Upload
vankhanh
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke iskemik
2.1.1 Definisi
Istilah stroke berdasarkan dokumen konsensus para ahli
AHA/ASA pada tahun 2013 digunakan untuk menjelaskan beberapa
hal, salah satunya adalah infark susunan saraf pusat. Lebih lanjut,
dokumen konsensus tersebut juga menjelaskan bahwa infark susunan
saraf pusat yaitu kematian sel akibat iskemia yang terjadi pada otak,
medula spinalis atau retina, dan bukti adanya iskemia berdasarkan:2
1) Patologis, imajing, atau bukti objektif lainnya yang dapat
menunjukkan adanya cedera iskemik di otak, medula spinalis atau
retina sesuai dengan distriusi vaskuler, atau
2) Bukti klinis adanya cedera iskemik pada otak, medula spinalis atau
retina berdasarkan gejala yang menetap hingga ≥24 jam atau hingga
mengakibatkan kematian dan tidak ada etiologi lainnya.
Sedangkan untuk definisi stroke iskemik menurut AHA/ ASA,
yaitu suatu episode disfungsi neurologis akibat infark fokal di otak,
medula spinalis atau retina.2
11
2.1.2 Faktor risiko
Faktor risiko stroke iskemik adalah suatu karakteristik pada
seorang individu yang membuat individu tersebut memiliki peningkatan
kecenderungan untuk terkena stroke iskemik dibandingkan individu lain
yang tidak memiliki karakteristik tersebut.20
Berdasarkan guidelines for
the primary prevention of stroke dari American Heart Association
(AHA) dan American Stroke Association (ASA), faktor risiko stroke
dibedakan menjadi tiga kelompok:21
1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: usia, jenis kelamin,
ras, faktor genetik.
2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan terdokumentasi baik:
TIA, hipertensi, diabetes, fibrilasi atrium, patent foramen ovale,
stenosis arteri karotis asimptomatik, sickle cell disease,
dislipidemia, obesitas, merokok.
3) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan kurang terdokumentasi:
migren, konsumsi alkohol, penyalahgunaan obat-obatan,
obstructive sleep apnea, hyperhomocysteinemia, peningkatan
lipoprotein, hiperkoagulabilitas, inflamasi dan infeksi, polutan
udara, kemampuan filtrasi glomerulus.
2.2 Konsep tidur
2.2.1 Tahapan tidur
Walaupun tidur dianggap sebagai waktu shutting down,
sebenarnya tidur merupakan proses fisiologi yang aktif. Proses
12
metabolisme ketika tidur memang menurun tetapi organ dan sistem
regulasi tubuh lainnya tetap aktif bekerja.22
Sampai sekarang sistem
klasifikasi untuk tingkatan tidur yang digunakan adalah usulan dari
Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan
electroencephalography (EEG), electrooculogram (EOG) dan electro-
myogram (EMG). Berdasarkan EEG dan pemeriksaan fisiologis lainnya
yang dilakukan ketika tidur, ada dua tipe tidur, yaitu:23
1) Tidur rapid eye movement (REM) disebut active sleep
2) Tidur non rapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep
2.2.1.1 Tidur NREM
Karakteristik tidur ini adalah adanya penurunan aktivitas
fisiologi. Ketika tidur semakin dalam, gelombang otak yang diukur
dengan EEG nampak semakin melambat dan amplitudonya semakin
besar. Sedangkan pernafasan, nadi dan tekanan darah menurun.22
Tidur NREM terdiri dari empat tahap yaitu:23
1) Stadium 1 : tidur ringan
2) Stadium 2 : tidur konsolidasi (consolidated sleep)
3) Stadium 3 dan 4 : tidur dalam atau tidur gelombang lambat
Pada tahun 2007, American Academy of Sleep Medicine
(AASM) mempublikasikan terminologi baru untuk tahapan tidur.
AASM menggunakan istilah N1, N2, N3, dan R. Sebelumnya, N1
adalah tahapan tidur NREM 1, N2 adalah tahap tidur NREM 2, N3
adalah tahap NREM 3 dan 4, serta R sebagai taha tidur REM. Tahap
13
NREM 3 dan 4 digabungkan menjadi N3 karena dianggap tidak
bermakna secara klinis.24,25
2.2.1.1.1 Tahap N1
Tidur pada umumnya diawali dengan mengantuk. Ketika
mengantuk, kesadaran perlahan-lahan akan mulai menghilang, pada
saat itulah tahap N1 terjadi.24
Tahap ini merupakan tahap
drowsiness atau transisi dari keadaan sadar ke tidur. Gelombang
otak dan aktivitas otot semakin melambat.22
Jika pada saat stadium
N1 ini diukur waktu- reaksi terhadap rangsang, maka hasilnya akan
melamban dan ketajaman intelektual menurun tetapi merasa tetap
siaga terhadap sekitar.23
Sesaat kemudian seseorang bisa kembali
terbangun kaget karena sensasi terjatuh atau berguling, tetapi
setelah itu segera kembali ke tahap N1. Peristiwa ini dikenal
dengan istilah sleep jerk.24
Gambaran EEG menunjukkan pola
gelombang yang relatif rendah dengan frekuensi yang berbeda-
beda yang disebut gelombang teta.26
2.2.1.1.2 Tahap N2
Setelah melewati tahap N1, maka akan masuk ke tahap N2.
Pada tahap ini gerakan bola mata akan berhenti, detak jantung
melambat dan suhu tubuh menurun.22
Ada tiga pola utama
gambaran EEG yang menunjukkan mulainya tahap N2 ini, yaitu:
sleep spindle (kelompok gelombang 40-100 muV dengan frekuensi
10-16 Hz, berlangsung selama 0,5-3 detik, kadang lebih lama),
14
gelombang tajam vertex atau gelombang V, dan juga gelombang K-
kompleks.23
tahap ini adalah tahap terlama, sekitar 50% dari total
tidur semalam.24
2.2.1.1.3 Tahap N3
Tahap N3 merupakan gabungan dari tahap NREM 3 dan
NREM 4. Disebut juga sebagai slow wave sleep (SWS) karena
pada tahap ini gelombang otak semakin melambat dan frekuensinya
semakin rendah. Pada tahap ini pula, hormon pertumbuhan (growth
hormone) dan prolaktin dikeluarkan oleh tubuh.24
Gambaran EEG
pada tahap ini adalah adanya gelombang delta, yaitu gelombang
yang lebih kecil dan cepat.
Tahap N3 adalah tahapan tidur paling dalam, sehingga jika
seseorang terbangun pada tahap ini maka dia tidak bisa langsung
sadar seutuhnya, melainkan akan merasa bingung dan disorientasi
untuk beberapa menit.22
2.2.1.2 Tahap R atau tidur REM
Dari tahap N3 biasanya akan kembali lagi ke tahap N2, baru
setelah itu masuk ke tahap R (tidur REM). Mulainya tidur REM
ditandai dengan terjadinya perubahan besar, bola mata bergerak-gerak
dengan cepat dan EEG menunjukkan pengingkatan drastis aktivitas
otak.24
Oleh karena peningkatan aktivitas otak tersebut, tidur REM
disebut periode tidur aktif. Gelombang otak terlihat cepat dan
disinkron, mirip dengan keadaan terjaga.
15
Perubahan yang terjadi ketika tidur REM adalah pernafasan
menjadi lebih cepat, dangkal dan tidak teratur, bola mata bergerak
cepat ke berbagai arah, dan otot ekstremitas menjadi lumpuh
sementara, serta terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
Pada tahap tidur ini pula seseorang mengalami mimpi.22
2.2.2 Arsitektur tidur
Sebuah penelitian mengenai tidur menunjukkan bahwa
kebutuhan tidur orang dewasa adalah 7-9 jam setiap malam, remaja
butuh 9,5 jam, dan bayi umumnya butuh waktu tidur 16 jam tiap
harinya. Namun, mengenai tidur, selain memperhatikan kuantitas juga
perlu diperhatikan arsitektur tidurnya. Arsitektur tidur yang dimaksud
adalah pola dan durasi dari tiap tahap tidur.22
Gambar 1. Pola tidur orang normal
Sumber: C. Blume, R. Del Giudice, M. Wislowka et al.27
Satu siklus tidur yang sempurna terdiri dari tidur NREM dan
REM yang saling bergantian setiap 90-110 menit, dan siklus ini
16
berulang sebanyak 4-6 kali tiap malam. Pada orang dewasa, umumnya
tahap N2 lebih dominan dari tahap lainnya, yaitu lebih dari 50%. Tidur
REM pada orang dewasa sekitar 20%. Pada saat siklus tidur pertama,
durasi tidur REM hanya sebentar, dan lebih lama slow wave sleep
(SWS). Namun semakin lama, komposisi ini berubah, durasi tidur REM
akan semakin panjang dan SWS semakin pendek. Hingga pada akhir
tidur di pagi hari, satu siklus tidur hanya terdiri dari tahap N1, N2 dan
R. Durasi tiap tahap tidur dipengaruhi oleh usia. Orang dewasa normal
menghabiskan 20-25% waktu tidurnya di tahap R, tetapi tahap R pada
neonatal sekitar setengah dari durasi tidurnya.22
2.3 Hubungan tidur dan stroke
2.3.1 Kecepatan aliran darah otak ketika tidur
Selama ritme sirkardian, terjadi perubahan fungsi otak yang
mencolok saat tidur. Perubahan fungsi ini meliputi aliran darah otak,
kecepatan aliran darah otak dan metabolisme otak.28
Pada saat
seseorang mulai tertidur, akan terjadi penurunan kecepatan ADO secara
progresif dari keadaan terjaga hingga memasuki tahap slow wave sleep
atau tahap tidur N3.29
Jika dibandingkan dengan keadaan terjaga, ADO
dan metabolisme otak pada saat keadaan tertidur menurun pada tahap
tidur N1-N2 dan mencapai nilai minimal ketika tahap N3.30–37
Aliran
darah dan metabolisme otak meningkat pada saat tidur REM, bahkan
peningkatannya hampir menyerupai ketika keadaan terjaga.30,31,33,38,39
Medsen et al. mengungkapkan bahwa pada saat tidur REM peningkatan
17
ADO terjadi di area visual asosiasi, sedangkan penurunan ADO terjadi
di korteks frontal inferior.40
Gambaran EEG pada saat keadaan terjaga menunjukkan bahwa
aktivitas listrik otak lebih besar di bagian hiperfrontal.41
Seiring dengan
kedalaman tidur distribusi aktivitas listrik otak akan semakin rata dan
frekuensi gelombang mulai menurun. Gelombang otak berubah menjadi
tidak teratur, dan terdiri dari bermacam-macam frekuensi ketika
memasuki fase tidur REM.42,43
Terdapat hubungan erat antara frekuensi
gelombang pada EEG, aliran darah otak, dan metabolisme otak selama
manusia tidur.34,41,44,45
Penelitian oleh Fischer et al. melaporkan bahwa terjadi
penurunan kecepatan ADO pada saat tidur NREM sebesar 21% pada
orang dewasa, dan 32% pada anak-anak. Penurunan tersebut akan
diikuti oleh peningkatan ADO ketika baru bangun tidur, yaitu sekitar
19% lebih rendah dari pada sebelum tidur.46
18
Gambar 2. Kecepatan aliran rata-rata relatif hubungannya dengan perbedaan
pada saat keadaan terjaga dan tidur malam. Batang hitam= arteri serebri media
kanan, batang bergaris= arteri serebri media kiri
Sumber: Klingelhöfer et al.28
Klingelhöfer et al. mengukur kecepatan aliran darah rata-rata
(mean flow velocity) pada arteri serebri media kanan dan kiri, dan juga
mengukur denyut nadi, tekanan darah arteri perifer serta tekanan CO2
pada 18 subjek laki-laki (usia 24-34 tahun) sehat selama dua malam.
19
Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya suatu pola dalam profil
mean flow velocity (MFV) ketika melewati siklus tidur NREM kedua
dan selanjutnya. Nilai MFV rendah pada saat tahap tidur IIa dan IVa
yang setelah melewati tidur REM. Setelah itu nilai MFV akan cukup
meningkat selama tahap tidur IIb dan akan turun lagi secara bertahap
mulai dari tahap IIIb, IVb, dan IIc. Penurunan MFV pada siklus tidur
NREM kedua dan terakhir lebih sedikit daripada siklus tidur NREM
pertama. Nilai MFV pada siklus tidur NREM kedua dan terakhir tidak
jauh berbeda.28
Gambar 3. Kecepatan aliran rata-rata relatif pada arteri serebri media kanan dan
kiri selama tahapan tidur yang berbeda pada subjek laki-laki sehat.28
20
2.3.2 Wake up stroke
2.3.2.1 Definisi
Serangan stroke bisa terjadi kapan saja, tidak terkecuali ketika
tidur. Sebanyak 20%-25% orang yang terkena stroke iskemik tidak
tahu secara pasti kapan gejalanya muncul karena ketika baru bangun
tidur tiba-tiba sudah ada defisit neurologis.47–49
Tipe stroke seperti
inilah yang disebut sebagai wake-up stroke. Wake-up stroke (WUS)
didefinisikan sebagai stroke yang tidak dapat ditentukan kapan
tepatnya gejala mulai muncul, dan adanya gejala baru disadari ketika
bangun tidur.10
Dalam menentukan tatalaksana stroke iskemik akut
yang tepat, faktor yang terpenting adalah durasi sejak gejala awal
muncul hingga pasien datang ke dokter untuk meminta pertolongan.15
Oleh sebab itu, kasus WUS ini menimbulkan dilema bagi para dokter
dalam melakukan manajemen stroke akut yang tepat.50
2.3.2.2 Karakteristik
Perbedaan menifestasi klinis, karakteristik radiologi, faktor
risiko, dan prognosis antara pasien yang terkena serangan stroke saat
tertidur dan terjaga masih menjadi kontroversi.10,50
Beberapa
penelitian terdahulu melaporkan bahwa gejala WUS lebih parah51,52
dan memperkirakan outcome WUS juga lebih parah49,51
. Sebaliknya,
beberapa studi yang lain menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu tidak
ditemukan perbedaan klinis dan radiologis yang signifikan antara
pasien WUS dan non WUS.10,14,53
21
Terdapat suatu hubungan antara WUS dengan prevalensi
subtipe stroke iskemik tertentu. Caplan et al.54
yang mengungkapkan
pertama kali bahwa stroke trombotik dan lakunar lebih sering terjadi
ketika jam tidur daripada stroke embolik. Penelitian yang dilakukan
oleh Spengos et al.13
juga mengungkapkan bahwa stroke lakunar
secara signifikan lebih banyak ditemukan pada WUS. Hal ini sesuai
dengan prevalensi diabetes melitus yang lebih banyak ditemukan pada
pasien WUS dari pada non WUS.10,13
2.3.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya wake-up stroke masih belum
sepenuhnya dimengerti. Sama seperti infark miokard akut dan
penyakit kardiovaskuler lainnya, kejadian WUS lebih sering terjadi
pada pagi hari,55,56
hal ini dikarenakan adanya pengaruh variasi
diurnal pada onset stroke. Variasi diurnal tidak hanya dipengaruhi
oleh faktor endogen tetapi juga faktor eksogen. Faktor endogen yang
berpengaruh yaitu peningkatan tekanan darah, peningkatan agregasi
platelet, dan puncak konsentrasi faktor protrobin,57–59
sedangkan
faktor eksogen yang ikut berperan adalah aktivitas fisik60
dan
obstructive sleep apnea syndrome (OSA).61
22
Gambar 4. Perubahan faktor kardiovaskuler pada pagi hari yang berkontribusi
terhadap risiko tinggi stroke pada pagi hari
Sumber: Atkinson G, Jones H,Ainslie PN.60
2.3.2.3.1 Faktor endogen
Millar-Craig et al.62
menunjukkan bahwa tekanan darah
tertinggi terjadi pada awal hingga pertengahan pagi kemudian
mulai turun progresif sepanjang hari. Penelitian ini juga
melaporkan bawa tekanan darah terendah terjadi pada malam hari
(nocturnal dip) dan akan naik tajam sebelum bangun tidur di pagi
hari (morning surge).62
Namun, perubahan tekanan darah tersebut
berbeda-beda setiap individu dan ada beberapa orang yang
memiliki respon yang berlebih, misalnya pada pasien hipertensi.58
Hipertensi merupakan salah satu penyebab paling umum infark
lakunar.63
23
Pada orang normal, ketika tidur malam, tekanan darah
mengalami penurunan 10%-20% (dippers) dan meningkat tajam
ketika bangun tidur.64
Namun, pada pasien hipertensi terdapat
variasi yang abnormal pada ritme sirkardian tekanan darah. Pada
pasien hipertensi, ketika malam hari ada yang tekanan darahnya
menurun lebih dari 20% (extreme dippers),64
dan ada juga yang
penurunan tekanan darahnya kurang dari dari 10% (nondippers).65
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, baik studi cross
sectional maupun longitudinal membuktikan bahwa terdapat
korelasi , baik nondipping66,67
maupun extreme-dipping64,68,69
terhadap terjadinya dan melebarnya infark lakunar. Hasil ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya hipoperfusi otak akibat
penurunan tekanan darah yang berlebih yang kemudian akan
menimbulkan terjadinya stroke iskemik lakunar pada pasien
hipertensi extreme dippers.68,69
Diurnal Blood Pressure Rhythm in a “Nondipper”
Gambar 5. Laporan tekanan darah pasien hipertensi tipe non dipper.
24
Typical Diurnal Blood Pressure Rhythm in a “Dipper
Gambar 6. Laporan tekanan darah pasien hipertensi tipe dipper.70
Peningkatan agregasi platelet terjadi pada pagi hari, hal ini
kemungkinan dikarenakan pada waktu yang sama terjadi
peningkatan kadar katekolamin, jumlah platelet dan
hemokonsentrasi.57
Namun ada penelitian lain yang melaporkan
bahwa ketika pagi hari, yang meningkat bukanlah jumlah platelet
melainkan tingkat adhesi platelet yang menyebabkan platelet
menjadi bergerombol.71
2.3.2.3.2 Faktor eksogen
Aktivitas fisik di pagi hari ikut berperan dalam
memperbaiki sistem peredaran darah. Selain aktivitas fisik,
ditemukan adanya hubungan antara obstructive sleep apnoe
syndrome (OSA) dan kejadian wake-up stroke.61
Kejadian OSA
sering dihubungkan dengan hipoksia intermitten dan aktivitas saraf
25
simpatis yang berlebih sehingga akan meningkatkan risiko
terjadinya penyakit kardiovaskuler, termasuk WUS.72
Hipoksia dan retensi gas CO2 selama gangguan pernapasan
saat tidur akan mengganggu aktivitas saraf otonom, yang akan
berefek pada denyut nadi, dan fungsi jantung, serta akan
meningkatkan tekanan arteri.73–75
Tae Jung et al. menemukan
bahwa denyut nadi pada kelompok Nocturnal Oxygen Desaturation
(NOD) secara signifikan lebih tinggi, hal ini dikarenakan
peningkatan aktivitas simpatis akibat hipoksia.76
2.4 Keluaran motorik pasien stroke
2.4.1 Gangguan motorik pasien stroke
Defisiensi motorik merupakan penyebab utama disabilitas pasca
stroke. Defisit motorik lebih mudah dideteksi daripada masalah
kognitif, oleh sebab itu upaya rehabilitasi lebih fokus dalam
meningkatkan fungsi anggota gerak tubuh daripada memperbaiki
gangguan kognitif pasien. Gangguan yang paling sering terjadi setelah
stroke akut adalah gangguan motorik dengan ditemukannya defisit
motorik ekstremitas atas pada 77% pasien dan defisit motorik
ekstremitas bawah pada 72% pasien setelah satu minggu onset stroke
pertama kali.16
Sebanyak 88% penderita stroke mengalami hemiparesis.
Thibaut et al. menyebutkan bahwa “hemiparesis” merupakan istilah
yang digunakan baik untuk gejala positif maupun negatif pasca stroke.
Namun sekarang sebagian besar ahli saraf mengartikan hemiparesis
26
sebagai defisit neurologis yang menyebabkan paresis.77
Sindrom upper
motor neuron akibat stroke dibagi menjadi dua, yaitu tanda positif dan
negatif. Tanda positif meliputi spastisitas, peningkatan reflex tendon,
klonus, Babinski’s sign positif, spasme extensor/flexor, spastic co-
contraction. Sebaliknya, tanda negatif terdiri dari kelemahan otot,
kehilangan ketangkasan gerak, dan kelelahan. 77
Hemiplegi merupakan manifestasi klinis yang paling sering
ditemukan pada pasien stroke, yang ditandai dengan kelemahan salah
satu sisi tubuh, facial droop, dan biacara cadel. Penulihan fungsi
motorik mengikuti pola stereotip. Pada saat fase akut, gambaran klinis
yang muncul adalah hemiplegi flaksid. Pada sebagian besar individu,
hemiplegi flaksid akan berkembang menjadi hemiplegi spastik.78
Pada tahun 1960, Signe Brunnstrom mengembangkan suatu
pendekatan dalam memahami tahapan pemulihan kontrol motorik psaca
stroke, yang disebut pendekatan Brunnstrom. Pendekatan ini terdiri dari
tujuh tahap, yaitu:79
1) Flaccidity
Pada saat onset awal stroke, terjadi paralisis flaksid
sehingga terjadi penurunan gerak volunter pada sisi tubuh
kontralateral. Jika kelumpuhan ini terus berlanjut dan dibiarkan
tanpa intervensi atau terapi fisik maka otot yang tidak digunakan
tadi akan semakin lemah dan menjadi atrofi.
27
2) Spasticity appears
Tahap kedua dalam pemulihan motorik adalah kembali
munculnya beberapa sinergi dasar otot-otot ekstremitas. Hal ini
terjadi karena dalam suatu kelompok yang sinergi, terdapat suatu
hubungan yang membuat apabila suatu otot tertentu distimulasi dan
diaktivasi maka otot-otot lain yang bersinergi akan ikut
memberikan respon. Otot akan mulai membuat gerakan yang
sangat sederhana, spastik dan abnormal selama tahap ini.
Terdapat dua tipe sinergi otot, yaitu sinergi otot fleksi dan
ekstensi. Sinergi fleksi meliputi rotasi eksternal bahu, fleksi siku
dan supinasi lengan bawah. Sebaliknya sinergi ekstensi meliputi
rotasi internal bahu, ekstensi siku dan pronasi lengan bawah.
Bersamaan dengan munculnya sinergi otot, 30%-40% pasien stroke
juga mengalami spastisitas selama tahap ini.
3) Increased spasticity
Selama tahap ini akan terjadi peningkatan spastisitas hingga
mencapai puncaknya. Kurangnya kemampuan untuk membatasi
motor neuron di otak menyebabkan otot akan sering berkontraksi
dan menjadi kaku. Spastisitas akan menyebabkan gangguan dalam
berbicara, bergerak dan menimbulkan rasa tidak nyaman dan nyeri.
4) Decreased spasticity
Tahap ini ditandai dengan mulai menurunnya spastisitas
otot dan munculnya kontrol terhadap otot ekstremitas. Selama
tahap ini mulai muncul gerakan tetapi masih terbatas.
28
5) Complex movement combinations
Spastisitas otot akan semakin menghilang dan gerakan otot
semakin terkoordinasi sehingga timbul gerakan volunter yang lebih
kompleks. Sedangkan gerakan-gerakan abnormal mengalami
pengurangan drastis tetapi tetap masih ada.
6) Spasticity disappears
Tahap ini ditandai dengan menghilangnya spastisitas otot
dan gerakan yang jauh lebih terkoordinasi.
7) Normal functions return
Tahap ketujuh yaitu ketika fungsi motorik yang mengalami
gangguan akibat stroke sudah kembali seperti semula. Pasien
stroke sudah bisa menggerakkan lengan, tungkai dan kakinya
secara terkontrol dan volunter.
Gambar 7. Pendekatan Brunnstrom, tahapan pemulihan motorik
pasca stroke 80
29
Namun, tidak semua pasien stroke mengalami pemulihan sesuai
pendekatan Brunnstrom. Pemulihan motorik dapat terhenti di suatu
tahap tertentu dan juga bisa melewati tahap tertentu.
2.4.2 Motor assessment scale
Motor Assessment Scale adalah skala berbasis performa
(performance-based scale) yang dikembangkan sebagai sarana menilai
fungsi motorik sehari-hari pada pasien stroke.81
Skala ini pertama kali
dipublikasikan pada tahun 1985 oleh Carr dan Shepherd.82
Fungsi
motorik yang dinilai adalah kinerja tugas yang fungsional dalam
kehidupan sehari-hari, bukan pola gerakan yang terisolasi.83
MAS terdiri dari delapan item yang mewakili delapan area
fungsi motorik yang berbeda. Fungsi motorik yang dinilai yaitu
terlentang lalu berbaring ke samping ke sisi intak, terlentang lalu duduk
ke samping tempat tidur, duduk dengan seimbang, duduk ke berdiri,
berjalan, fungsi lengan atas, pergerakan tangan, dan aktivitas tangan
lanjutan. Setiap item yang diperiksa akan diberi skor mulai dari 0
(paling sederhana) hingga 6 (paling kompleks).81,83–85
Setiap pasien
disuruh melakukan setiap item tiga kali dan diambil hasil yang
terbaik.86
Berdasarkan beberapa studi sebelumnya, waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan menggunakan MAS berkisar
15-60 menit.83,84
Evaluasi terhadap MAS menunjukkan bahwa reliabilitas dan
validitas MAS sangat baik. Penggunaan MAS sangat singkat dan
sederhana serta sudah disediakan aturan umum dan alat yang
30
dibutuhkan dalam melakukan pemeriksaan. Alat yang dibutuhkan
umumnya mudah dicari seperti stopwatch, sisir, sendok, pena, cangkir
teh, air dan meja.86
MAS telah digunakan sebagai alat ukur keluaran
utama pada rehabilitasi stroke dan saraf pada umumnya karena
gangguan motorik adalah gangguan terbanyak yang ditemui pada
pasien stroke.82
31
2.5 Kerangka teori
Gambar 8. Kerangka teori
Keluaran motorik pasien
(menggunakan MAS)
Subtipe stroke
iskemik
Usia Stroke iskemik
Saat serangan stroke
(tertidur atau terjaga
Kadar GDS Tekanan
darah
Profil lipid Status fibrilasi
atrium
32
2.6 Kerangka konsep
Gambar 9. Kerangka konsep
2.7 Hipotesis
2.7.1 Hipotesis mayor
Terdapat perbedaan keluaran motorik antara pasien stroke
iskemik yang terkena serangan pada saat tertidur dan terjaga.
2.7.2 Hipotesis minor
Keluaran motorik pasien stroke iskemik yang mengalami
serangan pada saat tertidur lebih parah daripada saat terjaga.
Saat serangan stroke
(tertidur atau terjaga)
Keluaran motorik pasien
(menggunakan MAS)
Kadar GDS
Tekanan darah
Profil lipid
Status fibrilasi atrium