Upload
akhiyan-hadi-alasrori
View
29
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh
dalam syok (FKUI, 1995:543).
Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang yang
disebabkan oleh trauma benda keras.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGIS
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 1
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan,
dan otot menyusun kurang lebih 50%.Kesehatan baikya fungsi system
musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang-
tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk otak,jantung dan
paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk meyangga struktur
tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak metrik.
Tulang meyimpam kalsium, fosfor, magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh
manusia yang terbagi dalam empat kategori: tulang panjang (missal femur tulang
kumat) tulang pendek (missal tulang tarsalia),tulang pipih (sternum) dan tulang
tak teratur (vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular
atau spongius).Tulang tersusun atas sel,matrik protein,deposit mineral.sel selnya
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,osteosit dan osteocklas.osteoblas berfungi
dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matrik
merupakan kerangka dimana garam - garam mineral anorganik di timbun.
Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang
dan tarletak ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam
panghancuran,resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh membran
fibrus padat di namakan periosteum mengandung saraf,bembulu darah dan
limfatik.endosteum adalah membrane faskuler tipis yang menutupi rongga
sumsum tulang panjang dan rongga – rongga dalam tulang kanselus.
Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam rongga sumsum tulang
panjang dan dalam pipih.Sumsum tulang merah yang terletak di
sternum,ilium,fertebra dan rusuk pada orang dewasa,bertanggung jawab pada
produksi sel darah merah dan putih.pembentukan tulang .Tulang mulai tarbentuk
lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)
C. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
Melalui kepala femur (capital fraktur)
Hanya di bawah kepala femur
Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
3. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 2
4. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.
D. ETIOLOGI / PREDISPOSISI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai
keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
E. PATOFISIOLOGI
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 3
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 4
Trauma langsungKec. Berat/ ringan
Trauma tak langsungKelainan/ penyakit pada tulang femur
FRAKTUR FEMUR
Tertutup Terbuka
Bengkak, nyeri, fungsio laesa, deformitas, krepitasi, perpendekan tungkai
Ada luka jar. Femur, perdarahan, tampak fragmen otot/ tulang
Nyeri, Resiko syok neurogenikKerusakan mobolitas FisikAnsietasGg citra tubuhResiko syok hipovolumik
Kerusakan integritas kulitResiko infeksiPerub perfusi jaringan periferIntoleransi aktifitasResiko kekurangan volume cairan tubuh
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 1995 : 1183)
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
5. Tenderness / keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
syaraf/perdarahan ).
8. Pergerakan abnormal.
9. Dari hilangnya darah.
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 5
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199 ).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa
reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur
tanpa kedudukan baik.
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi
umum atau lokal.
c. Traksi, untuk reposisi secara berlebihan.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal.
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial.
Terapi ini dengan reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan
pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu
dapat mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak
sebelum 6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama
globidin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan
dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar
luka fraktur terbuka. (Smeltzer, 2001).
H. KOMPLIKASI
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam
atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi
ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya adalah
infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa minggu
setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan dara
eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,khususnya
pada fraktur femur pelvis.
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 6
Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri
yang diderita pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi
pasien dari cedera lebih lanjut. Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur
panjang atau pelvis,fraktur multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak,
khususnya pada dewasa muda 20-30th pria pada saat terjadi fraktur globula
lemat dapat termasuk ke dalam darah karma tekanan sumsum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi setres
pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok otak, paru, ginjal dan organ lain awitan dan gejalanya, yang sangat
cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera
gambaran khansya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.
I. PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh (Boedihartono, 1994: 10).
Pengkajian Pasien Post Operasi Fraktur ( Doenges, 1999) meliputi :
a. Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit
vascular perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan
thrombus ).
b. Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple,
misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
c. Makanan / Cairan
Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 7
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit
hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ;
Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko
akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia,
dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
g. Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior
lateral.
2) CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3) Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
4) Hitung darah kapiler
HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
Kadar Ca kalsium, Hb.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan
(Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur
Wilkinson, 2006 meliputi :
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 8
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka.
K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang
Tujuan dan kriteria hasil:
Nyeri dapat berkurang / hilang
Pasien tampak tenang
a. Lakukan pendekatan pada klien & keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien & keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas & frekuensi nyeri
R/ Tingkat intensitas nyeri & frekuensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang
nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital
R/ Untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
R/ Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi
untuk memblok stimulasi nyeri
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktifias
Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktifitas
tanpa dibantu
Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya baik. luka
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup
R/ mengurangi aktifitas dan energi yang tidak terpakai
b. Berikan latihan aktifitas secara bertahap
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 9
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktifitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga tujuan yang tepat, mobilisasi dini
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
R/ Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali
d. Setelah latihan dan aktifitas kaji respon pasien
R/ menjaga kemungkinan adanya –menjaga kemungkinan adanya
abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Tidak terjadi infeksi
Tidak ada tanda-tanda infeksi
a. Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor,
kalor, dolor, fungsi laesa.
R/ Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi
b. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c. Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
R/ Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d. Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak,
edema lokal, eritema pada daerah luka.
R/ Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e. Pemeriksaan darah : leokosit
R/ Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
f. Pemberian obat-obatan : antibiotika
R/ Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan
peningkatan infeksi.
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 10
M. KOMPLIKASI FRAKTUR
1. Sindroma Kompartemen
Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena beberapa
hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan tekanan
intrakompartemen sehingga terjadi
iskemia jaringan. Peningkatan
tekanan ini disebabkan oleh terisinya
cairan ke dalam kompartemen
(fascia), dan tidak diikuti oleh
pertambahan luas/volume
kompartemen itu sendiri. Cairan
tersebut dapat berupa darah atau
edema yang disebabkan oleh fraktur. Dengan meningkatnya tekanan
intrakompartemen (interstitial) yang melampaui tekanan perfusi kapiler
(pembuluh darah), akan menyebabkan aliran darah yang seyogyanya mensuplai
oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan
memicu terjadinya iskemia jaringan, yang menyebabkan edema sehingga
tekanan intrakompartemen tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak
diatasi, maka iskemia yang terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan
nekrosis, yang pada akhirnya dapat mengancam nyawa.
Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma kompartemen,
yang disingkat menjadi 5P:
Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom
Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik
Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa waktu
Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah
Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri
Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu
tindakan operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam
kompartemen.
2. Cedera Vaskular
Cedera vaskular, terutama cedera arteri merupakan konsekuensi berbahaya
dari fraktur yang dapat mengancam jaringan dan nyawa. Pembuluh darah dapat
mengalami cedera di mana saja, namun ada tempat-tempat tertentu yang sangat
rentan terhadap cedera vaskular. Di ekstremitas atas, bagian aksila, lengan atas
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 11
anterior dan medial serta fossa antecubital adalah daerah yang berisiko tinggi,
sedangkan di ekstremitas bawah, daerah inguinal, paha medial dan fossa
popliteal adalah daerah yang berisiko tinggi jika mengalami cedera vaskular.
Pada daerah-daerah tersebut, hanya terdapat satu arteri tunggal yang berjalan
sepanjang daerah tertentu sebelum bercabang (furcatio) di daerah yang lebih
distal. Arteri tunggal ini nantinya akan bercabang menjadi dua di ekstremitas atas
(a. brachialis bercabang menjadi a.radialis dan a.ulnaris setelah fossa cubiti) dan
tiga di ekstremitas bawah (a.femoralis akan bercabang menjadi a.tibial anterior,
a.tibial posterior, dan a.fibular/peroneal setelah fossa popliteal). Dengan
demikian, apabila terjadi cedera vaskular pada arteri tunggal ini menyebabkan
iskemia yang luas pada jaringan yang lebih distal. Hal ini akan berbeda jika
cedera vaskular terjadi di daerah yang lebih distal setelah percabangan, di mana
risiko iskemia jaringan tidak seluas yang ditimbulkan oleh cedera arteri tunggal.
Braten et al mengemukakan bahwa penanganan cedera vaskular paling baik
dalam jangka waktu 6 jam setelah terjadinya fraktur. Penanganan tersebut
meliputi imobilisasi ekstremitas, penekanan (namun tidak menggunakan torniket),
serta tindakan operatif. Setelah itu disarankan untuk dilakukan fasciotomi demi
mencegah terjadinya sindroma kompartemen.
3. Osteonekrosis
Osteonekrosis (nekrosis avaskular) adalah keadaan yang terjadi di mana
tulang kehilangan suplai darah untuk waktu yang lama/permanen. Tanpa suplai
darah, jaringan tulang akan mati dan menjadi nekrotik. Osteonekrosis paling
sering terjadi di tulang panggul, terutama pada dislokasi panggul posterior
disertai fraktur kepala femur. Koval et al mengemukakan bahwa sepuluh persen
pasien dislokasi panggul anterior mengalami osteonekrosis.
4. Major Blood Loss (Fraktur Pelvis, Fraktur Femur)
Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering terjadi
pada fraktur pelvis dan fraktur femur. Hal ini disebabkan vaskularisasi yang
ekstensif pada kedua daerah tersebut. Apabila terjadi perdarahan secara
signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara sistemik, seperti shock,
hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40 persen pasien dengan fraktur pelvis
mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat berujung pada kematian.
Pada fraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan terjadinya
perdarahan setelah fraktur:
a. Perdarahan intraosseus (periosteal, kapsular, intramuscular)
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 12
b. Perdarahan intrapelvis (a.gluteus superior, obturator, pudendal, dan iliaka)
c. Perdarahan intraabdominal (visceral dan intraabdominal mayor)
d. Perdarahan melalui luka terbuka
Pada fraktur yang disertai dengan rotasi eksternal pelvis, di mana terjadi
robekan ligamen pelvis, dapat terjadi pengumpulan darah dalam jumlah besar di
ruang retroperitoneal dan dapat berekstravasasi ke sekitar pelvis.
Hampir sama dengan fraktur pelvis, fraktur femur juga dapat menyebabkan
kehilangan darah yang sangat masif karena strukturnya yang sangat vaskular.
Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40 persen penderita fraktur femur
mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276 cc. Hal ini dapat
diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami fraktur,
memperbaiki deformitas, menyambung (ligasi) pembuluh darah serta resusitasi.
5. Cedera Saraf Perifer (Peripheral Nerve Injury)
Cedera saraf perifer merupakan komplikasi lain dari fraktur. Saraf yang
rentan mengalami cedera adalah saraf yang letaknya di dekat tulang/fascia.
Berdasarkan struktur, fungsi, dan regenerasinya, cedera saraf dapat dibagi
menjadi beberapa golongan:
a. Neurapraxia, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf namun tidak disertai oleh
kelainan struktur.
b. Axonotmesis, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf dan disertai oleh cedera
akson, namun struktur inti beserta selubung dan sel Schwann masih utuh.
Pada cedera ini, regenerasi aksonal dapat mengembalikan fungsi yang
hilang.
c. Neurotmesis, yaitu cedera saraf yang lebih berat dari neurapraxia dan
axonometsis. Pada neurotmesis, terjadi kehilangn fungsi disertai cedera
aksonal, selubung myelin dan jaringan konektif sehingga penyembuhan
menghasilkan jaringan parut yang menghambat regenerasi akson.
Beberapa contoh cedera saraf perifer antara lain:
a. Carpal tunnel syndrome (CTS), yaitu sindroma yang ditandai dengan nyeri
atau mati rasa pada jari 1-3 yang disebabkan oleh cedera pada n. medianus.
Gejala ini bertambah di malam hari.
b. Kompresi n.ulnaris, yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi di
daerah siku. Ditandai dengan kesulitan untuk memisahkan jari-jari dan
kelemahan pada jari 4-5.
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 13
c. Peroneal nerve palsy, yang disebabkan oleh kompresi pada n.peroneal
(fibula) ditandai dengan kelemahan motorik seperti dorsofleksi dan eversi
kaki.
Fraktur dapat menyebabkan cedera saraf perifer melalui beberapa
mekanisme. Yang pertama adalah trauma mekanik secara langsung, misalnya
dengan terpotong atau melalui penggunaan torniket. Mekanisme berikutnya
adalah melalui kompresi/tekanan, yang pada fraktur dapat disebabkan oleh
tulang atau sindroma kompartemen. Iskemia yang dihasilkan oleh sindroma
kompartemen juga dapat mencederai sel saraf.
Sel saraf yang cedera dapat mengalami penyembuhan apabila cedera
tersebut tidak mengenai struktur keseluruhan sel saraf. Penyembuhan akan
terjadi dengan kecepatan sekitar 1 mm/hari. Selain itu, dapat dilakukan tindakan
operatif, yang pada prinsipnya merupakan penyambungan saraf yang cedera.
6. Fraktur Vertebra Dan Instabilitas Disertai Defisit Neurologis Memburuk Atau
Inkomplit
Vertebra merupakan salah satu bagian rangka aksial pada manusia. Fraktur
vertebra terjadi 4 kali lebih banyak pada pria dan sering terjadi di usia lanjut (>75
tahun). Mekanisme terjadinya cedera pada vertebra antara lain meliputi kontusio,
kompresi, tarikan (stretching) dan laserasi. Karena vertebra merupakan tulang
yang melindungi medula spinalis (sistem saraf pusat), maka cedera pada
vertebra dapat memberi dampak secara neurologis.
Cedera neurologis yang ditimbulkan dapat dibagi menjadi:
a. Cedera spinal komplit, yang ditandai dengan kehilangan fungsi sensoris atau
motoris di bawah level spinal yang mengalami cedera. Pada cedera spinal
komplit, mungkin terjadi kehilangan refleks bulbocavernosus (refleks sfingter
anus) yang diatur di segmen S2-S4 dan akan kembali dalam waktu sekitar
24 jam setelah cedera. Apabila refleks bulbocavernosus sudah kembali
namun tidak diikuti oleh kembalinya kemampuan sensorik dan motorik lain,
maka cedera yang terjadi adalah cedera spinal komplit.
b. Cedera spinal inkomplit, yang ditandai dengan adanya fungsi
sensorik/motorik yang tersisa di bawah level spinal yang mengalami cedera.
Refleks bulbocavernosus bisa menghilang atau tetap. Jika refleks
bulbocavernosus menghilang, maka salah satu ciri cedera spinal inkomplit
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 14
adalah kembalinya fungsi-fungsi sensorik dan motoris lain setelah refleks
bulbocavernosus kembali.
Selain itu, cedera spinal yang diakibatkan oleh cedera vertebra dapat
berakibat spesifik sesuai dengan daerah yang dipersarafinya. Beberapa contoh
antara lain:
Segmen servikal
C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)
C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas
C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan
C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit
C7 dan T1 : gangguan fungsi jari tangan
Segmen torakal
T1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguan stabilitas
tubuh
T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh
Segmen lumbar dan sakral
Cedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu pengendalian
tungkai, sistem saluran kemih dan anus.
Selain itu gangguan fungsi sensoris dan motoris, cedera vertebra dapat
berakibat lain seperti spastisitas atau atrofi otot.
7. Infeksi
Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:
Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar
Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah
Infeksi pasca operasi
Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan infeksi
dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi
di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan mengelola luka
merupakan penanganan yang baik. Pemberian antibiotik juga dapat dilakukan,
namun tidak semua antibiotik memiliki spektrum yang tepat. Sebaiknya dilakukan
analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.
8. Non-Union, Malunion, Delayed Union
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 15
Non-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan
(penyembuhan) tulang yang mengalami fraktur setelah beberapa waktu, di mana
normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu. Sebagai contoh untuk
tulang panjang dikatakan non-union jika setelah 6 bulan tidak ada penyatuan,
atau 3 bulan untuk bagian leher tulang femur.
Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia, nutrisi yang
kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi radiasi, infeksi, suplai
darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang kurang benar. Non-union bisa
dibagi menjadi beberapa tipe:
Hypertropic non-union, di mana terbentuk kalus tulang namun tidak
terbentuk penulangan antara tulang yang fraktur.
Oligotropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang untuk penyatuan
namun keadaan lain seperti vaskular membaik.
Atropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang dan keadaan lain
seperti vaskular tidak membaik.
Gap non-union, di mana penyatuan tidak terjadi akibat terpotongnya pusat
penulangan (diafisis) pada saat fraktur.
Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak anatomis
(abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang kurang adekuat.
Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional dan estetik, dan paling
sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang phalangs. Beberapa contoh
malunion adalah malrotasi (terjadi pada fraktur spiral atau oblik), angulasi, dan
pemendekan (shortening).
Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan fraktur. Tidak
ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan fraktur dikatakan
delayed union. Beberapa penyebab delayed union antara lain infeksi dan suplai
darah yang inadekuat.
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 16
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2
nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A
Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 17
Akhiyan Hadi S_081072009_PSIK FKUB Page 18