23
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stroke iskemik 2.1.1 Definisi Istilah stroke berdasarkan dokumen konsensus para ahli AHA/ASA pada tahun 2013 digunakan untuk menjelaskan beberapa hal, salah satunya adalah infark susunan saraf pusat. Lebih lanjut, dokumen konsensus tersebut juga menjelaskan bahwa infark susunan saraf pusat yaitu kematian sel akibat iskemia yang terjadi pada otak, medula spinalis atau retina, dan bukti adanya iskemia berdasarkan: 2 1) Patologis, imajing, atau bukti objektif lainnya yang dapat menunjukkan adanya cedera iskemik di otak, medula spinalis atau retina sesuai dengan distriusi vaskuler, atau 2) Bukti klinis adanya cedera iskemik pada otak, medula spinalis atau retina berdasarkan gejala yang menetap hingga ≥24 jam atau hingga mengakibatkan kematian dan tidak ada etiologi lainnya. Sedangkan untuk definisi stroke iskemik menurut AHA/ ASA, yaitu suatu episode disfungsi neurologis akibat infark fokal di otak, medula spinalis atau retina. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stroke iskemik 2.1.1 Definisieprints.undip.ac.id/61715/3/Asrina_Enggarela_22010114120042_Lap... · yaitu suatu episode disfungsi neurologis akibat infark

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke iskemik

2.1.1 Definisi

Istilah stroke berdasarkan dokumen konsensus para ahli

AHA/ASA pada tahun 2013 digunakan untuk menjelaskan beberapa

hal, salah satunya adalah infark susunan saraf pusat. Lebih lanjut,

dokumen konsensus tersebut juga menjelaskan bahwa infark susunan

saraf pusat yaitu kematian sel akibat iskemia yang terjadi pada otak,

medula spinalis atau retina, dan bukti adanya iskemia berdasarkan:2

1) Patologis, imajing, atau bukti objektif lainnya yang dapat

menunjukkan adanya cedera iskemik di otak, medula spinalis atau

retina sesuai dengan distriusi vaskuler, atau

2) Bukti klinis adanya cedera iskemik pada otak, medula spinalis atau

retina berdasarkan gejala yang menetap hingga ≥24 jam atau hingga

mengakibatkan kematian dan tidak ada etiologi lainnya.

Sedangkan untuk definisi stroke iskemik menurut AHA/ ASA,

yaitu suatu episode disfungsi neurologis akibat infark fokal di otak,

medula spinalis atau retina.2

11

2.1.2 Faktor risiko

Faktor risiko stroke iskemik adalah suatu karakteristik pada

seorang individu yang membuat individu tersebut memiliki peningkatan

kecenderungan untuk terkena stroke iskemik dibandingkan individu lain

yang tidak memiliki karakteristik tersebut.20

Berdasarkan guidelines for

the primary prevention of stroke dari American Heart Association

(AHA) dan American Stroke Association (ASA), faktor risiko stroke

dibedakan menjadi tiga kelompok:21

1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: usia, jenis kelamin,

ras, faktor genetik.

2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan terdokumentasi baik:

TIA, hipertensi, diabetes, fibrilasi atrium, patent foramen ovale,

stenosis arteri karotis asimptomatik, sickle cell disease,

dislipidemia, obesitas, merokok.

3) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan kurang terdokumentasi:

migren, konsumsi alkohol, penyalahgunaan obat-obatan,

obstructive sleep apnea, hyperhomocysteinemia, peningkatan

lipoprotein, hiperkoagulabilitas, inflamasi dan infeksi, polutan

udara, kemampuan filtrasi glomerulus.

2.2 Konsep tidur

2.2.1 Tahapan tidur

Walaupun tidur dianggap sebagai waktu shutting down,

sebenarnya tidur merupakan proses fisiologi yang aktif. Proses

12

metabolisme ketika tidur memang menurun tetapi organ dan sistem

regulasi tubuh lainnya tetap aktif bekerja.22

Sampai sekarang sistem

klasifikasi untuk tingkatan tidur yang digunakan adalah usulan dari

Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan

electroencephalography (EEG), electrooculogram (EOG) dan electro-

myogram (EMG). Berdasarkan EEG dan pemeriksaan fisiologis lainnya

yang dilakukan ketika tidur, ada dua tipe tidur, yaitu:23

1) Tidur rapid eye movement (REM) disebut active sleep

2) Tidur non rapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep

2.2.1.1 Tidur NREM

Karakteristik tidur ini adalah adanya penurunan aktivitas

fisiologi. Ketika tidur semakin dalam, gelombang otak yang diukur

dengan EEG nampak semakin melambat dan amplitudonya semakin

besar. Sedangkan pernafasan, nadi dan tekanan darah menurun.22

Tidur NREM terdiri dari empat tahap yaitu:23

1) Stadium 1 : tidur ringan

2) Stadium 2 : tidur konsolidasi (consolidated sleep)

3) Stadium 3 dan 4 : tidur dalam atau tidur gelombang lambat

Pada tahun 2007, American Academy of Sleep Medicine

(AASM) mempublikasikan terminologi baru untuk tahapan tidur.

AASM menggunakan istilah N1, N2, N3, dan R. Sebelumnya, N1

adalah tahapan tidur NREM 1, N2 adalah tahap tidur NREM 2, N3

adalah tahap NREM 3 dan 4, serta R sebagai taha tidur REM. Tahap

13

NREM 3 dan 4 digabungkan menjadi N3 karena dianggap tidak

bermakna secara klinis.24,25

2.2.1.1.1 Tahap N1

Tidur pada umumnya diawali dengan mengantuk. Ketika

mengantuk, kesadaran perlahan-lahan akan mulai menghilang, pada

saat itulah tahap N1 terjadi.24

Tahap ini merupakan tahap

drowsiness atau transisi dari keadaan sadar ke tidur. Gelombang

otak dan aktivitas otot semakin melambat.22

Jika pada saat stadium

N1 ini diukur waktu- reaksi terhadap rangsang, maka hasilnya akan

melamban dan ketajaman intelektual menurun tetapi merasa tetap

siaga terhadap sekitar.23

Sesaat kemudian seseorang bisa kembali

terbangun kaget karena sensasi terjatuh atau berguling, tetapi

setelah itu segera kembali ke tahap N1. Peristiwa ini dikenal

dengan istilah sleep jerk.24

Gambaran EEG menunjukkan pola

gelombang yang relatif rendah dengan frekuensi yang berbeda-

beda yang disebut gelombang teta.26

2.2.1.1.2 Tahap N2

Setelah melewati tahap N1, maka akan masuk ke tahap N2.

Pada tahap ini gerakan bola mata akan berhenti, detak jantung

melambat dan suhu tubuh menurun.22

Ada tiga pola utama

gambaran EEG yang menunjukkan mulainya tahap N2 ini, yaitu:

sleep spindle (kelompok gelombang 40-100 muV dengan frekuensi

10-16 Hz, berlangsung selama 0,5-3 detik, kadang lebih lama),

14

gelombang tajam vertex atau gelombang V, dan juga gelombang K-

kompleks.23

tahap ini adalah tahap terlama, sekitar 50% dari total

tidur semalam.24

2.2.1.1.3 Tahap N3

Tahap N3 merupakan gabungan dari tahap NREM 3 dan

NREM 4. Disebut juga sebagai slow wave sleep (SWS) karena

pada tahap ini gelombang otak semakin melambat dan frekuensinya

semakin rendah. Pada tahap ini pula, hormon pertumbuhan (growth

hormone) dan prolaktin dikeluarkan oleh tubuh.24

Gambaran EEG

pada tahap ini adalah adanya gelombang delta, yaitu gelombang

yang lebih kecil dan cepat.

Tahap N3 adalah tahapan tidur paling dalam, sehingga jika

seseorang terbangun pada tahap ini maka dia tidak bisa langsung

sadar seutuhnya, melainkan akan merasa bingung dan disorientasi

untuk beberapa menit.22

2.2.1.2 Tahap R atau tidur REM

Dari tahap N3 biasanya akan kembali lagi ke tahap N2, baru

setelah itu masuk ke tahap R (tidur REM). Mulainya tidur REM

ditandai dengan terjadinya perubahan besar, bola mata bergerak-gerak

dengan cepat dan EEG menunjukkan pengingkatan drastis aktivitas

otak.24

Oleh karena peningkatan aktivitas otak tersebut, tidur REM

disebut periode tidur aktif. Gelombang otak terlihat cepat dan

disinkron, mirip dengan keadaan terjaga.

15

Perubahan yang terjadi ketika tidur REM adalah pernafasan

menjadi lebih cepat, dangkal dan tidak teratur, bola mata bergerak

cepat ke berbagai arah, dan otot ekstremitas menjadi lumpuh

sementara, serta terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.

Pada tahap tidur ini pula seseorang mengalami mimpi.22

2.2.2 Arsitektur tidur

Sebuah penelitian mengenai tidur menunjukkan bahwa

kebutuhan tidur orang dewasa adalah 7-9 jam setiap malam, remaja

butuh 9,5 jam, dan bayi umumnya butuh waktu tidur 16 jam tiap

harinya. Namun, mengenai tidur, selain memperhatikan kuantitas juga

perlu diperhatikan arsitektur tidurnya. Arsitektur tidur yang dimaksud

adalah pola dan durasi dari tiap tahap tidur.22

Gambar 1. Pola tidur orang normal

Sumber: C. Blume, R. Del Giudice, M. Wislowka et al.27

Satu siklus tidur yang sempurna terdiri dari tidur NREM dan

REM yang saling bergantian setiap 90-110 menit, dan siklus ini

16

berulang sebanyak 4-6 kali tiap malam. Pada orang dewasa, umumnya

tahap N2 lebih dominan dari tahap lainnya, yaitu lebih dari 50%. Tidur

REM pada orang dewasa sekitar 20%. Pada saat siklus tidur pertama,

durasi tidur REM hanya sebentar, dan lebih lama slow wave sleep

(SWS). Namun semakin lama, komposisi ini berubah, durasi tidur REM

akan semakin panjang dan SWS semakin pendek. Hingga pada akhir

tidur di pagi hari, satu siklus tidur hanya terdiri dari tahap N1, N2 dan

R. Durasi tiap tahap tidur dipengaruhi oleh usia. Orang dewasa normal

menghabiskan 20-25% waktu tidurnya di tahap R, tetapi tahap R pada

neonatal sekitar setengah dari durasi tidurnya.22

2.3 Hubungan tidur dan stroke

2.3.1 Kecepatan aliran darah otak ketika tidur

Selama ritme sirkardian, terjadi perubahan fungsi otak yang

mencolok saat tidur. Perubahan fungsi ini meliputi aliran darah otak,

kecepatan aliran darah otak dan metabolisme otak.28

Pada saat

seseorang mulai tertidur, akan terjadi penurunan kecepatan ADO secara

progresif dari keadaan terjaga hingga memasuki tahap slow wave sleep

atau tahap tidur N3.29

Jika dibandingkan dengan keadaan terjaga, ADO

dan metabolisme otak pada saat keadaan tertidur menurun pada tahap

tidur N1-N2 dan mencapai nilai minimal ketika tahap N3.30–37

Aliran

darah dan metabolisme otak meningkat pada saat tidur REM, bahkan

peningkatannya hampir menyerupai ketika keadaan terjaga.30,31,33,38,39

Medsen et al. mengungkapkan bahwa pada saat tidur REM peningkatan

17

ADO terjadi di area visual asosiasi, sedangkan penurunan ADO terjadi

di korteks frontal inferior.40

Gambaran EEG pada saat keadaan terjaga menunjukkan bahwa

aktivitas listrik otak lebih besar di bagian hiperfrontal.41

Seiring dengan

kedalaman tidur distribusi aktivitas listrik otak akan semakin rata dan

frekuensi gelombang mulai menurun. Gelombang otak berubah menjadi

tidak teratur, dan terdiri dari bermacam-macam frekuensi ketika

memasuki fase tidur REM.42,43

Terdapat hubungan erat antara frekuensi

gelombang pada EEG, aliran darah otak, dan metabolisme otak selama

manusia tidur.34,41,44,45

Penelitian oleh Fischer et al. melaporkan bahwa terjadi

penurunan kecepatan ADO pada saat tidur NREM sebesar 21% pada

orang dewasa, dan 32% pada anak-anak. Penurunan tersebut akan

diikuti oleh peningkatan ADO ketika baru bangun tidur, yaitu sekitar

19% lebih rendah dari pada sebelum tidur.46

18

Gambar 2. Kecepatan aliran rata-rata relatif hubungannya dengan perbedaan

pada saat keadaan terjaga dan tidur malam. Batang hitam= arteri serebri media

kanan, batang bergaris= arteri serebri media kiri

Sumber: Klingelhöfer et al.28

Klingelhöfer et al. mengukur kecepatan aliran darah rata-rata

(mean flow velocity) pada arteri serebri media kanan dan kiri, dan juga

mengukur denyut nadi, tekanan darah arteri perifer serta tekanan CO2

pada 18 subjek laki-laki (usia 24-34 tahun) sehat selama dua malam.

19

Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya suatu pola dalam profil

mean flow velocity (MFV) ketika melewati siklus tidur NREM kedua

dan selanjutnya. Nilai MFV rendah pada saat tahap tidur IIa dan IVa

yang setelah melewati tidur REM. Setelah itu nilai MFV akan cukup

meningkat selama tahap tidur IIb dan akan turun lagi secara bertahap

mulai dari tahap IIIb, IVb, dan IIc. Penurunan MFV pada siklus tidur

NREM kedua dan terakhir lebih sedikit daripada siklus tidur NREM

pertama. Nilai MFV pada siklus tidur NREM kedua dan terakhir tidak

jauh berbeda.28

Gambar 3. Kecepatan aliran rata-rata relatif pada arteri serebri media kanan dan

kiri selama tahapan tidur yang berbeda pada subjek laki-laki sehat.28

20

2.3.2 Wake up stroke

2.3.2.1 Definisi

Serangan stroke bisa terjadi kapan saja, tidak terkecuali ketika

tidur. Sebanyak 20%-25% orang yang terkena stroke iskemik tidak

tahu secara pasti kapan gejalanya muncul karena ketika baru bangun

tidur tiba-tiba sudah ada defisit neurologis.47–49

Tipe stroke seperti

inilah yang disebut sebagai wake-up stroke. Wake-up stroke (WUS)

didefinisikan sebagai stroke yang tidak dapat ditentukan kapan

tepatnya gejala mulai muncul, dan adanya gejala baru disadari ketika

bangun tidur.10

Dalam menentukan tatalaksana stroke iskemik akut

yang tepat, faktor yang terpenting adalah durasi sejak gejala awal

muncul hingga pasien datang ke dokter untuk meminta pertolongan.15

Oleh sebab itu, kasus WUS ini menimbulkan dilema bagi para dokter

dalam melakukan manajemen stroke akut yang tepat.50

2.3.2.2 Karakteristik

Perbedaan menifestasi klinis, karakteristik radiologi, faktor

risiko, dan prognosis antara pasien yang terkena serangan stroke saat

tertidur dan terjaga masih menjadi kontroversi.10,50

Beberapa

penelitian terdahulu melaporkan bahwa gejala WUS lebih parah51,52

dan memperkirakan outcome WUS juga lebih parah49,51

. Sebaliknya,

beberapa studi yang lain menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu tidak

ditemukan perbedaan klinis dan radiologis yang signifikan antara

pasien WUS dan non WUS.10,14,53

21

Terdapat suatu hubungan antara WUS dengan prevalensi

subtipe stroke iskemik tertentu. Caplan et al.54

yang mengungkapkan

pertama kali bahwa stroke trombotik dan lakunar lebih sering terjadi

ketika jam tidur daripada stroke embolik. Penelitian yang dilakukan

oleh Spengos et al.13

juga mengungkapkan bahwa stroke lakunar

secara signifikan lebih banyak ditemukan pada WUS. Hal ini sesuai

dengan prevalensi diabetes melitus yang lebih banyak ditemukan pada

pasien WUS dari pada non WUS.10,13

2.3.2.3 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya wake-up stroke masih belum

sepenuhnya dimengerti. Sama seperti infark miokard akut dan

penyakit kardiovaskuler lainnya, kejadian WUS lebih sering terjadi

pada pagi hari,55,56

hal ini dikarenakan adanya pengaruh variasi

diurnal pada onset stroke. Variasi diurnal tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor endogen tetapi juga faktor eksogen. Faktor endogen yang

berpengaruh yaitu peningkatan tekanan darah, peningkatan agregasi

platelet, dan puncak konsentrasi faktor protrobin,57–59

sedangkan

faktor eksogen yang ikut berperan adalah aktivitas fisik60

dan

obstructive sleep apnea syndrome (OSA).61

22

Gambar 4. Perubahan faktor kardiovaskuler pada pagi hari yang berkontribusi

terhadap risiko tinggi stroke pada pagi hari

Sumber: Atkinson G, Jones H,Ainslie PN.60

2.3.2.3.1 Faktor endogen

Millar-Craig et al.62

menunjukkan bahwa tekanan darah

tertinggi terjadi pada awal hingga pertengahan pagi kemudian

mulai turun progresif sepanjang hari. Penelitian ini juga

melaporkan bawa tekanan darah terendah terjadi pada malam hari

(nocturnal dip) dan akan naik tajam sebelum bangun tidur di pagi

hari (morning surge).62

Namun, perubahan tekanan darah tersebut

berbeda-beda setiap individu dan ada beberapa orang yang

memiliki respon yang berlebih, misalnya pada pasien hipertensi.58

Hipertensi merupakan salah satu penyebab paling umum infark

lakunar.63

23

Pada orang normal, ketika tidur malam, tekanan darah

mengalami penurunan 10%-20% (dippers) dan meningkat tajam

ketika bangun tidur.64

Namun, pada pasien hipertensi terdapat

variasi yang abnormal pada ritme sirkardian tekanan darah. Pada

pasien hipertensi, ketika malam hari ada yang tekanan darahnya

menurun lebih dari 20% (extreme dippers),64

dan ada juga yang

penurunan tekanan darahnya kurang dari dari 10% (nondippers).65

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, baik studi cross

sectional maupun longitudinal membuktikan bahwa terdapat

korelasi , baik nondipping66,67

maupun extreme-dipping64,68,69

terhadap terjadinya dan melebarnya infark lakunar. Hasil ini

meningkatkan kemungkinan terjadinya hipoperfusi otak akibat

penurunan tekanan darah yang berlebih yang kemudian akan

menimbulkan terjadinya stroke iskemik lakunar pada pasien

hipertensi extreme dippers.68,69

Diurnal Blood Pressure Rhythm in a “Nondipper”

Gambar 5. Laporan tekanan darah pasien hipertensi tipe non dipper.

24

Typical Diurnal Blood Pressure Rhythm in a “Dipper

Gambar 6. Laporan tekanan darah pasien hipertensi tipe dipper.70

Peningkatan agregasi platelet terjadi pada pagi hari, hal ini

kemungkinan dikarenakan pada waktu yang sama terjadi

peningkatan kadar katekolamin, jumlah platelet dan

hemokonsentrasi.57

Namun ada penelitian lain yang melaporkan

bahwa ketika pagi hari, yang meningkat bukanlah jumlah platelet

melainkan tingkat adhesi platelet yang menyebabkan platelet

menjadi bergerombol.71

2.3.2.3.2 Faktor eksogen

Aktivitas fisik di pagi hari ikut berperan dalam

memperbaiki sistem peredaran darah. Selain aktivitas fisik,

ditemukan adanya hubungan antara obstructive sleep apnoe

syndrome (OSA) dan kejadian wake-up stroke.61

Kejadian OSA

sering dihubungkan dengan hipoksia intermitten dan aktivitas saraf

25

simpatis yang berlebih sehingga akan meningkatkan risiko

terjadinya penyakit kardiovaskuler, termasuk WUS.72

Hipoksia dan retensi gas CO2 selama gangguan pernapasan

saat tidur akan mengganggu aktivitas saraf otonom, yang akan

berefek pada denyut nadi, dan fungsi jantung, serta akan

meningkatkan tekanan arteri.73–75

Tae Jung et al. menemukan

bahwa denyut nadi pada kelompok Nocturnal Oxygen Desaturation

(NOD) secara signifikan lebih tinggi, hal ini dikarenakan

peningkatan aktivitas simpatis akibat hipoksia.76

2.4 Keluaran motorik pasien stroke

2.4.1 Gangguan motorik pasien stroke

Defisiensi motorik merupakan penyebab utama disabilitas pasca

stroke. Defisit motorik lebih mudah dideteksi daripada masalah

kognitif, oleh sebab itu upaya rehabilitasi lebih fokus dalam

meningkatkan fungsi anggota gerak tubuh daripada memperbaiki

gangguan kognitif pasien. Gangguan yang paling sering terjadi setelah

stroke akut adalah gangguan motorik dengan ditemukannya defisit

motorik ekstremitas atas pada 77% pasien dan defisit motorik

ekstremitas bawah pada 72% pasien setelah satu minggu onset stroke

pertama kali.16

Sebanyak 88% penderita stroke mengalami hemiparesis.

Thibaut et al. menyebutkan bahwa “hemiparesis” merupakan istilah

yang digunakan baik untuk gejala positif maupun negatif pasca stroke.

Namun sekarang sebagian besar ahli saraf mengartikan hemiparesis

26

sebagai defisit neurologis yang menyebabkan paresis.77

Sindrom upper

motor neuron akibat stroke dibagi menjadi dua, yaitu tanda positif dan

negatif. Tanda positif meliputi spastisitas, peningkatan reflex tendon,

klonus, Babinski’s sign positif, spasme extensor/flexor, spastic co-

contraction. Sebaliknya, tanda negatif terdiri dari kelemahan otot,

kehilangan ketangkasan gerak, dan kelelahan. 77

Hemiplegi merupakan manifestasi klinis yang paling sering

ditemukan pada pasien stroke, yang ditandai dengan kelemahan salah

satu sisi tubuh, facial droop, dan biacara cadel. Penulihan fungsi

motorik mengikuti pola stereotip. Pada saat fase akut, gambaran klinis

yang muncul adalah hemiplegi flaksid. Pada sebagian besar individu,

hemiplegi flaksid akan berkembang menjadi hemiplegi spastik.78

Pada tahun 1960, Signe Brunnstrom mengembangkan suatu

pendekatan dalam memahami tahapan pemulihan kontrol motorik psaca

stroke, yang disebut pendekatan Brunnstrom. Pendekatan ini terdiri dari

tujuh tahap, yaitu:79

1) Flaccidity

Pada saat onset awal stroke, terjadi paralisis flaksid

sehingga terjadi penurunan gerak volunter pada sisi tubuh

kontralateral. Jika kelumpuhan ini terus berlanjut dan dibiarkan

tanpa intervensi atau terapi fisik maka otot yang tidak digunakan

tadi akan semakin lemah dan menjadi atrofi.

27

2) Spasticity appears

Tahap kedua dalam pemulihan motorik adalah kembali

munculnya beberapa sinergi dasar otot-otot ekstremitas. Hal ini

terjadi karena dalam suatu kelompok yang sinergi, terdapat suatu

hubungan yang membuat apabila suatu otot tertentu distimulasi dan

diaktivasi maka otot-otot lain yang bersinergi akan ikut

memberikan respon. Otot akan mulai membuat gerakan yang

sangat sederhana, spastik dan abnormal selama tahap ini.

Terdapat dua tipe sinergi otot, yaitu sinergi otot fleksi dan

ekstensi. Sinergi fleksi meliputi rotasi eksternal bahu, fleksi siku

dan supinasi lengan bawah. Sebaliknya sinergi ekstensi meliputi

rotasi internal bahu, ekstensi siku dan pronasi lengan bawah.

Bersamaan dengan munculnya sinergi otot, 30%-40% pasien stroke

juga mengalami spastisitas selama tahap ini.

3) Increased spasticity

Selama tahap ini akan terjadi peningkatan spastisitas hingga

mencapai puncaknya. Kurangnya kemampuan untuk membatasi

motor neuron di otak menyebabkan otot akan sering berkontraksi

dan menjadi kaku. Spastisitas akan menyebabkan gangguan dalam

berbicara, bergerak dan menimbulkan rasa tidak nyaman dan nyeri.

4) Decreased spasticity

Tahap ini ditandai dengan mulai menurunnya spastisitas

otot dan munculnya kontrol terhadap otot ekstremitas. Selama

tahap ini mulai muncul gerakan tetapi masih terbatas.

28

5) Complex movement combinations

Spastisitas otot akan semakin menghilang dan gerakan otot

semakin terkoordinasi sehingga timbul gerakan volunter yang lebih

kompleks. Sedangkan gerakan-gerakan abnormal mengalami

pengurangan drastis tetapi tetap masih ada.

6) Spasticity disappears

Tahap ini ditandai dengan menghilangnya spastisitas otot

dan gerakan yang jauh lebih terkoordinasi.

7) Normal functions return

Tahap ketujuh yaitu ketika fungsi motorik yang mengalami

gangguan akibat stroke sudah kembali seperti semula. Pasien

stroke sudah bisa menggerakkan lengan, tungkai dan kakinya

secara terkontrol dan volunter.

Gambar 7. Pendekatan Brunnstrom, tahapan pemulihan motorik

pasca stroke 80

29

Namun, tidak semua pasien stroke mengalami pemulihan sesuai

pendekatan Brunnstrom. Pemulihan motorik dapat terhenti di suatu

tahap tertentu dan juga bisa melewati tahap tertentu.

2.4.2 Motor assessment scale

Motor Assessment Scale adalah skala berbasis performa

(performance-based scale) yang dikembangkan sebagai sarana menilai

fungsi motorik sehari-hari pada pasien stroke.81

Skala ini pertama kali

dipublikasikan pada tahun 1985 oleh Carr dan Shepherd.82

Fungsi

motorik yang dinilai adalah kinerja tugas yang fungsional dalam

kehidupan sehari-hari, bukan pola gerakan yang terisolasi.83

MAS terdiri dari delapan item yang mewakili delapan area

fungsi motorik yang berbeda. Fungsi motorik yang dinilai yaitu

terlentang lalu berbaring ke samping ke sisi intak, terlentang lalu duduk

ke samping tempat tidur, duduk dengan seimbang, duduk ke berdiri,

berjalan, fungsi lengan atas, pergerakan tangan, dan aktivitas tangan

lanjutan. Setiap item yang diperiksa akan diberi skor mulai dari 0

(paling sederhana) hingga 6 (paling kompleks).81,83–85

Setiap pasien

disuruh melakukan setiap item tiga kali dan diambil hasil yang

terbaik.86

Berdasarkan beberapa studi sebelumnya, waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan menggunakan MAS berkisar

15-60 menit.83,84

Evaluasi terhadap MAS menunjukkan bahwa reliabilitas dan

validitas MAS sangat baik. Penggunaan MAS sangat singkat dan

sederhana serta sudah disediakan aturan umum dan alat yang

30

dibutuhkan dalam melakukan pemeriksaan. Alat yang dibutuhkan

umumnya mudah dicari seperti stopwatch, sisir, sendok, pena, cangkir

teh, air dan meja.86

MAS telah digunakan sebagai alat ukur keluaran

utama pada rehabilitasi stroke dan saraf pada umumnya karena

gangguan motorik adalah gangguan terbanyak yang ditemui pada

pasien stroke.82

31

2.5 Kerangka teori

Gambar 8. Kerangka teori

Keluaran motorik pasien

(menggunakan MAS)

Subtipe stroke

iskemik

Usia Stroke iskemik

Saat serangan stroke

(tertidur atau terjaga

Kadar GDS Tekanan

darah

Profil lipid Status fibrilasi

atrium

32

2.6 Kerangka konsep

Gambar 9. Kerangka konsep

2.7 Hipotesis

2.7.1 Hipotesis mayor

Terdapat perbedaan keluaran motorik antara pasien stroke

iskemik yang terkena serangan pada saat tertidur dan terjaga.

2.7.2 Hipotesis minor

Keluaran motorik pasien stroke iskemik yang mengalami

serangan pada saat tertidur lebih parah daripada saat terjaga.

Saat serangan stroke

(tertidur atau terjaga)

Keluaran motorik pasien

(menggunakan MAS)

Kadar GDS

Tekanan darah

Profil lipid

Status fibrilasi atrium