BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IILATAR BELAKANG LAHIRNYA IPS (SOCIAL STUDIES)A. Latar Belakang Sosiologi Pengembangan IPS Sosiologi pada hakikatnya bukanlah semata-mata ilmu murni (pure science) yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha peningkatan kualitas ilmu itu sendiri, namun sosiologi itu sendiri juga dapat menjadi ilmu terapan (applied science) yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan ilmiahnya guna memecahkan maslah praktis atau masalah sosial yang perlu ditanggulangi.(1. Narwoko, J.Dwi & Suyanto, Bagong.2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group :1-2)Istilah sosiologi menjadi lebih populer setengah abad kemudian berkat jasa Herbert Spencer ilmuwan dari Inggris yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876). Spencer menerapkan teori wvolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan teori besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas beberapa puluh tahun kemudian. Banyak ahli sepakat bahwa faktor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi adalah karena adanya krisi-krisi yang terjadi di dalam masyarakat. Laeyendecker (1983) misalnya mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan krisis yang terjadi di Eropa Barat. Prose perubahan dan krisis yang diidentifikasi Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15 perubahan di bidang sosial politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, revolusi industri dan terjadinya revolusi Perancis pada abad ke-18 (2. Saxe, David Warren. 1991. Social Studies in Schools A History of The Early Years. New York: State University of New York Press.: 4-5)Untuk pertama kali IPS (Social studies) masuk ke dalam kurikulum sekolah pada tahun 1827 di sekolah Rugby, suatu sekolah di Inggris. Hal tersebut berjalan atas prakarsa dari Dr. Thomas Armold, yang tak lain merupakan direktur sekolah tersebut. Beliau terdorong untuk mengembangkan dan memasukkan pelajaran IPS ke dalam kurikulum sekolahnya dilatar belakangi karena keadaan masyarakat Inggris setelah terjadinya Revolusi Industri Bagaimana keadaan masyarakat Inggris pada waktu itu? Kira-kira lima puluh tahun setelah Revolusi Industri, masyarakat Inggris ditandai oleh kekacauan sosial. Masyarakat dan peradaban Inggris terancam dekadensi, karena industri dengan mesin telah menimbulkan kesulitan besar untuk kebanyakan orang Inggris waktu itu terutama pada kaum buruh. Penindasan dan pemerasan yang dilakukan oleh kaum kapitalis. Selain itu pemerintah kurang memperhatikan keadaan dan nasib rakyat hal itu dapat telihat dengan adanya persaingan antar sesama kaum buruh hingga buruh hingga kaum kapitalis lainnya. Seorang filsuf Inggris yang bernama Thomas Hobbes melukiskann berbagai peristiwa tersebut sebagai homo homoni lopus bellum omnium contra omnes (manusia adalah serigala bagi yang lain, mereka saling berperang). Singkatnya manusia menjadi kehilangan kemanusiannya (dehumanisasi). Untuk membantu mengatasi keadaan tersebut Armold memasukkan IPS ke dalam kurikulum sekolahnya, yang sejak saat itu diterapkan di berbagai sekolah lainnya. Dimulai dari sejak kanak-kanak proses rehumanisasi (kemanusiaan kembali) ditanamkan Mereka bukan saja diharapkan sebagai sosok yang yang bukan antisosial namun diharapkan pula sebagai seseorang yang berperan aktif di dalam dunia masyarakat. Latar belakang pengembangan IPS di Amerika Serikat sedikit berbeda, setelah Perang Budak atau Perang Saudara antara kaum Utara dan Selatan pada tahun 1861 1865 terjadi konflik sosial, karena masyarakat Amerika Serikat merupakan masyarakat yang majemuk . Orang-orang yang telah menjadi penduduk Amerika belum dapat merasakan sepenuhnya merasa menjadi Bangsa Amerika karena segregasi sosial masih dapat dirasakan. Para sosiolog Amerika terus berupaya untuk membantu proses pembenmtukan sebagai Bangsa Amerika. Salah satu upaya mereka ialah pembelajaran IPS yang merupakan jawaban atas situasi sosial yang terjadi di negeri mereka. Sejak saat itu, IPS masuk pada kurikulum pembeljaran yang pada awalnya dipelopori oleh beberapa sekolah di negara Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dipelajari secara berkala dalam kurun dasawarsa abad 20, Komite Nasional untuk Pendidikan Menengah pada tahun 1916 menetapkan pengembangan dan pemasukan IPS ke dalam kurikulum sekolah. Situasi masayarakat Inggris pada tahun 1827 tepatnya saat awal industri modern serupa dengan keadaan masyarakat Indonesia dewasa ini. Industri modern terus berkembang dan munculnya ciri-ciri dehumanisasi terlihat pula di Indonesia antara lain terjadinya perampokan disertai pembunuhan kurang terjaminnya nasib kaum buruh, individualisme yang mulai menyelimuti masayrakat kota, tindakan impulsif terhadap pengangguran dan tenaga kerja, terdesaknya alat-alat produksi tradisional terhadap alat-alat produksi modern oleh negara maju, penguasaan modal oleh golongan minoritas dan sebagainya. Perkembangan pembelajaran IPS di Indonesia dilatar belakangi oleh banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan di perguruan tinggi oleh para cendekiawan. Mereka berpendapat bahwa sistem pendidikan yang berlangsung masih berbau kolonial dan masih merupakan warisan sistem pendidikan pemerintah Belanda yaitu kelanjutan dari politik balas budi/ etisce politik oleh Conrad Theodore van Deventer. Sistem pendidikan tersebut bertujuan untuk menghasilkan tenaga terampil agar menjadi tukang yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi, perdagangan, teknik dan keahlian lain dalam tujuan eksploitasi (pemerasan) kekayaan negara. (3. Soelaeman, M. Munandar. 2001. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama Bandung. 3-5)Sistem pendidikan kita menjadi sesuatu yang elite bagi masyarakat kita sendiri sehingga kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, serta tidak mengenali dimensi-dimensi lain diluar disiplin keilmuannya. Perguruan tinggi seolah-olah menjadi menara gading yang menghasilkan tenaga-tenaga tukang yang tidak atau kurang peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan, serta perkembangan masyarakat. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu sosial dasar merupakan usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi, dan penalaran seseorang dalam menghadapi lingkungan disekitarnya dapat ditingkatkan sehingga daya peka pada lingkungan menjadi lebih besar. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Terbentuknya Indonesia tidak seketika terjadi dan terbentuk setelah diucapkannya sumpah satu nusa satu bangsa namun Bangsa Indonesia melalui proses sejarah yang cukup lama, bahkan hingga sekarang proses tersebut masih tetap berlanjut. Oleh karena itu, menanggapi akan keadaan masyarakat seperti hal tersebut, maka sangatlah wajar apabila IPS masuk dalam kurikulum pembelajaran. Apakah masih ada faktor lain yang melatarbelakangi perkembangan IPS? Selain berkembang di Inggris dan di Amerika,perkembangan IPS di negara Perancis juga merupakan salah satu pioner dalam perkemabngan IPS yang cukup vital bagi dunia., hal itu disebabkan karena revolusi Perancis yang terjadi menjadikan munculnya sosiologi yang lambat laun berkembangnya ilmu sosial lainnya mencakup antropologi, sejarah, geografi dan lain-lainnya. B. Latar Belakang Pedagogik Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2007 tentang Guru, dinyatakan bahwasanya kompetensi yang harus dimiliki oleh Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi Guru tersebut bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang satu sama lain saling berhubungan dan saling mendukung.Kompetensi pedagogik yang dimaksud dalam tulisan ini yakni antara lain kemampuan pemahaman tentang peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman tentang psikologi perkembangan anak. Sedangkan Pembelajaran yang mendidik meliputi kemampuan merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan.Menurut Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwasanya kompetensi pedagogik Guru merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.Guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar (akta mengajar) dari lembaga pendidikan yang diakreditasi pemerintah.2. Pemahaman terhadap peserta didikGuru memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati masa-masa sulit dalam usia yang dialami anak. Selain itu, Guru memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat.3. pengembangan kurikulum/silabusGuru memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum pendidikan nasional yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah. 4. Perancangan pembelajaranGuru memiliki merencanakan sistem pembelajaran yang memamfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan.5. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogisGuru menciptakan situasi belajar bagi anak yang kreatif, aktif dan menyenangkan. Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk dapat mengeksplor potensi dan kemampuannya sehingga dapat dilatih dan dikembangkan.6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran. Dalam menyelenggarakan pembelajaran, guru menggunakan teknologi sebagai media. Menyediakan bahan belajar dan mengadministrasikan dengan menggunakan teknologi informasi. Membiasakan anak berinteraksi dengan menggunakan teknologi.7. Evaluasi hasil belajarGuru memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan pendekatan. Untuk dapat mengevaluasi, guru harus dapat merencanakan penilaian yang tepat, melakukan pengukuran dengan benar, dan membuat kesimpulan dan solusi secara akurat.8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinyaGuru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada perencanaan dan solusi atas masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar anak dapat meningkat dan target perencanaan guru dapat tercapai. Pada prinsipnya, Kesemua aspek kompetensi paedagogik di atas senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan kajian masalah dan alternatife solusi. (4. Mahmudin. Maret 19, 2008. Kompetensi Pedagogik Guru Indonesia (http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/) diakses pada 6 Desember 2011)Di samping IPS lahir sebagai reaksi atas keadaan masyarakat atau tanggap terhadap tuntutan masyarakat, seperti Inggris, Amerika Serikat maupun Indonesia sendiri, IPS juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menyiapkan anak-anak sekolah, tindakan tersebut dilakukan bertujuan seketika mereka lulus, diharapkan siap menjadi anggota masyarakat, mengerti akan hak dan kewajiban di dalam kehidupan sehari-hari. Melalui IPS seseorang diharapkan akan menjadi warga masyarakat non-individualistik, yang hanya mementingkan kebutuhan sendiri dan mengesampingkan kebutuhan orang lain. Sehingga mereka akan menjadi manusia yang berwatak sosial, yang selalu sadar bahwa hidupnya hanya dapat berlangsung bersama dan terjalin kerjasama apabila terciptanya perilaku baik antar sesama individu. Siswa yang telah lulus sekolah menengah dan kemudian menjadi warga masyarakat memerlukan pengetahuan interdisipliner yang pragmatis dan praktis bagi kehidupan sosial seperti yang telah diuraikan di atas. Di samping itu, menurut teori pendidikan, gambaran anak bahwa masyarakat itu satu dan bulat (utuh) memerlukan ketunggalan yang bulat menyeluruh. Mereka tidak memisahkan satu aspek kehidupan dari aspek kehidupan yang lain. Aspek geografi, sejarah ekonomi, sosiologi dan sebagainya sebagai keutuhan. Karena itu diharapkan bahwa para guru dalam menggambarkan keadaan masyarakat sebagai satu kesatuan dan keutuhan. Disiplin IIS dipandang tidak mendukung prinsip pedagogik diatas, karena berbagai disiplin itu membagi masyarakat dalam keadaan terpisah. Pengajaran IPS juga lebih dekat dengan keadaan sekarang, yang ada dalam lingkungan hidupnya. Dengan demikian tidaklah terlalu sukar bagi anak untuk mengamati, menggambarkan dan memikirkannya, karena ada dalam jangkauan mereka dipandang dari waktu maupun tempatnya. Bahan IPS merupakan kenyataan hidup sekarang sehingga anak dapat diharapkan akan menjadi lebih tertarik dan berminat karena mereka belajar dengan memperoleh pengalaman dari kehidupan mereka sendiri dan pengalaman atas kehidupan nyata merupakan proses belajar yang paling baik. Dengan demikian hasil belajar yang paling baik pun dapat diharapkan pula. Di lain pihak terdapat juga pendapat yang mengatakan bahwa dengan IPS pengajaran tentang kehidupan sosial dapat berlangsung secara lebih efisien, karena seluruh aspek kehidupan disajikan sekaligus. Dalam satu kali jangkau, seluruh segi kehidupan dapat dipelajari oleh anak didik. Kebenaran yang diperoleh seorang anak mungkin lebih besar pula, karena mereka tidak melihat masyarakat bagian per bagian tetapi secara menyeluruh. IPS atau Social Studies mempunyai tugas mulia dan menjadi fondasi penting bagi pengembangan intelektual, emosional, kultural, dan sosial peserta didik, yaitu mampu menumbuhkembangkan cara berfikir, bersikap, dan berperilaku yang bertanggungjawab selaku individual, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia. Selain itu IPS pun bertugas mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif untuk perbaikan segala ketimpangan, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang di masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Di satu sisi, pembelajaran IPS sering dianggap (1) second class setelah IPA, (2) IPS tidak memerlukan kemampuan yang tinggi dan cenderung lebih santai dalam belajar; (3) IPS sering kali dianggap jurusan yang tidak dapat menjamin masa depan dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih prestigius di masyarakat. Di sisi lain, melemahnya nasionalisme, maraknya penyimpangan sosial seperti tawuran, korupsi, hedonisme, disintegrasi bangsa, ketidakramahan terhadap lingkungan, individualisme, krisis kepercayaan, dan sebagainya merupakan fakta yang disebabkan lemahnya modal sosial. Pengembangan modal sosial merupkan tugas utama pembelajaran IPS. Maraknya masalah sosial tersebut boleh jadi disebabkan dianggap remehnya pendidikan IPS.(5. Maryani, Enok & Syamsudin, Helius. 2009. Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Jurnal Penelitian, 9 (1): 1-2)Itulah latar belakang pedagogik dikembangkannya IPS. Melihat berbagai hal yang nyatanya ada kemiripan dan kegunaannya bagi pembinaan masyarakat Indonesia seperti yang telah dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat, terutam dalam pembinaan sikap sosial dari anak didik, maka peroleh raison detre= alasan adanya)pengembangan pengajaran IPS di Indonesia. Setelah diketahui latar belakang daripada pengembangan pengajaran IPS baiklah diteruskan dengan mempelajari tujuan-tujuan pengembangan pengajaran IPS, karena ini akan menjadi dasar perumusan tujuan kurikuler dari pengajaran IPS. Dalam perkembangannya manusia, melaui konsep pendidikan sepanjang hayat dalam mengajarkan IPS terhadap anak.(6. Salam, Burhanuddin.2002. Pengantar Pedagogik. Jakarta: Rineka Cipta. : 13-14) Maka sepanjang hayat tersebut seorang anak akan berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan atau ketrampilannya secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah seseorang akan menemui berbagai fenomena sosial di sekitarnya yang secara tidak langsung mengalami proses pembelajaran. C. Latar Belakang Pendekatan Interdisiplin dan Multidisiplin Di dalam penyusunan program pengajaran oarang menggunakan macam-macam pendekatan. Hal ini tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Demikian juga dalam program pengajaran IPS digunbakan berbagai macam pendekatan antara lain (1) Pendekatan disiplin / pendekatan struktur disiplin (2) Pendekatan antar struktur atau pendekatan antar disiplin (3) Pendekatan multi disiplin (4) Pendekatan pra displin, disamping pendekatan-pendekatan yang lain yang ditinjau dari berabagi kriteria. Masing-masing pendekatan tersebut digunakan untuk menyampaikannpokok-pokok bahasan tertentu yang terdapat dalam kurikulum. Karena sifatnya yang berbeda-beda. Namun sebelum kita lebih jauh dalam membahas multidisiplin, kita dapat terlebih dahulu memahami pengertian disiplin itu. Apabila kita menyampaikan suatu program yang bertitik tolak dari sesuatu disiplin ilmu tertentu (misalnya dimulai dari disiplin sejarah atau dari geografi atau dari ekonomi, dsb) maka disebut menggunakan pendekatan disiplin. Dalam pendekatan displin pola kerangka atau sistematika disiplin tersebut merupakan titik tolak dalam menyampaikan konsep-konsep IPS yang kemudian ditambahkan konsep-konsep displin lainnya untuk mendukung konsep-konsep disiplin tersebut. Cara dalam penyampaian pendekatan disiplin haruslah merupakan gambaran yang jelas tentang sistematika dari suatu displin. Hal ini mendorong untuk menyampaikan bahan pelajaran secra terpisah-pisah (menggunakan pendekatan terpisah atau disebut separated subject approach). Namun hal ini sangat merugikan dan bertentangan dengan p[rinsip-prinsip dasar IPS. Cara yang tepat ialah dengan tidak mengubah sistematika atau struktur disiplin, dengan mempertautkan konsep-konsep lain yang bersifat menunjang (pendekatan correlated) yang dilakukan secara okasional maupun sistematis. Atau dengan cara lain membentuk unit yang terdiri sekumpulan konsep-konsep dari suatu displin yang berkaitan dan didukung oleha konsep-konsep disiplin yang lain (subject matter unit) . Sifat sifat tujuan pendekatan disiplin 1. Mendukung tujuan IPS dalam kurikulum 2. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam tentang konsep-konsep ilmu sosial tertentu 3. Untuk menelaah lebih lanjut tentang major areas of human activities4. Untuk memberikan bahan yang lebih banyak dan lebih luas kepada IPS 5. Untuk mendapatkan gam,baran yang lebih jelas pertautan konsep-konsep tertentu dari suatu disiplin dengan disiplin yang lain 6. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kedudukan sebuah konsep IPS sebagai konsep dalam beberapa disiplin, misalnya konsep pertanian bagi ekonomi dan pertambangan bagi geografi atau pertnian bagi antropologiSifat-sifat pendekatan disiplin 1. Harus bersifat struktur (yang terdiri dari konsep dan generalisai yang fdapat menunjang IPS 2. Yang dapat memungkinkan dilakukannya korelasi 3. Menunjang disiplin-disiplin yang lain 4. Mempunyai beberapa konsep yang dapat disorot (highlight)5. Bahan-bahan lebih diutamakan yang bersangkutan dengan major area of human activitiesSifat sifat dalam kegiatan pendekatan disiplin 1. Dalam proses belajar mengajar hendaknya lebih banyak (diberikan tugas kepada anak untuk mencari sumber- sumber di luar buku teks. Misal surat kabar, majalah dan sebagainya)2. Lebih banyak tugas-tugas membaca (perpustakaan)3. Lebih banyak tuga suntuk out door study 4. Tiap tiap tugas haruslah diakhir dengan karya tulis kelompok atau perseorangan. Penggunaan Pendekatan Disiplin di dalam IPS Alasan-alasan penggunaan pendekatan disiplin 1. Pengaruh disiplin ilmu-ilmu sosial di dalam IPS sangatlah besar. a. Sumbangan disiplin kepada IPS yang berupanide-ide dasar, konsep-konsep, generalisai-genralisasi serta teori-teori daripada disiplin itu sendiri. b. Metodologi Ilmu Sosial yang dibawa masuk ke dalam IPS 2. Untuk mendapatkan gambarann tentang kontinuitas antara konsep-konsep ilmu-ilmu sosial dengan konsep-konsep IPS 3. Untuk mendapatkan gambaran tentang struktur dari ilmu sosial yang tertentu 4. Untuk mendapatkan kedalaman pembahasan tentang konsep-konsep ilmu sosial tersebut 5. Keperluan siswa untuk mendapatkan siswa untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam sebagi bekal untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi / universitas 6. Pada sekolah sekolah tertentu jurusan-jurusan khusus membutuhkan pendalaman tentang suatu konsep dari suatu disiplin sehingga memerlukan kekhususan dalam penyampaian 7. Pengaruh program mengajar yang tersedia (dengan latar belakang pendidikannya 8. Adanya sumber-sumber bahan buku-buku teks yang tersedia 9. Metode-metode yang ada dan banyak dikenal masih bersifat subject centered10. Alat-alat peraga ada di sekolah-sekolah pada umumnya tersedia untuk mata pelajaran tertentu. Pelaksanaan Penggunaan Disiplin Dalam IPS 1. Memilih pokok-pokok bahasan / sub pokok bahasan dalam kurikulum yang tidak dapat disampaikan melaluin pendekatan interdisplin, multidisiplin 2. Menyusun pokok bahasan / sub pokok bahasan dari kurikulum yang mempunyai hubungan atau relevansi yang erat menjadi suatu unit (subject matter unit) 3. Mengambil pokok-pokok bahasan yang dianggap kunci (key concept) untuk dijadikan inti (inti topik web) yang kemudian didukung oleh konsep-konsep lainnya. 4. Mempertautkan sesuatu pokok bahasan / sub pokok bahasan, yang berupa konsep dari suatu disiplin dengan beberapa konsep dari disiplin-disiplin yang lain yang terdapat dalam bagian lain dari kurikulum Namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pendekatan disipli, antra lain: 1. Penyusunan suatu satuan pelajaran dengan pendekatan ini adalah sangat sulit, karena tidak adanya pedoman yang tegas untuk memilih pokok bahsan kunci dan pokok-pokok pendukung 2. Pandangan tiap-tiap pengajar tentang suatu konsep kedalaman maupun keluasannya, sangat tergantung pada latar pendidikannya 3. Ketrampilan guru untuk mempertautkan konsep-konsep sangatlah terbatas dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (peralatan, waktu, kesempatan, referensi, dsb. Sehingga beberapa hal ini mengakibatkan pelajaran IPS menjadi sama satu sama lain dan memiliki konsep terpisah-pisah.(7. Abidin, Zainal, Oemar, Moh., Soewandi, Suparmat, Sri Yutmini, &Wihatmo. 1980. Pendekatan Disiplin. Jakarta: P3G Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. : 1-5)Kehidupan manusia di permukaan bumi ini, baik yang menyangkut aspek fisik, maupun yang menyangkut sosial budayanya senantiasa mengalami perubahan. Karena itu sering dikatakan bahwa manusia itu adalah suatu dinamika. Dinamika ini tidak pernah berhenti, melainkan tetap harus aktif. Dinamika ini mengungkapan bahwa manusia bukanlah makhluk biologis semata-mata, melainkan juga makhluk sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum dan seterusnya. Dengan demikian kehidupan manusia sebagai suatu keutuhan yang merupakan perpaduan dari segala aspeknya. Dinamika manusia inilah yang memadukan manusia dengan sesamanya dan dengan dunia lingkungannya. Cepat ataupun lambat perubahan perubahan tadi dapat menimbulkan permasalahan bagi kehidupan manusia. Perubahan-perubahan itu seringkali berjalan tanpa disadari oleh manusia itu sendiri sehingga pada suatu saat dapat menimbulkan keterkejutan sosial dan masalah masalah sosial. Lebih-lebih dalam abad XX ini masalah-masalah sosial itu makin meluas dan makin kompleks, terutama dikarenakan kedua faktor yaitu : Pertama : Pertumbuhan penduduk dari abad ke abad selalu makin cepat. Penggandaan penduduk (double population), jangka waktunya makin singkat. Misalnya pada tahun 1850 jumlah penduduk dunia sekitar 1000 juta jiwa, pada tahun 1930 berganda menjadi 2000 juta jiwa dan pada tahun 1975 berganda menjadi 4000 juta jiwa. Pertambahan penduduk yang pesat ini telah menimbulkan bermacam-macam masalah. Masalah tersebut meliputi masalah ekonomi, politik, budaya, hukum, lingkungan dan lain sebagainya. Pertumbuhan demografi penduduk dipermukaan bumi yang terus berlangsung ini mendorong perkembangan kebutuhan manusia, baik kebutuhan sosial ekonominya maupun sosial budayanya. Pemenuhan kebutuhan yang tidak seimbang dengan sumber daya yang menjaminnya seringkali menimbulkan masalah-masalah sosial yang makin kompleks. Kedua: Kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi. Penemuan-penemuan baru yang berupa teknologi, alat-alat dan cara-cara kerja baru telah merubah seluruh pola dan tata susunan dalam masayarakat. Perkembangan teknologi komunikasi telah memperpendek jarak geografis dan jarak sosial berbagai wilayah di permukaan bumi ini. Semuanya ini membawa pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masayarakat. Perkembangan masyarakat dengan beragam kehidupannya semakin kompleks. Begitu juga adanya perbedaan kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi ini diberbagai wilayah permukaan bumi ini telah memperbesar jurang pemisah antara negara maju dengan negara-negara terbelakang. Hal ini telah menjadi salah satu sebab terjadinya ketegangan-ketegangan di dunia dewasa ini. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia dengan segala aspeknya selalu mengalami perubahan-perubahan ini menyebabkan kehidupan tersebut menjadi bertambah kompleks yang seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah sosial yang makin kompleks pula. Perubahan-perubahan sosial ini kadang-kadang ditandai oleh adanya perbedaan kultur, politik, alat-alat komunikasi dan bahkan seluruh pola hidup dan sistem-sistem nilai antara generasi terdahulu dengan generasi kemudian (generation gap). Seorang anak tidak lagi mengenal kultur orang tua mereka, malahan suatu tingkat perkembangan yang pesat dapat mengakibatkan saling tidak mengenal kultur antara kakak beradik. Memang kehidupan sosial itu sebagai satu sistem, dengan komponennnya, berbagai kemungkinan variabel-variabel, berikut korelasinya satu sama lain. Pada hakikatnya kehidupan sosial berada dan berlangsung dalam satu sistem. Everything goes on within a (sosial) system. Bahkan segala sesuatu itu pada hakikatnya berada dan berlangsung di dalam suatu sistem umum, suatu universal sistem sedangkan bidang-bidang tertentu, sektor-sektor tertentu, kelompok-kelompok tertentu hanyalah berada di dalam sub sistem. Demikianlah perlunya peninjauan interdisiplin dan multidisiplin ini agar kita dapat melihat masalah-masalah sosial itu yang satu dengan lainnya saling berkaitan. Jadi, dalam mendekati dan mengungkapkan suatu masalah sosial jangan cepat-cepat menarik kesimpulan dan memutuskan sesuatu faktor atau suatu aspek kehidupan sebagai penyebabnya, melainka harus ditelaah terlebih dahulu segera interdispliner atau multidisipliner. Dengan cara ini diharapkan para mahasiswa dapat melihat masalah-masalah sosial itu dari pandangan yang lebih luas, sehingga dikemudian hari kan mampu untuk ikut serta memecahkan masalah-masalah sosial yang timbul di lingkungannya.

Daftar Rujukan 1. Abidin, Zainal, Oemar, Moh., Soewandi, Suparmat, Sri Yutmini, &Wihatmo. 1980. Pendekatan Disiplin. Jakarta: P3G Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Mahmudin. Maret 19, 2008. Kompetensi Pedagogik Guru Indonesia (http://mahmuddin.wordpress.com/2008/03/19/kompetensi-pedagogik-guru-indonesia/) diakses pada 6 Desember 20113. Maryani, Enok & Syamsudin, Helius. 2009. Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Kompetensi Keterampilan Sosial. Jurnal Penelitian, 9 (1): 1-2 4. Narwoko, J.Dwi & Suyanto, Bagong.2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.5. Salam, Burhanuddin.2002. Pengantar Pedagogik. Jakarta: Rineka Cipta.6. Saxe, David Warren. 1991. Social Studies in Schools A History of The Early Years. New York: State University of New York Press. 7. Soelaeman, M. Munandar. 2001. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: PT. Refika Aditama Bandung.