49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Kualitas udara adalah hal yang sangat penting di tambang batubara bawah tanah (underground mining), karena akan memberikan efek secara langsung dan tidak langsung kepada para pekerja yang mengalami kontak langsung dengan udara di dalam tambang, jika gas-gas yang terdapat di dalarn tambang sangat jauh berbeda dari keadaan yang di standarkan maka akan menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan serta kenyamanan para karyawan atau pekerja di dalam tambang dan dapat juga menyebabkan kehilangan nyawa pekerja tarnbang, dan kerugian lainnya, yang berujung pada kemungkinan ditutupnya tambang bawah tanah tersebut. Dengan kemajuan metode penambangan batubara yang mengarah ke tambang bawah tanah, jika striping ratio sudah semakin besar, maka penambangan batubara akan lebih menguntungkan jika ditambang menggunakan sistem 6

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Kualitas udara adalah hal yang sangat penting di tambang batubara bawah

tanah (underground mining), karena akan memberikan efek secara langsung dan

tidak langsung kepada para pekerja yang mengalami kontak langsung dengan

udara di dalam tambang, jika gas-gas yang terdapat di dalarn tambang sangat jauh

berbeda dari keadaan yang di standarkan maka akan menyebabkan dampak buruk

bagi kesehatan serta kenyamanan para karyawan atau pekerja di dalam tambang

dan dapat juga menyebabkan kehilangan nyawa pekerja tarnbang, dan kerugian

lainnya, yang berujung pada kemungkinan ditutupnya tambang bawah tanah

tersebut.

Dengan kemajuan metode penambangan batubara yang mengarah ke

tambang bawah tanah, jika striping ratio sudah semakin besar, maka

penambangan batubara akan lebih menguntungkan jika ditambang menggunakan

sistem penambangan bawah tanah. Adapun pengertian tambang bawah tanah

adalah suatu tambang yang kegiatan kerjanya dibawah tanah atau tidak secara

langsung berhubungan dengan udara luar, oleh karena itu pada tambang bawah

tanah digunakan sistem ventilasi yang bertujuan untuk menyediakan dan

mengalirkan udara segar ke dalam tambang bagi pernafasan pekerja dan proses

lain yang memerlukan udara.

Ventilasi tambang merupakan suatu usaha pengendalian terhadap

pergerakan udara atau aliran udara tambang termasuk didalamnya adalah jumlah,

6

Page 2: BAB II

7

mutu dan arah alirannya. Adapun tujuan utama dari ventilasi tambang adalah

menyediakan udara segar dengan kuantitas dan kualitas yang cukup baik,

kemudian mengalirkan serta membagi udara segar tersebut kedalam tambang

sehingga tercipta kondisi kerja yang aman dan nyaman baik bagi para pekerja

tambang maupun proses penambangan.

2.1.1. Metoda Dan Sistem Penambangan

Sistem penambangan terdiri dari tambang terbuka dan tambang bawah

tanah. Penambangan terbuka digunakan apabila bahan galian letaknya dekat dari

permukaan bumi. Atau dengan kata lain jika striping ratio antara bahan galian

dengan overburden masih kecil dan dapat ditambang secara menguntungkan. Jika

striping ratio sudah semakin besar, maka penambangan batubara akan lebih

menguntungkan jika ditambang menggunakan sistem penambangan bawah tanah.

A. Tambang Terbuka (Surface Mining)

Konsep dari penambangannnya adalah selective mining (penambangan

yang selektif disesuaikan dengan produksi yang diinginkan). Karena untuk

memasok batubara yang sesuai dengan permintaan, perlu dilakukan blending antar

seam batubara yang memiliki kualitas tidak seragam. Metode penambangan yang

digunakan adalah open cut-backfilling, dikarenakan bentuk dan penyebaran

batubara yang relatif mendatar (horizontal) atau sedikit miring.

B. Tambang Bawah Tanah (Underground Mining)

Rencana metoda yang akan digunakan pada tambang bawah tanah PT.

AICJ adalah Room and Pillar dimana cadangan yang tidak diekstrasi

dimanfaatkan sebagai penyangga atau disebut pillar (Lampiran D, rencana

Page 3: BAB II

8

penambangan PT. AICJ), namun metode bisa saja berubah sesuai dengan keadaan

material. Aktifitas penambangan yang dilakukan pada saat penulis melakukan

penelitian adalah pekerjaan penggalian lubang bukaan sebagai jalan masuk

(kedalaman 83 m pada tunnel I dan 65 m pada tunnel II). Adapun tenaga kerja

adalah 1 regu dengan 5 orang untuk setiap front kerja. Alat gali yang digunakan

masih bersifat manual dan semi mekanis yaitu beling dan Coal Pick, untuk alat

angkut saat ini menggunakan lori (direncanakan menggunakan belt conveyor).

2.1.2. Sistem ventilasi tambang

Sistem ventilasi tambang bawah tanah dapat dibedakan ke dalam tiga

macam sistem yaitu sistem ventilasi alami (natural ventilation system), sistem

ventilasi mekanis (mechanical ventilation system) dan Sistem Ventilasi Bantu

(Auxiliary Ventilation).

A. Sistem Ventilasi Alami (Natural Ventilation System)

Ventilasi alami adalah suatu sistem ventilasi yang mengalirkan udara ke

dalam tambang dengan memanfaatkan keadaan dan tenaga alam. Mengalirnya

udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara jalan udara masuk

dengan jalan udara keluar. Perbedaan ini harus cukup besar agar dapat mengatasi

adanya gesekan belokan dan perubahan penampang pada aliran udara di dalam

tambang. Ventilasi alami sangat tergantung dari perbedaan ketinggian bukaan

serta perbedaan temperatur di dalam dan di luar tambang. Makin besar perbedaan

tersebut maka tekanan ventilasi alam akan semakin besar pula.

Apabila temperatur udara di dalam tambang lebih tinggi dari temperatur

udara di luar tambang (misalnya pada malam hari atau pada saat musim hujan)

Page 4: BAB II

9

maka tekanan udara di dalam tambang akan lebih besar dari tekanan udara di luar

tambang sehingga udara akan mengalir dari titik P2 ke titik P1. Bila temperatur

udara di dalam tambang lebih rendah dari temperatur udara di luar tambang (pada

siang hari atau pada musim panas), maka tekanan udara di dalam tambang akan

lebih kecil daripada tekanan udara di luar tambang sehingga udara akan mengalir

dari titik P1 ke titik P2.

Sumber : BDTBT Sawahlunto, 2010

Gambar 2.1. Aliran Udara Pada Sistem Peranginan Alami

B. Sistem Ventilasi Mekanis (Mechanical Ventilation System)

Ventilasi mekanis adalah suatu sistem ventilasi yang mengalirkan udara ke

dalam tambang dengan menggunakan mesin angin sebagai alat untuk memberikan

perbedaan tekanan. Sistem ventilasi ini dibedakan menjadi dua sistem, yaitu :

Page 5: BAB II

10

1. Sistem Hisap (Exhaust System)

Pada sistem ini mesin angin induk diletakan pada jalan udara keluar.

Dengan adanya isapan mesin angin ini, maka tekanan udara di dalam tambang

akan mengecil dan udara dari luar tambang yang bertekanan besar akan masuk ke

dalam tambang. Setelah melalui tempat kerja maka udara akan menjadi kotor dan

dihisap oleh mesin angin untuk dialirkan keluar tambang.

Keuntungan sistem ventilasi mekanis sistem hisap adalah :

a. Jalan udara masuk dapat digunakan sebagai jalan angkutan utama.

b. Aliran udara lebih mudah dikendalikan untuk menghindari terjadinya

swabakar (self combustion).

c. Relatif tidak menambah kelembaban udara di dalam tambang.

Kerugian sistem ventilasi mekanis sistem hisap adalah :

a. Kurang efektif jika digunakan untuk mengencerkan atau mendilusikan gas-

gas yang ada di dalam tambang.

b. Kurang optimal dalam menurunkan kadar debu dalam tambang.

2. Sistem Hembus (Forcing System)

Pada sistem ini mesin angin utama diletakkan pada jalan udara masuk.

Mesin angin ini akan menekan udara ke dalam tambang, sehingga udara mengalir

melalui jalan-jalan udara di dalam tambang.

Keuntungan sistem ventilasi mekanis hembus adalah :

a. Kecepatan angin yang dihasilkan akan semakin besar sehingga lebih efektif

bila digunakan untuk mengencerkan gas-gas dan menurunkan kadar debu

yang ada di dalam tambang.

Page 6: BAB II

11

b. Udara yang dihembuskan adalah udara bersih sehingga dapat menurunkan

temperatur.

Kerugian dari ventilasi mekanis sistem hembus adalah :

a. Udara dari permukaan kerja yang mengandung gas dan debu akan mengenai

operator dan mesin pada arah balik dan menyebar didalam lubang.

b. Kelembaban udara didalam tambang relatif meningkat.

c. Aliran udara akan lebih sulit dikendalikan, sehingga dapat menyebabkan

swabakar (self combustion).

C. Sistem Ventilasi Bantu (Auxiliary Ventilation)

Sistem ventilasi bantu sangat diperlukan pada tempat-tempat yang tidak

terjangkau oleh ventilasi induk. Ventilasi bantu ini biasanya diperlukan pada

pekerjaan persiapan atau pembuatan lubang maju. Adapun tujuan dari sistem

ventilasi bantu adalah :

a. Mengalirkan udara kelubang-lubang buntu baik pada pekerjaan persiapan

maupun penambangan.

b. Mengencerkan gas-gas dan menurunkan kadar debu tambang pada

tempat-tempat kerja sampai dibawah nilai ambang batas yang diizinkan.

Sistem ventilasi bantu dapat dibedakan menjadi :

1) Sistem Hembus Sederhana (Simple Forcing System)

Pada sistem ini udara bersih dihembuskan kepermukaan kerja melalui pipa

dengan kecepatan tertentu dan udara kotor dari permuka kerja akan mengalir

melalui lubang persiapan tersebut seperti pada gambar 2.2. Sistem ventilasi ini

biasanya digunakan pada pembuatan lubang secara manual dengan pemboran dan

Page 7: BAB II

12

peledakan. Keuntungan dari sistem hembus sederhana ini adalah efektif untuk

mengencerkan gas-gas dan debu tambang. Sedangkan kerugian dari sistem ini

adalah udara kotor yang mengandung debu dan gas tambang dari permuka kerja

akan berbalik arah mengenai para pekerja dan menyebar didalam lubang.

Sumber : Kumpulan Materi, BDTBT 2010

Gambar 2.2 Sistem Hembus Sederhana (Simple Forcing System)

2) Sistem Hisap Sederhana (Simple Exhaust System)

Pada sistem ini udara kotor pada permuka kerja akan dihisap oleh pipa angin

sehingga udara bersih akan mengalir melalui lubang persiapan kepermuka kerja

seperti pada gambar 2.3. Sistem peranginan ini biasanya digunakan untuk

pembuatan lubang persiapan secara mekanis, dimana kadar debu lebih dominan

dari kadar gas tambang. Keuntungan dari sistem hisap sederhana ini adalah efektif

untuk menghindari terjadinya penyebaran debu di Permuka kerja dan dapat

mengarahkan debu tambang tersebut. Sedangkan kerugiannya adalah kurang

Page 8: BAB II

13

efektif dalam mengencerkan gas-gas tambang dan membersihkan asap pada

pembuatan lubang persiapan.

Sumber : Kumpulan Materi,BDTBT 2010

Gambar 2.3 Sistem Hisap Sederhana ( Simple Exhaust System)

3) Sistem Kombinasi Hembus dan Hisap (Overlap System)

Pada sistem ini udara bersih dihembuskan kepermuka kerja dan udara

kotor yang berasal dari kegiatan dipermuka kerja dihisap oleh mesin angin bantu

yang dilengkapi dust colector. Sistem peranginan ini digunakan pada pembuatan

lubang bukaan secara mekanis dimana kadar gas-gas tambang lebih dominan dari

kadar debu tambang pada permuka kerja seperti pada gambar 2.4.

Page 9: BAB II

14

Sumber : Kumpulan Materi,BDTBT 2010

Gambar 2.4 Exhaust With Forcing Overlap System

Jenis pipa udara yang digunakan antara lain :

a) Unsupported flexible duct (flat play), jenis ini mempunyai tahanan

(resistance),dan kebocoran (leakage) yang kecil, fleksibel tetapi tidak

dapat digunakan untuk pipa isap karena pipa mudah menciut

(Lampiran I).

b) “Semi rigid fabric duct” (flexaduct), jenis ini mempunyai tahanan dan

kebocoran yang besar, fleksibel, mudah dalam penyambungan dan dapat

digunakan untuk pipa isap (exhaust) (Lampiran J).

c) “Steel duct”, jenis ini mempunyai tahanan dan kebocoran yang kecil,

tidak fleksibel dan sulit dalam penyambungan dan pengangkutannya,

dapat digunakan untuk pipa isap maupun hembus.

Page 10: BAB II

15

2.1.3. Syarat-Syarat Sistem Ventilasi

Berdasarkan Materi Diklat Teknisi TBT-Sistem Ventilasi, 2010, dalam

rangka penentuan rencana pembuatan sistem ventilasi tambang, sebaiknya

dipertimbangkan persyaratan-persyaratan seperti dibawah ini :

1. Konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa, agar ventilasi yang diperlukan

untuk pengembangan Pit ke depan, dapat dilakukan secara ekonomis dan

konstruksinya dibuat dengan memiliki kelonggaran (kelebihan) udara ventilasi

secukupnya, untuk mengantisipasi pertambahan atau perkembangan Pit di

kemudian hari, serta peningkatan gas yang mungkin timbul akibat dari

penambangan batubara.

2. Struktur yang diinginkan untuk metode ventilasi pada jenis ventilasi utama

adalah sistem diagonal. Sedangkan pembuatan vertikal shaft, khusus dilakukan

terhadap kondisi penambangan bagian dalam. Selain itu, pada tempat yang sulit

dilakukan penggalian vertikal shaft (tambang batubara dasar laut), diharapkan

memiliki Inclined Shaft khusus dengan penampang berbentuk lingkaran. Selain itu

konstruksinya dibuat sedemikian rupa agar tahanan ventilasi utama menjadi

sekecil mungkin, dan memungkinkan mengambil ventilasi cabang sebanyak

mungkin dari terowongan ini.

3. Dalam melaksanakan pengembangan pit dan penambangan serta dilihat dari

segi konstruksi pit, penting kiranya dibuat ventilasi pada permukaan kerja,

sehingga penambangan batubara dan pengggalian maju menjadi independen

secara sempurna. Untuk daerah penambangan yang luas diharapkan mempunyai

sistem ventilasi, baik intake air maupun exhaust air yang terpisah dari daerah lain.

Page 11: BAB II

16

2.1.4. Prinsip Ventilasi Tambang

Pada pengaturan aliran udara dalam ventilasi tambang bawah tanah,

berlaku prinsip aliran udara tambang, yaitu:

a.Aliran udara bergerak dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih

rendah.

b. Udara akan mengalir dari tempat yang bertemperatur lebih rendah ke

tempat yang bertemperatur lebih tinggi.

c.Udara akan lebih banyak mengalir melalui jalur-jalur ventilasi yang

memberikan tahanan yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur bertahanan

yang lebih besar.

d. Tekanan ventilasi tetap memperhatikan tekanan atmosfir, bisa positif

(blowing) atau negatif (exhausting).

e.Aliran udara mengikuti hukum kuadrat yaitu hubungan antara quantitas dan

tekanan, bila quantitas diperbesar dua kali lipat maka dibutuhkan tekanan

empat kali lipat.

2.1.5. Tujuan Ventilasi Tambang

Ventilasi tambang merupakan suatu usaha pengendalian terhadap

pergerakan udara atau aliran udara tambang termasuk didalamnya adalah jumlah,

mutu dan arah alirannya. Adapun tujuan utama dari sistem ventilasi tambang

adalah menyediakan udara segar dengan kuantitas dan kualitas yang cukup baik,

kemudian mengalirkan serta membagi udara segar tersebut ke dalam tambang

supaya tercipta kondisi kerja yang aman dan nyaman baik bagi para pekerja

tambang maupun proses penambangan (Bambang Heriyadi, 2002).

Page 12: BAB II

17

Secara rinci tujuan sistem ventilasi pada tambang bawah tanah adalah:

a. Menyediakan oksigen bagi pernafasan manusia.

b. Mengencerkan gas-gas berbahaya dan beracun yang ada di dalam tambang,

sehingga tidak membahayakan bagi para pekerja tambang.

c. Menurunkan temperatur udara tambang, sehingga dapat dicapai lingkungan

kerja yang nyaman.

d. Mengurangi konsentrasi debu yang timbul akibat kegiatan produksi yang

dilakukan di dalam tambang.

2.1.6. Pengendalian Kualitas Udara Tambang

A. Pengertian Udara Tambang

Udara tambang adalah campuran udara bebas (atmosfer) dengan bahan

pengotornya termasuk gas dan debu sehingga perlu dilakukan pengendalian

kualitas udara tambang. Pengendalian terhadap kualitas udara tambang meliputi

pengendalian kandungan gas dalam udara, debu yang dihasilkan akibat proses

penambangan, temperatur dan kelembaban udara didalam tambang sehingga

udara didalam tambang tetap bersih dan segar. Kebutuhan udara segar untuk

pengendalian kualitas udara tambang ini didasarkan kepada kebutuhan udara

untuk pernafasan manusia, menghilangkan atau menurunkan gas pengotor dan

debu, sehingga kadarnya tidak melewati batas maksimum yang diperkenankan.

Udara tambang meliputi campuran udara atmosfir dengan adanya emisi

gas-gas dalam tambang serta bahan-bahan pengotornya sehingga perlu dijaga

kualitasnya. Sebagai standar udara yang bersih adalah udara yang mempunyai

komposisi sama atau mendekati dengan komposisi udara atmosfir pada keadaan

Page 13: BAB II

18

normal. Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang terdiri dari:

Nitrogen, Oksigen, Karbondioksida, Argon dan gas-gas lain seperti terlihat pada

tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1Komposisi Udara Segar

Unsur Persen Volume (%)

Persen Berat(%)

Nitrogen (N2) 78,09 75,53

Oksigen (O2) 20,95 23,14

Karbondioksida (CO2)

0,03 0,046

Argon (Ar), dll 0,93 1,284

Sumber : Hartman, H.L,1961.

Dalam perhitungan ventilasi tambang selalu dianggap bahwa udara segar

normal terdiri dari:

Nitrogen = 79 % dan

Oksigen = 21%

Disamping itu selalu dianggap bahwa udara segar akan selalu mengandung

karbondioksida (CO2) sebesar 0,03 %. Demikian pula perlu diingat bahwa udara

dalam ventilasi tambang selalu mengandung uap air dan tidak pernah ada udara

yang benar-benar kering. Oleh karena itu akan selalu ada istilah kelembaban

udara.

B. Gas-Gas Dalam Tambang

Gas yang biasanya terdapat dalam tambang baik itu tambang batubara

maupun non batubara terdiri dari oksigen, karbon dioksida, methan, hidrogen

Page 14: BAB II

19

sulfida, nitrogen oksida dan gas-gas lainnya. Gas-gas pengotor utama antara lain

(Hartman, H.L (1961) :

1. Methan (CH4)

Gas Methan merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara

dan sering menjadi sebagai sumber terjadinya ledakan tambang batubara bawah

tanah. Campuran gas methan dengan udara disebut firedamp. Apabila kandungan

methan dalam udara tambang bawah tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan

mesin listrik harus dimatikan, dan pada konsentrasi 5% - 15% gas ini akan

meledak. Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara dan

karenanya selalu berada pada bagian atas dari jalan udara.

Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau

dan tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi, gas methan

terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas methan ini akan tetap

berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya.

Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan batubara dapat dinyatakan dalam suatu

volume persatuan luas lapisan batubara, tetapi dapat juga dinyatakan dalam suatu

volume persatuan waktu. Terhadap kandungan gas methan yang masih

terperangkap dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan penyedotan dengan

pompa. Proyek ini dikenal sebagai seam methane drainage.

2. Karbondioksida (CO2)

Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, tidak mendukung nyala api dan

bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu

terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal

Page 15: BAB II

20

kandungan CO2 adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul

pada bagian bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran

ventilasi, juga pada dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 antara lain dari

pembakaran, hasil peledakan, dari lapisan batuan dan hasil pernafasan manusia.

Konsentrasi maksimum yang diizinkan adalah 0,5 %, pada konsentrasi ini

laju pernafasan manusia mulai meningkat, pada kandungan 3 % laju pernafasan

menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, pada kandungan 5 % laju pernafasan

menjadi tiga kali lipat, pada kandungan 10 % manusia hanya dapat bertahan

beberapa menit. Kombinasi CO2 dan udara biasa disebut dengan blackdamp.

3. Karbon Monoksida (CO)

Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau

dan tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan

pada saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat

kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap

haemoglobin darah, sehingga sedikit saja kandungan gas CO dalam udara akan

segera bersenyawa dengan butir-butir haemoglobin (COHb) yang akan meracuni

tubuh lewat darah. Afinitas CO terhadap haemoglobin mempunyai kekuatan 300

kali lebih besar dari pada oksigen dengan haemoglobin. Udara yang mengandung

kadar CO sebesar 12,5 % - 74 % akan meledak jika ada percikan api, gas CO

dihasilkan dari hasil pembakaran, operasi motor bakar, proses peledakan dan

oksidasi lapisan batubara. Konsentrasi maksimum yang diizinkan adalah 0,005 %

Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan karena

sifatnya yang kumulatif. Misalnya gas CO pada kandungan 0,04 % dalam udara

Page 16: BAB II

21

apabila terhirup selama satu jam baru memberikan sedikit perasaan tidak enak,

namun dalam waktu 2 jam dapat menyebabkan rasa pusing dan setelah 3 jam akan

menyebabkan pingsan atau tidak sadarkan diri dan pada waktu lewat 5 jam dapat

menyebabkan kematian. Kandungan gas CO sering juga dinyatakan dalam ppm

(part per million). Sumber CO yang sering menyebabkan kematian adalah gas

buangan dari mobil dan kadang-kadang juga gas pemanas air. Gas CO

mempunyai berat jenis 0,9672 sehingga selalu terapung dalam udara.

4. Hidrogen Sulfida (H2S)

Gas ini disebut juga stinkdamp (gas busuk) karena baunya seperti telur

busuk. Gas ini tidak berwarna, mudah terbakar, merupakan gas racun dan dapat

meledak pada konsentrasi 43 % - 46 %, kadar maksimum yang diizinkan adalah

0,001%, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang. Gas ini mempunyai

berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang sangat

beracun dengan ambang batas [Threshold Limit Value (TLV) – Time Weighted

Average (TWA)] sebesar 10 ppm pada waktu selang 8 jam terdedah (exposed) dan

untuk waktu singkat [Threshold Limit Value (TLV) – Short Time Exposure Limit

(STEL)] adalah 15 menit 200 ppm. Walaupun gas ini mempunyai bau yang sangat

jelas, namun kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksinya

terhadap syaraf penciuman. Pada kandungan 0,01 % untuk selama waktu 15

menit, kepekaan manusia terhadap bau ini hilang.

5. Sulfur Dioksida (SO2)

Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa

terbakar. Dapat menjadi gas racun apabila ada senyawa belerang yang juga

Page 17: BAB II

22

terbakar. Gas ini lebih berat dari udara. Harga ambang batas yang diizinkan 2 ppm

(TLV-TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) sebanyak 5 ppm.

6. Nitrogen Oksida (NO2)

Gas nitrogen sebenarnya adalah gas yang inert namun pada keadaan

tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat

beracun. Gas ini terbentuk dalam tambang bawah tanah sebagai hasil peledakan

dan gas buangan dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang lebih sering terdapat

dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan 5 ppm,

baik untuk waktu terdedah singkat maupun untuk 8 jam kerja. Oksida nitrogen

apabila bersenyawa dengan air di udara akan membentuk asam nitrat, yang dapat

merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia.

7. Gas Pengotor Lain

Gas yang dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas

Hidrogen yang dapat berasal dari proses pengisian aki (battery) dan gas-gas yang

biasa terdapat pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.

Beberapa cara pengendalian yang dilakukan terhadap gas pengotor pada

tambang bawah antara lain:

a. Pencegahan (Prevention)

1) Menerapkan prosedur peledakan yang benar

2) Perawatan dari motor-motor bakar yang baik

3) Pencegahan terhadap adanya api

b. Pemindahan (Removal)

1) Penyaliran (drainage) gas sebelum penambangan

Page 18: BAB II

23

2) Penggunaan ventilasi isap lokal dengan kipas

c. Penyerapan (Absorpsi)

1) Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin

2) Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan

d. Penyekatan

1) Memberikan batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar

2) Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau

waktu-waktu tertentu.

e. Pelarutan

1) Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi lokal

2) Pelarutan dengan aliran udara utama

f. Penekanan (Supression)

C. Debu Tambang

Debu secara klasifikasi fisis termasuk dalam ketegori aerosol yaitu

hamburan partikel padat dan atau cair di dalam medium gas/udara, di dalam

tambang bawah tanah, debu ini dihasilkan oleh aktifitas penambangan seperti

pemboran, peledakan, pemuatan, pengangkutan dan penumpahan bijih.

Klasifikasi debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat

bahayanya terhadap fisik dan kemampuan ledakannya (Bambang Heriyadi, 2002).

Berikut ini klasifikasi debu berdasarkan tingkat bahayanya, yaitu :

1. Debu fibrogenik

Merupakan debu yang berbahaya terhadap pernafasan, seperti silika

(kuarsa dan chert), silikat (asbestos, talk, mika dan silimanit), meal fumes

Page 19: BAB II

24

(asap logam), bijih timah, bijih besi, karborondum dan batubara (anthrasit,

bitumineous).

2. Debu karsiogenik

Contohnya kelompok radon, asbestos dan arsenik.

3. Debu beracun

Merupakan debu yang mengandung racun yang berbahaya terhadap organ

dan jaringan tubuh, seperti bijih berilium, arsenik, timah hitam, uranium, radium,

thorium, khromium, vanadium, air raksa, kadmium, antimoni, selenium, mangan,

tungsten, nikel dan perak (khususnya oksida dan karbonat).

4. Debu radioaktif

Merupakan debu yang berbahaya karena radiasi sinar alpha dan sinar beta,

seperti bijih uranium, radium dan thorium.

5. Debu yang dapat meledak (terbakar di udara)

Contohnya debu logam (magnesium, alumunium, seng, timah dan besi),

batubara (bituminous dan lignit), bijih sulfida dan debu organic.

6. Debu pengganggu

Contohnya gypsum, gamping dan kaolin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa jauh pengaruh dan bahaya

debu bagi kesehatan manusia antara lain:

a. Komposisi kimia dan mineralogi debu

Ditinjau dari tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan, komposisi

mineralogi lebih penting dibandingkan komposisi kimiawi dan fisiknya. Silika

bebas (Si) lebih berbahaya daripada senyawa silika (SiO2) terhadap paru-paru.

Page 20: BAB II

25

b. Konsentrasi

Banyaknya partikel debu yang dinyatakan dengan dua cara, yaitu :

1). Atas dasar jumlah, satuannya adalah mppcf (million of particles per cuft)

atau ppcc (particles per cubic centimeter).

2) Atas dasar berat, satuannya adalah mg/m3

Faktor konsentrasi merupakan faktor terpenting kedua setelah komposisi.

Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru jika konsentrasi lebih

besar dari 0,5 mg/m3.

c. Ukuran partikel

Partikel debu yang berukuran lebih kecil dari 5 mikron berbahaya, karena

luas permukaannya besar dengan demikian aktifitas kimianya pun besar. Selain

itu debu halus tergolong debu yang dapat dihirup karena tersuspensi di udara.

d. Waktu kontak

yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang berhubungan dengan

lingkungan yang mengandung debu.

e. Daya tahan tubuh perorangan

Faktor ketahanan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini

merupakan faktor yang belum dapat dikuantifikasi.

Untuk mengurangi konsentrasi debu dan mencegah timbulnya debu secara

berlebihan pada kegiatan penambangan, perlu dilakukan langkah-langkah

pengendalian debu diantaranya :

1. Melakukan pengukuran kadar debu.

2. Menggunakan penyemprot air (water sprayer) pada saat penggalian.

Page 21: BAB II

26

3. Melakukan operasi penambangan yang baik dan benar serta

mencegah terbentuknya debu secara berlebihan.

4. Mengurangi debu dengan membersihkan debu yang mengendap dan

membersihkan udara dari debu dengan alat pengumpul debu (dust colector).

5. Pengenceran (dilution) dengan memasukkan udara segar secukupnya ke

tempat-tempat sumber debu menggunakan kipas angin bantu. Kecepatan udara

yang efektif untuk pengendalian kualitas udara di permuka kerja minimum 0,25

– 0,5 m/detik. Kecepatan udara yang terlalu tinggi dapat menaikkan debu yang

telah mengendap, oleh sebab itu kecepatan udara maksimum di tempat kerja

antara 1,52 – 2 m / detik yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

D. Temperatur Tambang

Pengaturan temperatur dalam tambang, bertujuan untuk menghasilkan

udara segar dan nyaman. Panas udara dalam tambang harus dipertahankan pada

batas tertentu, sehingga manusia dapat bekerja dengan efisiensi kerja yang tinggi.

Dalam keadaan normal, udara tidak pernah dalam keadaan kering tetapi selalu

mengandung kadar air. Temperatur udara sangat mempengaruhi kenyamanan bagi

pekerja yang berada pada tambang bawah tanah, karena udara diperlukan pula

untuk pendinginan panas tubuh.

2.1.7. Metoda Sistem Perhitungan Ventilasi

Ada beberapa metoda perhitungan sistem ventilasi yang umum digunakan

yaitu metode perhitungan secara manual dan metode perhitungan dengan

menggunakan software, Salah satunya software Kazemaru.

Page 22: BAB II

27

2.1.7.1. Metoda Perhitungan Manual

A. Tahanan Ventilasi

Tahanan Ventilasi adalah kecepatan angin dan Jumlah udara berubah

berdasarkan kondisi di dalam tambang bawah tanah. Koefisien gesekan adalah

angka yang menampilkan tahanan akibat dari bentuk terowongan seperti pada

tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2Gesekan Setiap Terowongan

Jenis Terowongan Besar Kecil Rata-rataBentuk Arches Batubata

KongkritBesi

0,00072 0,00030 0,000550,000390,00140

Terowongan Telanjang

BiasaBergelombang

0,00130 0,00037 0,000810,00207

Terowongan Berpenyangga Kayu

BiasaTidak beraturan

0,00237 0,00087 0,001660,00414

Bidang kerja 0,00264Seluruh Terowongan 0,00424 0,00154 0,00222Terowongan vertikal 0,00240 0,00020 0,00130

Sumber : Materi Diklat Teknisi TBT-Sistem Ventilasi, 2010.

Menurut Hartman, H.L (1982), perhitungan tahanan ventilasi dinyatakan

dalam :

(1)

Keterangan :

h = Tahanan Ventilasi (mm air)

K = Koefisien Gesek Terowongan (kgs²/m4)

u = Panjang Keliling Penampang Terowongan (m)

L = Panjang Terowongan (m)

v = Kecepatan Angin (m/s)

a = Luas Penampang Terowongan (m²)

h=K ULa

V ²

Page 23: BAB II

28

Pada rumus diatas, kecepatan aliran adalah jumlah aliran dibagi luas

penampang, artinya v = Qa (Q = jumlah aliran). Dengan subtitusi v ke dalam

rumus (1) di atas, maka menjadi :

(2)

Artinya, pada rumus yang tidak memasukkan kecepatan angin, tahanan

ventilasi berbanding terbalik dengan pangkat 3 luas penampang terowongan.

Sebagai rumus umum ventilasi untuk menghitung penurunan tekanan

akibat gesekan pada waktu udara mengalir di dalam terowongan, ada rumus

atkinson yang masih digunakan secara luas hingga kini. Rumus tersebut adalah

sebagai berikut :

(3)

Keterangan :

h = Penurunan Tekanan Akibat Gesekan (mm air)

K = Koefisien gesek terowongan (kgs/m4)

u = Panjang keliling penampang (m)

L = Panjang terowongan (m)

a = Luas penampang terowongan (m²)

v = Kecepatan angin (m/sec)

Q = Jumlah udara yang diperlukan (m³/sec)

h = K u L Q ²

a ³

h=K ULa

V ² = K

Page 24: BAB II

29

B. Kebutuhan Udara Segar Untuk Pernafasan

Pada sistem pernafasan manusia, oksigen dihisap dan karbondioksida

dibebaskan. Jumlah yang diperlukan akan semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya aktifitas fisik dan dapat dihitung pula kuantitas udara segar

minimum yang dibutuhkan seseorang untuk proses pernafasan berdasarkan

kandungan oksigen minimum yang diperkenankan dan kandungan karbondioksida

maksimum yang masih diperbolehkan.

Perlu juga dalam hal ini didefenisikan arti angka bagi atau nisbah

pernafasan (respiratory quotient) yang didefenisikan sebagai nisbah antara jumlah

karbondioksida yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada

suatu proses pernafasan. Pada manusia yang bekerja keras, angka bagi pernafasan

ini (respiratory quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang

dihembuskan sama dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernafasannya. Tabel 2.3

berikut memberikan gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernafasan pada

tiga jenis kegiatan manusia secara umum.

Menurut Hartman, H.L (1961: 17), kebutuhan udara pernafasan untuk

beberapa jenis kegiatan dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Kebutuhan Udara Pernafasan

JenisKegiatan

Laju PernafasanPer Menit

Udara Terhirup Per Menit dalam in3/menit (10-4m3/detik)

Oksigen TerkonsumsiCfm (105m3/detik)

Angka Bagi Pernafasan (respiratory quotient)

Istirahat 12 – 18 300-800 (0,82-2,18) 0,01 (0,47) 0,75

Kerja Moderat

30 2800-3600 (7,64-9,83) 0,07 (3,3) 0,9

Kerja Keras

40 6000 (16,4) 0,10 (4,7) 1,0

Page 25: BAB II

30

Berdasarkan Tabel 2.3 dapat dihitung jumlah udara yang dibutuhkan untuk

pernafasan seseorang di tambang dengan cara :

1. Berdasarkan nilai ambang batas minimum oksigen yaitu 19,5%. Jumlah udara

yang dibutuhkan = Q cfm Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang

sebanyak 0,1 cfm sehingga akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen

sebagai berikut :

keterangan :

Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)

= Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)

(O2 in intake) = Konsentrasi O2 di atmosfer (21%)

(O2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi

(O2 downstream) = Nilai ambang batas O2 (19,5%)

2. Berdasarkan nilai ambang batas maksimum CO2 yaitu 0,5%. Dengan harga

angka bagi pernafasan = 1,0 maka jumlah CO2 pada Pernafasan akan bertambah

sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm. Dengan demikian akan didapat persamaan :

keterangan :

Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)

= Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)

(CO2 in intake) = Konsentrasi CO2 di atmosfer (0,03%)

(O2 in intake)Q- (O2 consumed) = (O2 down stream)Q

(CO2 in intake)Q + (CO2 produced) = (CO2 down stream)Q

Page 26: BAB II

31

(CO2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi

(CO2 downstream) = Nilai ambang batas CO2 (0,5%)

Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum

19,5% dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum karbondioksida sebesar

0,5% dalam udara untuk pernafasan. Dalam merancang kebutuhan udara ventilasi

tambang digunakan angka kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm

per orang = 0,1 m3/detik per orang.

C. Pengendalian Kuantitas Udara Tambang

Kuantitas udara adalah jumlah udara yang masuk kedalam tambang

dengan luas dan kecepatan tertentu yang diukur setiap satuan waktu. Pengendalian

kuantitas udara tambang merupakan pengaturan terhadap jumlah alirannya agar

cukup untuk pernafasan dan mengurangi konsentrasi gas serta debu yang terbawa

dalam udara, termasuk didalamnya adalah pengaturan arah aliran udara agar

memenuhi ketentuan-ketentuan kecepatan.

Kuantitas udara yang diukur adalah kuantitas udara tambang bawah tanah,

dimana udara yang masuk adalah udara bertekanan, dengan dioperasikannya

mesin angin hembus maupun hisap, yang mempunyai arah aliran dan kecepatan.

Menurut Hartman, H.L (1961 : 115), kuantitas udara dapat dihitung dengan

persamaan :

Keterangan :

Q = kuantitas aliran udara (m3/detik)

V = kecepatan aliran udara (m/detik)

Q = V x A

Page 27: BAB II

32

A = luas penampang jalan udara (m2)

1. Pengukuran Kecepatan Aliran Udara

Dalam pengukuran kecepatan aliran udara tambang digunakan

anemometer. Anemometer dibedakan menjadi tiga macam yaitu Anemometer Low

Speed (0,1 – 5 m/dtk), Anemometer Medium Speed (5 – 14,4 m/dtk) dan

Anemometer High Speed (14,5 – 34 m/dtk).

Cara pengukuran kecepatan aliran udara tambang dapat dilakukan dengan

3 cara, yaitu:

a. Fixed Point Traversing in a circular opening

Metode ini digunakan untuk penampang lingkaran, metode ini dilakukan

di tengah (pusat) jalan udara. Angka yang terbaca dikalikan dengan suatu

konstanta untuk memberikan kecepatan aliran rata-rata, nilai konstanta tersebut

adalah 0,8.

b. Fixed Point Traversing in a rectangular airway

Metoda ini digunakan untuk penampang persegi empat, dalam metoda ini

luas penampang dibagi menjadi beberapa daerah yang sama, metode ini cocok

untuk lubang bukaan yang besar dan bentuknya teratur. Pengukuran dilakukan

pada masing-masing daerah yang telah ditentukan dan hasil pengukuran dirata-

ratakan.

c. Continuous Traversing

Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk

mengukur kecepatan aliran udara. Traversing dilakukan dengan cara

Page 28: BAB II

33

memindahkan atau menggeser anemometer pada kecepatan konstan 0,2 – 0,3

m/dtk, dengan posisi anemometer selalu tegak lurus sumbu aliran udara,

pengukuran dilakukan secara konsisten pada arah horisontal atau vertikal dari atas

atau dari bawah pada ujung yang satu ke ujung yang lain pada penampang lubang

bukaan dengan jalur yang teratur sehingga seluruh penampang lubang bukaan

terukur.

2. Pengukuran Luas Penampang Jalur Udara

Selain mengukur kecepatan udara untuk menentukan kuantitas aliran udara

dilakukan pengukuran terhadap luas penampang jalur udara pada setiap titik

pengukuran menggunakan meteran. Pengukuran luas penampang jalur udara ini

meliputi pengukuran terhadap luas lubang bukaan, luas parit dan luas pipa.

2.1.7.2. Metoda Analisis Kazemaru

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komputer untuk

mempermudah melakukan perhitungan-perhitungan rumit dalam berbagai bidang

pekerjaan, perhitungan analisa jaringan ventilasi tambang saat inipun sudah dapat

dilakukan dengan menggunakan komputer. Adanya banyak program yang dibuat

sebagai pilihan, salah satunya adalah program Kazemaru. Program ini dibuat oleh

Prof. Inoue Masahiro dari Kyushu University Jepang dan pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1988 oleh JCOAL. Kazemaru pada dasarnya adalah

pekerjaan mengedit data jaringan ventilasi dengan cara grafis yang interaktif atau

pekerjaan menganalisis jaringan ventilasi (distribusi aliran udara, normal dan

kondisi kebakaran).

A. Karakteristik Sistem

Page 29: BAB II

34

Pekerjaan analisa jaringan ventilasi udara pada pertambangan yang

sesungguhnya tidak hanya melakukan penghitungan saja.

Pekerjaan tersebut terdiri dari kombinasi dari beberapa pekerjaan berikut :

1. Pembuatan data jaringan ventilasi

2. Melaksanakan analisa volume udara

3. Menampilkan hasil analisa.

Pada saat menampilkan analisa sangat penting sekali untuk penampilan yang

mudah dipahami, dan penampilan dengan gambar adalah yang paling efektif.

4. Melaksanakan kajian terhadap hasil analisa, dan apabila diperlukan dapat

melakukan perubahan data jaringan ventilasi udara, dan memulai kembali

dari prosedur pertama.

Sistem analisa ventilasi udara Kazemaru adalah sistem komprehensif yang

telah dikembangkan agar pekerjaan analisa jaringan ventilasi udara dapat

dikerjakan oleh siapapun dan dilaksanakan dengan mudah. Sistem ini telah

diterapkan di semua tambang batubara utama di Jepang, dan memiliki karakter

sebagai berikut :

1. Sistem yang dikembangkan untuk digunakan pada komputer/PC (minimal

Pentium 233Mhz).

2. Pembuatan perubahan data dapat dilakukan sembari melihat gambar jaringan

ventilasi udara yang ditampilkan pada monitor. Program secara konstan

melakukan pengecekkan sehingga kesalahan pengisian dapat dicegah.

3. Titik maksimum dari jaringan ventilasi udara yang dapat dilakukan analisa

adalah 1000 titik, jumlah lorong maksimum 2000 lorong.

Page 30: BAB II

35

4. Dapat menampilkan gambar distribusi volume udara, tekanan udara melalui

monitor, ploter atau printer.

5. Lama waktu penghitungan untuk jaringan ventilasi udara yang memiliki

sekitar 100 titik dan 200 lorong, pada umumnya membutuhkan waktu kurang

dari 2 menit.

6. Selain dari tahanan udara, sistem ini dapat mempertimbangkan tekanan

ventilasi udara alami, grafik karakteristik fan, lorong dengan volume udara

tetap, dan seperti halnya pintu angin, dapat juga dipertimbangkan tahanan

udara yang berbeda berdasarkan arah dari ventilasi udara.

7. Dapat melakukan analisa jaringan ventilasi udara pada saat terjadi kebakaran.

8. Pada saat melakukan analisa kebakaran, dapat ditampilkan penyebaran gas

kebakaran, suhu, konsentrasi, juga dapat ditampilkan pergerakan gas

kebakaran sesuai pergerakan sesuai pergerakan waktu.

9. Memiliki fungsi sebagai Data base. Selain itu, dapat melakukan penghitungan

tahanan ventilasi udara dengan berdasarkan jenis data, panjang lorong, luas

lorong dan koefisien gesek.

B. Pengenalan Dan Fungsi Tools Pada Software Kazemaru

Adapun tools yang terdapat pada software Kazemaru seperti pada gambar

dibawah adalah sebagai berikut :

Page 31: BAB II

36

Gambar 2.5 Tools Pada Software Kazemaru

1. Road : rute aliran ventilasi biasa yang memiliki hambatan. Pada sistem ini

ditunjukkan garis biasa.

2. Node : titik percabangan lorong, pintu lorong (surface) dll.

3. Surface node : node di surface, tekanan = tekanan atmosfer, Ditunjukkan

dengan lingkaran rangkap.

4. U/G node : node di U/G, tekanan diperoleh dari hitungan. Ditunjukkan

dengan lingkaran tunggal.

5. Elemen flow rate : elemen dengan menggunakan flow rate sebagai data.

panjang, hambatan ventilasi, selisih tinggi ujung node semuanya adalah 0.

Ditunjukkan dengan garis putus-putus.

6. Lorong flow-rate tetap : elemen dengan menggunakan flow rate sebagai data.

Tidak ada syarat berhubungan dengan panjang, hambatan ventilasi, selisih

ketinggian kedua node. Ditunjukkan dengan garis putus-putus. Dengan

compatibilitas data jaringan ventilasi yang terdahulu.

7. <File> : untuk membuka file, menyimpan, dan mencetak file.

8. <Edit> : untuk membuat, mengubah dan menghapus node-node, jalan

tambang (road) dan kipas angin/mesin angin (fan).

Page 32: BAB II

Input Proses Output

37

9. <Analysis> : Melakukan penghitungan analisa jaringan ventilasi.

10. <Display> : mengubah setting besaran, warna, dan item display.

2.2. Kerangka Konseptual

Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, kerangka konseptual

untuk melakukan penelitian sebagai mana terlihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Kerangka Konseptual

Data terdiri dari :

1. Data Primer : dimensi lubang

bukaan, kandungan kadar gas dan pengotor,

2. Data Sekunder : peta rencana

penambangan, tenaga kerja, peralatan penunjang

penambangan, software kazemaru,

Analisa Data:

1. Perencanaan sistem ventilasi dengan membandingkan:

A. Metode perhitungan manual.

B. Metode analisis Kazemaru (software).

Hasil Penelitian:

1. Perencanaan sistem ventilasi berdasarkan perhitungan manual dan metode analisis Kazemaru (software).