31
FRAKTUR FEMORIS SUPRAKONDILER 1. Pendahuluan Fraktur adalah hilangnya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur distal femur terjadi hanya pada 6% kasus dari semua fraktur femur. Pada umumnya terjadi akibat trauma energi tinggi pada pasien yang lebih muda dan proses osteoporotik pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang muda juga biasanya terjadi sebagai akibat dari trauma multipel seperti kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Area supracondylar dari femur didefinisikan sebagai zona antara condylus femoral dan hubungan antara metafisis dan batang femoral 1 . Walaupun kasus yang terjadi tidak banyak seperti fraktur hip ataupun batang femur, penanganan fraktur distal femur menjadi suatu tantangan. Adanya kerusakan jaringan lunak, komunitif, fraktur intraartikular yang meluas, dan kerusakan pada otot quadriceps menyebabkan hasil yang tidak memuaskan pada beberapa kasus. Sebelumnya, fraktur femur suprakondilar diterapi dengan traksi skeletal dengan durasi yang bervariasi dan diikuti dengan cast ataupun brace imobilisasi. Adanya komplikasi akibat penanganan secara tertutup dari fraktur ini menyebabkan dipilih metode alternatif yaitu internal fiksasi. Pada tahun 1996, Stewart dan pada tahun 1967, Near dan beberapa kasus fraktur distal femur diterapi dengan metode terbuka dan tertutup. Sebagian besar ahli bedah merawat pasien dengan menyarankan

Fraktur Femur Suprakondiler

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Bedah

Citation preview

Page 1: Fraktur Femur Suprakondiler

FRAKTUR FEMORIS SUPRAKONDILER

1. Pendahuluan

Fraktur adalah hilangnya kontinuitias tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,

baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur distal femur terjadi hanya pada 6% kasus dari

semua fraktur femur. Pada umumnya terjadi akibat trauma energi tinggi pada pasien yang lebih

muda dan proses osteoporotik pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang muda juga biasanya

terjadi sebagai akibat dari trauma multipel seperti kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Area

supracondylar dari femur didefinisikan sebagai zona antara condylus femoral dan hubungan

antara metafisis dan batang femoral1.

Walaupun kasus yang terjadi tidak banyak seperti fraktur hip ataupun batang femur,

penanganan fraktur distal femur menjadi suatu tantangan. Adanya kerusakan jaringan lunak,

komunitif, fraktur intraartikular yang meluas, dan kerusakan pada otot quadriceps menyebabkan

hasil yang tidak memuaskan pada beberapa kasus. Sebelumnya, fraktur femur suprakondilar

diterapi dengan traksi skeletal dengan durasi yang bervariasi dan diikuti dengan cast ataupun

brace imobilisasi. Adanya komplikasi akibat penanganan secara tertutup dari fraktur ini

menyebabkan dipilih metode alternatif yaitu internal fiksasi. Pada tahun 1996, Stewart dan pada

tahun 1967, Near dan beberapa kasus fraktur distal femur diterapi dengan metode terbuka dan

tertutup. Sebagian besar ahli bedah merawat pasien dengan menyarankan imobilisasi yang lama.

Hal ini kemudian memperkuat untuk direkomendasikan dilakukannya manajemen tertutup2,3.

2. Epidemiologi

Fraktur suprakondylar femur pada dewasa terjadi pada 7% kasus dari semua kasus fraktur

femur yang terjadi, tapi karena gaya hidup yang modern dan transportasi berkendaraan tinggi,

kejadian fraktur ini meningkat frekuensinya. Pada usia muda, trauma ini biasanya terjadi sebagai

suatu trauma multipel dengan kecepatan tinggi dan energi tinggi seperti kecelakaan dan jatuh

dari ketinggian. Kecelakaan merupakan penyebab utama pada trauma ini di usia 17 - 30 tahun.

Pada pasien yang lebih tua, fraktur yang terjadi sebagai akibat trauma yang ringan contohnya

gagal untuk melakukan fleksi pada lutut, hal ini biasanya diakibatkan adanya proses

osteoporotik2.

Page 2: Fraktur Femur Suprakondiler

3. Anatomi

Femur merupakan tulang yang paling panjang dan paling berat dalam tubuh manusia.

Panjangnya kira-kira 1/4 sampai 1/3 dari panjang tubuh. Pada posisi berdiri, femur meneruskan

gaya berat badan dan pelvis menuju ke os tibia. Terdiri dari corpus, ujung proximal dan ujung

distal. Pada ujung proximal terdapat caput ossis femoris, collum ossis femoris, trochanter major

dan trochanter minor. Pada ujung distal terdapat condylus medialis dan condylus lateralis. Pada

posisi Anatomi kedua ujung condylus medialis dan condylus lateralis terletak pada bidang

horizontal yang sama4.

Caput ossis femoris berbentuk 2/3 bagian dari sebuah bulatan (bola), letak mengarah ke

cranio-medio-anterior. Pada ujung caput femoris, di bagian caudo-posterior dan titik sentral,

terdapat fovea capitis, yang menjadi tempet perlekatan dari ligamentum teres femoris. Collum

femoris terletak di antara caput dan corpus ossis femoris, ukuran panjang 5 cm, membentuk

sudut sebesar 125 derajat. Pada bayi dan anak-anak sudut tersebut lebih besar dan pada wanita

lebih kecil4.

Trochanter major adalah sebuah tonjolan ke arah lateral yang terdapat pada perbatasan

collum dan corpus ossis femoris. Pada facies anteriornya melekat m.gluteus minimus. Pada

permukaan lateral melekat m.gluteus medius. Pada sisi medial dari trochanter major terdapat

fossa trochanterica, tempat melekat m.obturator externus4.

Trochanter major berada 10 cm di sebelah caudal dari crista iliaca, dan dapat dipalpasi

pada sisi lateral tungkai. Pada posisi berdiri trochanter major berada pada bidang horizontal yang

sama dengan tuberculum pubicum, caput femoris dan ujung os coccygeus. Trochanter minor

merupakan suatu tonjolan berbentuk bundar (konus), terletak mengarah ke medial dan berada di

bagian postero-medial perbatasan collum dengan corpus ossis femoris. Di antara trochanter

minor dan trochanter major, pada permukaan posterior terdapat crista intertrochanterica, tempat

melekat m.quadratus femoris4.

Corpus ossis femoris melengkung ke ventral, membentuk sudut sebesar 10 derajat dengan

garis vertical yang ditarik melalui caput femoris, garis tersebut merupakan axis longitudinalis

dari articulatio coxae. Axis longitudinalis dari corpus ossis femoris dengan axis longitudianlis

dari collum ossis femoris membentuk sudut inklinasi, yang bervariasi menurut usia dan sex.

Apabila sudut inklinasi mengecil maka kondisi ini dinamakan coxa valga4.

Page 3: Fraktur Femur Suprakondiler

Bentuk corpus ossis femoris di bagian proximal bulat dan makin ke distal menjadi agak

pipih dalam arah anterior-posterior. Pada facies dorsalis terdapat linea aspera, yang terdiri atas

labium laterale dan labium mediale. Ke arah superior labium laterale membentuk tuberositas

glutea dan labium medial menjadi linea pectinea sampai pada trochanter minor. Ke arah inferior

labium laterale berakhir pada epicondylus lateralis dari labium mediale mencapai epicondylus

medialis femoris. Di antara kedua ujung distal labium laterale dan labium mediale terdapat

planum popliteum. Pada linea aspera melekat mm.adductores, m.vastus medialis, m.vastus

lateralis dan caput breve m.biceps femoris4.

Gambar 1.

Anatomi Femur

(dikutip dari

kepustakaan 5)

Distal femur terdiri

dari area supracondylar

dan area condylar.

Area supracondylar

dari femur didefinisikan

sebagai zona antara

condylus femoral dan

hubungan antara

metafisis dan batang

femoral. Daerah ini

biasanya 9 cm dari distal

femur, diukur dari permukaan artikular. Hal ini penting untuk membedakan fraktur

suprakondylar dengan fraktur diafisial dari distal femur karena metode penanganan dan

prognosisnya berbeda. Pada distal femur, terdapat dua condylus. Pada bagian anterior, condylus

menyatu dan berlanjut menjadi batang femur. Pada bagian posterior, keduanya berpisah oleh

fossa intercondylar1.

Page 4: Fraktur Femur Suprakondiler

Gambar 2. Pembagian dari distal femur

(dikutip dari kepustakaan 6)

Ujung distal corpus ossis femoris membentuk dua buah tonjolan yang melengkung,

disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Daerah di antara kedua condylus itu, di bagian

posterior dan caudal disebut fossa intercondyloidea. Di bagian ventral, kedua condylus tersebut

membentuk facies patellaris, yang dibagi oleh sebuah alur menjadi dua bagian yang tidak sama

besar, pars lateralis lebih besar dan kurang menonjol dibandingkan dengan pars medialis. Pars

lateralis mengadakan persendian dengan facies articularis lateralis patellae. Facies medialis lebih

kecil dan lebih menonjol ke distal, mengadakan persendian dengan facies articularis patellae4.

Bagian distal condylus lateralis secara relatif lebih besar dan terjal, sedangkan condylus

medialis lebih kecil dan melengkung. Facies medial dari condylus medialis femoris konveks dan

kasar, dan bagian yang paling menonjol disebut epicondylus medialis. Bagian yang paling

menonjol pada facies lateralis condylus lateralis femoris disebut epicondylus lateralis femoris,

bentuknya lebih kecil daripada yang medial4.

Adanya tekanan pada perlengkatan otot akan menyebabkan pergeseran yang

karakteristik. Gastrocnemius akan menyebabkan fleksi dari fragmen distal menyebabkan

pergeseran ke posterior dan angulasi. Otot quadriceps dan hamstring mendesak bagian proksimal

sehingga menghasilkan pemendekan pada ekstremitas bawah6..

Page 5: Fraktur Femur Suprakondiler

Gmbar 3. Anatomi

distal femur. (a) aspek anterior. (b) Aspek lateral. Batang femur berada segaris dengan sebagian

dari bagian anterior condylus lateral. (c) aspek axial. Distal femur berbentuk trapezium. Bagian

anterior melandai turun dari lateral ke medial, bagian dinding lateral cendering membentuk sudut

100 dan dinding medial cenderung membentuk sudut 250

(dikutip dari kepustakaan 6)

4. Etiologi

Etiologi dari fraktur suprakondyler femur adalah :7

Usia muda : trauma energy tinggi (contoh : kecelakaan dan jatuh dari ketinggian)

Page 6: Fraktur Femur Suprakondiler

Usia tua : trauma energy rendah (contoh : gagal melakukan fleksi pada lutut)

Sebagai komplikasi dari arthtoplasty total pada lutut (jarang terjadi)

Pada pasien anak-anak, trauma yang terjadi mengakibatkan fraktur pada daerah metafisis

pada sisi kompresi, menyebabkan fraktur Salter Harris tipe II

5. Patofisiologi

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus

mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.

Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memutar

(shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama

tekanan membengkok, memutar, dan tarikan3.

Trauma bisa bersifat3 :

Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan

jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke

daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat

menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa3 :

Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik

Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau

fraktur dislokasi

Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya pada

badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak

Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan

fraktur oblik atau fraktur Z

Fraktur oleh karena remuk

Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian tulang

Page 7: Fraktur Femur Suprakondiler

Gambar 4. Mekanisme Trauma

(a) berputar (b) kompresi (c) fragmen triangular butterfly (d) tension

(dikutip dari kepustakaan 8)

Never et al (1967) menemukan bahwa mekanisme fraktur supracondylar berhubungan

dengan kehebatan pada waktu melakukan fleksi lutut. Hal ini terbagi menjadi1 :

Minor . Jatuh pada saat jalan di rumah (pukulan ringan pada fleksi lutut), sering terjadi

pada medial ke aksis femur, menyebabkan deformitas ringan berupa valgus,

mengakibatkan fraktur tidak bergeser. Hal ini umum terjadi pada pasien dengan usia tua

dan mengalami proses osteoporotic.

Mayor. Hal ini terjadi karena kecelakaan pada dash-board atau jatuh dari ketinggian,

Tenaga dipergunakan untuk melakukan fleksi lutut dan derajat kegagalan dan pergeseran

dari fragmen distal femur berdasarkan besar serta arah dari gaya yang ditimbulkan.

Ekstrem. Biasanya terjadi pada aspek anterior dari fleksi lutut dikarenakan jatuh dari

ketinggian dan kecelakaan mobil ataupun motor. Hal ini akan menimbukan kominusi

yang parah pada area supracondylar dan condylar. Hal ini biasanya melibatkan bagian

bawah dari batang femur. Fraktur supracondylar terjadi ketika gaya varus atau valgus

yang berat ditambah dengan beban aksial serta gaya memutar.

Beberapa tekanan atau gaya memiliki peranan pada pergeseran fraktur. Otot mengambil

alih peran sebagai penjaga keseimbangan terhadap pergeseran yang terjadi setelah terjadinya

fraktur. Hal ini terjadi akibat dari perubahan arah dan aksis dari aktifitas otot gastrocnemius,

quadriceps, dan adductors. Hal ini penting untuk diketahui bahwa otot ini menjaga agar

Page 8: Fraktur Femur Suprakondiler

pergeseran tidak bertambah hingga fraktur menyatu. Berat tungkai dan gravitasi adalah factor

lain yang member peran pada pergeseran. Semua factor ni akan saling mempengaruhi untuk

menentukan derajat pergeseran fraktur yang terjadi1.

Adanya tekanan pada perlengkatan otot akan menyebabkan pergeseran yang

karakteristik. Gastrocnemius akan menyebabkan fleksi dari fragmen distal menyebabkan

pergeseran ke posterior dan angulasi. Otot quadriceps dan hamstring mendesak bagian

proksimal sehingga menghasilkan pemendekan pada ekstremitas bawah. 6

Gambar 5. Pada aspek lateral menunjukkan perlengkatan otot dan me babkan gaya

deformitas. Hal ini menghasilkan pergeseran dan angulasi pada sisi fraktur.

(dikutip dari kepustakaan 6)

6. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi yang dapat digunakan pada fraktur supracondylar adalah1 :

Klasifikasi Neer. Klasifikasi ini disusun berdasarkan arah pergeseran dari fragmen

distal. Hal ini disusun untuk dapat mengidentifikasi mekanisme kerusakan dan pola

jaringan lunak serta terapi yang akan diberikan.

Page 9: Fraktur Femur Suprakondiler

GGambar 6. Klasifikasi Neer.

(dikutip dari kepustakaan 1)

I : minimally displaced < 1 cm

II : medial displacement of the condyles > 1 cm

III : lateral displacement of the condyles > 1 cm

IV : conjointed supracondylar and shaft fracture

Klasifikasi Hall. Klasifikasi ini berdasarkan stabilitas fraktur setelah dilakukan

reduksi dan menunjukkan cedera musculoskeletal yang terjadi. Pada klasikasi ini,

dikelompokkan fraktur supracondylar dan fraktur intercondylar pada 4 kelompok

yaitu :

Page 10: Fraktur Femur Suprakondiler

I : fraktur supracondylar stabil

II : fraktur supracondylar tidak stabil

III : fraktur intercondylar stabil

IV : fraktur intercondylar tidak stabil

Klasifikasi by AO (Muller and colleagues. Klasifikasi ini paling banyak digunakan

dalam kasus fraktur supracondylar. Pada klasifikasi ini, diidentifikasi tiga tipe dari

fraktur supracondylar dengan tiga subtype berdasarkan gambaran radiologi.

Grup A : fraktur extra-artikular

A1 : simple

A2 : metafisis irisan

A3 : metafisial kompleks

Grup B : fraktur articular parsial

B1 : condylus lateral (sagital)

B2 : condylus medial (sagital)

B3 : condylus lateral atau medial (coronal)

Grup C : fraktur artikular total

C1 : articular simple, metafisis simple

C2 : articular simple, metafisis multifragmen

C3 : articular multirgamen

Page 11: Fraktur Femur Suprakondiler

Gambar 7. Klasifikasi AO (Muller and colleagues)

(dikutip dari kepustakaan 1)

7. Diagnosis

Fraktur pada supracondylar terjadi pada pasien yang memiliki trauma multiple dengan

karakteristik adanya trauma pada kepala, dada, dan abdomen, dan system skeletal lainnya.

Penilaian secara cepat dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa dan menjamin stabilitas

cardiovascular adalah hal yang harus dilakukan. Walaupun fraktur ini jarang mengancam jiwa,

namun dapat memberikan peran dalam hemodinamik tubuh serta menyangkut struktur

neurovascular2.

a. Anamnesis

Pada anamnesis, didapatkan adanya nyeri ataupun ketidakmampuan untuk

berjalan. Anmnesis penting untuk mengetahui apakah pasien mengalami trauma dengan

energy besar atau tidak. Kecelakan motor, jatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki, dan

ditabrak dengan kendaraan sementara berjalan merupakan contoh mekanisme trauma

dengan energi tinggi. Anamnesis lainnya yang pertu ditanyakan adalah factor-faktor

komorbid dari pasien yang akan berpengaruh pada terapi ataupun prognosis. Pasien

dengan penyakit penyerta seperti penyakit arteri koroner, emfisema, perokok, ataupun

diabetes tidak terkontrol memiliki resiko besar untuk timbulnya komplikasi dari cedera

yang terjadi1,.

b. Pemeriksaan Fisis 1,3

1. Inspeksi

Deformitas : angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,

perpendekan atau perpanjangan).

Edema ataupun hematom.

2. Palpasi

- Tenderness (nyeri tekan) pada derah fraktur.

- Krepitasi.

- Pada lutut, didapatkan hemaarthrosis berupa edem dan nyeri pada lutut.

3. Range of Movement (ROM)

Page 12: Fraktur Femur Suprakondiler

- Pergerakan dapat dinilai dengan mengajak penderita untuk menggerakaan secara

aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.

Pada pasien fraktur akan terasa nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun

pasif.

4. Neurovaskular Distal (NVD) :

Hal-hal yang dinilai pada neurovascular distal adalah pulsus arteri, pengembalian

darah ke kapiler (capillary refil time), sensasi motorik dan sensorik. Pada fraktur

supracondylar, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap arteri popliteal yaitu diantara

proksimal dari adductor hiatus dan distal dari soleus serta pemeriksaan nervus

peroneal.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi harus menunjukkan keseluruhan femur pada aspek anterior-

posterior dan lateral termasuk panggul dan sendi lutut. CT scan dan MRI dibutuhkan untuk

menilai fraktur patologis dan diagnosis adanya kerusakan jaringan1.

Page 13: Fraktur Femur Suprakondiler

Gambar 8. Gambaran radiologi pada fraktur suprakondilar femur

(dikutip dari kepustakaan 9)

8. Penatalaksanaan

Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan

pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat

penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini

dikenal sebagai initial assessment yang secara garis besar terdiri dari primary survey dan

secondary survey3.

a. Primary survey. Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis

perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Tanda vital dinilai secara cepat dan

efisien.

Airway

Pada evaluasi awal penderita trauma, yang pertama kali harus dinilai adalah jalan

nafas. Penilaian ini untuk mengetahui adanya obstruksi saluran nafas seperti benda

asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea yang dapat mengakibatkan

obstruksi jalan nafas. Usaha untuk membebaskan jalan nafas dapat dengan cara jaw

thrust ataupun chin lift. Proteksi vertebra servikalis merupakan hal penting.

Breathing

Perlu diperhatikan dan dilihat secara keseluruhan daerah thoraks untuk menilai

ventilasi. Jalan nafas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Ventilasi yang baik

meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Dada penderita

dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Perkusi untuk menilai adanya udara atau

darah dalam rongga dada. Auskultasi untuk memastikan masuknya udara ke dalam

paru. Bila ada gangguan atau instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan

neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernafasan.

Circulation

Page 14: Fraktur Femur Suprakondiler

Sirkulasi dan control perdarahan meliputi dua hal yaitu :

Volume darah dan output jantung

Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada trauma. Ada tiga tanda

klinis yang dengan cepat dapat menunjukkan adanya tanda-tanda hipovolemik

yaitu kesadaran, warna kulit, dan nadi.

Perdarahan

Perdarahan luar harus diatasi dengan balut tekan. Jangan melakukan pengikatan

dengan bahan seperti karet, verban, dan sebagainya karena dapat menyebabkan

kematian anggota gerak.

Disability

Disability merupakan evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survey awal.

Dengan evaluasi ini kita dapat menilai tingkat kesadaran, besar, dan reaksi pupil.

Evaluasi ini menggunakan metode AVPU yaitu :

A : alert, sadar

V : vocal, respon terhadap stimuli vocal

P : painful, adanya respon hanya pada rangsang nyeri

U : unresponsive, tidak ada respon sama sekali

Exposure

Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian penderita harus dilepas, selain itu

perlu dihindari terjadinya hipotermi

b. Secondary survey

Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan dan

ABC nya penderita dipastikan membaik. Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai

kaki (head to toe examination) , termasuk re-evaluasi pemeriksaan tanda vital. Pada survey

sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap termasuk mencatat skor GCS bila

belum dilakukan dalam primary survey. Prosedur khusus seperti laboratorium dan radiologis

dapat dilakukan.

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive, prinsip

pengobatan pada fraktur ada empat (4R) yaitu : 3

Recognition yaitu penilaian dan diagnosis fraktur.

Page 15: Fraktur Femur Suprakondiler

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis

dan pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :

Lokalisasi fraktur

Bentuk fraktur

Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

Reduction yaitu reduksi fraktur apabila perlu.

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima.

Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin

mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan,

deformitas, serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah :

Aligment yang sempurna

Aposisi yang sempurna

Angulasi < 50 pada tulang panjang anggota gerak bawah dapat diterima. Terdapat

kontak sekurang-kurangnya 50% dan over riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur

femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.

Retention artinya imobilisasi fraktur.

Rehabilitation artinya mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Terapi pada fraktur suprakondyler dapat berupa operatif dan non-operatif.

a. Terapi non-operatif 1

Manajemen non operatif termasuk reduksi tertutup, traksi skeletal, dan imobilisasi

cast. Metode ini membutuhkan kenyamanan di tempat tidur, waktu yang lama, mahal,

dan tidak cocok pada pasien dengan kerusakan multiple serta pasien yang tua. Studi

comparative mengenai fraktur suprakondylar melaporkan hasil yang baik pada 54%

pasien yang diterapi dengan metode tertutup dan memberikan hasil yang baik pada 84%

yang diterapi bedah.

Walaupun resiko pembedaham dihindari dengan metode tertutup, namun

kesalahan alligment dan kekakuan pada lutut dapat juga terjadi. Beberapa masalah pada

terapi traksi dapat diatasi dengan menggunakan metode brace. Nicke et al menjelaskan

Page 16: Fraktur Femur Suprakondiler

masa rawat inap yang pendek, ambulasi yang cepat, dan menopang tubuh memberikan

hasil pergerakan lutut yang lebih baik dan menurunkan insidens non-union.

Indikasi dari terapi non-operatif adalah :

Fraktur yang tidak bergeser dan incomplete

Pasien berusia tua dnegan kominusi yang berat atau osteopeni atau keduanya

Fraktur non-intraartikular pada anak-anak yang lebih tua atau dewasa muda

Fraktur terbuka yang terkontaminasi (tipe IIIB)

Osteoporosis

Beberapa fraktur dapat direduksi dengan traksi yang melewati distal femur atau

proksimal tibia. Walaupun demikian, pemasangan dari pin pada distal femur bisa menjadi

sulit dikarenakan adanya pembengkakan jaringan lunak, hemaarthrosis, dan fraktur

kominusi.

Page 17: Fraktur Femur Suprakondiler

Gambar 9. (a) Titik masuk dari pin adalah 2 cm dibawah dan dibelakang dari tibial tuberosity.

(b) pin Steinman dimasukkan dari lateral ke medial. (c) Pin terpasang parallel terhadap aksis dari

sendi lutut

(dikuti dari kepustakaan 1)

Sementara traksi, pasien dianjurkan untuk mengurangi pergerakan fleksi dari lutut.

Setelah pembengkakan akut dari jaringan lunak mereda dengan nyeri tekan minimal pada

daerah fraktur dan foto x-ray menunjukkan formasi callus, pasien dapat menggunakan

brace. Brace digunakan selama 3 hingga 6 minggu setelah trauma. Alat ini harus

digunalan dengan tungkai dalam keadaan ekstensi, eksternal rotasi, dan valgus minimal.

Gejala klinis dan radiologi harus diperiksa kembali pada 1, 2, dan 3 minggu setelah

pemasangan brace.

b. Terapi operatif 8,10

Terapi operatif dengan internal fiksasi dapat secara akurat menjadi cara reduksi

fraktur, khususnya pada permukaan sendi dan pergerakan yang lebih awal. Jika fasilitas

dan kemampuan tersedia, terapi ini merupaka suatu pilihan yang baik. Pada pasien yang

lebih tua, imobilisasi yyang lebih cepat merupakan hal penting dan fiksasi internal

merupakan suatu yang wajib dilakukan. Kadang-kadang, keadaan tulang yang

osteoporotic, pasien yang tua dengan tulang yang rapuh membuat mobilisasi sulit atau

beresiko tinggi, namun perawatan di tempat tidur membuat lebih mudah dan pergerakan

lutut dapat dimulai lebih cepat. Beberapa alat-alat yang dapat digunakan adalah :

Locked intramedullary nail. Alat ini cocok untuk fraktur tipe A atau tipe C

Page 18: Fraktur Femur Suprakondiler

Gambar 10. Locked Intramedullary Nail

(dikutip dari kepustakaan 11)

Plat yang dipasang pada permukaan lateral dari femur. Alat ini cocok untuk fraktur tipe

A dan tipe C. Pada fraktur kominusi yang berat (tipe C), rancangnan plat dengan screw

yang terkunci dapat disarankan. Hal ini akan menyebabkan stabilitas yang adekuat,

bahkan pada keadaan yang osteoporotic, tapi penopang tubuh yang tidak terlilndungan

sebaiknya dihindari hingga terjadi union.

Gambar 11. Plat yang dipasang pada permukaan lateral femur

Lag screw yang sederhana. Alat ini cocok untuk fraktur tipe B dan dipasang parallel

dengan kepala screw terkubur di dalam cartilage sendi untuk menghindari pengelupasan

dari permukaan sendi. Alat ini juga digunakan untuk menjaga condylus femoral pada

fraktur tipe C sebelum intramedullary nail atau plat lateral digunakan untuk menjaga

kerusakan supracondylar.

Page 19: Fraktur Femur Suprakondiler

Gambar 12. Lag screw sederhana

(dikutip dari kepustakaan 12)

Gambar 10. Terapi pada fraktur supracondylar fractue. (a) fraktur condylar dapat direduksi dengan open dan Kirschner wire (b) pemasangan screw (c) fraktur yang berbentuk T atay Y baik

jika diterapi dengan plat dan screw condylar(dikutip dari kepustakaan 8)

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur supracondylar adalah1,8 :

a. Dini

Kerusakan arteri. Insidensi terjadinya kerusakan vaskular pada fraktur suprakondylar

femur yaitu sekitar 2% hingga 3%. Oleh karena itu, insidensi kerusakan arteri

popliteal setelah trauma sangat rendah. Hal ini terjadi karena kumpulan vaskular

tertambat secara proksimal pada hiatus dari adductor magnus dan secara distal pada

arkus soleus. Kerusakan vaskular dapat disebabkan oleh laserasi langsung atau

kontusio dari arteri atau vena oleh fragmen fraktur atau secara tidak langsung oleh

Page 20: Fraktur Femur Suprakondiler

pemanjangan tunika intima. Pemeriksaan secara menyuluruh dan hati-hati meliputi

tungkai dan denyut perifer, walaupun gambaran radiologik menunjukkan hanya

terjadi pergeseran yang minimal.

b. Lanjut

Kekakuan sendi lutut. Hal ini hampir tak dapat dihindari. Diperlukan masa latihan

yang lama, tetapi gerakan penuh jarang diperoleh kembali

Non-union. Hal ini dapat disertai kekakuan lutut dan mungkin sesungguhnya

diakibatkan oleh gerakan lutut yang dipaksakan terlalu awal. Fraktur sulit diterapi dan

kecuali kalau dilakukan dengan amat cermat, batas rentang gerakan lutut mungkin

lebih sedikit daripada rentang gerakan saat terjadi fraktur.

Malunion. Fiksasi internal pada kasus ini sangat sulit dan malunion (biasanya varus)

kadang terjadi. Osteotomi dibutuhkan pada pasien yang masih melakukan aktifitas

fisik untuk melakukan koreksi terhadap malunion yang terjadi.

10. Prognosis

Prognosis dari fraktur suprakondylar femur adalah7 :

Prognosis dari kasus ini tergantung dari tipe serta tingkat keparahan fraktur (semakin

kompleks fraktur yang terjadi semakin jelek prognosisnya)

Pada umumnya, terapi yang sesuai akan memberikan hasil yang baik pada pasien

Terapi dengan intramedullary nail memberikan hasil yang memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamel Kasem. Management of Supracondylar Fracture of The Femur. Department of

Orthopaedic Surgery & Traumatology Faculty of Medicine Minia University. 2004. p52-

65,89-97

2. Chapman, Michael W. Chapman’s Orthopaedic Surgery 3rd edition. Lippincolt William

& Wilkins. 2001. p710-5.

Page 21: Fraktur Femur Suprakondiler

3. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003. Makasar.

P355-60

4. Luhulima JW. Musculoskeletal. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002.p12-3

5. Netter, Frank H. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy 2nd edition. Saunders Elseiver.

6. Koval, Kenneth J. Handbook of Fractures 3rd edition. Lippincolt William & Wilkins.

2006.p356-40

7. Frassica, Frank dkk. The 5-Minute Orthopaedic Consult 2nd edition. Lippuncolt William

& Wilkins. 2007.p222-3

8. Alan Graham Aplpley. Appley’s System of Orthopedics and Fracture 9th edition.

Butterworths Medical Publications. 2010.p687-90, 870-2.

9. C.R. Wheeless MD. Wheeless Text Book Orthopaedic. American Academy of

Orthopaedic Surgeon. 1996

10. Brown Austin,dkk. Internal Fixation for Supracondylar Fracyure of The Femur In The

Elderly Patient. Journal of Bone and Joint Surgery. 2005

11. Welch Fossum, Theressa. Femoral diaphyseal and supracondylar fractures. [cited : 6

Desember 2012) . Available from: http://veterinarymedicine.dvm360.com

12. Gebhard Florian, dkk. Distal Femur. [cited : 6 Desember 2012]. Available from :

https://www2.aofoundation.org.