah bagian terbawah
janin sudah masuk PAP atau belum.
54
Leopod IV : melakukan penilaian seberapa jauh
penurunan bagian terbawah janin.
Leopod I-IV dilakukan bila janin presentasi kepala.
Pada presentasi bokong hanya dilakukan
pemeriksaan leopod I-III.
Pada kasus letak lintang hanya dilakukan
pemeriksaan leopod I-II.
4) Pemeriksaan penunjang
a) USG untuk memastikan bahwa kehamilan prematur atau
tidak dengan cara dilihat dari usia kehamilannya,
kemudian untuk mengetahui kondisi janin seperti letak
janin, posisi janin, letak plasenta, yang kemudian untuk
menetukan jenis persalinan yang akan dilakukan apakah
dengan pervaginam (bila syarat memenuhi) apakah
dengan SC.
2. Langkah 2 : Interpretasi Data
a. Diagnosa Kebidanan
Ny. … G... P… A…, Umur … Tahun, Umur kehamilan ...
minggu, inpartu kala ..., janin tunggal/ganda, hidup intra uteri/
luar uteri, presentasi kepala atau bagian lain, letak
membujur/melintang, punggung kanan/punggung kiri,
konvergen/divergen, dengan partus prematur, DJJ.
55
DS :
1) Keluhan utama :
Ibu mengatakan kenceng – kenceng sering, keluar lendir
darah dari jalan lahir, ketuban pecah padahal belum
merupakan hari perkiraan lahir.
2) Ibu mengatakan G...P...A...
3) HPHT : ....
HPL : ....
4) Ibu mengatakan memiliki atau tidak memiliki riwayat
trauma seperti paska jatuh atau trauma paska kotus.
DO :
1) Abdomen
Palpasi : janin tunggal hidup intra uteri, letak
membujur/melintang, puka/puki, prebo/preskep,
konvergen/divergen, DJJ...
2) Genetalia
Untuk menegetahu pengeluaran pervaginam, VT dilakukan
untuk mengetahui pembukaan, penipisan, efecment,
penurunan bagian terbawah janin, menentukan POD.
a) Inspeksi
Dilakukan pengamatan untuk mengetahui apakah ada
pengeluaran berupa lendir darah
56
b. Masalah
Ada nyeri His, Gangguan peningkatan tekanan darah, Ibu
merasa takut dan gelisah dalam menghadapi persalinan karena
kehamilan yang kurang cukup bulan.
c. Kebutuhan Segera
1) Pemberian nutrisi dan cairan.
2) Penyuluhan menghadapi persalinan kala II
a) Cara mengejan yang efektif.
b) Persiapkan fisik dan mental ibu.
c) Pengurangan rasa nyeri.
d) Pertolongan persalinan yang aman dan nyaman.
e) Dukungan psikologis
3. Langkah 3 : Identifikasi Diagnosa Potensial
Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial pada persalinan prematur tidak selalu terjadi.
Diagnosa potensial mungkin saja muncul mungkin saja tidak sesuai
dengan kondisi kesehatan ibu, kesejahteraan janin, serta cara
penangan yang tepat pada pertolongan persalinan yang dilaksanakan.
Biasanya persalinan prematur ini dapat berdampak :
1) Pada Ibu
Perdarahan
2) Pada Bayi
Asfiksia
57
Hipotermi
Kelainan kongenital
Ketidak matangan sistem saraf
Kematian
4. Langkah 4 : Identifikasi Kebutuhan Segera
a. Kebutuhan Segera
Kolaborasi dengan dokter obsgyn
Kolaborasi dengan dokter spesialis anak
5. Langkah 5 : Identifikasi Rencana Asuhan
a. Planning
Tanggal :
Jam :
1) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
2) Jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini.
3) Kolaborasi dengan dokter obsgyn untuk memberikan terapy
antibiotika.
4) Kolaborasi dengan dokter obsgyn untuk memberikan terapy
akselerasi pematangn fungsi paru pada bayi.
5) Persiapkan prtus set dan ruang persalinan.
6) Libatkan suami atau keluarga untuk memberikan dukungan
terhadap proses persalinan.
58
7) Atur posisi ibu senyaman mungkin
8) Ajari ibu cara mengejan yang baik dan benar .
9) Anjurkan ibu untuk makan dan minum disela – sela
kontraksi
10) Persiapkan alat resusitasi.
11) Kolaborasi dengan dokter spesialis anak.
6. Langkah 6 : Melaksanaan Perencana
a. Pelaksanaan
Tanggal :
Jam :
1) Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
a) KU :
b) TD :
c) N :
d) RR :
e) S :
2) Menjelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini bahwa
ketuban belum pecah. Ibu tidak boleh mengedan, agar
menarik nafas panjang bila perutnya terasa sakit dan ibu
boleh mencari posisi yang nyaman, ibu boleh minum dan
BAK ke kamar kecil.
59
3) Melakukan kolaborasi dengan dokter obsgyn untuk
pemberian antibiotika
Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan jumlah
kejadian chorioamniomnitis dan sepsis neonatorum.
Diberikan 2 gr amphicillin (IV) tiap 6 jam sampai
persalinan selesai. Peneliti lain memberikan antibiotika
kombinasi untuk kuman aerob dan anaerob. Yang terbaik
bila sesuai dengan kultur dan tes sensitifitas. Setelah itu
dilakukan deteksi dan penanganan perhadap faktor risiko
persalinan preterm, bila tidak ada kontra indikasi diberi
tokolitik,.
4) Melakukan kolaborasi dengan dokter obsgyn unruk
akselerasi pematangn fungsi paru :
a) Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betametason
12 mg IM. 2 x 24 jam, atau dexametason 5 mn tiap 12
jam (IM) sampai 4 dosis.
b) Thyrotropin releasing hormone 400 ug IV, akan
meningkatkan kadar triiodothironine yang dapat
meningakatkan produksi surfaktan.
c) Suplemen inositol karena inositol merupakan
komponen membrane fosfolipid yang berperan dalam
pembentukan surfaktan.
60
5) Mempersiapkan alat untuk persalinan yaitu.
a) Menyiapkan ruangan untuk bersalin yang bersih dan
membuat lingkungan senyaman mungkin.
b) Alat untuk persalinan yaitu partus set, heating set, obat-
obatan dan alat resusitasi.
c) Perlengkapan pakaian ibu dan bayi.
6) Melibatkan suami atau keluarga untuk memberikan
dukungan terhadap proses persalinan.
7) Mengatur posisi ibu senyaman mungkin
8) Mengajari ibu cara mengejan yang baik dan benar yaitu
mengejan pada saat ada kontraksi dengan terlebih dahulu
tarik nafas panjang, tidak mengeluarkan suara saat
mengejan, menghadap ke perut, mata tidak boleh tertutup,
tangan memegang pergelangan kaki.
9) Menganjurkan ibu untuk makan dan minum disela – sela
kontraksi
10) Mempersiapkan alat resusitasi untuk persiapan kelahiran
bayi bila terjadi asfiksia.
11) Melakukan kolaborasi dengan dokter anak untuk persiapan
penanganan pada bayi baru lahir bila terjadi komplikasi.
61
7. Langkah 7 : Melakukan Evaluasi
a. Evaluasi
Tanggal :
Jam :
1) Telah dilakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda
vital.
2) Ibu sudah mengetahui tentang kondisinya saat ini.
3) Kolaborasi dengan dokter obsgyn untuk pemberian
antibiotika telah diberikan.
4) Kolaborasi akselerasi pematangn fungsi paru dengan dokter
obsgyn telah dilakukan.
5) Alat dan ruang persalinan telah dipersiapkan.
6) Dalam proses persalinan telah melibatkan suami atau
keluarga.
7) Ibu telah mendapatkan posisi yang nyaman.
8) Ibu sudah mengetahui cara mengejan yang baik dan benar.
9) Ibu bersedia untuk makan dan minum disela – sela
kontraksi.
10) Alat resusitasi telah dipersiapakan.
11) Kolaborasi dengan dokter anak telah dilakukan.
62
C. Hukum Kewenangan Bidan
1. Pengertian Bidan
Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai
dengan persyaratan yang telah berlaku, dicatat (registrasi), diberi izin
secara sah untuk menjalankan praktek. (Nazriah, 2009).
Definisi bidan menurut Ikatan Bidan Indonesia atau IBI (2006)
adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku dan diberi izin secara sah untuk melaksanakan
praktek, Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan kebidanan di
masyarakat, bidan diberi wewenang oleh pemerintah sesuai dengan
wilayah pelayanan yang diberikan. Wewenang tersebut berdasarkan
peraturan Menkes RI.Nomor 900/Menkes ISK/VII/2002 tentang registrasi
dan praktek bidan.
Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau
FIGO (1991) dan World Health Organization atau WHO (1992)
mendefinisikan bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi
dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia
harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat
yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa
63
pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri
serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan
kesehatan baik bagi wanita sebagai pusat keluarga maupun masyarakat
pada umumnya, tugas ini meliputi antenatal, intranatal, postnatal, asuhan
bayi baru lahir, persiapan menjadi orangtua, gangguan kehamilan dan
reproduksi serta keluarga keluarga berencana. Bidan juga dapat melakukan
praktek kebidanan pada Puskesmas, Rumah sakit, klinik bersalin dan unit-
unit kesehatan lainnya di masyarakat. (Nazriah, 2009)
Menurut Estiwidani.D, dkk (2008) peran, fungsi bidan dalam
pelayanan kebidanan adalah sebagai : pelaksana, pengelola, pendidik, dan
peneliti. Sedangkan tanggung jawab bidan meliputi pelayanan konseling,
pelayanan kebidanan normal, pelayanan kebidanan abnormal, pelayanan
kebidanan pada anak, pelayanan KB,dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Sedemikian kompleksnya peran, fungsi, dan tanggung jawab seorang
bidan dalam melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kebidanan
yang terbaik dan professional kepada masyarakat maka untuk keberhasilan
dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan landasan yang kuat berupa
kompetensi bidan.
2. Teori kewenangan bidan
a. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1464/MENKES/PER/X/2010 kewenangan bidan antara lain :
64
1) Pelayanan Kesehatan Ibu
Pada Pasal 10
a) Ayat (1) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada
masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui dan masa antara dua kehamilan.
Analisa :
Telah disebutkan pada pasal 10 ayat 1 bahwa bidan memiliki
kewenangan dalam pertolongan persalinan.
b) Ayat (2) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi :
(1) Pelayanan konseling pada masa pra hamil;
(2) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
(3) Pelayanan persalinan normal;
(4) Pelayanan ibu nifas normal;
(5) Pelayanan ibu menyusui; dan
(6) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
Analisa :
Sangat jelas sekali bahwa dalam memberikan pelayanan
kesehatan bahwa seorang bidan hanya berwenang untuk
65
membantu persalinan normal sesuai dengan pasal 10 ayat (1)
poin 3.
c) Ayat (3) disebutkan bahwa “Bidan dalam memberikan
pelayanan sebagaimana dimaksud Ayat (2) berwenang untuk :
(1) Episiotomi;
(2) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
(3) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
(4) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
(5) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
(6) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air
susu ibu eksklusif;
(7) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga
dan postpartum;
(8) Penyuluhan dan konseling;
(9) Bimbingan pada kelompok ibu hamil;
(10) Pemberian surat keterangan kematian; dan
(11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Analisa :
66
Dalam kewenangannya, bidan memiliki kewenangan dalam
melakukan penanganan kegawatdaruratan yang kemungkinan
terjadi dalam pelayanan yang diberikan namun harus
dilanjutkan dengan perujukan pasien ke teanaga kesehatan
dengan fasilitas pelayanan yang lebih tinggi.
3. Landasan hukum bidan
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
Pada Pasal 52
Ayat (2) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan sebagaimana yang
dimaksud pada Ayat (1) meliputi kegiatan dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Analisa :
Jelas sekali dalam undang-undang pada ayat tersebut bahwa seorang
bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan baik pelayanan
kesehatan perorangan maupun pelayanan kesehatan masyarakat harus
meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Pada Pasal 53
Ayat (1) disebutkan bahwa “Pelayanan kesehatan perorangan ditujukan
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan
dan keluarga.
67
Analisa :
Dalam ayat tersebut dapat di analisis bahwa bidan berhak memberikan
pelayanan kesehatan perorangan yang bertujuan untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan tersebut.
Ayat (3) disebutkan bahwa “Pelaksanaan pelayanan kesehatan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan
pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya.
Analisa :
Dalam ayat tersebut dapat di analisis bahwa dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan seorang bida harus mendahulukan keselamatan
nyawa pasien disbanding kepentingan lainnya.
Pada Pasal 126
Ayat (1) disebutkan bahwa “Upaya kesehatan ibu harus ditujukan
untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi
yang sehat dan berkuaitas serta mengurangi angka kematian ibu.
Analisa :
Dalam ayat tersebut dapat di analisis bahwa salah satu kewenangan
bidan adalah mengupayakan kesehatan ibu, yang bertujuan untuk
menjaga kesehatan ibu, sehingga ibu mampu melahirkan generasi yang
sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.
68
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
369/MENKES/SK/III/2007.
1) Standar Kompetensi yang berhubungan dengan Persalinan
Kompetensi ke-4 :
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawat
daruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan
bayinya yang baru lahir.
a) Pengetahuan Dasar
(1) Fisiologi persalinan.
(2) Anatomi tengkorak janin, diameter yang penting dan
penunjuk.
(3) Aspek psikologis dan kultural pada persalinan dan
kelahiran.
(4) Indikator tanda-tanda mulai persalinan
(5) Kemajuan persalinan normal dan penggunaan partograf
atau alat serupa.
(6) Penilaian kesejahteraan janin dalam masa persalinan.
(7) Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.
69
(8) Proses penurunan janin melalui pelvic selama persalinan
dan kelahiran.
(9) Pengelolaan dan penatalaksanaan persalinan dengan
kehamilan normal dan ganda.
(10) Pemberian kenyamanan dalama persalinan, seperti :
kehadiran keluarga pendamping, pengaturan posisi,
hidrasi, dukungan moril, pengurangan nyeri tanpa obat.
(11) Transisi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.
(12) Pemenuhan kebutuhan fisik bayi baru lahir meliputi
pernapasan, kehangatan, dan memberikan ASI/PASI,
eksklusif 6 bulan.
(13) Pentingnya pemenuhan kebutuhan emosional bayi baru
lahir, jika memungkinkan antara lain kontak kulit
langsung, kontak mata antar bayi dan ibunya bila
dimungkinkan.
(14) Mendukung dan meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
(15) Manajemen fisiologi kala III.
(16) Memberikan suntikan intra muskuler meliputi :
uterotonika, antibiotika, dan sedative.
70
(17) Indikasi tindakan kedaruratan kebidanan seperti : distosia
bahu, asfiksia neonatal, retensio plasenta, perdarahan
karena atonia uteri dan mengatasi renjatan.
(18) Indikasi tindakan operatif pada persalinan misalnya gawat
janin, CPD.
(19) Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus
macet, kelainan presentasi, eklamsia kelelahan ibu, gawat
janin, infeksi, ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia
karena inersia uteri primer, post term, dan pre term serta
tali pusat menumbung.
(20) Prinsip manajemen kala III secara fisiologis.
(21) Prinsip manajemen aktif kala III.