Click here to load reader
Upload
bayuo-praditya
View
320
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik
2.1.1 Pengertian Karakteristik
Karakteristik adalah sifat khas dengan perwatakan tertentu. Karakteristik
mencakup hal-hal sebagai berikut: umur, pendidikan, pelatihan, lama kerja,
kepuasan kerja dan lainnya (Depdikbud, 2000).
Soeroso (2003) menerangkan bahwa setiap individu yang dapat dipercaya pada
hakikatnya merupakan fungsi karakter dan kompetensi seseorang. Kemudian ia
menambahkan bahwa kepemimpinan pada tingkat antarindividu terjadi apabila
seseorang yang memiliki karakter dapat dipercaya melakukan komunikasi dengan
orang lain dan bekerja secara sinergis serta menghasilkan sesuatu yang lebih besar
daripada apabila mereka bekerja sendirian.
2.1.2 Ruang Lingkup Karakteristik
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada ruang lingkup karakteristik yang
mencakup umur, pendidikan, lama kerja dan jenis kelamin, pelatihan dan
ekonomi. Adapun ruang lingkup karakteristik adalah sebagai berikut:
10
2.1.2.1 Umur
Umur merupakan lama hidup seseorang. Umur ditentukan dengan hitungan
tahun, semakin banyak umur semakin banyak pula pengalaman yang dimiliki.
Usia adalah kata lain dari umur, umur adalah lama hidup seseorang yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: <20 tahun, 20-35 tahun dan <35 tahun
(Depdikbud, 1997). Dalam hal ini Koentjaraningrat (1997) menambahkan bahwa
umur seseorang yang relatif tua dapat berpengaruh terhadap pengetahuan yang
dimilikinya. Sementara Anderson (1989) dalam Herlina (2002) menyatakan
bahwa pengetahuan bermanfaat jika pengetahuan tersebut didasarkan atas
tindakan atau hal-hal apa saja yang dimengerti, salah satunya adalah ilmu.
2.1.2.2 Jenis Kelamin
Jenis adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai
betina dan jantan atau wanita dan pria; jenis kelamin laki-laki atau perempuan
(Depdiknas, 2005). Jenis kelamin merupakan keadaan tubuh penderita yang
dibedakan secara fisik. Dalam penanganan pasien amuk, pada umumnya jenis
kelamin perempuan kurang berpengaruh terhadap tindakan penanganan pasien
amuk dibandingkan dengan perawat laki-laki (Kusumo Lelono, S. 2004).
2.1.2.3 Pendidikan
Menurut John Dewey (2000) pendidikan adalah suatu proses untuk memperoleh
kemampuan untuk kebiasaan berfikir untuk suatu kegiatan yang intellegent atau
ilmiah dalam memecahkan masalah di dalam kegiatan. Sedangkan pendidikan
menurut Ketetapan MPR No.2/1978 adalah usaha sadar untuk meningkatkan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan cinta tanah air.
11
Kemahiran menyerap pengetahuan akan meningkat sesuai dengan meningkatnya
pendidikan seseorang dan kemampuan ini berhubungan erat dengan sikap
seseorang terhadap pengetahuan yang diserapnya. (Koentjaraningrat, 1997).
Adapun tujuan pendidikan menurut Syafei Muhammad (1996) tujuan pendidikan
adalah menjadikan manusia Indonesia yang memiki seperangkat kepelengkapan
sikap yaitu; sifat kemanusiaan setinggi mungkin, aktivitas yang besar, kecakapan
dalam meniru asli dan meniru bebas, kecakapan untuk mencipta yang baru, rasa
tanggung jawab terhadap keselamatan negara dan bangsa serta kemanusiaan,
keyakinan demokrasi dalam hak dan kewajiban, jasmani yang sehat dan kuat,
keuletan yang besar, ketajaman berfikir serta logis, perasaan peka dan halus.
Pendidikan perawat adalah pendidikan formal yang terakhir yang ditamatkan dan
mempunyai ijazah dengan klasifikasi tamat SPK, D3, S1, S2 yang diukur dengan
cara dikelompokkan dan dipresentasikan dalam masing-masing klasifikasi
(Depkes RI, 1995).
2.1.2.4 Pelatihan
Istilah pendidikan (Education) pelatihan jarang digunakan dalam bidang industri,
yang sering adalah pelatihan. Namun, di industri perumahsakitan keadaannya
berbeda. Pelatihan (Training) sebenarnya merupakan upaya peningkatan
kemampuan sumber daya manusia yang secara langsung terkait dengan
peningkatan keterampilan, sedangkan pendidikan adalah pengembangan
sumberdaya manusia yang bersifat “People Building Concept”. (Soeroso, 2003).
12
Pelatihan adalah proses pengajaran kepada karyawan dalam hal ini perawat baru
atau perawat yang telah ada tentang keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan mereka sebagai individu maupun sebagai anggota tim untuk
mencapai sasaran yang ditetapkan oleh organisasi dengan sebaik-baiknya.
Pelatihan kembali (re-training) adalah pelatihan kembali perawat dalam rangka
menindaklanjuti penilaian prestasi kerja, perubahan peran dalam pengembangan
perawat atau memperkuat hasil pelatihan sebelumnya. Dalam setiap organisasi
kesehatan rumah sakit atau sejenisnya sering kali diperlukan suatu program
orientasi perawat yaitu prosedur untuk memberikan gambaran kepada perawat
baru tentang informasi latar belakang, sejarah dan peraturan dasar tempat kerjanya
yang baru (Soeroso, 2003). Pelatihan dibutuhkan sebagai pendidikan tambahan
(sumber informasi baru) bagi perawat yang menangani pasien amuk.
2.1.2.5 Pekerjaan
Menurut Depdiknas (2005) pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan
(diperbuat, dipekerjakan, dan sebagainya); tugas kewajiban; pekerjaan terbagi atas
tetap dan tidak tetap; pekerjaan tetap adalah pekerjaan yang dilakukan hanya
terfokus pada satu pekerjan saja, sedangkan pekerjaan tidak tetap yaitu pekerjaan
yang dilakukan dari berbagai jenis pekerjaan dan tidak terfokus pada satu
pekerjaan saja.
2.1.2.6 Lama Kerja
Lama kerja yang dimaksud disini adalah lamanya waktu yang telah digunakan
untuk bekerja pada rumah sakit jiwa. Perawat yang sudah lama bekerja atau
berpengalaman menangani tindakan pasien amuk (kedaruratan) memiliki
13
kemampuan dalam menangani pasien, karena memiliki pengalaman menangani
pasien amuk dibandingkan dengan perawat yang baru bekerja.
2.1.2.7 Ekonomi
Menurut Depkdiknas (2005) ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi,
distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan, pemanfaatan uang,
tenaga, waktu dan sebagainya yang berharga, cakupan urusan keuangan rumah
tangga (organisasi, negara).
Ekonomi merupakan penghasilan yang diperoleh selain dari penghasilan sebagai
pegawai negeri (PNS) atau tetap.
Ekonomi dalam penelitian ini adalah menyangkut penghasilan perawat dan
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kebutuhan rumah tangga
b. Biaya pendidikan
c. Menabung
d. Rekreasi
Dalam hal ini Soeroso (2003) menambahkan bahwa penghasilan/ekonomi tenaga
kerja perawat yang minim dapat mempengaruhi prestasi kerjanya. Perawat
dengan ekonomi biasanya kurang memberikan perhatian terhadap pasien yang
ditanganinya.
14
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Menurut Bahasa Indonesia pengetahuan (Knowledge) adalah merupakan hasil
“tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan
atau Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behaviour).
2.2.2 Adopsi Pengetahuan
Apabila suatu pembuatan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
dari pada perbuatan yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan apabila manusia
mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses sebagai
berikut:
- Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
- Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tertentu disini sikap
subjek sudah mulai timbul.
- Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya terhadap
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
- Trial dimana subjek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
15
- Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2.2.3 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup dalam bidang atau ranah
kognitif mempunyai enam tingkatan bergerak dari yang sederhana sampai pada
yang kompleks yaitu :
1. Jenjang C1 mengetahui/Tahu (Know)
Mengetahui berdasarkan mengingat kepada bahan yang sudah dipelajari
sebelumnya. Mengetahui dapat menyangkut bahan yang luas atau sempit
seperti fakta (sempit) dan teori (luas). Namun, apa yang diketahui hanya
sekedar informasi yang dapat disingkat saja. Oleh karena itu pengetahuan
merupakan tingkat yang paling rendah.
2. Jenjang C2 Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan memahami arti sebuah ilmu seperti
menafsirkan, menjelaskan atau meringkas tentang sesuatu.
3. Jenjang C3 Penerapan / Aplikasi (Aplication)
Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau penafsirkan suatu ilmu yang
sudah dipelajari ke dalam situasi baru seperti menerapkan suatu metode,
konsep, prinsip atau teori.
4. Jenjang C4 Analisa (Analisis)
Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitan suatu samalainnya. Seperti menggambarkan
16
(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5. Jenjang C5 Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, misalnya dapat
menyusun, merencanakan, meringkas, menyelesaikan dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6. Jenjang C6 Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkenaan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk
membuat penelitian terhadap suatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.
Misalnya dapat membandingkan, menanggapi dan dapat menafsirkan dan
sebagainya.
2.3 Hubungan antara Karakteristik dengan Pengetahuan
Notoatmodjo (2003) menggambarkan bahwa keterkaitan antara karakteristik
dengan pengetahuan merupakan hasil dari proses belajar (pengalaman yang
dimiliki) dengan ciri-ciri khas pada umumnya yang terdapat pada setiap individu.
Ciri-ciri khas tersebut yang menjadikan individu memiliki kepribadian yang
berbeda-beda.
2.4 A m u k
2.4.1 Pengertian
Amuk merupakan perilaku kekerasan digambarkan sebagai suatu tindakan yang
dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
17
Perilaku destruktif tetapi tidak terkontrol, merusak diri sendiri, merusak orang
lain, merusak lingkungan (Stuart & Sundeen, 1991).
Prilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan,
memberi kata-kata ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan
yang paling berat adalah melukai / merusak secara serius. Klien tidak mampu
mengendalikan diri (Anna Keliat, 1998). Amuk merupakan salah satu jenis dari
berbagai macam perilaku kekerasan selain marah dan agresif.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon pada kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1999).
Reaksi manusia yang normal pada rangsang tertentu yang membuat orang
tersinggung harga dirinya/membuat kecewa dan frustasi karena segala sesuatu
tidak berjalan seperti yang diinginkan (Wedge, 1989)
Pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai
terhambat. Pada saat marah individu kehilangan kontrol emosi dan intelektual
(Depkes RI, 1990)
Agresif adalah satu cara dari seseorang untuk mengekspresikan marah, perilaku
yang dimaksudkan untuk mengancam atau melukai harga diri korban ini berarti
melawan atau menyerang (Warren, 1990).
Perilaku destruktif disebabkan oleh frustasi. Perilaku ini timbul dalam rangka
membalas atau respon untuk bertahan (Depkes RI:1990).
18
2.4.2 Proses Terjadinya Marah sampai dengan amuk
Ancaman / Kebutuhan
(Stressor)
Merasa Kuat
Menentang
Masalah tidak
Teratasi
Marah
Berkepanjangan
Stres
Cemas
Marah
Diungkapkan
secara verbal
Menjaga keutuhan
Oranglain
Lega
Ketegangan menurun
Rasa marah
Teratasi
Merasa tidak
adekuat
Melarikan diri
Mengingkari marah
Ekspresikan
marah (-)
Muncul rasa permusuhan
Rasa bermusuhan menahun
Marah pada
diri sendiri
Marah pada orang
lain/lingkungan
DEPRESI
PSIKO SOMATIK
AGRESIF /
MENGAMUK
Gambar 2.1. Proses terjadinya marah (Becks, Rawlins, Williams, 1986)
19
2.4.3 Rentang Respon Amuk
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Gambar 2.2. Rentang Respon Marah (Stuart dan Sundeen, 1991)
Asertif : kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : kegagalan mencapai tujuan oleh karena tidak realistis/terhambat.
Pasif : respon lanjut, dimana klien tidak mampu mengungkapkan
perasaannya.
Agresif : perilaku destruktif tetapi masih terkontrol, muka masam, bicara
kasar, mencaci, menuntut.
Amuk : prilaku destruktif tetapi tidak terkontrol, merusak diri sendiri,
merusak orang lain, merusak lingkungan.
2.5 Penanganan Kegawatdaruratan Psikatri
Keadaan gaduh gelisah bukanlah merupakan suatu diagnosa, tetapi hanya
menunjuk pada suatu keadaan atau sindroma dengan sekelompok gejala tertentu
dengan ciri utama yaitu gaduh dan gelisah (Depkes RI, 1997).
Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan
psikiatrik karena keadaan ini berbahaya bagi pasien maupun lingkungannya,
termasuk orang lain dan barang-barang. Bila keadaan gaduh gelisah di bawa ke
fasilitas pelayanan psikatrik dalam keadaan bingung dan gaduh. Kebingungan
dan gaduh ini tidak hanya melanda pasien tidak jarang keluarga atau yang
20
mengantar dilanda kebingungan dan ikut gelisah. Tetapi keadaan ini toleh terjadi
sampai melanda para petugas pelayanan itu sendiri. Petugas tidak boleh menjadi
bingung dan tidak dapat mengendalikan diri, dia tidak boleh kehilangan sikap dan
kemampuan profesionalismenya (Depkes RI, 1997).
Penderita gaduh gelisah bisa kita jumpai dalam keluarga, masyarakat, di
puskesmas, RSU dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Di RSJ keadaan ini dapat dijumpai
atau terjadi di Poliklinik Rawat Jalan, Ruang Rawat Inap dan Unit Rehabilitasi.
Masalah : Dalam keadaan gaduh gelisah dapat terjadi bahaya
terhadap diri pasien ataupun lingkungan.
Tujuan penanganan : Pasien mampu menguasai dirinya dan berfungsi kembali
dengan baik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka masalah yang ada dapat diatasi dengan
pendekatan psikologik, biologik dan sosiokultural. Ketiga segi pendekatan ini
pada prinsipnya diusahakan pada setiap keadaan gaduh gelisah, namun
pendekatan mana yang lebih diutamakan atau didahulukan tergantung pada
keadaan dan kondisi pasien (Depkes RI, 1997).
2.5.1 Pendekatan Psikologik
Adalah sikap serta kata-kata yang diucapkan yang bertujuan untuk menenangkan
pasien.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian:
1. Perkenalkan diri
Jika pasien gelisah sekali, sentuhan tangan tidak diperlukan karena keadaan ini
dapat disalahtafsirkan pasien sebagai ancaman/serangan fisik terhadap dirinya.
21
2. Kendalikan diri dan sadarilah bahwa kita yang mampu mengatasi keaadaan
tersebut.
3. Hendaklah dimengerti keadaan pasien, tunjukkan sikap menerima dan usaha
untuk menolong pasien.
4. Bila pasien bersenjata (pistol, pisau, senjata tajam, kayu, dan lain-lain)
pendekatan psikologis ini lebih diutamakan.
2.5.2 Pendekatan Biologik
Adalah segala tindakan yang bersifat biologik/fisik yang dilakukan untuk
menguasai penderita, seperti pengekangan atau pemberian psychofarmaka dan
sebagainya.
Prosedur dan teknik pengekangan:
1. Pasien sudah dalam keadaan terikat/terkekang:
a. Janganlah terburu-buru melepas ikatan pasien
b. Bila pasien masih gelisah, berikan suntikan sesuai instruksi (dokter)
sebelum ikatan pasien diganti dengan ikatan milik rumah sakit.
Jelaskan/katakan kepada pasien sebelum pengekangan dilakukan.
“Pengekangan ini maksudnya untuk menolong saudara sementara saudara
belum dapat menguasai diri agar tidak terjadi kecelakaan/kelelahan”
c. Amati pasien sekurang-kurangnya 30 menit, perhatikan hal-hal berikut:
1) Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, respirasi
2) Bila pasien tenang:
- pertimbangkan untuk melepas kekangan.
- Coba berikan kepercayaan kepada pasien untuk mengendalikan
dirinya sendiri
22
3) Bila pasien masih gelisah:
- Perhatikan apakah fiksasi terlalu ketat
- Tanyakan apakah ada kebutuhan-kebutuhan pasien yang mendesak
seperti BAB/BAK, minum, rasa nyeri, lapar, dan lain-lain.
- Segera berikan pertolongan yang diperlukan
- Cegah kemungkinan komplikasi yang akan terjadi bila fiksasi
masih harus dilanjutkan seperti decubitus, luxatio, kelumpuhan,
dan lain-lain.
d. Pada waktu-waktu tertentu (waktu makan, BAB, mandi, BAK) berikan
kesempatan kepada pasien untuk dapat melakukan sendiri
2. Pasien gaduh gelisah yang belum difiksasi:
Usahakan untuk melakukan pengekangan/fiksasi dan untuk itu hendaknya
diperhatikan keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. Siapkan alat-alat yang diperlukan (selimut, tali temali) serta tenaga
(diperlukan sekurang-kurangnya 4 orang)
b. Bila pasien mengenggam senjata (pisau, golok, pistol, dan lain-lain)
utamakanlah pendekatan psikologis.
c. Keselamatan semua pihak harus menjadi perhatian utama. Sebaiknya perawat
menyimpan dulu kacamata, pena, atau benda-benda lainnya agar tidak
dirampas pasien dan dipergunakannya untuk melukai orang lain.
d. Jangan mendekati pasien dari depan karena bisa disepak, dicakar, digigit.
23
2.5.3 Pendekatan Sosiokultural
Adalah setiap tindakan dalam menciptakan suatu lingkungan sosial yang
memungkinkan pemberian rasa aman dan tenang pada pasien (Depkes RI, 1997).
Hal-hal yang perlu diusahakan/diperhatikan sebagai berikut:
1. Berusaha mengenal/mengetahui situasi dimana terjadi keadaan gaduh gelisah
2. Perhatikan siapa yang dapat memberikan/menciptakan suasana tenang,
sehingga pasien dapat dibawa ke rumah sakit.
3. Beritahu keluarga bahwa apa yang kita perbuat bukanlah merupakan hukuman
bagi pasien tetapi adalah tindakan pengobatan.
4. Berusaha agar keluarga atau penanggung jawab/pengantar juga dapat mengerti
keadaan pasien.
5. Bila penderita masih gelisah dan tak kooperatif dianjurkan keluarga untuk tak
menjenguk pasien dahulu. Kira-kira kunjungan keluarga setelah 7 sampai 10
hari pasien dirawat.
6. Usahakan untuk dapat mempertemukan pasien dengan keluarga bila keadaan
sudah tenang sekaligus amati penerimaan pasien terhadap keluarga.
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasien gaduh gelisah:
Bila kita jumpai pasien gaduh gelisah baik di Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap
atau di Unit Rehabilitasi maka langkah yang dapat diambil adalah:
1. Pengerahan tenaga:
Di ruangan, rehabilitasi, poliklinik dapat menghubungi tenaga/petugas dari
ruangan yang lain, bila perlu dapat minta bantuan orang lain yang disegani
oleh pasien (keluarga, satpam, dan sebagainya).
24
2. Petunjuk pengangkutan pasien
a. Berikan suntikan sesuai instruksi dokter
b. Melakukan pendekatan psikologik agar dapat dengan mudah pasien
dibawa
c. Bila tangan terikat dan non kooperatif dapat dibawa dengan kursi dorong
atau brandcard dengan beberapa petugas dibagian kiri/kanan dan bagian
belakang yang mendorong.
d. Bila tidak ada peralatan yang disebutkan tersebut, dapat dipakai brandcard
tanpa roda atau tanpa brandcard asalkan cara membawa baik dan sopan.
3. Menyiapkan ruang dan alat
Petugas dari Unit Rehabilitas. Alat seperti tali temali/selimut dan sebagainya
harus senantiasa disiapkan di tiap ruangan.
Siapkan kamarnya dengan tempat tidur lengkap dengan kasur, bantal, sprei,
sarung bantal.
Peralatan lainnya seperlunya saja atau sama sekali tidak ada bila pasien sangat
gelisah. Bila perlu pengekangan, maka untuk mencegah terjadinya lecet,
decubitus, luxatio dan sebagainya pasien harus dibaringkan di atas kasur,
dirubah posisi bila perlu digosok dengan kamper spiritus
4. Pemberian makan/cairan
Pada pasien gaduh gelisah terjadi kelelahan dan kekurangan cairan. Untuk
mempertahankan kondisi tubuhnya, perlu cairan. Untuk mempertahankan
kondisi tubuhnya, perlu diperhatikan berapa banyak makanan dan minuman
yang masuh juga BAB dan BAK-nya. Bila susah makan dan minum usahakan
dengan beberapa cara, bila perlu disuap atau berikan sonde.
25
Berikan pelayanan yang baik, bijaksana dan tegas. Bila pasien gaduh geliah
diinfus, harus mendapat perawatan khusus, karena kegelisahannya dapat
mengganggu jalannya infus. Pengekangan usahakan tidak menahan jalannya
infus, kontrol tensi, nadi, respirasi (sesuai perintah dokter) (Depkes RI, 1997).
2.6 Kerangka Teori
Diketahui bahwa hal terpenting dalam penanganan kegawatdaruratan adalah
dengan cara melalui; pendekatan psikologik, pendekatan biologik, dan dengan
cara pendekatan sosiokultural. Pendekatan dengan cara psikologik ditujukan
untuk menenangkan pasien melalui sikap serta kata-kata yang diucapkan,
pendekatan secara biologik ditujukan agar dapat mengguasai penderita dari terapi
yang diberikan saat penanganan, sedangkan pendekatan dengan cara sosiokultural
digunakan untuk menciptakan suasana lingkungan yang bersahabat kepada pasien.
Dalam hal ini karakteristik perawat seperti umur, pendidikan, lama kerja, jenis
kelamin, pelatihan dan ekonomi mampu mempengaruhi perubahan atas pasien
dengan gawatdarurat psikatrik. Dari uraian ini dapat digambarkan karakteristik
yang berhubungan dengan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003) digambarkan
kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2.3. Kerangka Konsep
Karakteristik Perawat
- Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Pelatihan
- Pekerjaan
- Lama Kerja
- Ekonomi
Pengetahuan
- Baik
- Buruk