15
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Nias adalah pulau impian. Pada tahun 2016 pemerintah daerah bersama Kementerian Pariwisata mengangkat tema “pulau impian” karena memiliki kurang lebih 80 jenis destinasi wisata dan memiliki juga berbagai kebudayaan. Pulau Nias tidak hanya kaya akan destinasi wisata juga dengan budaya masyarakat dan adat istiadat yang telah terpatri sejak ribuan tahun lamanya. 1 Nias adalah kepulauan yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia, dan secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara yang sekarang telah menjadi empat Kabupaten dan satu Kota (Kota Gunungsitoli, Kab. Nias, Nias Barat, Nias Utara dan Nias Selatan). Pulau ini merupakan pulau terbesar dan paling maju di antara jejeran pulau-pulau di pantai barat Sumatera. Daerah ini memiliki objek wisata penting seperti selancar (surfing), rumah tradisional, penyelaman, fahombo (lompat batu). 2 Sebutan Nias sebagai pulau impian, tidak serta merta semua kehidupan dalam interaksi masyarakat dikatakan harmonis dan tentram. Menurut F.Rio Girsang, di balik Kekayaan budaya Ono Niha (orang Nias) yang terkenal, terdapat berbagai persoalan hidup yang hingga kini membelenggu kehidupan masyarakat Nias 1 https://kabarnias.com/sudut-pandang/opini-warga/antara-nias-pulau-impian-dan-pulau-sejuta budaya-8374, diakses pada minggu, 26 Agustus 2018, pkl 14.00. 2 Ketut Wijaya, Legitimasi Kekuasaan Pada Budaya Nias, Jakarta: Obor Indonesia, 2010, 8.

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Nias adalah pulau impian. Pada tahun 2016 pemerintah daerah bersama

Kementerian Pariwisata mengangkat tema “pulau impian” karena memiliki

kurang lebih 80 jenis destinasi wisata dan memiliki juga berbagai kebudayaan.

Pulau Nias tidak hanya kaya akan destinasi wisata juga dengan budaya

masyarakat dan adat istiadat yang telah terpatri sejak ribuan tahun lamanya.1

Nias adalah kepulauan yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, Indonesia,

dan secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara yang

sekarang telah menjadi empat Kabupaten dan satu Kota (Kota Gunungsitoli, Kab.

Nias, Nias Barat, Nias Utara dan Nias Selatan). Pulau ini merupakan pulau

terbesar dan paling maju di antara jejeran pulau-pulau di pantai barat Sumatera.

Daerah ini memiliki objek wisata penting seperti selancar (surfing), rumah

tradisional, penyelaman, fahombo (lompat batu).2

Sebutan Nias sebagai pulau impian, tidak serta merta semua kehidupan dalam

interaksi masyarakat dikatakan harmonis dan tentram. Menurut F.Rio Girsang, di

balik Kekayaan budaya Ono Niha (orang Nias) yang terkenal, terdapat berbagai

persoalan hidup yang hingga kini membelenggu kehidupan masyarakat Nias

1 https://kabarnias.com/sudut-pandang/opini-warga/antara-nias-pulau-impian-dan-pulau-sejuta

budaya-8374, diakses pada minggu, 26 Agustus 2018, pkl 14.00. 2 Ketut Wijaya, Legitimasi Kekuasaan Pada Budaya Nias, Jakarta: Obor Indonesia,

2010, 8.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

2

Barat. Sistem kemasyarakat di konstruksikan dalam Seluruh identitas Ono Niha

yang disebut dengan Lakhõmi.3

Kata Lakhõmi secara harafiah dapat diartikan sebagai wibawa, harga diri,

kemuliaan dan identitas.4 Lakhõmi meliputi: kedudukan, tahta, kekayaan, banyak

anak, wibawa, dan penghormatan. Untuk mencapai Lakhõmi, Ono Niha di satu

pihak, harus menjaga hubungan yang baik dengan para ilah dan leluhurnya dan

dipihak lain menjaga hubungan baik dalam masyarakat.5 Dalam kepercayaan

masyarakat Nias Barat yang disebut sebagai budaya, dengan terpenuhi semua

ritual dipercaya akan makmur dan sejahtera. Melalui penyembahan terhadap

kepercayaan ono Niha dipercaya pencapaian Lakhömi sangat dimungkinkan.

Lakhömi juga disebut sebagai siklus kehidupan ono niha mulai dari lahir

hingga mati. Ritual kelahiran dimulai dengan pemberian nama anak, sunat,

pernikahan, dan upacara kematian. Seluruh ritus yang dilakukan dikaitkan dengan

Lakhömi. Lakhömi merupakan kehidupan orang Nias Barat yang terhubung

dengan kepercayaannya kepada dewa-dewa. Semakin banyak menyelesaikan ritus

dalam adat maka, ono niha percaya bahwa semakin taat pada dewanya dan

semakin diberkati. Diberkati dalam arti memiliki banyak harta, anak, gelar dan

dihormati oleh sesama ono niha lainnya.6 Sebelum kekeristenan masuk ke pulau

Nias, ono niha memahami bahwa “diri” adalah ciptaan para ilah. ono niha

3 Postinus Gulo, Bõwõ dalam perkawinan adat õri moro’õ Nias Barat, Bandung: Umpar

Press, 2015, 5. 4 Apolonius Lase, kamus bahasa Nias-Indonesia, (Jakarta: Kompas Media Nusantara,

2011, 194. 5 Tuhoni Telaumbanua & Uwe Hummel, Salib dan Adu, BPK-Gunungmulia 2002, 32.

6 Tuhoni Telaumbanua& Uwe Hummel, Salib dan Adu, 19.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

3

menganggap diri sebagai babi ilah atau dengan kata lain peliharaan dari para ilah.7

Dalam mitos ono niha para ilah adalah leluhur pertama ono niha. Demi

keharmonisan hubungan kosmos antara ilah dan ciptaannya maka, sangat penting

sikap dan tingkah laku ono niha mencerminkan kehidupan dunia atas (Teteholi

Ana’a=dunia atas/surga/langit).8 Ceritera kehidupan ono niha diungkapkan

melalui kosmologi orang Nias.9 Ono Niha dianggap sebagai bagian dari

kebudayaan itu sendiri. J.W.M. Bakker berpendapat ”ketika manusia menjadi

bagian dari budaya itu sendiri, maka manusia tidak bisa menanggalkan dalam

dirinya kebudayaan”.10

Ono niha memahami bahwa seluruh rangkaian kehidupan dari masa lalu

hingga masa sekarang dihubungkan dengan ritual untuk harmonisasi antara

manusia dengan para dewa-dewinya. Ketika ono niha mampu melaksanakan

seluruh ritual yang turun temurun dilestarikan dari nenek moyang maka, ono niha

telah terhubung dengan para leluhurnya. Dengan ono niha terhubung kepada

leluhur, dipercaya akan memperoleh lakhömi yang dalam arti dikaruniakan

kesehatan, kemakmuran, harta yang banyak, memiliki keturunan. Karenanya

sangat penting bagi ono niha memiliki ketaatan dan penyembahan untuk menjaga

hubungan baik dengan para ilah. Ono niha sangat penting untuk terus

melestarikan ritual yang dapat menghubungkannnya dengan ilahnya. Ritual dan

penyembahan yang dilakukan dimulai ketika lahir hingga seseorang mati.

7 Peter Suzuki, The Religious system and Culture of Nias, Indonesian, 1959, 102.

8 Band. Tulisan Tuhoni dan Uwe Humell dalam buku Salib dan Adu, 22.

9 Kosmologi dipahami sebagai cerita lisan ono Niha yang terus dilestarikan melalui tindakan-

tindakan dalam adat istiadat Ono Niha. 10

J.W.M. Bakker, Filsafat Kebudayaan sebuah pengantar, Jakarta: BPK& Kanisius,

1984, 11.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

4

Penghormatan ono niha terhadap budaya lakhömi di Nias Barat, melahirkan

nilai-nilai sosial, budaya dan adat-istiadat yang harus dijunjung tinggi oleh

masyarakat pada umumnya dan kaum perempuan pada khususnya. Melalui

budaya Lakhömi perempuan Nias Barat terhisap dalam ketidaksadaran dan

terkengkang dalam budaya patriarkhi, dimana laki-laki yang superioritas dan

perempuan adalah inferior. Contohnya seorang tetangga dipukuli oleh suaminya

dan mertuanya, namun takut mengadu kepada yang berwajib karena menurutnya,

ketika suaminya ditangkap oleh polisi merupakan aib bagi keluarga dan

merendahkan martabat keluarganya dan orang tuanya dengan dalih sebagai anak

perempuan yang memberontak.11

Penelitian yang dilakukan oleh Rio F. Girsang

tahun 2013, dari 271 responden perempuan yang sudah menikah, ada 147 orang

pernah mengalami kekerasan baik secara fisik, psikologis, beban ganda,

marjinalisasi dalam pendidikan maupun dalam hak waris.12

Jajang A. Sonjaya

ketika melakukan penelitian tentang budaya Nias, mengalami sendiri ketika ia

dilarang oleh tuan rumah tempat ia tinggal agar tidak melakukan pekerjaan dapur

dan mencuci pakaiannya sendiri dengan perkataan sang ibu rumah tangga “apa

kata orang nanti jika kamu memasak dan menyuci pakaian” “nanti tetangga bilang

seperti tidak ada perempuan dalam rumah ini”, bahkan ia menegaskan dalam

tulisannya “sangat sulit bergaul dengan ibu-ibu dan gadis Nias Barat” dikarenakan

11

Kekerasan ini terjadi pada tahun 2016, dan penulis menyaksikan sendiri pemukulan

yang terjadi kepada sang perempuan. 12

Rio F. Girsang, Nias dalam Perspektif Gender, Guynungsitoli: Caritas keuskupan

Sibolga, 2014, 14-15.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

5

sangat tabu bagi masyarakat jika orang asing bergaul dengan perempuan Nias

Barat. 13

Di satu sisi perempuan dalam pandangan masyarakat Nias Barat adalah

sosok yang bermartabat dan dihargai, dibuktikan ketika pesta pernikahan

“perempuan ditandu. Namun ada istilah “sehari ditandu seumur hidup menjadi

budak”. Arti kalimat ini adalah ketika pesta pernikahan seorang perempuan

disanjung bahkan tidak diperbolehkan untuk berjalan kaki dan harus ditandu,

namun dalam kehidupan sehari-hari perempuan Nias harus bekerja keras dan tidak

boleh melawan, apapun yang dilakukan oleh keluarga laki-laki maupun

keluarganya sendiri (perempuan) hal ini berkaitan dengan pelunasan utang dari

Bõwõ (emas kawin) yang dibayarkan oleh keluarga laki-laki terhadap keluarga

perempuan. Kenyataan lain diartikan Jajang Sonjaya dalam tulisannya bahwa

perempuan “dipekerjakan” dengan keras dan “dijaga” dengan hati-hati oleh para

lelaki (bapak, abangnya, adiknya dan pamannya).14

“Dijaga” selain berarti

melindungi namun ada arti yang lebih dalam lagi yaitu, ketika perempuan Nias

hamil di luar nikah maka, böwö (mahar) dari si perempuan tidak lagi sama

besarnya dengan perempuan yang tetap menjaga dirinya dalam tatanan

masyarakat Nias. Oleh karenanya perempuan dijaga agar keluarganya dapat

menerima böwö selayaknya ketika pesta pernikahan.

Jika dibandingkan dengan yang idealnya bahwa perempuan dan laki-laki

setara. Tetapi bagi perempuan di Nias Barat kata kesetaraan belum terealisakan

13

Jajang A. Sonjaya, Melacak Batu Menguat Mitos, Yogyakarta: Kanisius, 2008, 103-

104. 14

Jajang A. Sonjaya, melacak Batu menguat Mitos Petualangan Antarbudaya di Nias,

Yogyakarta: Kanisius, 2008, 104.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

6

secara merata dan adil. Menurut Henrietta L Moore bahwa gender dapat dilihat

sebagai simbol konstruksi atau sebagai hubungan sosial. Status perempuan dalam

masyarakat adalah salah satu yang universal, dalam fakta budaya. Namun dalam

fakta universal itu, konsep budaya dan simbolisasi khusus perempuan sangat

beragam dan bahkan saling terkait kontradiktif.15

Menurut Moore, yang biasa

terjadi setiap budaya sedemikian rupa sehingga semua budaya memberi nilai

lebih rendah pada perempuan dan perempuan di mana pun harus dikaitkan

dengan sesuatu yang didevaluasi oleh setiap budaya16

Menurut Peter L. Berger, suatu sifat yang ada pada diri laki-laki dan

perempuan dapat dikonstruksi secara sosial dan kultural.17

Bahwa individu

menjadi yang disebutkan kepadanya oleh orang lain selama ia tunduk terhadap

budayanya. Lebih Jauh, begitu individu dibentuk suatu sebagai suatu pribadi,

dengan suatu identitas yang yang dikenal secara subjektif dan objektif maka,

individu dapat meniadakan dirinya sendiri.18

Pembentukan pemahaman secara

dalam terhadap ketidaksetaraan melahirkan ideologisasi pemikiran bahwa

perempuan lebih rendah dibanding laki-laki, perempuan hanya sebagai pelengkap

dan tidak dapat diperhitungkan dalam pola kehidupan budaya, sosial masyarakat

bahkan dalam hak waris orang tuanya. Dengan demikian laki-laki harus di

hormati dan dianggungkan tanpa batas. Pendapat Berger dan M. Fakih selaras

dengan pemahaman Irwan Abdulah, bahwa konstruksi sosial hadir untuk

15

Henrietta L Moore, Feminism and Antropology, Minneapolis: University of

Minnesota Press, 1995, 24. 16

Henrietta L Moore, Feminism and Antropology, 28. 17

Peter L. Berger, Langit Suci Agama Sebagai Realaitas Sosial, (terjemahan), Jakarta:

LP3ES, 1991, 20. 18

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 1997, 9.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

7

menguatkan tatanan yang dikostruksi oleh masyarakat melalui aktivitas dan

menciptakan kekuasaan sesuai dengan keadaan dimana ia berada dan

berinteraksi.19

Asghar Ali Engineer berpendapat bahwa perempuan dalam

konstruksi sosial menjadi disekatkan dengan dapur, sumur dan kasur, sama sekali

tidak dianggap mampu terlibat dengan publik.20

Konstruksi sosial yang telah

mendarah daging dan melegitimasi pemikiran kaum perempuan menjadikan

perempuan di Nias Barat kehilangan kesadaran atas ketidakadilan. Menurut M.

Douglas Nicolas Journet, semua pelaku atau aktor manusia mempunya

hubungan yang diperhitungkan secara bersama-sama, sekaligus dengan dengan

sebuah pemikiran tertentu yang kelihatannya bersifat sekehendak pribadi—

tentang yang dianggap benar.21

Nunuk P. Murniati menegaskan bahwa manusia

belajar dari hidup dan mempertahankan hidup melalui peraturan-peraturan yang

melahirkan ideologi gender yang membentuk satu konsep ide. Ide inilah yang

kemudian masyarakat mengggunakanya untuk mengonstruksi hidup perempuan

dalam masyarakat.22

Berdasarkan paparan teoretik di atas, diduga ada ideologisasi dalam lakhőmi

terhadap pikiran, tindakan dan identitas perempuan dalam konstruksi sosio-gender

di Nias Barat. Situasi demikian membutuhkan kesadaran bersama antara

19

Irwna Abdulah, penelitian berwawasan gender dalam ilmu sosial, Jurnal Humaniora,

volume 15, oktober 2003, 265-275. 20

Asghar Ali Engineer, Tafsir permpuan Antara Doktrin & Dinamika Konteporer,

Wonosari: Kaktus, 2018, 6. 21

Nicolas Journet, Konstrusi sosial pemikiran Mari Douglas, Ed. Philipecabin &Jean

F., Sosiologi sejarah berbagai pemikirannya, (terjemahan), Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004,

200. 22

A. Nunuk, P. Murniati, Getar Gender perempuan Indonesia dalam perspektif agama,

budaya dan keluarga, Magelang: Indonesia Tera, 2004, 78.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

8

perempuan dan laki-laki, demi kesetaraan hak dalam keluarga, budaya, politik dan

sosial masyarakat.

Permasalahan yang telah diuraikan, mengidikasikan terbelenggunya

perempuan dalam budaya lakhőmi khususnya yang berkaitan dengan kesetaraan

laki-laki dan perempuan. Budaya lakhőmi telah mengonstruksi perempuan Nias

Barat sehingga tidak mampu keluar dari lingkaran ketidakadilan dan tidak sadar

bahwa penindasan demi penindasan telah memundurkan perempuan dalam

eksistensinya baik dalam ranah domestik maupun dalam ranah publik.

Berdasarkan pada apa yang telah diuraikan di atas, yang menjadi fokus

penelitian ini adalah bagaimana lakhőmi mengonstruksi pemikiran, tindakan dan

identitas perempuan atas pemahamannya terhadap budaya Lakhőmi. Dengan

demikian rumusan masalah adalah bagaimana dan mengapa makna Lakhőmi

mengonstruksi perempuan di Nias Barat, sehingga budaya Lakhőmi tidak

dianggap sebagai ketidakadilan.

Melalui Penelitian ini penulis hendak medeskripsikan dan mengalisis

perempuan di Nias Barat dalam ketidaksadarannya memaknai budaya Lakhőmi.

Tujuan penelitian ini dijabarkan dalam pokok-pokok sebagai berikut:

1. Mengonstruksi makna Lakhőmi di Nias Barat, sehingga perempuan

menganggap hal yang wajar, jika laki-laki lebih tinggi penghormatan, derajat,

haknya, dibanding dengan perempuan.

2. Memberikan kesadaran kepada perempuan bahwa budaya Lakhőmi telah

menciptakan ketidakadilan terhadap hubungannya dengan laki-laki.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

9

2. SIGNIFIKASI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji tentang Lakhőmi: Konstruksi

Budaya Patriarkhi terhadap perempuan di Nias Barat. Dalam kehidupan Ono

Niha, demi Lakhőmi, apapun akan dilakukan, terkhusus ketidaksadaran

perempuan bahwa dalam budaya Lakhőmi yang dianggap sebagai hal yang

biasa dan tidak menyadari bahwa melalui budaya Lakhőmi perempuan

mengalami ketidakadilan. Lakhőmi ada dalam seluruh siklus kehidupan Ono

Niha melalui ritual kehidupan, baik sehari-hari maupun dalam berbagai upacara

adat-istiadat. Adat istiadat inilah yang terus mengayomi kehidupan masyarakat

dalam tatanan kehidupan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Penulis

terdahulu telah meneliti makna Lakhőmi dalam kehidupan Ono Niha, namun

makna Lakhőmi yang berkaitan dengan penghormatan perempuan terhadap laki-

laki masih belum ada yang menelitinya.23

Peneliti terdahulu mengkaji Lakhőmi

dalam kaitannya dengan kekristenan dan agama lama. Dalam penelitian

terdahulu, masih belum ada yang membahas Lakhőmi dalam kaitannya dengan

penghormatan perempuan.24

Penelitian terdahulu melihat perempuan dalam

pengarusutamaan kesetaraan gender dalam adat istiadat.25

Dengan demikian penelitian ini mendesak dan segera dilakukan karena

tulisan Tesis ini merupakan salah satu syarat kelulusan dari Magister Sosiologi

Agama dan melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kesadaran dan

23

Tuhoni Telaumbanua dan Uwe Humel, Salib dan Adu, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002, 32.

Penulis, telah mencoba menelusuri jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul namun tidak

satupun yang mengaitkan Lakhőmi dalam penghormatan perempuan terhadap laki-laki. 24

Beny Harmoni Harefa, ISSN:23564164, vol.3 No. 1 Februari 2017, , Mahasiswa Doktor (S3)

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum UGM, 25

KBBI, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, 807 dan 1356.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

10

kontribusi baru dalam dunia akademik maupun masyarakat umum dan

khususnya masyarakat Nias Barat atas konstruksi dan ketidaksadaran

perempuan dalam belenggu budaya Lakhőmi.

Penulis menggunakan kata perempuan dan bukan wanita, jika ditinjau

dari arti dan makna kata perempuan dan wanita berbeda. Secara suku kata,

perempuan dan wanita sudah berbeda. Dalam KBBI wanita diartikan sebagai

perempuan yang sudah bersuami sedang perempuan diartika sebagai wanita.26

Antara wanita dan perempuan tidak ada perbedaan. Dalam etimologi Jawa,

wanita berasal dari frasa Wani Ditoto yang berarti berani diatur. Kata wanita

dimaknai berdasarkan pada sifat dasar wanita yang cenderung tunduk dan

patuh pada lelaki sesuai dengan perkembangan budaya di tanah Jawa pada

masa tersebut. Sementara itu menurut bahasa Sanskerta, kata perempuan

muncul dari kata per + empu + an. Per memiliki arti makhluk dan Empu

berarti mulia, tuan, atau mahir. Dengan demikian perempuan dimaknai sebagai

makhluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan. Dalam

perkembangannya, kata perempuan dan wanita mengalami perubahan dimana

wanita mulai bersifat amelioratif atau membaik. Sementara itu, perempuan

mengalami penurunan makna menjadi memburuk. Inilah sebabnya ada yang

namanya Komnas Perempuan bukan Komnas Wanita dan Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan bukannya Kementerian Pemberdayaan

26

Ikerevita, Perempuan dan Wanita, Padang: Andalas University, diterbitkan 29 Juli

2017, diakses, 2 Mei 2019.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

11

Wanita.27

Dengan alasan demikian penulis akan menggunakan kata perempuan

dan bukan kata wanita.

3. PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitif dengan pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan segi akurasi data, maka akan

menggunakan pendekatan induktif, yang artinya data akan dikumpulkan,

didekati, dan diabstrasikan.28

Untuk itu, penelitian ini memuat prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari obyek dan

perilaku yang dapat dipahami. Selanjutnya, penelitian dengan pendekatan

deskriptif meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, kondisi, sistem,

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.29

Penelitian ini difokuskan pada pemaparan makna lakhőmi dalam

pemahaman ono niha yang berkaitan dengan konstruksi budaya Patriarkhi

terhadap perempuan yang selama ini telah mengindikasikan terbentuknya

ideologisasi dalam setaraan antara laki-laki dan perempuan di Nias Barat dan

bagaimana lakhőmi mengonstruksi perempuan dalam sosial kemasyarakatan.

Oleh karenanya penulis akan melakukan penelitian dan memamparkan secara

deskripsi analisis mengapa dan bagaimana makna lakhőmi telah membangun

dan membentuk ketidakadilan terhadap kaum perempuan Di Nias Barat.

27

Lht. Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: dari Denzin Guba dan Penerapannya

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), 5. 28

M. Natzir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), 55-62, 89. 29

Penjelasan lebih dalam tentang wawancara dapat dibaca dalam Prof. Dr. Sugiyono.

Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R &D. (Jakarta: CV. Alfabet), 231-236

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

12

Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Nias Barat Propinsi

Sumatera Utara, tepatnya pada masyarakat Õri Ulu Moro’õ yang terdiri dari

õri raya, õri Yõu, õri badalu, õri hayo. tokoh agama, informan kunci dan

informan ahli. Alasan dipilihnya Nias Barat khususnya Õri Ulu Moro’õ

sebagai tempat penelitian kerena di Nias Barat penulis mengidentifikasi hal ini

sebagai fenomena yang perlu diteliti.

Penelitian ini, pengambilan data dilakukan melalui pustaka, dan

wawancara. Teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam

penelitian ini, yakni wawancara. Wawancara adalah pertemuan antar dua orang

secara langsung untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, untuk

mengkostruksikan makna dalam suatu topik tertentu secara mendalam, tentang

partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi. Jenis-

jenis pertanyaan dalam wawancara saling berkaitan, antara lain: tentang

pengalaman, perasaan, pendapat, dan pengetahuan.30

Para informan kunci

(partisipan) yakni, para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama yang

memiliki pengetahuan tentang bagaimana Lakhõmi telah mengonstruksi

kehidupan masyarakat khususnya dalam pemahaman laki-laki terhadap

perempuan di Nias Barat.

Data yang digunakan meliputi: data primer dan sekunder.31

Data primer

adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung oleh peneliti dari

informan kunci dan informan ahli.32

Sedangkan, data sekunder adalah data

30

Prof. Dr. Sugiono, Metode Penelitian…,(2008), 220 31

Anidal H. Dkk, Kamus Istilah Sosiologi, Jakarta: Pusat pembinaan dan

pengembangan bahasa, 1984, 227. 32

Anidal H. Dkk, Kamus istilah Sosiologi, 227.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

13

yang peroleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada,

berupa jurnal, artikel, buku, dan lain-lain.33

Untuk itu, sumber data atau informan, terkait dengan penelitian ini,

antara lain: masing-masing satu orang, tokoh perempuan, tokoh adat, tokoh

agama, tokoh masyarakat Nias Barat (data primer). Para informan kunci ini

kemudian memberikan rekomendasi informan-informan yang lainnya seperti

warga jemaat atau masyarakat yang telah berdomisili di Nias Barat dan sangat

memahami keadaan Nias Barat (data Sekunder). Analisa data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dengan mengorganisasikan data kedalam

kategori, menjebarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilah mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. Teknik analisa data yang

digunakan dalam penelitian kualitatif ini dijabarkan dalam tahap-tahap, sebagai

berikut (Model Miles dan Huberman): reduksi data, Penyajian data dan

Penarikan kesimpulan.34

Untuk itu, data yang diperoleh melalui wawancara

selanjutnya akan dideskripsikan dan dianalisis, dengan menggunakan landasan

teoris sebagai pisau analisis. Kesimpulan dari analisis merupakan temuan baru

dari hasil penelitian.

4. SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini terdiri dari lima bab, dideskripsikan sebagai berikut:

33

Sugiono, Metode Peneltian…,(2008), 247-249. 34

Sugiono, Metode Peneltian…,(2008), 247.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

14

Bab satu, pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, Signifikasi penelitian, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab dua, tentang landasan teoritis yang memuat teori analisis sosio-gender

dan budaya, ideologi gender,dan konstruksi lakhõmi dalam budaya Nias Barat

yang meliputi: hubungan antara perempuan dan laki-laki, dalam kaitan dengan

kosntruksi budaya dan adat istiadat di Nias Barat); Lakhõmi (pemaknaannya

dalam budaya dan adat istiadat, lakhõmi dalam konstruksi sosial budaya patriarkhi

di NiasBarat, nilai-nilai makna Lakhõmi dalam budaya); konstruksi budaya

terhadap perempuan (konsepsi budaya, dan pengakuan kesetaraan laki-laki dan

perempuan).

Bab tiga, tentang temuan hasil penelitian yang meliputi: deskripsi analisis,

dan ritual dalam hubungan lakhõmi dengan penghormatan perempuan terhadap

laki-laki dalam tatanan budaya, adat istiadat kemasyarakat di Nias Barat; kajian

konstruksi sosial yang fenomenal tidak dipermasalahkan oleh perempuan di Nias

Barat atas seluruh konstruksi budaya patriarkhi dalam kebiasaan perempuan

dalam tatanan kehidupan sehari-hari.

Bab empat, pembahasan dan analisa hasil penelitian yang meliputi:

Hubungan Lakhõmi dalam konstruksi budaya Patriarkhi terhadap perempuan;

hubungan kesetaraan hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki di Nias Barat;

Hubungan perempuan dan laki-laki dalam Lakhõmi dari prespektif analisis

konstruksi Sosial, ideologi, dan analisis gender.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - UKSW

15

Bab lima, tentang penutup yang meliputi: kesimpulan, berupa temuan-

temuan hasil penelitian, pembahasan dan analisis, serta saran-saran berupa

konstribusi dan rekomendasi untuk penelitian lanjutan.