40
BAB I PENDAHULUAN Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat- obatan antipsikotik dapat diklasifikasikan dalam kelompok tipikal dan atipikal. Antipsikotik tipikal merupakan golongan obat yang memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D-2 receptor antagonist). 1 Dopamine memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi psikosis. Berdasarkan penelitian menggunakan amfetamin dan methamphetamine yang mengeksaserbasi delusi dan halusinasi pada pasien skizofrenia didapatkan bahwa dopamine merupakan peranan penting dalam etiologi halusinasi dan delusi tersebut. 1 Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan antagonis reseptor dopamine sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada jalur mesolimbik dan mesokortikal. Blokade reseptor D dopamine dapat memberikan efek samping sindrom ekstrapiramidal. 1 Sedangkan antipsikotik atipikal merupakan golongan yang selain berafinitas terhadap Dopamine D-2 receptor juga berafinitas terhadap 5 HT2 Reseptor (Serotonin- 1

Bab II Anti Psikotik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anti psikotik

Citation preview

Page 1: Bab II Anti Psikotik

BAB I

PENDAHULUAN

Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin

dalam berbagai jaras di otak. Obat-obatan antipsikotik dapat diklasifikasikan

dalam kelompok tipikal dan atipikal. Antipsikotik tipikal merupakan golongan

obat yang memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak,

khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D-2 receptor

antagonist).1

Dopamine memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi psikosis. Berdasarkan

penelitian menggunakan amfetamin dan methamphetamine yang mengeksaserbasi

delusi dan halusinasi pada pasien skizofrenia didapatkan bahwa dopamine

merupakan peranan penting dalam etiologi halusinasi dan delusi tersebut. 1

Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan antagonis reseptor dopamine

sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada jalur mesolimbik dan

mesokortikal. Blokade reseptor D dopamine dapat memberikan efek samping

sindrom ekstrapiramidal. 1

Sedangkan antipsikotik atipikal merupakan golongan yang selain

berafinitas terhadap Dopamine D-2 receptor juga berafinitas terhadap 5 HT2

Reseptor (Serotonin-dopamine antagonist ). Secara signifikan tidak memberikan

efek samping gejala ekstrapiramidal bila diberikan dalam dosis klinis yang

efektif.1

Pemberian obat antipsikotik tipikal umumnya pada pasien dengan gejala

posititf seperti halusinasi, delusi, gangguan isi pikir dan waham. Sedangkan untuk

pasien psikotik dengan gejala negatif obat tipikal hanya memberikan sedikit

perbaikan. Sehingga pemberian obat psikotik atipikal lebih dianjurkan karena obat

atipikal memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas dopaminergik

kortikal prefrontal sehingga dengan peningkatan aktivitas tersebut dapat

memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada. 1,2

1

Page 2: Bab II Anti Psikotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Obat antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang

menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2). Indikasi utama untuk pemakaian

obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya.1,2,3

Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama.

Clozapine adalah suatu antipsikotik yang efektif tetapi berbeda dengan semua

obat karena memiliki aktivitas pada reseptor D2 yang kecil. Obat-obat ini

dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuiliser mayor. Istilah neuroleptik

menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat. 1,3

2.2 Jenis-Jenis Antipsikotik

2.2.1 ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I)

Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan

dalam dua kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan

antipsikotik generasi kedua (APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai

cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine

pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan Antagonist Reseptor

Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.1

Mekanisme kerja : Kerja dari APG I menurunkan hiperaktivitas dopamin

di jalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata

APG I tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga memblok

reseptor D2 di tempat lain seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan

tuberoinfundibular. Apabila APG I memblok reseptor D2 di jalur mesokortikal

dapat memperberat gejala negatif dan kognitif disebabkan penurunan dopamin di

jalur tersebut. blokade reseptor D2 di nigrostriatal secara kronik dengan

2

Page 3: Bab II Anti Psikotik

menggunakan APG I menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive

dyskinesia). Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular menyebabkan peningkatan

kadar prolaktin sehingga dapat menyebabkan disfungsi seksual dan peningkatan

berat badan.1

APG I mempunyai peranan yang cepat dalam menurunkan gejala positif

seperti halusinasi dan waham, tetapi juga menyebabkan kekambuhan setelah

penghentian pemberian APG I.1

Kerugian pemberian APG I: 1

1. Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia

2. Memperburuk gejala negatif dan kognitif

3. Peningkatan kadar prolaktin

Keuntungan pemberian APG I adalah jarang menyebabkan terjadinya Sindrom

Neuroleptik Malignant (SNM) dan cepat menurunkan gejala negatif.1

APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Pembagian

berdasarkan potensi adalah potensi tinggi, sedang, dan rendah. Sedangkan

pembagian berdasarkan rumus kimia adalah phenotiazine dan non-phenotiazine.

Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia:1,3,4,6

1. Phenotiazine

Rantai Aliphatic: Clorpromazine

Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine, Fluphenazine.

Rantai Piperidine: Thioridazine

2. Butyrophenoone: Haloperidol

3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide

3

Page 4: Bab II Anti Psikotik

2.2.1.1 CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet) 3,4,5,7

Clorpromazine (CPZ) adalah 2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-fenotiazin.

Derivat fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti

fenotiazin. klorpromazin (CPZ). Sampai saat ini obat ini masih tetap digunakan

sebagai antipsikosis karena ketersediaannya dan harganya yang murah.

Farmakodinamik.

Efek farmakologik klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek

pada susumam sistem syaraf pusat, sistem otonom, dan sistrem endokrin. Efek ini

terjadi karena antipsikosis manghambat berbagai reseptor diantaranya dopamin,

reseptor α-adrenergik, muskarinik, histamin H-1 dan reseptor sertotonin 5HT2

dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin misalnya, selain afinitas terhadap

reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor α-

adrenergik, sedangkan risperidon memiliki afinitas ytang tinggi terhadap reseptor

5HT2.

Susunan Saraf Pusat

CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap

rangsangan dari lingkungan. Pada pemakaian yang lama dapat menimbulakan

toleransi terhadap efek sedatif. Timbulnya sedasi amat bergantung pada status

emosional pasien sebelum minum obat.

CPZ tidak mampu mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsangan listrik

maupun rangsangan oleh obat. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia

basal, sehingga menimbulkan gejala parkinson (efek ekstrapiramidal).

4

Page 5: Bab II Anti Psikotik

Efek Neurologik

Pada dosis berlebihan semua derivat fenotiazin dapat mengakibatkan

gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada parkinson. Dikenal 6

gejala sindrom neurologik yang karakteristik dari obat ini. Empat diantaranya

biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia, parkinsonisme

dan sindroma neuroleptic malignant.

Efek Otot

CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang berada dalam keadaan

spastik. Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral, sebab sambungan saraf-

otot dan medula spinalis tidak dipengaruhi CPZ.

Efek Endokrin

CPZ dan beberapa antipsikosis lama lainnya mempunyai efek samping

terhadap sistem reproduksi. Pada wanita dapat terjadi amenorea, galaktorea dan

peningkatan libido, sedangkan pada pria dilaporkan adanya penurunan libido dan

ginekomastia. Efek ini terjadi karena efek sekunder dari hambatan reseptor

dopamin yang menyebabkan hiperprolaktinemia, serta kemungkinan adanya

peningkatan perubahan androgen menjadi esterogen di perifer. Pada antipsikosis

yang baru misalnya olanzapin, quetiapin, dan aripriprazol efek samping ini

menimal karena afinitasnya yang rendah terhadapa reseptor dopamin.

Efek pada Kardiovascular

Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya

sering terjadi dengan derivat fenotiazin. Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer,

curah jantung menurun dan denyut jantung meningkat. Efek ini diperkirakan

karena efek otonom daari obat antipsikosis.

5

Page 6: Bab II Anti Psikotik

Farmakokinetik

Kebanyakan antipsikotik diabsorsi sempurna, sebagian diantaranya

mengalami metabolisme lintas pertama. Bioavailabilitas klorpromazin dan

tioridazin berkisar antara 25-35%, sedangkan haloperidol mencapai 65%.

Kebanyakan antipsikosis bersifat larut dalam lemak dan terikat kuat dengan

protein plasma, serta memiliki volume distribusi besar. Metabolit klorpromazin

ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat terakhir.

Indikasi :

Mengendalikan mania, terapi shcizofrenia, mengendalikan mual dan

muntah, menghilangkan kegelisahan dan ketakutan sebelum operasi,

porforia intermiten akut,

Terapi tambahan pada tetanus. Cegukan tidak terkontrol,

Perilaku anak 1-12 tahun yang ekplosif dan mudah tersinggung dan terapi

jangka pendek untuk anak hiperaktif.

Dosis:

Anak :

Dosis anjuran 300-1000 mg/hari mulai dengan dosis rendah, kemudian

sesuaikan dengan kebutuhan.

Dosis anjuran 150-600 mg/hari.

Bentuk sediaan tablet 25mg. 100 mg dan ampul 50mg/2 cc. Pemberian

50– 100m (im) setiap 4-6 jam.

Dosis awal sehari 25-35 mg lalu dinaikan sampai 75-150 mg dibagi 2-3

dosis.

6

Page 7: Bab II Anti Psikotik

Anak anak >5 tahun ½ dosis orang dewasa, anak anak < 5 tahun 1

mg/kgBB . bila perlu diberikan 2x sehari.

Cara pemberian :

diberikan per-oral dengan dosis terbagi.

untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam

posisi berbaring (untuk mencegah timbulnya orthostatic hipotension yang

sering terjadi).

Kontra indikasi :

Klorpromazine tidak boleh diberikan pada keadaan-keadaan :

Koma.

Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika.

Hipersensitif (allergik).

2.2.1.2 PERPHENAZINE (Trifalon) 3,4,5,

Mekanisme kerja : tidak begitu jelas diduga menghambat reseptor

dopamin pada mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dansel

mamotropi hipofise anterior.

Indikasi :

Skizofrenia kronia atau akut ansietas berat, depresi karena penyakit organik,

Dosis :

- Dosis anjuran 12-24 mg/hari

- Sedian tab 2mh, 4 mg, 8 mg.

- 3 x 4 - 8 mg / hari.

Efek samping :

- Sering timbul gangguan ekstra piramidalis.

- Gangguan endokrin, seperti : laktasi meningkat, gnekomasti, menstruasi

terganggu, sukar eyakulasi.

7

Page 8: Bab II Anti Psikotik

Kontra indikasi :

- Hipersensitif.

- Koma.

- Depresi berat.

- Gangguan liver.

- Gangguan darah.

2.2.1.3 TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi) 3,4,5,

Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, tetapi diduga menghambat reseptor

dopamin di sistim mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel

mamotropi hipofise anterior

Indikasi :

- Skizofrenia.

- Psikosis paranoid (gangguan waham menetap).

- Psikosis manik-depresif.

- Gangguan tingkah laku pada Retardasi Mental.

Dosis :

- Dosis anjuran 10-15mg/hari

- Sediaan tab 1mg, 5mg

- Dosis awal 2 – 3 x 2,5 mg.

- Dosis pemeliharaan 3 x 5 – 10 mg.

Efek samping :

- Ngantuk, pusing lemas.

- Gangguan ekstra piramidalis.

- Occulogyric crisis.

- Hiperefleksi.

- Kejang-kejang grandmal.

8

Page 9: Bab II Anti Psikotik

Kontra indikasi :

- Depresi SSP.

- Koma.

- Gangguan liver.

- Dyscrasia darah.

- Hipersensitif.

2.2.1.4 FLUPHENAZINE 3,4,5

Untuk kasus-kasus akut diberikan Flupenazine HCl (anatensol) dalam

bentuk tablet dan injeksi.

Dosis :

- Dosis anjuran tab 10-15mg/hari

- Sedian tab 2,5-5mg dan vial 25mg/cc. Pemberiannya im setiap 2-4 minggu.

- Modecate injeksi (25 mg / amp).

- Bila efek samping ringan/tidak ada, ditingkatkan 25 mg / 3 – 6 minggu.

Untuk kasus-kasus kronis diberikan Flupenazine decanoat (flupenazine

dilarutkan dalam minyak), sebagai long acting anti psychotic (berefek panjang).

Efek samping :

- Tersering gangguan estra piramidalis.

- Tardive diskinesia persistent.

- Ngantuk.

- Mimpi2 aneh.

Kontra indikasi :

- Hipersensitif.

- Depresi SSP berat.

9

Page 10: Bab II Anti Psikotik

2.2.1.5 THIORIDAZINE 3,4,5

Indikasi :

- Gejala positif Skizofrenia.

- Depresi dengan agitasi, ansietas dan afek hipotim.

Dosis :

- Dosis anjuran 150-300mg/hari

- Sediaan tab 500-100 mg

Efek samping :

- Sedasi, mulut kering, gangguan akomodasi, vertigo, hipotensi ortostatik.

- Jarang timbul ganguan ekstra piramidalis.

Kontra indikasi :

- Koma.

- Depresi SSP berat.

- Diskrasia darh.

- Hipersensitif.

2.2.1.6 HALOPERIDOL 3,4,5

Haloperidol berguna untuk meningkatkan keadaan mania pasien psikosi

yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin. Reaksi ekstrapiramidal

timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol. Oksipertin merupakan derivat

buterofenon yang banyak persamaannya dengan CPZ. Oksipertin bersifat blokade

adrenergik dan antiemetik serta dapat menimbulkan parkinsonisme pada manusia.

Farmakodinamik

Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tapi butirofenon

memperlihatkan banyak sifat fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperido

mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat

dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek

10

Page 11: Bab II Anti Psikotik

fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda secara kuantitatif karena butirofenon

selain menghambat efek dopamin, juga meningkatkan turn over ratenya.

Susunan saraf Pusat

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang

mengalami eksitasi. Efek sedasi haloperidol kurang kuat dibandingkan dengan

CPZ, sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai CPZ yakni

memperlambat dan manghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ

sama kuat menurunkan ambang rangsang konvulsi. Halo[peridol menghambat

sistem dopamin dan hipotalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan

oleh apomorfin.

Sistem Saraf Otonom

Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil dari efek

antipsikotik lain, walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan

kabur,. Obat ini menghambat aktivitas α-adrenergik yang disebabkan oleh amin

simpatomimetik, tapi tidak sekuat hambatan CPZ.

Sistem Kardiovaskular dan Respirasi

Haloperidol menyebabkan hipotensi tapi tidak sesering dan sehebat akibat

CPZ. Haloperidol menyebabkan takikardi meskipun kalainan EKG belum pernah

dilaporkan. Klorpromazin atau haloperidol dapat menimbulkan potensiasi dengan

obat penghambat respirasi.

Farmakokinetik

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam

plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam

dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini

ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan dieksresikan

melalui empedu. Eksresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat

dikeluarkan selama 5 hari setelah pemberian dalam dosis tunggal.

11

Page 12: Bab II Anti Psikotik

Efek samping dan Intoksikasi

Haloperidol menimbulkan reaksi ekstra piramidal dengan insiden yang

tinggi, terutama pada pasien usia muda. Pengobatan dengan haloperidol harus

dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania atau

sebagai efek samping yang sebenarnya. Perubahan hematologik ringan dan

selintas dapat terjadi, tapi hanya leukopenia dan agranulositosis yang sering

dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol rendah. Haloperidol

sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti obat ini tidak

menimbulkan efek teratogenik.

Indikasi

Indikasi utama haloperidol adalah untuk penderita psikosis. Selain itu juga

merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom gilles de la tourette, suatu

kelainan neurologik yang aneh yang ditandai denga kejang otot hebat,

menyeringai (grimacing) dan exsplosive utterances of foul expletives.

Sediaan

Haloperidol tersedia dalam bentuk tablet 0,5 mg, 1mg, 1,5 mg, 2mg dan

5mg. ampul 5-10 mg (im) setiap 4-6 jam. Dan 50mg long acting (im) setiap 2-

4minggu.

Dosis :

Dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali per hari,

kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol,

beberapa kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg.

Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai

dengan 0,5-1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari.

Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas

secara lambat ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 2-4 minggu

perkali, karena waktu paruhnya panjang.

12

Page 13: Bab II Anti Psikotik

Kontraindikasi :

Pemberian Haloperidol adalah pasien dalam keadaan koma, depresi SSP

yang disebabkan alkohol atau obat lain, sindrom parkinson, usia lanjut dengan

Parkinson Like Symptomps, wanita menyusui dan sesitif terhadap Haloperidol.

Interaksi Haloperidol akan menghambat metabolisme antidepresan

trisiklik, dapat mengganggu efek antiparkinson dan levodopa, tekanan intra okuler

bola mata dapat terjadi apabila diberikan bersama dengan antikolinergik.

Metabolisme Haloperidol meningkat bila diberikan bersama dengan

carbamazepine.

2.2. 2 ANTIPSIKOTIK GENERASI KEDUA (APG II)1,2,3,5

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA)

atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi

antara serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang

menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi

gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat

memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor

serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah

clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole.

Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia.

Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:

1. Mesokortikal Pathways

Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyababkan berkurangnya blokade

terhadap antagonis D2 tetapi juga menyababkan terjadinya aktivitas dopamin

pathways sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin

dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A

dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yand dilepas

menang dari pada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan

13

Page 14: Bab II Anti Psikotik

berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur

mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan

APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari

reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan

sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih

banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga

menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.

2. Mesolimbik Pathways

APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan

antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi

blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini

yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada

keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.

3. Tuberoinfundibular Pathways

APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat

mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin

dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin

dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan

serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi

akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin

menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi

hiperprolaktinemia.

4. Nigrostriatal Pathways

APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu:

1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya

pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.

14

Page 15: Bab II Anti Psikotik

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak

memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan

untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit

Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai:

First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine.

Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping

yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga

mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat

antipsikotik.

Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan

kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya

dalam masyarakat.

2.2.2.1 RISPERIDONE 1,2,3,5

Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food

and Drug Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Absorpsi

risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya

terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian

risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan

jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan.

Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan

APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat

memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada

penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.

15

Page 16: Bab II Anti Psikotik

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP

2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4.

Hydroxyrisperiodne mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang

setara dengan risperidone. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperiodne

dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini

menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian

bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk

meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini

dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4

sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama

carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah.

Indikasi :

- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.

- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).

Dosis :

- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.

- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.

- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.

- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc

- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan

awal, jika belum terlihat respon perlu penilaian ulang.

- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian

oral.

Efek samping:

- EPS

- Peningkatan prolaktin (ditandai dengan gangguan menstruasi,

galaktorea, disfungsi seksual)

- Sindroma neuroleptik malignan

- Peningkatan berat badan

16

Page 17: Bab II Anti Psikotik

- Sedasi

- Pusing

- Konstipasi

- Takikardi

2.2.2.2 CLOZAPINE 1,2,3,5

Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya

EPS, tidak menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi

peningkatan dari prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang

telah resisten dengan obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal

bila dibandingkan dengan antipsikotik lain. Dibandingkan terhadap psikotropik

yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik rendah, tetapi dapat

mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-mesokortikal otak,

yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang

berbeda dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan

tuberoinfundibular (daerah neruendokrin).

Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia

baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan

incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2

minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat

ini berguna untuk pasien yang refrakter dan terganggu berat selam pengobatan.

Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna

pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam

setelah pemberian obat, dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga

pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam sehari. Distribusi dari clozapine

dibandingkan obat antipsikotik lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari

clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga

cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS.

Dosis :

- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.

17

Page 18: Bab II Anti Psikotik

- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan

pemberian terbagi.

- Dosis maksimal 150-600 mg / hari.

- Sediaan tablet 25 mg dan 100 mg

Efek samping :

- Granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia,

leukositosis, leukemia.

- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi,

delirium.

- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihata kabur, takikardi, postural

hipotensi, hipertensi.

Kontra indikasi :

- Ada riwayat toksik/hipersensitif.

- Gangguan fungsi Sumsum tulang.

- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.

- Koma.

- Depresi SSP.

- Ganguan jantung dan ginjal berat.

- Gangguan liver.

2.2.2.3 OLANZAPINE 1,2,3,5

Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan

Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak

olanzapine dicapai dalam waktu 5-6 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada

pemberian intramuskular dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 30

jam (antara 21-54 jam) sehingga pemberian cukup 1 kali sehari.

Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai

afinitas yang kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c),

Histamin (H1) dan α1 adrenergik. Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik

muskarinik (M1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan lemah dengan reseptor

18

Page 19: Bab II Anti Psikotik

GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik. Metabolisme olanzapine di sitokrom

P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang

merokok dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine

atau antibiotik ciprofloxacin.

Indikasi :

- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.

- Episode manik moderat dan severe.

- Pencegahan kekambuhan gangguan bipoler.

Dosis :

- Dosis anjuran 10-20mg/ hari.

- Sedian tablet 5-10mg

- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.

- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.

- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.

Efek samping:

- Penigkatan berat badan

- Somnolen

- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1

- EPS dan kejang rendah

- Insiden tardive dyskinesia rendah

2.2.2.4 QUETIAPINE 1,2,3,5

Quetiapine merupakan antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A),

reseptor dopamin (D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan

α2. Afinitasnya lemah pada reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin.

Cleareance quetiapine menurun 40% pada penderita usia lanjut, sehinga perlu

penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30% pada penderita yang

mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila

19

Page 20: Bab II Anti Psikotik

pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat,

carbamazepin dan antijamur ketokonazole.

Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood.

Dapat juga memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi

pertama tetapi hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian

pada pasien pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk

mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi postural.

Dosis anjuran 50-400mg/hari dan sediaannya 25-100mg dan 200mg dan

300mg tablet XR (50mg, 300mg dan 400mg). Efek samping obat ini yang sering

adalah somnolen, hipotensi postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi,

dan hipertensi.

2.2.2.5 ARIPIPRAZOLE 1,2,3,5

Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada

reseptor D2 dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin

5HT2A. Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya

menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama pada keadaan hiper atau hipo-

dopaminergik karena pada keadaan hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya

lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara kompetitif neurotransmiter

dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan

hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter

dopamin dan akan berikatan dengan reseptro dopamin.

Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6

dan CYP 3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini

mirip dengan aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari

keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga

pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi

plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole

sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang mempunyai

keluhan dispepsia, mual dan muntah.

20

Page 21: Bab II Anti Psikotik

Indikasi : Skizofrenia.

Dosis : dosis anjuran 1—15mg/hari dan sedian tablet (5mg, 10mg dan 15mg).

Pemberuannya dapat 10 atau 15 mg 1 x sehari.

Efek samping :

- Sakit kepala.

- Mual, muntah.

- Konstipasi.

- Ansietas, insomnia, somnolens.

- Akhatisia.

2.3 Interaksi Obat

Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada

bukti lebih efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis).

Misalnya, Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.

Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik

meningkat (hati-hati pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma,

ileus, penyakit jantung).

Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk

kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive

therapy).

Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis

pada pagi hari sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena

angka mortalitas yang tinggi.

Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan

serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus

lebih besar (dose-related). Yang paling minimal menurunkan ambang

kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.

Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun

disebabkan gangguan absorpsi.

21

Page 22: Bab II Anti Psikotik

2.4 Cara Pemilihan Obat

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek

klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek

sekunder (efek samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).

Anti-psikosis Mg.

Eq

Dosis (Mg/h) Sedas

i

Otonomi

k

Eks.Pir

.

Chlopromazine 100 15

0

- 160

0

+++ +++ ++

Thioridazine 100 10

0

- 900 +++ +++ +

Perphenazine 8 8 - 48 + + +++

Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++

Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++

Haloperidol 2 2 - 100 + + ++++

Pimozide 2 2 - 6 + + ++

Clozapine 25 25 - 200 ++++ + -

Zotepine 50 75 - 100 + + +

Sulpiride 200 20

0

- 160

0

+ + +

Risperidone 2 2 - 9 + + +

Quetiapine 100 50 - 400 + + +

Olanzapine 10 10 - 20 + + +

Aripiprazole 10 10 - 20 + + +

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang

dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan

dosis ekivalen.

22

Page 23: Bab II Anti Psikotik

Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis

yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti

dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama),

dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis

obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan

baik efek samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran

miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara

kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat

antipsikosis – atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita

Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau

mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal

(neuroleptic induced medical complication).

2.5 Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan :

Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 – 4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 – 6 jam.

Waktu paruh : 12 – 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari).

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek

samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu

mengganggu kualitas hidup pasien.

Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan

setiap 2-3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul

peredaran Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu

dinaikkan “dosis optimal” dipertahankan sekitar 8-12 minggu

(stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu “dosis maintenance”

dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi “drug holiday” 1-2

hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.

2.6 Lama Pemberian Terapi

23

Page 24: Bab II Anti Psikotik

Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang “multi episode”,

terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun.

Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 – 5

kali.

Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa

hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung

menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian

baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali.

Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan

selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.

Untuk “Psikosis Reaktif Singkat” penurunan obat secara bertahap setelah

hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu – 2 bulan.

Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat

walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan

obat kecil sekali.

Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala “Cholinergic

Rebound” : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-

lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian “anticholinergic agent” (injeksi

Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu

pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba

waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru

menyusul obat antiparkinson.

2.6 Penggunaan Parenteral

Obat anti-psikosis “long acting” (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau

Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 – 4 minggu sangat berguna untuk

pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif

terhadap medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan

secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek

hipersensitivitas. Dosis mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pad bulan pertama

kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat anti

24

Page 25: Bab II Anti Psikotik

psikosis “long acting” hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan

(maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 – 25 % kasus

menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal.

BAB III

KESIMPULAN

Antipsikotik adalah sekelompok bermacam-macam obat yang

menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2).

Efek samping yang sering ditimbulkan pada pemakaian antipsikotik tipikal

seperti : gangguan pergerakan seperti distonia, tremor, bradikinesia, akatisia,

koreoatetosis, anhedonia, sedasi, peningkatan berat badan yang sedang,

disregulasi tempertur, hiperprolaktinemia, dengan galaktorea dan amenorea pada

wanita dan ginekomastia pada pria, serta disfungsi seksual pada pria dan wanita,

hipotensi postural (ortostatik), interval QT memanjang, risiko terjadi fatal aritmia.

Efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaian antipsikotik atipikal

seperti: gangguan pergerakan yang sedang, sedasi, hiperkolesterolemia,

peningkatan berat badan sedang sampai berat, hipotensi postural,

hiperprolaktinemia, kejang.

25

Page 26: Bab II Anti Psikotik

DAFTAR PUSTAKA

1. Agnes Maria Magdalena. Referat antipsikotik atipikal. (di akses 27

desember 2011) di Unduh dari URL:

http://www.scribd.com/doc/178899106/Referat-antipsikotik-atipikal 6

2. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta : EGC. 2010.4

3. Tan Hoan Tjay, Kirana Raharja. Obat-obat Penting Khasiat, Pengunaan

Dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : PT Elex Media Komputindo

Kelompok Gramedia. 2007.2

4. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Sriwijaya.

Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC.2009.3

5. Ika Ayu Paramita. Referat Efek Samping Antipsikotik (di Akses 26 juni

2010) di Unduh dari URL :

http://www.scribd.com/doc/145498802/REFERAT-ES-ANTIPSIKOTIK-

doc 7

6. Rusdi Maslim. Pengunaan Klinis Obat Psikotropika (Psychotropic

Medication). Ed 3. Jakarta.5

26

Page 27: Bab II Anti Psikotik

7. Arif Mansjoer dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculapius. Edisi ke III . 1990.1

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis sampaikan kepada Dzat Maha Suci Allah SWT yang

telah memberikan Rahmatnya, diiringi sholawat dan salam pada junjungan alam

Rasulullah SAW sehongga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai syarat

untuk kelengkapan dalam menjalani kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kesehatan

Jiwa di Rumah Sakit Jambi dengan judul AntiPsikotik menyeluruh.

Terima Kasih saya ucapkan kepada Dr. Victor Elizer, Sp. Kj selaku dokter

spesialis dan dosen yang telah meluangkan waktunya dalam membimbing penulis

meyelesaikanreferat ini selama menjalani kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu

Kesehatan Jambi di Rumah Sakit Jiwa Jambi.

Penulis menyadari bahwa referat ini pastinya banyak kekurangan, untuk

itu penulis mengharapkan aanya kritik dan saran terhadap tugas ini, agar menjadi

lebih baik sehingga dapat menjadikan masukan, dan menambah pengetahuan

terhadap kita semua.

27