21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Konsumsi merupakan kegiatan yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Manusia dalam hidupnya akan selalu melakukan kegiatan konsumsi. Konsumsi dipandang sebagai proses objektivikasi, yaitu proses ekternalisasi dan internalisasi lewat objek-objek sebagai medianya, dalam hal ini terjadi proses menciptakan nilai- nilai melalui objek-objek, dan kemudian memberikan pengakuan serta menerima nilai-nilai ini (Piliang,2003:144). Dilihat melalui sudut pandang linguistik, konsumsi dipandang sebagai sebuah proses untuk menggunakan tanda-tanda yang terkandung dalam objek, demi menandai relasi sosial. Maksud dari hal ini adalah objek dapat menentukan status, prestise, dan simbol-simbol sosial tertentu bagi para pemakainya. Konsumsi juga dipandang sebagai suatu fenomena bawah sadar (unconscious) yang masuk dalam kawasan psikoanalisis. Konsumsi adalah suatu proses reproduksi hasrat (desire) (Piliang, 2003:144). Konsumsi dalam Piliang (2003:144) dianggap sebagai suatu sistem diferensiasi, yaitu sistem pembentukan perbedaan-perbedaan status, simbol, dan prestise sosial. konsumsi menandai kedatangan masyarakat konsumer. Manusia pada dasarnya selalu ingin melakukan upaya differing atau pembedaan diri, yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71954/potongan/S1-2014... · Permasalahan Konsumsi merupakan kegiatan yang tidak bisa

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Konsumsi merupakan kegiatan yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.

Manusia dalam hidupnya akan selalu melakukan kegiatan konsumsi. Konsumsi

dipandang sebagai proses objektivikasi, yaitu proses ekternalisasi dan internalisasi

lewat objek-objek sebagai medianya, dalam hal ini terjadi proses menciptakan nilai-

nilai melalui objek-objek, dan kemudian memberikan pengakuan serta menerima

nilai-nilai ini (Piliang,2003:144). Dilihat melalui sudut pandang linguistik, konsumsi

dipandang sebagai sebuah proses untuk menggunakan tanda-tanda yang terkandung

dalam objek, demi menandai relasi sosial. Maksud dari hal ini adalah objek dapat

menentukan status, prestise, dan simbol-simbol sosial tertentu bagi para pemakainya.

Konsumsi juga dipandang sebagai suatu fenomena bawah sadar (unconscious) yang

masuk dalam kawasan psikoanalisis. Konsumsi adalah suatu proses reproduksi hasrat

(desire) (Piliang, 2003:144).

Konsumsi dalam Piliang (2003:144) dianggap sebagai suatu sistem diferensiasi,

yaitu sistem pembentukan perbedaan-perbedaan status, simbol, dan prestise sosial.

konsumsi menandai kedatangan masyarakat konsumer. Manusia pada dasarnya selalu

ingin melakukan upaya differing atau pembedaan diri, yang dilakukan untuk

2

menunjukkan identitas diri manusia yang berbeda. Dengan adanya perbedaan maka

subjek akan lebih merasa percaya diri, hal ini dikarenakan manusia pada dasarnya

tidak unik, tak tergantikan dan mutlak, tapi agak rapuh (Porter, 2006:92). Pada era

konsumsi seperti saat ini objek-objek konsumsi dipandang sebagai sebuah ekspresi

diri atau ekternalisasi para konsumer. Konsumsi dianggap mampu memuaskan

individu dalam upaya menunjukkan identitas diri yang sesungguhnya. Namun,

konsumsi yang terjadi sebagai upaya menunjukkan identitas diri kini dilakukan secara

berlebihan hal ini disebut dengan konsumserisme. Masyarakat kini hidup di dalam

satu bentuk relasi subjek dan objek yang baru, yaitu relasi konsumerisme.

Konsumerisme menurut Richard John Neuhaus dalam Santoso (2006:6-7)

didefinisikan sebagai “konsumerisme adalah menghabiskan hidup karena benda-

benda yang dikonsumsi. Konsumerisme hidup ketika diri seseorang diukur dari “apa

yang dimiliki” daripada menjadi apa” (Santoso, 2006:6-7).

Konsumerisme telah menjadi kultur konsumsi yang tidak disadari. Masyarakat

telah sedemikian rupa terbungkus oleh konsumerisme dalam rangka memenuhi

keinginan-keinginan yang tak terbatas dengan kemampuan yang terbatas.

Konsumerisme meresapi kehidupan manusia yang pada dasarnya tidak cukup diri dan

selanjutnya hanya menjadikan pengikut-pengikut budaya konsumen (Soedjatmiko,

2008:8-9).

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat kini

membuat konsumerisme semakin berkembang maju. Alasan utamanya adalah karena

3

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi semakin memberikan kemudahan

dan keefektifan bagi manusia untuk mengkonsumsi barang-barang, tanda atau citraan.

Pengkonsumsian menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang kini sedang

berkembang adalah pengkonsumsian melalui media sosial. Pengkonsumsian melalui

media sosial bukan hanya pembelian online melalui media sosial, tetapi juga

pembelian di luar seperti mall dan toko yang keinginan untuk mengkonsumsi

disebabkan oleh media sosial.

Kemudahan media sosial membuat para produsen produk tertentu mulai

menggunakan media sosial sebagai upaya memaksimalkan keuntungan, misalnya

melakukan iklan produk melalui media sosial. Selain sebagai sarana pertukaran

informasi, saat ini media sosial telah menjadi sebuah alat bagi manusia untuk

mengkonsumsi dan menunjukkan identitas diri. Media sosial dengan segala

kemudahan yang dimilikinya telah menjadi sebuah peluang bisnis untuk memasarkan

suatu produk.

Kemajuan pesat yang dialami media sosial juga mulai merambah ke Indonesia.

Menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam website

resmi Kominkominfo pada 7 November 2013 mengungkapkan bahwa pengguna

internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. 95 persen dari 63 juta orang

menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi

Internasional Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Selamatta Sembiring

dalam website resmi Kemenkominfo juga turut mengatakan, situs jejaring sosial yang

4

paling banyak diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat

4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan India. Situs lain yang juga

sering diakses adalah Path, Line, Instagram, KakaoTalk dan Linkedlin. Indonesia

bahkan menempati urutan pertama daftar pengguna Path dan KakaoTalk terbanyak di

dunia, yaitu sebanyak 4 juta pengguna aktif Path dan 13 juta pengguna aktif

KakaoTalk.

Hasil survei dari Upright Decision, sebuah perusahaan analisis data kuantitatif,

yang telah melakukan analisis saintifik untuk mengeksplorasi penggunaan media

sosial, terutama pembelian yang dikarenakan penggunaan media sosial di Indonesia.

Analisis dilakukan berdasarkan data hasil survei terhadap responden yang tinggal di

Indonesia. Ada 344 responden yang diolah datanya, 337 diantaranya menyatakan

sebagai pengguna media sosial. Rata-rata responden mengaku membeli karena media

sosial, terutama Facebook yang sangat populer di Indonesia. Hampir semua respon-

den pengguna media sosial menemukan produk yang sesuai dengan keperluan dan

kebutuhan di media sosial, dan hampir sepertiga diantaranya melakukan pembelian

karena media sosial. Presentase responden yang melakukan pembelian adalah

berbeda antara satu media sosial dengan media sosial lainnya. Walaupun Facebook

merupakan media yang paling populer, namun rata-rata nilai pembelian tiap-tiap

kategori produk lebih didominasi oleh Kaskus, seperti: books, electronic devices, food

beverages, dan professional services. Facebook dalam survei ini lebih banyak

mendominasi pada pembelian fashion product.

5

Penggunaan media sosial semula menjadi “perpanjangan” manusia yang hendak

mengetahui informasi atau hendak mengkonsumsi sesuatu dalam bentuk feedback

informasi ataupun berita. Kini penggunaan media sosial justru menjadi kegiatan

mengkonsumsi itu sendiri. Kegiatan mengkonsumsi itu sendiri tak lepas dari peran

produsen produk-produk tertentu ataupun teman sesama pengguna media sosial.

Masyarakat pun secara tidak sadar kini semakin terseret dalam arus konsumersime

gaya baru ini demi mendapatkan sebuah pembedaan atau keunikan tersendiri. Tingkat

konsumerisme melalui media sosial tidak hanya dinilai dengan besarnya

pembelanjaan melalui media sosial, tetapi pembelian di tempat lain yang dipengaruhi

media sosial.

Penggunaan media sosial berubah menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia yang

tak cukup diri. Seseorang menggunakan media sosial tidak lagi hanya untuk

memenuhi kebutuhan dasariah atas pencarian informasi atau berita, melainkan terkait

dengan identitas. Manusia menggunakan media sosial tidak hanya untuk mencari

informasi dan berbagi info atau hanya sekedar mencari teman saja, akan tetapi media

sosial telah menjadi sebuah sarana untuk mengeksiskan diri sendiri, dengan

berbelanja sesuka hati atau memamerkan barang mahal miliknya di akun jejaring

sosial. Seseorang akan merasa lebih baik bila mampu membeli barang-barang tertentu

yang pernah ditampilkan dalam media sosial ataupun memajang foto barang-barang

mahal miliknya dalam akun media sosial. Jati diri manusia terukur dari

6

kemampuannya memperoleh sesuatu. Media sosial kini telah menjadi komoditi

konsumsi bagi masyarakat modern.

Konsumerisme media sosial kini berkembang menjadi suatu gaya hidup yang

sudah seharusnya dianut oleh masyarakat kontemporer, terutama masyarakat di

Indonesia yang notabene sangat terbuka pada perkembangan teknologi informasi.

Tindakan konsumerisme ini merupakan bagian dari kehidupan ekonomi yang sudah

melekat pada diri masyarakat. Tak pelak, konsumerisme pun seringkali dianggap

sebagai agama baru pada akhir abad dua puluh ini (Soejatmiko, 2008:8). Pengkiblatan

terhadap konsumerisme dikarenakan telah banyak masyarakat yang sudah terlibat dan

tidak mudah keluar darinya. Penggunaan media sosial dianggap telah menjadi bagian

dari kehidupan sehari-hari dan telah menjadi sebuah komoditas yang tidak bisa

ditinggalkan. Penggunaan media sosial mampu membuat individu untuk melakukan

sebuah tindakan konsumerisme. Konsumerisme pengguna media sosial tidak bisa

dilepaskan dari hasrat individu sebagai pemicu utama. Manusia selalu menghasratkan

sesuatu, yang terus berubah dan tak pernah sama.

Salah satu tokoh yang pemikirannya dapat digunakan untuk menganalisis

konsumerisme media sosial adalah Gilles Deleuze. Deluze adalah salah satu tokoh

yang berpandangan bahwasanya hasrat dalam diri manusia adalah revolusioner dan

bebas (Hartono, 2007:75). Hasrat manusia memiliki pertautan antara yang satu

dengan yang lainnya yang disebut dengan machinic fashion (Porter, 2006:90). Piliang

dalam bukunya Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna

7

menafsirkan pemikiran Deleuze akan hasrat, menurutnya hasrat atau hawa nafsu tidak

akan pernah terpenuhi, oleh karena itu selalu diproduksi dalam bentuk yang lebih

tinggi yang disebut mesin hasrat (desiring machine) (Piliang, 2003:150).

Penelitian skripsi ini akan meneliti hasrat konsumeris dalam masyarakat

pengguna media sosial dianalisis dengan konsep hasrat Gilles Deleuze. Alasan

penulis memilih untuk meneliti hasrat konsumeris dalam masyarakat pengguna media

sosial karena saat ini budaya konsumtif tengah merebak di kalangan masyarakat

Indonesia. Hasrat untuk melakukan konsumerisme atau tindakan konsumsi secara

berlebihan, tidak bisa dipisahkan dari media sosial sebagai alat perkembangannya.

Melalui penelitian ini, penulis akan melihat bagaimana hasrat untuk terus

mengkonsumsi yang muncul pada masyarakat Indonesia yang notabene

menggunakan media sosial, lalu mencari tahu penyebabnya dengan menganalisis dari

satu sisi yaitu konsep hasrat Gilles Deleuze.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada latar belakang, penulis

merumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah yang dimaksud dengan hasrat menurut pandangan Gilles Deleuze?

Serta apakah ada hal lain yang berperan dalam proses hasrat?

b. Apa akar munculnya tindakan untuk terus mengkonsumsi secara berlebihan

dalam masyarakat pengguna media sosial? Serta bagaimana hasrat untuk

8

selalu mengkonsumsi yang muncul dalam masyarakat pengguna media sosial

di Indonesia?

c. Bagaimana konsumerisme dalam masyarakat pengguna media sosial di

Indonesia jika ditinjau menurut konsep hasrat Gillez Deleuze? Apakah hasrat

berperan penting dalam tindakan konsumerisme yang dilakukan pengguna

media sosial di Indonesia?

3. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan tema konsumerisme memang sudah banyak dilakukan antara

lain:

a. Arifin, Mohammad, 2006, Skripsi: Konstruktivisme Chaotic Telaah Filsafat

Gilles Deleuze dan Felix Guattari, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah

Mada. Skripsi ini mengangkat filsafat Deleuze dan Guattari sebagai objek

formal dan objek materialnnya membahas tentang kontruktivisme chaotic.

b. Aulia, Septiani, 2011, Skripsi: Hasrat Dalam Masyarakat Konsumeris

Ditinjau Dari Perspektif Gilles Deleuze : Studi Kasus Atas Film Confession of

A Shopaholic, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini

mengangkat hasrat dalam perfektif Gilles Deleuze sebagai objek formal dan

masyarakat konsumeris dalam film Confession of a Shopaholic sebagai objek

material.

9

c. Johana, Susanti, 2006, Skripsi: Refleksi Filosofis : Konsep Fenomenal Waktu

Luang Sebagai Pencipta Gaya Hidup Konsumerisme, Fakultas Filsafat,

Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menggunakan konsep waktu luang

sebagai objek formal dalam mengkaji gaya hidup konsumerisme sebagai

objek material.

d. Permana, Aditya, 2009, Skripsi: Konsep Alienasi Dalam Masyarakat

Konsumer Menurut Jean Baudrillard, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah

Mada. Skripsi ini menggunakan konsep Jean Baudrillard dalam mengkaji

alienasi masyarakat konsumer sebagai objek material.

Seperti yang telah disebutkan di atas meskipun konsumerisme sudah banyak

diangkat sebagai objek penelitian, namun setiap peneliti atau penulis mempunyai

sudut pandang berbeda-beda dalam meneliti konsumerisme tersebut. Penelitian ini

akan memfokuskan pada hasrat konsumerisme yang muncul pada masyarakat

pengguna media sosial. Sejauh penelusuran penulis sampai saat ini, penulis belum

menemukan penelitian yang meneliti konsumerisme pengguna media sosial di

Indonesia ditinjau dari konsep hasrat Gilles Deleuze. Oleh karena itu penelitian ini

dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.

10

4. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan mampu menjadi alat

pembelajaran untuk selalu bisa berfikir secara sistematis dan filosofis dalam

mengkaji suatu permasalahan, khususnya permasalahan mengenai besarnya

peran hasrat dalam konsumerisme pengguna media sosial di Indonesia.

Harapannya penelitian ini dapat menemukan inti permasalahan yang

kemudian dapat menyumbangkan suatu pemikiran baru.

b. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan wacana dan gambaran baru

yang lebih mendalam mengenai peran hasrat dalam tindakan konsumerisme

pengguna media sosial di Indonesia. Hasrat yang dimaksudkan dalam hal ini

adalah hasrat dalam pandangan Gilles Deleuze.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu membawa contoh bagi masyarakat agar

masyarakat saat ini tidak hanya menjadi masyarakat yang konsumeris yang

hanya mengutamakan kepuasan diri yang dilingkupi hasrat dalam melakukan

suatu tindakan konsumtif.

11

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan yang ditemukan dalam

rumusan masalah, yaitu:

1. Memaparkan secara rinci dan jelas mengenai konsep hasrat menurut Gilles

Deleuze.

2. Menjelaskan dan merinci latar belakang dan proses terbentuknya hasrat

konsumerisme masyarakat yang menggunakan media sosial terutama di

Indonesia.

3. Menganalisis dan merumuskan apakah hasrat memang berperan penting

dalam konsumerisme yang terjadi pada masyarakat Indonesia yang

menggunakan media sosial, yang dimaksudkan dengan hasrat dalam hal ini

adalah hasrat menurut perspektif Gilles Deleuze.

C. Tinjauan Pustaka

Pemaknaan konsumerisme dalam skripsi Septiana Aulia (2011:11) yang berjudul

Hasrat Dalam Masyarakat Konsumeris Ditinjau Dari Perspektif Gilles Deleuze :

Studi Kasus Atas Film Confession of A Shopaholic, menunjukkan bahwa selama ini

konsumerisme selalu dianggap sebagai „anak‟ dari kapitalisme. Hal ini mungkin saja

benar adanya, tetapi bila ditilik lebih jauh, konsumerisme memiliki sesuatu yang

12

lebih spesifik daripada itu. Konsumerisme merupakan suatu bentuk aktivitas

konsumer yang dilakukan oleh individu maupun masyarakat yang dilakukan secara

berlebihan tanpa lagi melihat kegunaan barang atau jasa yang telah dibeli.

Begitu pula dengan pemaknaan konsumerisme dalam skripsi Susanti Johana

(2006:7) Refleksi Filosofis : Konsep fenomenal Waktu Luang Sebagai Pencipta Gaya

Hidup Konsumerisme. Konsumerisme merubah kebutuhan hidup yang pada awalnya

hanya „konsumsi seperlunya‟ menjadi „konsumsi mengada‟. Hal ini karena manusia

sebagai individu merasa bahwa berbelanja merupakan sebuah kebutuhan bagi mereka

yang tak cukup diri. Konsumerisme menghasilkan suatu pola pikir, yang mana

menghasilkan pemikiran bahwasanya ketika seseorang berbelanja suatu barang atau

jasa, bukan hanya diperuntukkan sebagai sebuah sarana pemenuhan kebutuhan

melainkan hanya untuk memberikan kepuasan. Baudrillard dalam Johana (2006:9)

mengatakan budaya konsumerisme bukanlah suatu lalu lintas kebudayaan benda

semata, melainkan berubah menjadi “panggung sosial” ketika makna-makna sosial

diperebutkan. Perspektif ini beranggapan bahwa memiliki sebuah objek (benda)

tertentu adalah suatu media untuk mengekspresikan status sosial. Kini manusia

modern mengekspersikannya dengan memiliki mobil mewah, rumah mewah, gaya

bicara, gaya hidup, dan seterusnya.

Miles dalam Johana (2006:9) menyatakan bahwa konsumerisme telah menjadi

kultur konsumsi yang tidak datang secara sadar. Manusia telah sedimikian rupa

“terbungkus” oleh konsumerisme dalam rangka memenuhi keinginan-keinginan yang

13

tak terbatas dengan kemampuan yang terbatas. Konsumerisme meresapi kehidupan

manusia yang pada dasarnya tidak cukup diri dan selanjutnya hanya menjadikan

pengikut-pengikut budaya konsumen.

Skripsi yang ditulis oleh Aditya Permana (2009:2-11) berjudul Konsep Alienasi

Dalam Masyarakat Konsumer Menurut Jean Baudrillard, menjabarkan bahwa

konsumerisme menciptakan masyarakat yang memiliki nilai-nilai berlimpah melalui

barang-barang konsumer dan menjadikan konsumsi sebagai tolak ukur kehidupan.

Adanya demikian menjadikan hubungan sosial antara masyarakat diartikan sebagai

objek-objek konsumsi yang didasari oleh konsumsi.

Raymond J.de Souza dalam Santoso (2006:4) mendefinisikan konsumerisme

sebagai:

Cara hidup yang manusia, paling tidak di dalam praktiknya, membuat barang-

barang menjadi objek dari keinginan hati mereka, yaitu membuat benda-benda

tersebut menjadi sumber dari identitas mereka dan tujuan yang akan dicapai

dalam hidup mereka (Santoso, 2006:4).

Konsumerisme dalam penggunaan media sosial dianggap sebagai gaya hidup

modern yang perlu untuk dilakukan, meski harus bersusah payah mendapatkannya.

Berusaha menunjukkan identitas dan prestise merupakan alasannya. Banyak

masyarakat yang kini sangat ketergantungan dengan media sosial dikarenakan

intensitas komunikasi melalui media sosial kini lebih tinggi dibanding intensitas

komunikasi secara langsung, utamanya bagi yang terhambat oleh masalah jarak dan

waktu. Penggunaan media sosial sebagai sarana menunjukkan identitas diri pada

14

akhirnya dapat mengarahkan manusia menuju suatu aktifitas yang buruk seperti

konsumerisme.

D. Landasan Teori

Deleuze memiliki pandangan bahwasanya ada unsur dalam diri manusia yang

membuat manusia selalu berubah dan bergerak mencari secara terus menerus, hal

inilah yang disebut dengan hasrat. Hasrat memiliki sebuah unsur bebas bergerak atau

revolusioner yang disebut dengan skizofrenik (Alfathri Adlin dalam Deleuze,

2004:xxvi). Hasrat pada masa sebelum Deleuze dianggap sebagai sesuatu hal yang

tidak lebih penting dari rasio. Hasrat dianggap sebagai suatu esensi yang liar dan

patut untuk dijinakkan dalam suatu norma-norma dan aturan-aturan yang telah

ditetapkan oleh rezim-rezim penjinakkan hasrat (Hartono, 2007:9-11).

Deluze justru lebih memandang hasrat sebagai sesuatu hal yang positif dan

produktif yang sangat berperan penting dalam kehidupan manusia (Alfathri Adlin

dalam Deleuze, 2004:xxvii-xxviii). Hasrat dalam pandangan Deleuze dianalogikan

sebagai sebuah mesin, karena hasrat layaknya mesin-mesin yang terus bergerak.

Hasrat memproduksi sebuah aliran hasrat. Aliran hasrat ini pada akhirnya akan

bergerak layaknya mesin, yang perputarannya saling terkait dan bersinggungan

dengan aliran hasrat lain secara kontinual. Deluze pernah mengemukakan dalam

Anti-Oedipus:

15

Machines being driven by other machines, with all the necessary coupling and

connections. An organ-machine is plugged into an energy sourced machine:

the one produces a flow that the other interrupts (Deleuze, 2004:1).

Mesin mengemudikan mesin yang lainnya, mesin digerakkan oleh mesin

lainnya, dengan semua penggandengan dan hubungan-hubungan yang

diperlukan. Mesin organ terhubungan dengan sumber energi mesin; yang satu

menghasilkan aliran untuk menginterupsi yang lainnya (Deleuze, 2004:1).

Istilah hasrat selalu muncul dalam pembahasan mengenai individu atau subjek

diri pribadi. Hasrat hadir ketika subjek ingin melakukan differing atau pembedaan diri

(Aulia, 2011:33). Subjek selalu ingin melakukan pembedaan diri agar tidak merasa

rapuh. Subjek pada dasarnya menginginkan suatu pembedaan dari yang lainnya.

Hasrat dalam kaitannya dengan subjek selalu memproduksi suatu hal yang baru, yang

bisa memuaskan keinginan subjek (Hartono, 2007:117). Hasrat dianggap mampu

menutupi kekurangan dalam diri individu. Oleh karena itu, aliran hasrat subjek selalu

bergerak dari satu kode ke kode lainya untuk mendapatkan suatu kepuasan. Hal ini

biasa disebut dengan tindakan menginterupsi dan diinterupsi.

Kegiatan pembedaan diri yang dilakukan oleh subjek berusaha dipenuhi melalui

pembelian hasil-hasil produksi. Subjek pada akhirnya menjadi sangat tergantung

dengan barang-barang material, untuk memenuhi rasa kurang yang ada dalam diri.

Pada akhirnya terbentuk diri subjek yang memenuhi rasa kurangnya dengan

melakukan pembelanjaan secara berlebihan, biasa disebut dengan konsumerisme.

Tindakan konsumerisme secara tidak langsung membuat arus skizofrenik hasrat

semakin bebas bergerak. Konsumerisme memungkinkan aliran hasrat untuk bebas

dan revolusioner (Zepp, 2011:-). Aliran hasrat yang bergerak bebas akan

memungkinkan hadirnya sebuah keadaan manusia mampu terbebas dari penjara

16

norma-norma, aturan, dan berbagai rezim penjinakkan hasrat. Keadaan ini disebut

dengan skizofrenia, keadaan ketika manusia bebas dan bisa menjadi apa saja tanpa

terikat oleh aturan tertentu.

Secara garis besar, landasan teeori yang digunakan bagi penelitian ini adalah

adanya hasrat pada diri individu atau subjek pribadi yang menginginkan adanya suatu

identitas diri yang berbeda dari individu lain. Pembedaan itu bisa didapat ketika

hasrat saling bertautan dan berkoneksi dengan hasrat yang lain. Hasrat disini dinilai

mampu melakukan perubahan-perubahan terhadap subjek.

E. Metode Penelitian

1. Bahan dan Materi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan metode penelitian

kualitatif filosofis. Sumber atau materi penelitiannya diperoleh melalui penelusuran

pustaka. Bahan dan materi dalam penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, artikel

maupun hasil penelitian yang tentunya berkaitan tema penelitian. Pustaka-pustaka

yang ada akan digunakan sebagai acuan, kemudian akan diklasifikasikan menjadi dua

yakni pustaka primer dan pustaka sekunder.

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan

konsumerisme. Selain itu buku-buku yang terkait dengan konsep hasrat Gilles

17

Deleuze juga akan penulis gunakan untuk keperluan analisis. Data primer tersebut

antara lain:

1. Deleuze, Gilles dan Felix Guattari, 2004, Anti Oedipus : Capitalism and

Schizophrenia, Continuum International Publishing Group: New York.

2. Deleuze, Gilles, 2011, Key Concepts, Second Edition, Ed. Charles J.

Stivale, Acumen Publishing Limited: Durham.

3. Santoso, Benny. 2006, Bebas Dari Konsumerisme, Penerbit Andi:

Yogyakarta.

4. Soedjatmiko, Haryanto, 2008, Saya Berbelanja Maka Saya Ada: Ketika

Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris, Jalasutra:

Yogyakarta.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah refensi-refensi yang berasal dari

internet serta berbagai tulisan, data statistik, artikel, jurnal atau makalah, baik

yang terkait dengan konsumerisme pengguna media sosial maupun penelitian

yang terkait dengan konsep hasrat Gillez Deleuze. Tulisan-tulisan tersebut penulis

gunakan sebagai bahan pelengkap dan data-data tambahan dalam penelitian. Data

sekunder tersebut antara lain:

1. Lubiyana, Khalida, -, Eksposur Media Massa Televisi dan Internet

Sebagai Stimulant Perilaku Konsumsi, Departemen Sosiologi Universitas

Airlangga, Surabaya.

18

2. Nurist, Surayya, 2010, Posmodernisme dan Budaya Konsumen, Ilmu

Komunikasi Universitas Diponegoro: Semarang.

3. -----, 2012, Profil Pengguna Internet Indonesia 2012, Asosiasi

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia,

http://www.apjii.or.id/v2/upload/Laporan/Profil Internet Indonesia 2012

(INDONESIA).pdf

4. Wijaya, Edy, 2011, Survei Penggunaan Media Sosial Di Indonesia,

Bussines Review,

http://www.uprightdecision.com/phocadownload/Indonesia/UprightDecisi

on_Analisis_Penggunaan_Media_Sosial_di_Indonesia.pdf

2. Jalan Penelitian

Adapun jalannya penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Mengumpulkan data kepustakaan, yaitu pencarian literatur yang berkaitan

dengan tema penelitian.

b. Pengolahan data, yaitu, mengelompokkan data menurut keperluan, dan

kemudian melakukan analisis terhadap data yang terkumpul.

c. Penyusunan hasil penelitian, yaitu membuat laporan penelitian berdasarkan

data yang telah diperoleh melalui kedua tahap sebelumnya.

19

3. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada buku karangan Anton Bakker

dan Ahmad Charis Zubair (1994), dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Deskripsi: yaitu memberikan gambaran mengenai hasrat konsumeris

penggunaan media sosial di Indonesia dan konsep hasrat Gilles Deleuze

seobjektif mungkin. Tujuannya adalah memperoleh gambaran yang jelas

mengenai topik penelitian.

b. Analisis: yaitu usaha menganalisa konsumerisme pada pengguna media sosial

di Indonesia dan konsep hasrat Gilles Deleuze untuk mendapatkan suatu

pemahaman yang sifatnya mendalam.

c. Interpretasi: yaitu usaha menangkap, serta memahami isi atau makna dari data

yang telah ditemukan yaitu mengenai konsumerisme masyarakat pengguna

media sosial di Indonesia dan konsep hasrat Gilles Deleuze kemudian

menguraikan makna dari data-data yang ada secara objektif.

d. Kohern Intern: yaitu usaha mecari keterkaitan antara objek materi dengan

objek formal yakni, konsumerisme pengguna media sosial di Indonesia

dengan perfektif Gilles Deleuze.

e. Refleksi: yaitu upaya merefleksikan secara kritis mengenai konsumerisme

pengguna media sosial di Indonesia yang ditinjau dari sudut pandang Gilles

Deleuze yang sesuai dengan pemahaman penulis berdasarkan data yang telah

20

diuraikan secara lengkap, kemudian menguraikan pandangan khas penulis

untuk menghasilkan pandangan baru.

F. Hasil yang Sudah Dicapai

1. Mengungkap pemahaman mengenai hasrat konsumeris pengguna media sosial

di Indonesia.

2. Mengungkap penyebab serta alasan munculnya hasrat konsumeris pengguna

media sosial dari satu sisi analisis yaitu konsep hasrat Gilles Deleuze.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini akan disusun ke dalam lima bab, yaitu:

Bab pertama berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan

masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

landasan teori, metode yang akan digunakan, serta hasil yang sudah dicapai dalam

melakukan penelitian. Metode dalam penelitian terbagi atas bahan dan materi

penelitian, jalan penelitian serta analisis data.

Bab kedua terdiri atas 4 bagian. Bagian pertama, berisi tentang riwayat hidup

serta karya-karya Gilles Deleuze, yang banyak mengulas mengenai profil serta latar

belakang kehidupan Gilles Deleuze. Bagian kedua, berisi tentang konsep skizofrenia

21

dan awal mula munculnya hasrat. Bagian ketiga, berisi tentang konsep hasrat dalam

kapitalisme. Bagian keempat, berisi tentang hasrat dalam perspektif Gilles Deleuze.

Bab ketiga berisi tentang uraian mengenai konsumerisme. Bab ketiga ini terbagi

atas 2 sub judul. Pertama, adalah konsumerisme yang banyak membahas tentang

pengertian konsumerisme, teori-teori dasar konsumsi, bentuk-bentuk konsumsi yang

mendukung konsumerisme, serta konsumerisme sebagai gaya hidup. Bagian kedua,

pembahasan mengenai masyarakat konsumerisme yang membahas mengenai cirri-ciri

masyarkat kosnumeris, muculnya konsumerisme pada pengguna media sosial, serta

konsuemrisme pada pengguna media sosial di Indonesia.

Bab keempat merupakan uraian tentang penggunaan media sosial dalam

kehidupan keseharian pengguna media sosial sehingga muncul konsumerisme dalam

pengguna media sosial di Indonesia dan adanya hasrat konsumeris dalam masyarakat

pengguna media sosial di Indonesia menurut konsep hasrat Gilles Deleuze.

Bab kelima terdiri atas kesimpulan yang berisikan jawaban atas rumusan masalah.

Selain itu bab kelima juga berisi saran yang merupakan tanggapan dari penulis untuk

kemajuan penelitian yang serupa ke depannya.