58
24 2.2 Konsep Gagal Ginjal Kronik I. Definisi a) Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia ( Smeltzer,C,S & Bare, 2007 : 1448). b) Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50 ml/menit. (Arjatmo Tjokonegoro,2007;427) c) Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah. (Arif Muttaqin,2011; 166) Kesimpulan: Gagal Ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir progresif dan irreversible dimana kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah

BAB II (Repaired)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gadar hipoglikemik

Citation preview

24

2.2 Konsep Gagal Ginjal KronikI. Definisia) Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia ( Smeltzer,C,S & Bare, 2007 : 1448).b) Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50 ml/menit. (Arjatmo Tjokonegoro,2007;427) c) Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah. (Arif Muttaqin,2011; 166)Kesimpulan:Gagal Ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir progresif dan irreversible dimana kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah

II. KlasifikasiNilai Laju GFR normal = 120 ml/menit.Rumus Mencari Laju GFR menurut rumus Kockroft Gault:Rumus laki-laki: (140-umur) x BB (kg) = ml/ menit 72 x creatinin serumRumus wanita: (140-umur) x BB (kg) x 0,85 = ml/ menit 72 x cretinin serumKlasifikasi GGK dengan criteria RIFLE, ADQI Revisi 2007KategoriPeningkatan Kadar Cr SerumPenurunan GFRKriteria Urine Output

Risk (R) 1,5 kali nilai dasar 25% nilai dasar< 0,5 mL/kg/jam, 6 jam

Injury (I) 2,0 kali nilai dasar 50% nilai dasar< 0,5 mL/kg/jam, 12 jam

Failure (F) 3,0 kali nilai dasar atau 4 mg/dL dengan kenaikan akut 0,5 mg/dL 75% nilai dasar< 0,3 mL/kg/jam, 24 jam atau anuria 12 jam

Loss (L)Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 minggu

End Stage (E)Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan

Batasan penyakit ginjal kronik yaitu kerusakan ginjal > 3 bulan terdiri dari kelainan struktur dan fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glumelurus berdasarkan : kelainan patologik, pertanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan, Laju filtrasi glumelurus < 60 ml/ menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Chonchol,2005)

III. EtiologiKlasifikasi Gagal ginjal kronik terbagi menjadi 3 kelompok:1. Gagal ginjal kronik Prarenal:a) Hipovolemia: Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular kerusakan jaringan (pancreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus Kehilangan darah Kehilangan cairan keluar tubuh melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih (diuretic, hipoadrenal, dieresis osmotic), melalui kulit (luka bakar)b) Penurunan curah jantung: Penyebab miokard : Infark, Kardiomiopati Penyebab perikard: Tamponade Penyebab vascular pulmonal: Emboli pulmonal Aritmia Penyebab katup jantungc) Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik: Penurunan resistensi vascular perifer: sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan mis: barbiturate, vasodilator (nitrat, antihipertensi) Vasokontriksi ginjal: hiperkalsemia, noreepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus,amphotericin B Hipoperfusi ginjal local: stenosis a.renalis,hipertensi maligna d) Hipoperfusi dengan gangguan autoregulasi ginjal: Kegagalan penurunan resitensi arteriol aferen: perubahan structural penyakit ginjal kronik, hipertensi maligna, penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2, inhibitor) vasokontriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras) Kegagalan peningkatan resistensi arteriol aferen Penggunaan penyekat ACE, ARB Stenosis a.renalis e) Sindrom hiperviskositas: myeloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia2. Gagal ginjal kronik Renal / instrinsika) Obstruksi renovaskularb) Penyakit glumerulus atau makrovaskular ginjalc) Nefritis intertisiald) Nefritis tubular akute) Obstruksi dan deposisi intratubularf) Rejeksi alograf ginjal3. Gagal ginjal kronik Pascarenala) Obstruksi ureterb) Obstruksi leher kandung kemihc) Obstruksi uretra

IV. PatofisiologiPenurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut.Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (Noer, 2006)

V. Manifestasi Klinika. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369): Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.b. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2007 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisytem renin - angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).c. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: Gangguan kardiovaskulerHipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Gangguan PulmonerNafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. Gangguan gastrointestinalAnoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. Gangguan muskuloskeletalResiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas. Gangguan Integumenkulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Gangguan endokrimGangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basabiasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. System hematologianemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.d. Pada penderita gagal ginla kronikDitandai oleh nilai GFR yang turun dibawah normal (125 ml/mnt), kemudian apabila GFR menurun, maka kadar kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) plasma akan meningkat diatas normal atau terjadi azotemia (konsentrasi BUN normal 10 20 mg/100 mg) seedangkan konsentrasi kreatinin plasma 0,7 1,5 mg/100ml. Kedua zat ini merupakan hasil akhir nitrogen dari metabolisme protein yang normalnya disekresi dalam kemih (Price, 2005).Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu (Price, 2005) : Stadium pertama (penurunan cadangan ginjal)Selama stadium ini kreatinin dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik, nilai GFR adalah 40 45 %. Stadium kedua ( insufiensi ginjal )Dimana lebih 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak . pada tahap ini kadar BUN sudah mulai meningkat diatas normal. Nilai GFR adalah 20 50 %. Peningkatan ini berbeda beda tergantung dari kadar protein dalam diet, pada stadium ini kadar kretinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Stadium akhir (Uremia)Stadium ini timbul apabila sekitar 90 % dari nefron telah hancur atau hanya sekitar 20.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5 10 ml/ mnt atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat sangat mencolok, sebagai respon terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium ini penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak mampu mempertahankan kembali homeiostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, kemih menjadi isoosmosis dan biasanya oligouri dan syndro uremik. Pada stadium akhir gagal ginjal pasti meninggal kecuali mendapat pengobatan transplanasi ginjal atau dialisis.

VI. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan LaboratoriumPemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronik, menetapkan ada tidaknya kegawatan, menetukan derajat gagal ginjal kronik, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Hb menurun pada adanya anemia. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1 Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium Klorida, fosfat dan magnesium meningkat. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial UreumKadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen; di Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25 mg/dl. Nitrogen menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan faktor perkalian 2,14.Penetapan ureum tidak banyak diganggu oleh artefak. Pada pria mempunyai kadar rata-rata ureum yang sedikit lebih tinggi dari wanita karena tubuh pria memiliki lean body mass yang lebih besar. Nilai BUN mungkin agak meningkat kalau seseorang secara berkepanjangan makan pangan yang mengandung banyak protein, tetapi pangan yang baru saja disantap tidak berpengaruh kepada nilai ureum pada saat manapun. Jarang sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi sebab. Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah.Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Bila seseorang menderita penyakit ginjal kronik maka LFG menurun, kadar BUN dan kreatinin meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (zat nitrogen dalam darah). Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan BUN. Hal ini terutama karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh. b. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversible seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai karena merupakan tindakan yang non-invasif dan tidak memerlukan persiapan khusus.d. Foto Polos AbdomenSebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi dapat memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.e. Pemeriksaan Pielografi RetrogadDilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.f. Pemeriksaan Foto DadaDapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat penumpukan cairan (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial.g. Pemeriksaan Urin

Warna : secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen, warna urin kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin Volume urin: biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam bahkan tidak ada urin (anuria) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat Osmolatas : kurang dari 350 m0sm/ kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan resiko urin / serum sering 1:1 Protein: derajat tinggi proteinuria (3-41) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada Klirens kreatinin: mungkin agak menurun Natrium : lebih besar dari 40 mEg / l karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium h. Pemeriksaan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)Pada penyakit gagal ginjal kronik, pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan perhitungan laju filtrasi glomerulus. Dalam pemeriksaan perhitungan laju filtrasi glomerulus terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seperti umur, berat badan, jenis kelamin, dan kreatinin serum. Hal ini berdasarkan formula Cockcroft-Gault11 yaitu:Untuk laki-laki: Pada penyakit ginjal kronik, nilai LFG turun di bawah nilai normal. LFG juga akan menurun pada orang usia lanjut. Sesudah usia 30 tahun nilai LFG akan menurun dengan kecepatan sekitar 1 ml/menit pertahuni. Pemeriksaan radiologik Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu). Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter dan retensi. Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis. Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif). Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi. Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan bentuk ginjal. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor). Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi invasif ginjal. Anteriogram ginjalMengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstra vaskuler

VII. Penatalaksanaana. Penatalaksanaan Keperawatan1. Konservatif Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin Observasi balance cairan Observasi adanya odema Batasi cairan yang masuk2. Dialysis peritoneal dialysisbiasanya dilakukan pada kasus kasus emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )

HemodialisisYaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV fistule : menggabungkan vena dan arteri Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )b. Penatalaksanaan Medis Memperlambat progresi gagal ginjalDengan pengobatan hipetensi dengan antihipertensi, pembatasan asupan protein untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerolus, restriksi fosfor untuk mencegah hiperparatiroidisme sekunder, mengurangi protein uri, pengendalian hiperlipidemia dengan olahraga dan diet. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjutDengan pencegahan kekurangan cairan, sepsis, hipertensi yang tidak terkendali dan penggunaan obat nefrotoksik seperti amino glikosid, obat anti inflamasi non steroid harus dihindari. Pengelolaan uremia dan komplikasinyaPencegahan gangguan keseimbangan cairan elektrolit dengan restriksi asupan cairan dan natrium serta pemberian terapi diuretik. Cairan yang diminum harus dibatasi dan diawasi < 1 ltr/hari, keadaan berat 500 ml/hari untuk menghindari hidrasi berlabih/ kurang. Untuk membantu mengurangi asidosis dengan cara pantau LFG tidak < 25 ml/mnt, diet rendah protein 0,6 gr/kg/BB/hari. Pembatasan asupan kalium dari makanan, transfusi darah diberikan bila perlu dan dapat memperbaiki keadan klinis secara nyata. Kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor (daging dan susu) untuk mencegah hiperparatiroidesme. Pemberian allopurinol bila ada peningkatan asam urat (100 mg 300 mg) bila > 10 mg/dl. Dan insisi dialisis atau transplantasi ginjal bila tahap GFR sekitar 5 10 ml/mnt. Menurut Smeltzer, (2002) komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup : Keseimbangan cairan dan elektrolitAsupan dibatasi < 1 liter/hari, tahap berat < 500 ml/hari, natrium klorida (NaCl) < 2-4 gram/hari, tergantung beratnya edema dan diuretic furosemid. HiperkalemiaBiasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium. HipertensiBiasanya hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pembatasan natrium dan cairan, serta melalui ultrafiltrasi bila penderita menjalani hemodialisis. Hipertensi dapat ditangani juga dengan berbagai medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan penanganan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik, agen inotropik, seperti digitalis atau dobutamine, dan dialisis. Asidosis MetabolikAsidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Bentuk pengobatan yang paling logis adalah dialisis. Diet rendah protein untuk mencegah hiperfiltrasi glomerulus. Kalori 35 kal/kg BB, protein 0,6 gram.kg BB/hari Kalsium dan fosfar : hipokalsemia dan retensi fosfar oleh ginjal. LFG < 30 ml/menit diperlukan pengikat fosfat seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat diberikan saat makan. Hiperurisemia : diberikan 100-300 mg apabila >10 mg/dl atau terdapat riwayat gout. AnemiaOleh karena penyebab utama pada gagal ginjal kronik (GGK) tampaknya berupa penurunan sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Selain ini juga dilakukan pengobatan untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen, dan transfusi darah. Abnormalitas neurologiPasien dilindungi dari cedera dengan menempatkan pembatas tempat tidur. Awitan kejang dicatat dalam hal tipe, durasi dan efek umum terhadap pasien. Diazepam intravena atau penitoin diberikan untuk mengendalikan kejang. Osteodistrofi ginjalSalah satu tindakan terpenting untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah diet rendah posfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat posfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya mengandung rendah posfat. Dialisis dan transplantasi ginjalDialisis dan transplantasi ginjal dilakukan pada gagal ginjal stadium akhir. Dialisis digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis ini dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari 2 kompartemen yang terpisah. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi tertinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi)c. Pengobatan Pengobatan untuk ERSD hanya dialysis atau transplantasi ginjal. Persiapan mencakup belajar tentang dialysis dan jenis terapi dialis0s dan penempatan akses dialysis. Perawatan biasanya termasuk penghambat ACE, angiotensin reseptor blocker, atau obat lain untuk tekanan darah tinggi. Perubahan dalam diet:Makan diet rendah proteinDapatkan kalori cukup jika kehilangan berat badanBebas cairanBatasi garam, kalium, fosfat dan elektrolit lain. Pengobatan lain meliputi:Ekstra kalsium dan vitamin DObat-obatan khusus yang disebut binder fosfat, untuk membantu mencegah tingkat fosfat terlalu tinggi.Pengobatan untuk anemia, seperti zat besi tambahan dalam diet, pil zat besi, tembakan khusus dari erythropoietin obat yang disebut dan transfuse darah (Smeltzer, 2007).

VIII. PencegahanUpaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makinkecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009). Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Aktivitas manusia dikelompokkan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain, seperti berjalan, bernyanyi, tertawa, dan sebagainya. Yang kedua adalah aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar), seperti berpikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo (2005) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus-organisme-respons (S-O-R). Berdasarkan teori S-O-R tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk unobservable behavior atau covert behavior yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

b. Perilaku terbuka (overt behavior) c. Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior.Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.Sikap merupakan suatu respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2005). Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen tersebut secara bersama-bersama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

IX. Komplikasi Anemia, Perdarahan dari perut atau usus, Disfungsi otak, kebingungan dan dimensia, Perubahan kadar elektrolit, Perubahan gula darah (glukosa), Kerusakan saraf kaki dan lengan, Penumpukan cairan di sekitar paru-paru, Kompliksi jantung dan pembuluh darah, Hepatitis B, hepatitis C, gagal hati, Hiperparatiroidisme, Peningkatan resiko infeksi, Malnutrisi, Peningkatan jumlah fosfor dan kalium, Kejang, Kulit kering, gatal, Melemahnya tulang (Smeltzer, 2007). Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia

2.3 Konsep Anemia Gravis

I. Definisi

a) Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal atau berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah.2005).b) Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges,2010).c) Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2007 : 935).d) Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).Kesimpulan:Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah

II. EtiologiAnemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme produksi sel darah merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi sel darah merah,karena kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadar ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang timbul adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada anemia akut yang terjadi adalah sebaliknya. Pasien yang menderita anemia kronis lebih dapat mentolerir tindakan bedah dibandingkan dengan penderita anemia akut. Faktor penatalaksanaan yang patut dipertimbangkan untuk penderita anemia terpusat pada penurunan kemampuan darah untuk menganggkut oksigen, dan pada beberapa kasus, mengenai kecendrungan rusaknya mekanisme pertahanan selular.( Pedersen, G. W 2006, Hal : 114 ).

III. Kriteria AnemiaUntuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh usia,jenis kelamin,dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut. Batasan yang umum dipengaruhi adalah kriteria WHO pada tahun 1968.Dinyatakan sebagai anemia bila tedapat nilai dengan criteria sebagai berikut:NoJenis kelamin/ usiaKadar hemoglobin

1laki-lakiHb