PEMERIKSAAN-NEUROLOGIS (1)

Embed Size (px)

Citation preview

3

REFERAT HARIAN

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

NOVITA NATASIA K030.07.192

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTIKEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARAdr. ESNAWAN ANTARIKSA

26 AGUSTUS 2013 24 SEPTEMBER 2013PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Pendahuluan Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak, sistem motorik, sistem sensorik refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur). Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih yang kita miliki. Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.Anamnesis Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis). Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa: Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke ara diagnosa yang tepat. Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang dideritanya.Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.

Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas. Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:Sejak kapan mulaiSifat serta beratnyaLokasi serta penjalarannyaHubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya)Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebutPengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnyaFaktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringanPerjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya

Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi berdenging/berdesis pada telinga)?Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah? Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis berubah, bentuk tulisan berubah?Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau pingsan (sinkop)?Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan, lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang? Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor, tik)?Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?

1. Menguji tingkat kesadaran a. secara kualitatif 1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. 5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale ) 1. Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon 2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)

(5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak) (2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon 3. Menilai respon motorik (M)

(6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol EVM Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1 Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3)) 2. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak

Adakah Peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk, mual muntah, kejang a. Pemeriksaan Kaku kuduk b. Pemeriksaan Kernig - Posisikan pasien untuk tidur terlentang - Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90)dengan tubuh, tungkai atas dan bawah pada posisi tegak lurus pula. - Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap paha. - Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, karena nyeri atau spasme otot hamstring / nyeri sepanjang N.Ischiadicus, sehingga panggul ikut fleksi dan juga bila terjadi fleksi involuter pada lutut kontralateral maka dikatakan Kernig sign positif.

gambar 3 pemeriksaan Tanda Kernigc. Pemeriksaan Brudzinski 1. Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Brudzinski I positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik. gambar 4: pemeriksaan tanda brudzinski I

2. Brudzinski II

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. 3. Brudzinski III (Brudzinskis Check Sign)

Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum. 4. Brudzinski IV (Brudzinskis Symphisis Sign)

Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kebua ibu jari tangan pemeriksaan. 3. Memeriksa nervus cranialis

Nervus I , Olfaktorius (pembau ) Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan memejamkan mata, gunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah Nervus II, Opticus (penglihatan) Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan: a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity) Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6) b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan dengan: Tes Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa pasien : 60 100 cm, Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan tidak boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal. c. Refleks Pupil i. Respon cahaya langsung Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil. ii. Respon cahaya konsensual Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama. d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus. e. Tes warna Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus. Nervus III, Oculomotorius a. Ptosis Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula. b. Gerakan bola mata Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi. c. Pemeriksaan pupil meliputi : i. Bentuk dan ukuran pupil ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan: 1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II) 2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II) 3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi Nervus IV, Throclearis Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah, strabismus konvergen, diplopia Nervus V, Thrigeminus : - Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien dengan menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke atas - Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi - Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

gambar 1 pemeriksaan nerves trigeminus Nervus VI, Abdusen Pergerakan bola mata ke lateral Nervus VII, Facialis Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh) Nervus VIII, Auditorius/vestibulokokhlearis Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber. Nervus IX, Glosopharingeal Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m engucap AH, menguji kemampuan rasa lidah depan, dan gerakan lidah ke atas, bawah, dan samping. Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria. Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N. IX) Nervus X, Vagus Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara Nervus XI, Accessorius Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.

Nervus XII, Hypoglosal Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar. 5. Memeriksa fungsi motorik a. pengamatan Gaya berjalan dan tingkah laku Simetri tubuh dan extermitas Kelumpuhan badan dab anggota gerak

b. Gerakan volunter Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya Mengangkat kedua tangan dan bahu Fleksi dan extensi artikulus kubiti Mengepal dan membuka jari tangan Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul Fleksi dan ekstansi artikulus genu Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki Gerakan jari-jari kaki

c. Palpasi Pengukuran besar otot Nyeri tekan Kontraktur Konsistensi (kekenyalan) Konsistensi otot yang meningkat : meningitis, kelumpuhan Konsitensi otot yanag menurun terdapat pada: kelumpuhan akibat lesi, kelumpuhan akibat denerfasi otot

6. Memeriksa fungsi sensorik Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan mata a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang di patahkan atau ujung kayu aplikator kapasdigoreskan pada beberapa area kulit, Minta klien untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul atau tajam. b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan Dua tabung tes, satu berisi air panas dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung tersebut minta klien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin. c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas atau lidi kapas, Beri sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang garpu tala yang sedang bergetar di bagian distal sendi interfalang darijari dan sendiinterfalang dari ibu jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta klien untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan vibrasi.

7. Memeriksa reflek kedalaman tendon 1. Reflek fisiologis a. Reflek bisep: Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku. Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal. Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku gambar 2 reflek bisep

b. Reflek trisep : - Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau Lengan bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku - Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi - Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku gambar 3 reflek trisep c. Reflek brachiradialis - Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat longgar di pangkuan pasien. - Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi ibu jari pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan. posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi. - Respons: - flexi pada lengan bawah - supinasi pada siku dan tangan

gambar 4 reflek brachiradialisd. Reflek patella - posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang - Cara : ketukan pada tendon patella - Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

gambar 5reflek patela e. Reflek achiles - Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau dengan berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak. - Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi. - Cara : ketukan hammer pada tendon achilles - Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

gambar 6 reflek achiles

2. Reflek Pathologis Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu. a. Reflek babinski: - Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan. - Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya. - Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior - Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya

gambar 7 reflek babinski

b. Reflek chaddok - Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior - Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

gambar 8 reflek chaddock

c. Reflek schaeffer - Menekan tendon achilles. - Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

gambar 9 reflek schaefer d. Reflek oppenheim - Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal - Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

gambar 10 reflek oppenheima. Reflek Gordon - menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis) - Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

gambar 11 reflek gordon f. Reflek bing g. Reflek gonda - Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya dengan cepat. - Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

Pemeriksaan sistem motorikPemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.Pengamatan- Gaya berjalan dan tingkah laku.- Simetri tubuh dan ektremitas.- Kelumpuhan badan dan anggota gerak, dll.Gerakan volunterYang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:- Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.- Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.- Mengepal dan membuka jari-jari tangan.- Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.- Fleksi dan ekstensi artikulus genu.- Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.- Gerakan jari- jari kaki.Palpasi otot- Pengukuran besar otot.- Nyeri tekan.- Kontraktur.- Konsistensi (kekenyalan).- Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada:Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNPKelumpuhan jenis UMN (spastisitas)Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas)Kontraktur otot

- Konsistensi otot yang menurun terdapat padaKelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate

Perkusi otot- Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.-Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).- Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.Tonus otot-Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.-Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).-Hipotoni : tahanan berkurang.-Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.-Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.Kekuatan otot- Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

- Cara menilai kekuatan otot:0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut.2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi). 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan. 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)Sistem sensibilitasEksteroseptif : terdiri atas rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.Rasa nyeri bisa dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk menggunakan jarum, memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan berbagai larutan kimia.Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Penderita disuruh mengatakandinginataupanasbila dirangsang dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20 C, dan untuk yang panas bersuhu 40-50 C. Suhu yang kurang dari 5 C dan yang lebih tinggi dari 50 C dapat menimbulkan rasa-nyeri.Rasa raba dapat dirangsang dengan menggunakan sepotong kapas, kertas atau kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang simetris.Proprioseptif : rasa raba dalam (rasa gerak, rasa posisi/sikap, rasa getar dan rasa tekanan)Rasa gerak : pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah atau disamping kanan/kiri.Rasa sikap : Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai. Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung jari kelingking kiri dsb.Rasa getar : Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.Diskriminatif : daya untuk mengenal bentuk/ukuran; daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu benda dsb.Rasa gramestesia : untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.Rasa barognosia : untuk mengenal berat suatu benda.Rasa topognosia : untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien.

DAFTAR PUSTAKALumbantobing, S.M. (2012). Neurologi Klinik : Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta. Badan Penerbit FKUI.Bickley, Linn S ; Szilagyi Peter G, (2009). Guide to Physical Examination. Philadelphia. Lippincott Williams & WilkinsWilliams, Janice L. (2005). Diagnosis Fisik : Evaluasi dan Diagnosis dan Fungsi di Bangsal. Jakarta. EGCSwartz, Mark. (1995). Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta. EGC