Upload
eka-saputra
View
50
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tinjauan pustaka
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Kualitas udara adalah hal yang sangat penting di tambang batubara bawah
tanah (underground mining), karena akan memberikan efek secara langsung dan
tidak langsung kepada para pekerja yang mengalami kontak langsung dengan
udara di dalam tambang, jika gas-gas yang terdapat di dalarn tambang sangat jauh
berbeda dari keadaan yang di standarkan maka akan menyebabkan dampak buruk
bagi kesehatan serta kenyamanan para karyawan atau pekerja di dalam tambang
dan dapat juga menyebabkan kehilangan nyawa pekerja tarnbang, dan kerugian
lainnya, yang berujung pada kemungkinan ditutupnya tambang bawah tanah
tersebut.
Dengan kemajuan metode penambangan batubara yang mengarah ke
tambang bawah tanah, jika striping ratio sudah semakin besar, maka
penambangan batubara akan lebih menguntungkan jika ditambang menggunakan
sistem penambangan bawah tanah. Adapun pengertian tambang bawah tanah
adalah suatu tambang yang kegiatan kerjanya dibawah tanah atau tidak secara
langsung berhubungan dengan udara luar, oleh karena itu pada tambang bawah
tanah digunakan sistem ventilasi yang bertujuan untuk menyediakan dan
mengalirkan udara segar ke dalam tambang bagi pernafasan pekerja dan proses
lain yang memerlukan udara.
Ventilasi tambang merupakan suatu usaha pengendalian terhadap
pergerakan udara atau aliran udara tambang termasuk didalamnya adalah jumlah,
6
7
mutu dan arah alirannya. Adapun tujuan utama dari ventilasi tambang adalah
menyediakan udara segar dengan kuantitas dan kualitas yang cukup baik,
kemudian mengalirkan serta membagi udara segar tersebut kedalam tambang
sehingga tercipta kondisi kerja yang aman dan nyaman baik bagi para pekerja
tambang maupun proses penambangan.
2.1.1. Metoda Dan Sistem Penambangan
Sistem penambangan terdiri dari tambang terbuka dan tambang bawah
tanah. Penambangan terbuka digunakan apabila bahan galian letaknya dekat dari
permukaan bumi. Atau dengan kata lain jika striping ratio antara bahan galian
dengan overburden masih kecil dan dapat ditambang secara menguntungkan. Jika
striping ratio sudah semakin besar, maka penambangan batubara akan lebih
menguntungkan jika ditambang menggunakan sistem penambangan bawah tanah.
A. Tambang Terbuka (Surface Mining)
Konsep dari penambangannnya adalah selective mining (penambangan
yang selektif disesuaikan dengan produksi yang diinginkan). Karena untuk
memasok batubara yang sesuai dengan permintaan, perlu dilakukan blending antar
seam batubara yang memiliki kualitas tidak seragam. Metode penambangan yang
digunakan adalah open cut-backfilling, dikarenakan bentuk dan penyebaran
batubara yang relatif mendatar (horizontal) atau sedikit miring.
B. Tambang Bawah Tanah (Underground Mining)
Rencana metoda yang akan digunakan pada tambang bawah tanah PT.
AICJ adalah Room and Pillar dimana cadangan yang tidak diekstrasi
dimanfaatkan sebagai penyangga atau disebut pillar (Lampiran D, rencana
8
penambangan PT. AICJ), namun metode bisa saja berubah sesuai dengan keadaan
material. Aktifitas penambangan yang dilakukan pada saat penulis melakukan
penelitian adalah pekerjaan penggalian lubang bukaan sebagai jalan masuk
(kedalaman 83 m pada tunnel I dan 65 m pada tunnel II). Adapun tenaga kerja
adalah 1 regu dengan 5 orang untuk setiap front kerja. Alat gali yang digunakan
masih bersifat manual dan semi mekanis yaitu beling dan Coal Pick, untuk alat
angkut saat ini menggunakan lori (direncanakan menggunakan belt conveyor).
2.1.2. Sistem ventilasi tambang
Sistem ventilasi tambang bawah tanah dapat dibedakan ke dalam tiga
macam sistem yaitu sistem ventilasi alami (natural ventilation system), sistem
ventilasi mekanis (mechanical ventilation system) dan Sistem Ventilasi Bantu
(Auxiliary Ventilation).
A. Sistem Ventilasi Alami (Natural Ventilation System)
Ventilasi alami adalah suatu sistem ventilasi yang mengalirkan udara ke
dalam tambang dengan memanfaatkan keadaan dan tenaga alam. Mengalirnya
udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara jalan udara masuk
dengan jalan udara keluar. Perbedaan ini harus cukup besar agar dapat mengatasi
adanya gesekan belokan dan perubahan penampang pada aliran udara di dalam
tambang. Ventilasi alami sangat tergantung dari perbedaan ketinggian bukaan
serta perbedaan temperatur di dalam dan di luar tambang. Makin besar perbedaan
tersebut maka tekanan ventilasi alam akan semakin besar pula.
Apabila temperatur udara di dalam tambang lebih tinggi dari temperatur
udara di luar tambang (misalnya pada malam hari atau pada saat musim hujan)
9
maka tekanan udara di dalam tambang akan lebih besar dari tekanan udara di luar
tambang sehingga udara akan mengalir dari titik P2 ke titik P1. Bila temperatur
udara di dalam tambang lebih rendah dari temperatur udara di luar tambang (pada
siang hari atau pada musim panas), maka tekanan udara di dalam tambang akan
lebih kecil daripada tekanan udara di luar tambang sehingga udara akan mengalir
dari titik P1 ke titik P2.
Sumber : BDTBT Sawahlunto, 2010
Gambar 2.1. Aliran Udara Pada Sistem Peranginan Alami
B. Sistem Ventilasi Mekanis (Mechanical Ventilation System)
Ventilasi mekanis adalah suatu sistem ventilasi yang mengalirkan udara ke
dalam tambang dengan menggunakan mesin angin sebagai alat untuk memberikan
perbedaan tekanan. Sistem ventilasi ini dibedakan menjadi dua sistem, yaitu :
10
1. Sistem Hisap (Exhaust System)
Pada sistem ini mesin angin induk diletakan pada jalan udara keluar.
Dengan adanya isapan mesin angin ini, maka tekanan udara di dalam tambang
akan mengecil dan udara dari luar tambang yang bertekanan besar akan masuk ke
dalam tambang. Setelah melalui tempat kerja maka udara akan menjadi kotor dan
dihisap oleh mesin angin untuk dialirkan keluar tambang.
Keuntungan sistem ventilasi mekanis sistem hisap adalah :
a. Jalan udara masuk dapat digunakan sebagai jalan angkutan utama.
b. Aliran udara lebih mudah dikendalikan untuk menghindari terjadinya
swabakar (self combustion).
c. Relatif tidak menambah kelembaban udara di dalam tambang.
Kerugian sistem ventilasi mekanis sistem hisap adalah :
a. Kurang efektif jika digunakan untuk mengencerkan atau mendilusikan gas-
gas yang ada di dalam tambang.
b. Kurang optimal dalam menurunkan kadar debu dalam tambang.
2. Sistem Hembus (Forcing System)
Pada sistem ini mesin angin utama diletakkan pada jalan udara masuk.
Mesin angin ini akan menekan udara ke dalam tambang, sehingga udara mengalir
melalui jalan-jalan udara di dalam tambang.
Keuntungan sistem ventilasi mekanis hembus adalah :
a. Kecepatan angin yang dihasilkan akan semakin besar sehingga lebih efektif
bila digunakan untuk mengencerkan gas-gas dan menurunkan kadar debu
yang ada di dalam tambang.
11
b. Udara yang dihembuskan adalah udara bersih sehingga dapat menurunkan
temperatur.
Kerugian dari ventilasi mekanis sistem hembus adalah :
a. Udara dari permukaan kerja yang mengandung gas dan debu akan mengenai
operator dan mesin pada arah balik dan menyebar didalam lubang.
b. Kelembaban udara didalam tambang relatif meningkat.
c. Aliran udara akan lebih sulit dikendalikan, sehingga dapat menyebabkan
swabakar (self combustion).
C. Sistem Ventilasi Bantu (Auxiliary Ventilation)
Sistem ventilasi bantu sangat diperlukan pada tempat-tempat yang tidak
terjangkau oleh ventilasi induk. Ventilasi bantu ini biasanya diperlukan pada
pekerjaan persiapan atau pembuatan lubang maju. Adapun tujuan dari sistem
ventilasi bantu adalah :
a. Mengalirkan udara kelubang-lubang buntu baik pada pekerjaan persiapan
maupun penambangan.
b. Mengencerkan gas-gas dan menurunkan kadar debu tambang pada
tempat-tempat kerja sampai dibawah nilai ambang batas yang diizinkan.
Sistem ventilasi bantu dapat dibedakan menjadi :
1) Sistem Hembus Sederhana (Simple Forcing System)
Pada sistem ini udara bersih dihembuskan kepermukaan kerja melalui pipa
dengan kecepatan tertentu dan udara kotor dari permuka kerja akan mengalir
melalui lubang persiapan tersebut seperti pada gambar 2.2. Sistem ventilasi ini
biasanya digunakan pada pembuatan lubang secara manual dengan pemboran dan
12
peledakan. Keuntungan dari sistem hembus sederhana ini adalah efektif untuk
mengencerkan gas-gas dan debu tambang. Sedangkan kerugian dari sistem ini
adalah udara kotor yang mengandung debu dan gas tambang dari permuka kerja
akan berbalik arah mengenai para pekerja dan menyebar didalam lubang.
Sumber : Kumpulan Materi, BDTBT 2010
Gambar 2.2 Sistem Hembus Sederhana (Simple Forcing System)
2) Sistem Hisap Sederhana (Simple Exhaust System)
Pada sistem ini udara kotor pada permuka kerja akan dihisap oleh pipa angin
sehingga udara bersih akan mengalir melalui lubang persiapan kepermuka kerja
seperti pada gambar 2.3. Sistem peranginan ini biasanya digunakan untuk
pembuatan lubang persiapan secara mekanis, dimana kadar debu lebih dominan
dari kadar gas tambang. Keuntungan dari sistem hisap sederhana ini adalah efektif
untuk menghindari terjadinya penyebaran debu di Permuka kerja dan dapat
mengarahkan debu tambang tersebut. Sedangkan kerugiannya adalah kurang
13
efektif dalam mengencerkan gas-gas tambang dan membersihkan asap pada
pembuatan lubang persiapan.
Sumber : Kumpulan Materi,BDTBT 2010
Gambar 2.3 Sistem Hisap Sederhana ( Simple Exhaust System)
3) Sistem Kombinasi Hembus dan Hisap (Overlap System)
Pada sistem ini udara bersih dihembuskan kepermuka kerja dan udara
kotor yang berasal dari kegiatan dipermuka kerja dihisap oleh mesin angin bantu
yang dilengkapi dust colector. Sistem peranginan ini digunakan pada pembuatan
lubang bukaan secara mekanis dimana kadar gas-gas tambang lebih dominan dari
kadar debu tambang pada permuka kerja seperti pada gambar 2.4.
14
Sumber : Kumpulan Materi,BDTBT 2010
Gambar 2.4 Exhaust With Forcing Overlap System
Jenis pipa udara yang digunakan antara lain :
a) Unsupported flexible duct (flat play), jenis ini mempunyai tahanan
(resistance),dan kebocoran (leakage) yang kecil, fleksibel tetapi tidak
dapat digunakan untuk pipa isap karena pipa mudah menciut
(Lampiran I).
b) “Semi rigid fabric duct” (flexaduct), jenis ini mempunyai tahanan dan
kebocoran yang besar, fleksibel, mudah dalam penyambungan dan dapat
digunakan untuk pipa isap (exhaust) (Lampiran J).
c) “Steel duct”, jenis ini mempunyai tahanan dan kebocoran yang kecil,
tidak fleksibel dan sulit dalam penyambungan dan pengangkutannya,
dapat digunakan untuk pipa isap maupun hembus.
15
2.1.3. Syarat-Syarat Sistem Ventilasi
Berdasarkan Materi Diklat Teknisi TBT-Sistem Ventilasi, 2010, dalam
rangka penentuan rencana pembuatan sistem ventilasi tambang, sebaiknya
dipertimbangkan persyaratan-persyaratan seperti dibawah ini :
1. Konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa, agar ventilasi yang diperlukan
untuk pengembangan Pit ke depan, dapat dilakukan secara ekonomis dan
konstruksinya dibuat dengan memiliki kelonggaran (kelebihan) udara ventilasi
secukupnya, untuk mengantisipasi pertambahan atau perkembangan Pit di
kemudian hari, serta peningkatan gas yang mungkin timbul akibat dari
penambangan batubara.
2. Struktur yang diinginkan untuk metode ventilasi pada jenis ventilasi utama
adalah sistem diagonal. Sedangkan pembuatan vertikal shaft, khusus dilakukan
terhadap kondisi penambangan bagian dalam. Selain itu, pada tempat yang sulit
dilakukan penggalian vertikal shaft (tambang batubara dasar laut), diharapkan
memiliki Inclined Shaft khusus dengan penampang berbentuk lingkaran. Selain itu
konstruksinya dibuat sedemikian rupa agar tahanan ventilasi utama menjadi
sekecil mungkin, dan memungkinkan mengambil ventilasi cabang sebanyak
mungkin dari terowongan ini.
3. Dalam melaksanakan pengembangan pit dan penambangan serta dilihat dari
segi konstruksi pit, penting kiranya dibuat ventilasi pada permukaan kerja,
sehingga penambangan batubara dan pengggalian maju menjadi independen
secara sempurna. Untuk daerah penambangan yang luas diharapkan mempunyai
sistem ventilasi, baik intake air maupun exhaust air yang terpisah dari daerah lain.
16
2.1.4. Prinsip Ventilasi Tambang
Pada pengaturan aliran udara dalam ventilasi tambang bawah tanah,
berlaku prinsip aliran udara tambang, yaitu:
a.Aliran udara bergerak dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih
rendah.
b. Udara akan mengalir dari tempat yang bertemperatur lebih rendah ke
tempat yang bertemperatur lebih tinggi.
c.Udara akan lebih banyak mengalir melalui jalur-jalur ventilasi yang
memberikan tahanan yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur bertahanan
yang lebih besar.
d. Tekanan ventilasi tetap memperhatikan tekanan atmosfir, bisa positif
(blowing) atau negatif (exhausting).
e.Aliran udara mengikuti hukum kuadrat yaitu hubungan antara quantitas dan
tekanan, bila quantitas diperbesar dua kali lipat maka dibutuhkan tekanan
empat kali lipat.
2.1.5. Tujuan Ventilasi Tambang
Ventilasi tambang merupakan suatu usaha pengendalian terhadap
pergerakan udara atau aliran udara tambang termasuk didalamnya adalah jumlah,
mutu dan arah alirannya. Adapun tujuan utama dari sistem ventilasi tambang
adalah menyediakan udara segar dengan kuantitas dan kualitas yang cukup baik,
kemudian mengalirkan serta membagi udara segar tersebut ke dalam tambang
supaya tercipta kondisi kerja yang aman dan nyaman baik bagi para pekerja
tambang maupun proses penambangan (Bambang Heriyadi, 2002).
17
Secara rinci tujuan sistem ventilasi pada tambang bawah tanah adalah:
a. Menyediakan oksigen bagi pernafasan manusia.
b. Mengencerkan gas-gas berbahaya dan beracun yang ada di dalam tambang,
sehingga tidak membahayakan bagi para pekerja tambang.
c. Menurunkan temperatur udara tambang, sehingga dapat dicapai lingkungan
kerja yang nyaman.
d. Mengurangi konsentrasi debu yang timbul akibat kegiatan produksi yang
dilakukan di dalam tambang.
2.1.6. Pengendalian Kualitas Udara Tambang
A. Pengertian Udara Tambang
Udara tambang adalah campuran udara bebas (atmosfer) dengan bahan
pengotornya termasuk gas dan debu sehingga perlu dilakukan pengendalian
kualitas udara tambang. Pengendalian terhadap kualitas udara tambang meliputi
pengendalian kandungan gas dalam udara, debu yang dihasilkan akibat proses
penambangan, temperatur dan kelembaban udara didalam tambang sehingga
udara didalam tambang tetap bersih dan segar. Kebutuhan udara segar untuk
pengendalian kualitas udara tambang ini didasarkan kepada kebutuhan udara
untuk pernafasan manusia, menghilangkan atau menurunkan gas pengotor dan
debu, sehingga kadarnya tidak melewati batas maksimum yang diperkenankan.
Udara tambang meliputi campuran udara atmosfir dengan adanya emisi
gas-gas dalam tambang serta bahan-bahan pengotornya sehingga perlu dijaga
kualitasnya. Sebagai standar udara yang bersih adalah udara yang mempunyai
komposisi sama atau mendekati dengan komposisi udara atmosfir pada keadaan
18
normal. Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang terdiri dari:
Nitrogen, Oksigen, Karbondioksida, Argon dan gas-gas lain seperti terlihat pada
tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1Komposisi Udara Segar
Unsur Persen Volume (%)
Persen Berat(%)
Nitrogen (N2) 78,09 75,53
Oksigen (O2) 20,95 23,14
Karbondioksida (CO2)
0,03 0,046
Argon (Ar), dll 0,93 1,284
Sumber : Hartman, H.L,1961.
Dalam perhitungan ventilasi tambang selalu dianggap bahwa udara segar
normal terdiri dari:
Nitrogen = 79 % dan
Oksigen = 21%
Disamping itu selalu dianggap bahwa udara segar akan selalu mengandung
karbondioksida (CO2) sebesar 0,03 %. Demikian pula perlu diingat bahwa udara
dalam ventilasi tambang selalu mengandung uap air dan tidak pernah ada udara
yang benar-benar kering. Oleh karena itu akan selalu ada istilah kelembaban
udara.
B. Gas-Gas Dalam Tambang
Gas yang biasanya terdapat dalam tambang baik itu tambang batubara
maupun non batubara terdiri dari oksigen, karbon dioksida, methan, hidrogen
19
sulfida, nitrogen oksida dan gas-gas lainnya. Gas-gas pengotor utama antara lain
(Hartman, H.L (1961) :
1. Methan (CH4)
Gas Methan merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara
dan sering menjadi sebagai sumber terjadinya ledakan tambang batubara bawah
tanah. Campuran gas methan dengan udara disebut firedamp. Apabila kandungan
methan dalam udara tambang bawah tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan
mesin listrik harus dimatikan, dan pada konsentrasi 5% - 15% gas ini akan
meledak. Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara dan
karenanya selalu berada pada bagian atas dari jalan udara.
Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi, gas methan
terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas methan ini akan tetap
berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya.
Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan batubara dapat dinyatakan dalam suatu
volume persatuan luas lapisan batubara, tetapi dapat juga dinyatakan dalam suatu
volume persatuan waktu. Terhadap kandungan gas methan yang masih
terperangkap dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan penyedotan dengan
pompa. Proyek ini dikenal sebagai seam methane drainage.
2. Karbondioksida (CO2)
Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, tidak mendukung nyala api dan
bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu
terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal
20
kandungan CO2 adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul
pada bagian bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran
ventilasi, juga pada dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 antara lain dari
pembakaran, hasil peledakan, dari lapisan batuan dan hasil pernafasan manusia.
Konsentrasi maksimum yang diizinkan adalah 0,5 %, pada konsentrasi ini
laju pernafasan manusia mulai meningkat, pada kandungan 3 % laju pernafasan
menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, pada kandungan 5 % laju pernafasan
menjadi tiga kali lipat, pada kandungan 10 % manusia hanya dapat bertahan
beberapa menit. Kombinasi CO2 dan udara biasa disebut dengan blackdamp.
3. Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan
pada saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat
kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
haemoglobin darah, sehingga sedikit saja kandungan gas CO dalam udara akan
segera bersenyawa dengan butir-butir haemoglobin (COHb) yang akan meracuni
tubuh lewat darah. Afinitas CO terhadap haemoglobin mempunyai kekuatan 300
kali lebih besar dari pada oksigen dengan haemoglobin. Udara yang mengandung
kadar CO sebesar 12,5 % - 74 % akan meledak jika ada percikan api, gas CO
dihasilkan dari hasil pembakaran, operasi motor bakar, proses peledakan dan
oksidasi lapisan batubara. Konsentrasi maksimum yang diizinkan adalah 0,005 %
Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan karena
sifatnya yang kumulatif. Misalnya gas CO pada kandungan 0,04 % dalam udara
21
apabila terhirup selama satu jam baru memberikan sedikit perasaan tidak enak,
namun dalam waktu 2 jam dapat menyebabkan rasa pusing dan setelah 3 jam akan
menyebabkan pingsan atau tidak sadarkan diri dan pada waktu lewat 5 jam dapat
menyebabkan kematian. Kandungan gas CO sering juga dinyatakan dalam ppm
(part per million). Sumber CO yang sering menyebabkan kematian adalah gas
buangan dari mobil dan kadang-kadang juga gas pemanas air. Gas CO
mempunyai berat jenis 0,9672 sehingga selalu terapung dalam udara.
4. Hidrogen Sulfida (H2S)
Gas ini disebut juga stinkdamp (gas busuk) karena baunya seperti telur
busuk. Gas ini tidak berwarna, mudah terbakar, merupakan gas racun dan dapat
meledak pada konsentrasi 43 % - 46 %, kadar maksimum yang diizinkan adalah
0,001%, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang. Gas ini mempunyai
berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang sangat
beracun dengan ambang batas [Threshold Limit Value (TLV) – Time Weighted
Average (TWA)] sebesar 10 ppm pada waktu selang 8 jam terdedah (exposed) dan
untuk waktu singkat [Threshold Limit Value (TLV) – Short Time Exposure Limit
(STEL)] adalah 15 menit 200 ppm. Walaupun gas ini mempunyai bau yang sangat
jelas, namun kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksinya
terhadap syaraf penciuman. Pada kandungan 0,01 % untuk selama waktu 15
menit, kepekaan manusia terhadap bau ini hilang.
5. Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa
terbakar. Dapat menjadi gas racun apabila ada senyawa belerang yang juga
22
terbakar. Gas ini lebih berat dari udara. Harga ambang batas yang diizinkan 2 ppm
(TLV-TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) sebanyak 5 ppm.
6. Nitrogen Oksida (NO2)
Gas nitrogen sebenarnya adalah gas yang inert namun pada keadaan
tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat
beracun. Gas ini terbentuk dalam tambang bawah tanah sebagai hasil peledakan
dan gas buangan dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang lebih sering terdapat
dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan 5 ppm,
baik untuk waktu terdedah singkat maupun untuk 8 jam kerja. Oksida nitrogen
apabila bersenyawa dengan air di udara akan membentuk asam nitrat, yang dapat
merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia.
7. Gas Pengotor Lain
Gas yang dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas
Hidrogen yang dapat berasal dari proses pengisian aki (battery) dan gas-gas yang
biasa terdapat pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.
Beberapa cara pengendalian yang dilakukan terhadap gas pengotor pada
tambang bawah antara lain:
a. Pencegahan (Prevention)
1) Menerapkan prosedur peledakan yang benar
2) Perawatan dari motor-motor bakar yang baik
3) Pencegahan terhadap adanya api
b. Pemindahan (Removal)
1) Penyaliran (drainage) gas sebelum penambangan
23
2) Penggunaan ventilasi isap lokal dengan kipas
c. Penyerapan (Absorpsi)
1) Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin
2) Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan
d. Penyekatan
1) Memberikan batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar
2) Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau
waktu-waktu tertentu.
e. Pelarutan
1) Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi lokal
2) Pelarutan dengan aliran udara utama
f. Penekanan (Supression)
C. Debu Tambang
Debu secara klasifikasi fisis termasuk dalam ketegori aerosol yaitu
hamburan partikel padat dan atau cair di dalam medium gas/udara, di dalam
tambang bawah tanah, debu ini dihasilkan oleh aktifitas penambangan seperti
pemboran, peledakan, pemuatan, pengangkutan dan penumpahan bijih.
Klasifikasi debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat
bahayanya terhadap fisik dan kemampuan ledakannya (Bambang Heriyadi, 2002).
Berikut ini klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya, yaitu :
1. Debu fibrogenik
Merupakan debu yang berbahaya terhadap pernafasan, seperti silika
(kuarsa dan chert), silikat (asbestos, talk, mika dan silimanit), meal fumes
24
(asap logam), bijih timah, bijih besi, karborondum dan batubara (anthrasit,
bitumineous).
2. Debu karsiogenik
Contohnya kelompok radon, asbestos dan arsenik.
3. Debu beracun
Merupakan debu yang mengandung racun yang berbahaya terhadap organ
dan jaringan tubuh, seperti bijih berilium, arsenik, timah hitam, uranium, radium,
thorium, khromium, vanadium, air raksa, kadmium, antimoni, selenium, mangan,
tungsten, nikel dan perak (khususnya oksida dan karbonat).
4. Debu radioaktif
Merupakan debu yang berbahaya karena radiasi sinar alpha dan sinar beta,
seperti bijih uranium, radium dan thorium.
5. Debu yang dapat meledak (terbakar di udara)
Contohnya debu logam (magnesium, alumunium, seng, timah dan besi),
batubara (bituminous dan lignit), bijih sulfida dan debu organic.
6. Debu pengganggu
Contohnya gypsum, gamping dan kaolin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa jauh pengaruh dan bahaya
debu bagi kesehatan manusia antara lain:
a. Komposisi kimia dan mineralogi debu
Ditinjau dari tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan, komposisi
mineralogi lebih penting dibandingkan komposisi kimiawi dan fisiknya. Silika
bebas (Si) lebih berbahaya daripada senyawa silika (SiO2) terhadap paru-paru.
25
b. Konsentrasi
Banyaknya partikel debu yang dinyatakan dengan dua cara, yaitu :
1). Atas dasar jumlah, satuannya adalah mppcf (million of particles per cuft)
atau ppcc (particles per cubic centimeter).
2) Atas dasar berat, satuannya adalah mg/m3
Faktor konsentrasi merupakan faktor terpenting kedua setelah komposisi.
Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru jika konsentrasi lebih
besar dari 0,5 mg/m3.
c. Ukuran partikel
Partikel debu yang berukuran lebih kecil dari 5 mikron berbahaya, karena
luas permukaannya besar dengan demikian aktifitas kimianya pun besar. Selain
itu debu halus tergolong debu yang dapat dihirup karena tersuspensi di udara.
d. Waktu kontak
yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang berhubungan dengan
lingkungan yang mengandung debu.
e. Daya tahan tubuh perorangan
Faktor ketahanan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini
merupakan faktor yang belum dapat dikuantifikasi.
Untuk mengurangi konsentrasi debu dan mencegah timbulnya debu secara
berlebihan pada kegiatan penambangan, perlu dilakukan langkah-langkah
pengendalian debu diantaranya :
1. Melakukan pengukuran kadar debu.
2. Menggunakan penyemprot air (water sprayer) pada saat penggalian.
26
3. Melakukan operasi penambangan yang baik dan benar serta
mencegah terbentuknya debu secara berlebihan.
4. Mengurangi debu dengan membersihkan debu yang mengendap dan
membersihkan udara dari debu dengan alat pengumpul debu (dust colector).
5. Pengenceran (dilution) dengan memasukkan udara segar secukupnya ke
tempat-tempat sumber debu menggunakan kipas angin bantu. Kecepatan udara
yang efektif untuk pengendalian kualitas udara di permuka kerja minimum 0,25
– 0,5 m/detik. Kecepatan udara yang terlalu tinggi dapat menaikkan debu yang
telah mengendap, oleh sebab itu kecepatan udara maksimum di tempat kerja
antara 1,52 – 2 m / detik yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
D. Temperatur Tambang
Pengaturan temperatur dalam tambang, bertujuan untuk menghasilkan
udara segar dan nyaman. Panas udara dalam tambang harus dipertahankan pada
batas tertentu, sehingga manusia dapat bekerja dengan efisiensi kerja yang tinggi.
Dalam keadaan normal, udara tidak pernah dalam keadaan kering tetapi selalu
mengandung kadar air. Temperatur udara sangat mempengaruhi kenyamanan bagi
pekerja yang berada pada tambang bawah tanah, karena udara diperlukan pula
untuk pendinginan panas tubuh.
2.1.7. Metoda Sistem Perhitungan Ventilasi
Ada beberapa metoda perhitungan sistem ventilasi yang umum digunakan
yaitu metode perhitungan secara manual dan metode perhitungan dengan
menggunakan software, Salah satunya software Kazemaru.
27
2.1.7.1. Metoda Perhitungan Manual
A. Tahanan Ventilasi
Tahanan Ventilasi adalah kecepatan angin dan Jumlah udara berubah
berdasarkan kondisi di dalam tambang bawah tanah. Koefisien gesekan adalah
angka yang menampilkan tahanan akibat dari bentuk terowongan seperti pada
tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2Gesekan Setiap Terowongan
Jenis Terowongan Besar Kecil Rata-rataBentuk Arches Batubata
KongkritBesi
0,00072 0,00030 0,000550,000390,00140
Terowongan Telanjang
BiasaBergelombang
0,00130 0,00037 0,000810,00207
Terowongan Berpenyangga Kayu
BiasaTidak beraturan
0,00237 0,00087 0,001660,00414
Bidang kerja 0,00264Seluruh Terowongan 0,00424 0,00154 0,00222Terowongan vertikal 0,00240 0,00020 0,00130
Sumber : Materi Diklat Teknisi TBT-Sistem Ventilasi, 2010.
Menurut Hartman, H.L (1982), perhitungan tahanan ventilasi dinyatakan
dalam :
(1)
Keterangan :
h = Tahanan Ventilasi (mm air)
K = Koefisien Gesek Terowongan (kgs²/m4)
u = Panjang Keliling Penampang Terowongan (m)
L = Panjang Terowongan (m)
v = Kecepatan Angin (m/s)
a = Luas Penampang Terowongan (m²)
h=K ULa
V ²
28
Pada rumus diatas, kecepatan aliran adalah jumlah aliran dibagi luas
penampang, artinya v = Qa (Q = jumlah aliran). Dengan subtitusi v ke dalam
rumus (1) di atas, maka menjadi :
(2)
Artinya, pada rumus yang tidak memasukkan kecepatan angin, tahanan
ventilasi berbanding terbalik dengan pangkat 3 luas penampang terowongan.
Sebagai rumus umum ventilasi untuk menghitung penurunan tekanan
akibat gesekan pada waktu udara mengalir di dalam terowongan, ada rumus
atkinson yang masih digunakan secara luas hingga kini. Rumus tersebut adalah
sebagai berikut :
(3)
Keterangan :
h = Penurunan Tekanan Akibat Gesekan (mm air)
K = Koefisien gesek terowongan (kgs/m4)
u = Panjang keliling penampang (m)
L = Panjang terowongan (m)
a = Luas penampang terowongan (m²)
v = Kecepatan angin (m/sec)
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m³/sec)
h = K u L Q ²
a ³
h=K ULa
V ² = K
29
B. Kebutuhan Udara Segar Untuk Pernafasan
Pada sistem pernafasan manusia, oksigen dihisap dan karbondioksida
dibebaskan. Jumlah yang diperlukan akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya aktifitas fisik dan dapat dihitung pula kuantitas udara segar
minimum yang dibutuhkan seseorang untuk proses pernafasan berdasarkan
kandungan oksigen minimum yang diperkenankan dan kandungan karbondioksida
maksimum yang masih diperbolehkan.
Perlu juga dalam hal ini didefenisikan arti angka bagi atau nisbah
pernafasan (respiratory quotient) yang didefenisikan sebagai nisbah antara jumlah
karbondioksida yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada
suatu proses pernafasan. Pada manusia yang bekerja keras, angka bagi pernafasan
ini (respiratory quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang
dihembuskan sama dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernafasannya. Tabel 2.3
berikut memberikan gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernafasan pada
tiga jenis kegiatan manusia secara umum.
Menurut Hartman, H.L (1961: 17), kebutuhan udara pernafasan untuk
beberapa jenis kegiatan dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3 Kebutuhan Udara Pernafasan
JenisKegiatan
Laju PernafasanPer Menit
Udara Terhirup Per Menit dalam in3/menit (10-4m3/detik)
Oksigen TerkonsumsiCfm (105m3/detik)
Angka Bagi Pernafasan (respiratory quotient)
Istirahat 12 – 18 300-800 (0,82-2,18) 0,01 (0,47) 0,75
Kerja Moderat
30 2800-3600 (7,64-9,83) 0,07 (3,3) 0,9
Kerja Keras
40 6000 (16,4) 0,10 (4,7) 1,0
30
Berdasarkan Tabel 2.3 dapat dihitung jumlah udara yang dibutuhkan untuk
pernafasan seseorang di tambang dengan cara :
1. Berdasarkan nilai ambang batas minimum oksigen yaitu 19,5%. Jumlah udara
yang dibutuhkan = Q cfm Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang
sebanyak 0,1 cfm sehingga akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen
sebagai berikut :
keterangan :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
= Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(O2 in intake) = Konsentrasi O2 di atmosfer (21%)
(O2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi
(O2 downstream) = Nilai ambang batas O2 (19,5%)
2. Berdasarkan nilai ambang batas maksimum CO2 yaitu 0,5%. Dengan harga
angka bagi pernafasan = 1,0 maka jumlah CO2 pada Pernafasan akan bertambah
sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm. Dengan demikian akan didapat persamaan :
keterangan :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
= Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(CO2 in intake) = Konsentrasi CO2 di atmosfer (0,03%)
(O2 in intake)Q- (O2 consumed) = (O2 down stream)Q
(CO2 in intake)Q + (CO2 produced) = (CO2 down stream)Q
31
(CO2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi
(CO2 downstream) = Nilai ambang batas CO2 (0,5%)
Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum
19,5% dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum karbondioksida sebesar
0,5% dalam udara untuk pernafasan. Dalam merancang kebutuhan udara ventilasi
tambang digunakan angka kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm
per orang = 0,1 m3/detik per orang.
C. Pengendalian Kuantitas Udara Tambang
Kuantitas udara adalah jumlah udara yang masuk kedalam tambang
dengan luas dan kecepatan tertentu yang diukur setiap satuan waktu. Pengendalian
kuantitas udara tambang merupakan pengaturan terhadap jumlah alirannya agar
cukup untuk pernafasan dan mengurangi konsentrasi gas serta debu yang terbawa
dalam udara, termasuk didalamnya adalah pengaturan arah aliran udara agar
memenuhi ketentuan-ketentuan kecepatan.
Kuantitas udara yang diukur adalah kuantitas udara tambang bawah tanah,
dimana udara yang masuk adalah udara bertekanan, dengan dioperasikannya
mesin angin hembus maupun hisap, yang mempunyai arah aliran dan kecepatan.
Menurut Hartman, H.L (1961 : 115), kuantitas udara dapat dihitung dengan
persamaan :
Keterangan :
Q = kuantitas aliran udara (m3/detik)
V = kecepatan aliran udara (m/detik)
Q = V x A
32
A = luas penampang jalan udara (m2)
1. Pengukuran Kecepatan Aliran Udara
Dalam pengukuran kecepatan aliran udara tambang digunakan
anemometer. Anemometer dibedakan menjadi tiga macam yaitu Anemometer Low
Speed (0,1 – 5 m/dtk), Anemometer Medium Speed (5 – 14,4 m/dtk) dan
Anemometer High Speed (14,5 – 34 m/dtk).
Cara pengukuran kecepatan aliran udara tambang dapat dilakukan dengan
3 cara, yaitu:
a. Fixed Point Traversing in a circular opening
Metode ini digunakan untuk penampang lingkaran, metode ini dilakukan
di tengah (pusat) jalan udara. Angka yang terbaca dikalikan dengan suatu
konstanta untuk memberikan kecepatan aliran rata-rata, nilai konstanta tersebut
adalah 0,8.
b. Fixed Point Traversing in a rectangular airway
Metoda ini digunakan untuk penampang persegi empat, dalam metoda ini
luas penampang dibagi menjadi beberapa daerah yang sama, metode ini cocok
untuk lubang bukaan yang besar dan bentuknya teratur. Pengukuran dilakukan
pada masing-masing daerah yang telah ditentukan dan hasil pengukuran dirata-
ratakan.
c. Continuous Traversing
Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk
mengukur kecepatan aliran udara. Traversing dilakukan dengan cara
33
memindahkan atau menggeser anemometer pada kecepatan konstan 0,2 – 0,3
m/dtk, dengan posisi anemometer selalu tegak lurus sumbu aliran udara,
pengukuran dilakukan secara konsisten pada arah horisontal atau vertikal dari atas
atau dari bawah pada ujung yang satu ke ujung yang lain pada penampang lubang
bukaan dengan jalur yang teratur sehingga seluruh penampang lubang bukaan
terukur.
2. Pengukuran Luas Penampang Jalur Udara
Selain mengukur kecepatan udara untuk menentukan kuantitas aliran udara
dilakukan pengukuran terhadap luas penampang jalur udara pada setiap titik
pengukuran menggunakan meteran. Pengukuran luas penampang jalur udara ini
meliputi pengukuran terhadap luas lubang bukaan, luas parit dan luas pipa.
2.1.7.2. Metoda Analisis Kazemaru
Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komputer untuk
mempermudah melakukan perhitungan-perhitungan rumit dalam berbagai bidang
pekerjaan, perhitungan analisa jaringan ventilasi tambang saat inipun sudah dapat
dilakukan dengan menggunakan komputer. Adanya banyak program yang dibuat
sebagai pilihan, salah satunya adalah program Kazemaru. Program ini dibuat oleh
Prof. Inoue Masahiro dari Kyushu University Jepang dan pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1988 oleh JCOAL. Kazemaru pada dasarnya adalah
pekerjaan mengedit data jaringan ventilasi dengan cara grafis yang interaktif atau
pekerjaan menganalisis jaringan ventilasi (distribusi aliran udara, normal dan
kondisi kebakaran).
A. Karakteristik Sistem
34
Pekerjaan analisa jaringan ventilasi udara pada pertambangan yang
sesungguhnya tidak hanya melakukan penghitungan saja.
Pekerjaan tersebut terdiri dari kombinasi dari beberapa pekerjaan berikut :
1. Pembuatan data jaringan ventilasi
2. Melaksanakan analisa volume udara
3. Menampilkan hasil analisa.
Pada saat menampilkan analisa sangat penting sekali untuk penampilan yang
mudah dipahami, dan penampilan dengan gambar adalah yang paling efektif.
4. Melaksanakan kajian terhadap hasil analisa, dan apabila diperlukan dapat
melakukan perubahan data jaringan ventilasi udara, dan memulai kembali
dari prosedur pertama.
Sistem analisa ventilasi udara Kazemaru adalah sistem komprehensif yang
telah dikembangkan agar pekerjaan analisa jaringan ventilasi udara dapat
dikerjakan oleh siapapun dan dilaksanakan dengan mudah. Sistem ini telah
diterapkan di semua tambang batubara utama di Jepang, dan memiliki karakter
sebagai berikut :
1. Sistem yang dikembangkan untuk digunakan pada komputer/PC (minimal
Pentium 233Mhz).
2. Pembuatan perubahan data dapat dilakukan sembari melihat gambar jaringan
ventilasi udara yang ditampilkan pada monitor. Program secara konstan
melakukan pengecekkan sehingga kesalahan pengisian dapat dicegah.
3. Titik maksimum dari jaringan ventilasi udara yang dapat dilakukan analisa
adalah 1000 titik, jumlah lorong maksimum 2000 lorong.
35
4. Dapat menampilkan gambar distribusi volume udara, tekanan udara melalui
monitor, ploter atau printer.
5. Lama waktu penghitungan untuk jaringan ventilasi udara yang memiliki
sekitar 100 titik dan 200 lorong, pada umumnya membutuhkan waktu kurang
dari 2 menit.
6. Selain dari tahanan udara, sistem ini dapat mempertimbangkan tekanan
ventilasi udara alami, grafik karakteristik fan, lorong dengan volume udara
tetap, dan seperti halnya pintu angin, dapat juga dipertimbangkan tahanan
udara yang berbeda berdasarkan arah dari ventilasi udara.
7. Dapat melakukan analisa jaringan ventilasi udara pada saat terjadi kebakaran.
8. Pada saat melakukan analisa kebakaran, dapat ditampilkan penyebaran gas
kebakaran, suhu, konsentrasi, juga dapat ditampilkan pergerakan gas
kebakaran sesuai pergerakan sesuai pergerakan waktu.
9. Memiliki fungsi sebagai Data base. Selain itu, dapat melakukan penghitungan
tahanan ventilasi udara dengan berdasarkan jenis data, panjang lorong, luas
lorong dan koefisien gesek.
B. Pengenalan Dan Fungsi Tools Pada Software Kazemaru
Adapun tools yang terdapat pada software Kazemaru seperti pada gambar
dibawah adalah sebagai berikut :
36
Gambar 2.5 Tools Pada Software Kazemaru
1. Road : rute aliran ventilasi biasa yang memiliki hambatan. Pada sistem ini
ditunjukkan garis biasa.
2. Node : titik percabangan lorong, pintu lorong (surface) dll.
3. Surface node : node di surface, tekanan = tekanan atmosfer, Ditunjukkan
dengan lingkaran rangkap.
4. U/G node : node di U/G, tekanan diperoleh dari hitungan. Ditunjukkan
dengan lingkaran tunggal.
5. Elemen flow rate : elemen dengan menggunakan flow rate sebagai data.
panjang, hambatan ventilasi, selisih tinggi ujung node semuanya adalah 0.
Ditunjukkan dengan garis putus-putus.
6. Lorong flow-rate tetap : elemen dengan menggunakan flow rate sebagai data.
Tidak ada syarat berhubungan dengan panjang, hambatan ventilasi, selisih
ketinggian kedua node. Ditunjukkan dengan garis putus-putus. Dengan
compatibilitas data jaringan ventilasi yang terdahulu.
7. <File> : untuk membuka file, menyimpan, dan mencetak file.
8. <Edit> : untuk membuat, mengubah dan menghapus node-node, jalan
tambang (road) dan kipas angin/mesin angin (fan).
Input Proses Output
37
9. <Analysis> : Melakukan penghitungan analisa jaringan ventilasi.
10. <Display> : mengubah setting besaran, warna, dan item display.
2.2. Kerangka Konseptual
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, kerangka konseptual
untuk melakukan penelitian sebagai mana terlihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual
Data terdiri dari :
1. Data Primer : dimensi lubang
bukaan, kandungan kadar gas dan pengotor,
2. Data Sekunder : peta rencana
penambangan, tenaga kerja, peralatan penunjang
penambangan, software kazemaru,
Analisa Data:
1. Perencanaan sistem ventilasi dengan membandingkan:
A. Metode perhitungan manual.
B. Metode analisis Kazemaru (software).
Hasil Penelitian:
1. Perencanaan sistem ventilasi berdasarkan perhitungan manual dan metode analisis Kazemaru (software).