6
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal pada usia 34-41 tahun adalah lebih dari 75% (Wahyukundari, 2008). Hasil survei kesehatan gigi dan mulut tahun 1997, prevalensi penyakit periodontal pada penduduk pedesaan adalah 45,8% dan perkotaan 38,4%. Prevalensi penyakit periodontal secara nasional sebesar 42,8% menduduki urutan kedua penyakit rongga mulut (Depkes RI, 1999). Penyakit periodontal merupakan suatu inflamasi yang mengenai jaringan pendukung gigi. Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah bakteri Gram negatif anaerob terutama Agregatibacter actynomicetemcommitans, Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia (Carranza dkk., 2006). Faktor sekunder penyakit periodontal antara lain faktor anatomi gigi, iatrogenik (prosedur dan teknik yang dipakai dalam kedokteran gigi secara tidak langsung), kalkulus, trauma, cedera kimiawi dan daya kunyah berlebihan (Fedi dkk., 2004). Penyakit periodontal diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah inflamasi pada gingiva tanpa disertai kerusakan jaringan periodontal pendukung. Periodontitis merupakan inflamasi pada jaringan periodontal yang ditandai dengan kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang alveolar. Periodontitis ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63702/potongan/S2-2013... · Gingivitis adalah inflamasi pada gingiva tanpa disertai kerusakan

  • Upload
    lamdan

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut

dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

prevalensi penyakit periodontal pada usia 34-41 tahun adalah lebih dari 75%

(Wahyukundari, 2008). Hasil survei kesehatan gigi dan mulut tahun 1997,

prevalensi penyakit periodontal pada penduduk pedesaan adalah 45,8% dan

perkotaan 38,4%. Prevalensi penyakit periodontal secara nasional sebesar 42,8%

menduduki urutan kedua penyakit rongga mulut (Depkes RI, 1999).

Penyakit periodontal merupakan suatu inflamasi yang mengenai jaringan

pendukung gigi. Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah bakteri Gram

negatif anaerob terutama Agregatibacter actynomicetemcommitans,

Porphyromonas gingivalis dan Prevotella intermedia (Carranza dkk., 2006).

Faktor sekunder penyakit periodontal antara lain faktor anatomi gigi, iatrogenik

(prosedur dan teknik yang dipakai dalam kedokteran gigi secara tidak langsung),

kalkulus, trauma, cedera kimiawi dan daya kunyah berlebihan (Fedi dkk., 2004).

Penyakit periodontal diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu gingivitis dan

periodontitis. Gingivitis adalah inflamasi pada gingiva tanpa disertai kerusakan

jaringan periodontal pendukung. Periodontitis merupakan inflamasi pada jaringan

periodontal yang ditandai dengan kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang

alveolar. Periodontitis ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi,

pelepasan sitokin pro inflamasi Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-α

(TNF-α) terutama oleh makrofag, peningkatan jumlah produksi prostanoid yaitu

prostaglandin, hilangnya perlekatan jaringan lunak serta aktivasi osteoklas yang

berlanjut pada resorpsi tulang alveolar (Reddy dkk., 2011). Infiltrasi sel lekosit

polimorfonuklear (neutrofil) berperan dalam inflamasi akut sedangkan limfosit,

makrofag dan sel plasma berperan dalam inflamasi kronis (Rose dkk., 2004).

Secara klinis periodontitis ditandai dengan akumulasi plak baik

supragingiva maupun subgingiva yang berhubungan dengan pembentukan

kalkulus, inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan perlekatan

periodontal dan kehilangan tulang alveolar. Gingiva pasien penderita periodontitis

menjadi lebih lunak dan warnanya berubah dari coral pink menjadi merah

mengkilat, stippling pada gingiva cekat menghilang dan terjadi perubahan margin

gingiva yang membulat atau berbentuk kawah serta disertai dengan resesi gingiva

(Carranza dkk., 2006).

Perawatan periodontitis meliputi terapi mekanis yang ditunjang

pemberian dengan obat-obatan antibiotika dan antiinflamasi. Terapi mekanis yang

dilakukan yaitu pembersihan karang gigi (scaling) dan penghalusan permukaan

akar (root planning). Pembersihan mekanis bertujuan untuk menghilangkan

deposit keras maupun lunak yang melekat pada permukaan gigi maupun akar

yang digunakan sebagai tempat perlekatan dan pertumbuhan bakteri (Carranza

dkk., 2006).

Siklooksigenase (COX) merupakan enzim yang disintesis dari

metabolisme asam arakhidonat. Siklooksigenase berperan pertama kali

mengkatalisis dari 2 tahap biosintesis prostaglandin dan terdapat dalam 2 bentuk

yaitu COX-1 dan COX-2. Siklooksigenase-1 berperan dalam proses homeostasis.

Siklooksigenase-2 berperan dalam sintesis prostaglandin (PG) misalnya PGE2

yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, aliran darah dan aktivitas

osteoklas (Porth dan Matfin., 2009).

Obat antiinflamasi digunakan untuk meredakan rasa sakit dan mencegah

perluasan inflamasi. Obat antiinflamasi yang biasa digunakan dalam terapi

penyakit periodontal adalah antiinflamasi golongan non steroid yaitu ibuprofen

dan flurbiprofen. Obat ini mampu menghambat pembentukan prostaglandin

melalui jalur siklooksigenase (COX) metabolisme asam arakhidonat. Efek

samping penggunaan obat anti COX-2 dalam jangka panjang akan menyebabkan

stomach ulcer dan hemorrhage (Rateitschak dan Hassel, 2007). Adanya efek

samping yang ditimbulkan akibat penggunaan obat antiinflamasi jangka panjang

maka perlu dicari alternatif bahan yang lebih aman antara lain berasal dari

tumbuhan herbal. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah buah manggis

terutama kulit buahnya.

Manggis (Garcinia mangostana) pada umumnya dikenal sebagai

mangosteen atau mangkhut dan buah ini dikenal sebagai ratu dari buah-buahan di

Thailand. Buah ini dapat tumbuh subur di Asia Tenggara terutama Thailand,

Indonesia, Malaysia dan Philipina. Di Indonesia manggis dapat tumbuh di daerah

dengan curah hujan tahunan 1.500-2.500 mm/tahun dan hujannya merata

sepanjang tahun dengan temperatur udara ideal berkisar 22-32° C. Pusat

penanaman manggis adalah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Jawa Barat

(Jasinga, Ciamis, Wanayasa), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jawa Timur

dan Sulawesi Utara. Secara tradisional, buah manggis digunakan sebagai obat

wasir, diare, disentri, dan penyembuhan luka (Sargowo dkk., 2010).

Manggis sangat digemari di Indonesia namun selama ini kulit buah

manggis selalu dibuang. Kulit buah manggis ternyata mengandung bahan yang

mempunyai khasiat farmakologi antara lain sebagai antibakteri, antiinflamasi,

antioksidan dan anti kanker. Kulit buah manggis ini memiliki khasiat farmakologi

yang lebih tinggi dibandingkan bagian tanaman manggis lainnya. Kulit manggis

mengandung beberapa komponen yang mempunyai aktivitas farmakologi antara

lain senyawa golongan xanton yang termasuk di dalamnya α-mangostin dan

γ-mangostin (Chin dkk., 2008). Gamma mangostin berperan sebagai antiinflamasi

mempunyai rumus kimia 1,3,6,7-tetrahidroksi-7 tetrahidroksi-2,8-bis(3-metil-2-

butenil)-9H-xanten-9-on (Nugroho, 2011). Gamma mangostin mampu

menghambat pelepasan PGE2 dengan menghambat ekspresi COX-2 dan mRNA

pada sel glioma tikus C6 yang diinduksi Ca2+ ionophore A23187 (in vitro)

(Nakatani dkk (2004). Penelitian Mesa dkk (2008) menunjukkan bahwa ekspresi

COX-2 pada sediaan biopsi gingiva lebih tinggi terdapat pada pasien gingivitis

dan periodontitis kronis dibandingkan gingiva normal. Penurunan jumlah PGE2

melalui COX-2 inhibitor mampu menghambat inflamasi pada penyakit

periodontal (Queiroz dkk., 2009).

Penelitian Chen dkk (2007), ekstrak kulit manggis mampu menghambat

produksi nitric oxide (NO) dan PGE2 pada sel RAW 264.7 yang diinduksi

lipopolisakarida. Ekstrak kulit manggis mampu menghambat aktivasi NF-kB yang

menyebabkan penurunan aktivasi sitokin proinflamasi yaitu IL-1 dan TNF-α pada

tikus yang diberi diet kolesterol. Interleukin 1 dan TNF-α merangsang sel endotel

untuk memproduksi IL-8 dan platelet activating factor yang berperan dalam

proses rolling leukosit dan menginduksi adhesi leukosit dengan endotel pembuluh

darah sehingga leukosit keluar dari pembuluh darah dan menuju ke tempat

terjadinya jejas (Sargowo dkk., 2010).

B. Perumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan

apakah pemberian ekstrak etanolik kulit manggis mampu menurunkan ekspresi

COX-2 dan infiltrasi sel inflamasi gingiva pada tikus yang diinduksi

periodontitis?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian ekstrak

etanolik kulit manggis terhadap ekspresi COX-2 dan infiltrasi sel inflamasi

gingiva pada tikus yang diinduksi periodontitis.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

1. Menyediakan informasi mengenai ekspresi COX-2 dan infiltrasi sel

inflamasi gingiva tikus yang diinduksi periodontitis setelah pemberian ekstrak

etanolik kulit manggis.

2. Menyediakan informasi tentang manfaat ekstrak etanolik kulit manggis

sebagai bahan antiinflamasi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian Nakatani dkk (2002) menunjukkan bahwa mangostin mampu

menurunkan level PGE2 melalui penghambatan aktivitas COX-2 pada sel C6

glioma tikus. Hasil analisis aktivitas antiinflamasi mangostin dari manggis

(Garcinia Mangostana) menunjukkan bahwa mangostin dapat menghambat

produksi NO dan PGE2 (Chen dkk., 2007). Penelitian tentang efek antinflamasi

kulit buah manggis pada tikus yang diberi diet kolesterol, menunjukkan kulit buah

manggis menurunkan kadar IL-1 dan TNF-α (Sargowo dkk., 2010).

Penelitian mengenai ekspresi COX-2 dan infiltrasi sel inflamasi pada

periodontitis setelah pemberian ekstrak kulit manggis sepengetahuan penulis

belum pernah dilakukan sebelumnya.