54
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan (agustina,2010). Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat luka dibedakan : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang (Agustina,2010). Luka bakar merupakan bentuk luka yang termasuk dalam klasifikasi diatas. 1

BAB 1-4 Retrospektif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1-4 Retrospektif

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang

Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera

atau pembedahan (agustina,2010). Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan

struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun

berdasarkan sifat luka dibedakan : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka,

penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi berdasarkan

struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis;

partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full

thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan

sampai ke tulang (Agustina,2010). Luka bakar merupakan bentuk luka yang

termasuk dalam klasifikasi diatas.

Luka bakar adalah cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber

panas ke kulit (Smeltzer & Bare, 2002). Penyebab luka bakar antara lain yaitu

luka bakar termal, luka bakar kimia, luka bakar elektrik, luka bakar radiasi serta

luka bakar akibat suhu yang sngat rendah (frost bite). Penyebab luka bakar yang

paling sering disebabkan karena api. Luka bakar perlu mendapatkan perhatian

karena angka kejadiannya terus meningkat yang memerlukan perawatan di rumah

sakit.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh American burn association tahun

2000-2004 rata-rata jumlah penderita luka bakar yang dirawat di instalasi

kesehatan mencapai angka 500.000 orang pertahun (American burn association

1

Page 2: BAB 1-4 Retrospektif

2

2005 report). Sekitar 12.000 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat

luka dan cidera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar (Smeltzer dan Bare,

2001). Berdasarkan data pada RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun

2004 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka

kematian 37,38%. Penyebab tersering adalah api (55.1%) dan terjadi dirumah

(72.4%) (pongki, 2008). Sementara pasien yang dirawat di burn unit RSUP

Sanglah Denpasar pada tahun 2012 sebanyak 103 orang penyebab terbanyak oleh

karena api, penyebab lainnya karna listrik,air panas, minyak dan zat kimia.

Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam Septiningsih, (2008) prinsip

penanganan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan

sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan kulit. Peñatalaksanaan

luka bakar selama ini disesuaikan dengan kedalaman luka bakar, apabila

kedalamannya melebihi drajat II dalam (Deep partial thickness burn) akan

dilakukan skin graft.

Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang rutin dilakukan dalam

suatu rangkaian pengelolaan pasien luka bakar. Tindakan ini memberi hasil yang

sangat baik bila dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini

sering disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar. Indikasi skin

graft pada luka bakar adalah menutup luka yang tidak mampu menutup sendiri

secara primer. Luka bakar yang kontraktur skin graft dilakukan apabila didapat

jaringan parut yang lebar.(Heriady, 2005).

Perawatan skin graft yang dilakukan di burn unit RSUP Sanglah Denpasar

selama ini menggunakan metode konvensional, yaitu perawatan dengan

Page 3: BAB 1-4 Retrospektif

3

menggunakan tulle, kasa betadin dan kasa kering yang akan dilakaukan perawatan

pada hari ke lima atau bila kasa jenuh. Hasilnya banyak skin graft yang gagal oleh

karena adanya hematoum diantara donor dengan resipien, sehingga skin graft

tidak dapat hidup 100%. Namun saat ini sedang berkembang metode modern

menggunakan vacuum bertekanan negatif. Metode ini dikenal dengan Vacum

Assisted Clousere (VAC). VAC merupakan pengembangan teknologi canggih

dari prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu untuk

menghilangkan darah atau cairan dari bagia luka (Muptadi, 2013).

VAC digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif

atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. VAC adalah terapi adjuvant noninvasif

yang menggunakan control tekanan negative menggunakan vacuum untuk

membantu penyembuhan luka dengan menghilangkan cairan yang dihasilkan dari

luka terbuka melalui sealed dressing dan tube yang disambungkan dengan

kontaeiner penampung (Mubtadi, 2013).

VAC atau penutupan luka dengan vacuum menggunakan spons pada luka

ditutup dengan dressing ketat kedap udara , dimana kemudian vacuum dipasang.

VAC bisa digunakan untuk luka dengan kebocoran limfa yang besar dengan

fistula . Mekanisme utama VAC adalah untuk menghilangkan edema. VAC

menghilangkan cairan darah atau limfa yang berada di intertisiil, sehingga

meningkatkan difusi intertisiil oksigen ke dalam sel.

VAC juga menghilangkan enzim-enzim kolagenase dan MMP yang kadarnya

meningkat pada luka kronis (Suryadi, 2011). VAC memberikan tekanan

subatmosfer secara intermiten atau terus-menerus dengan tekanan sebesar 50-175.

Page 4: BAB 1-4 Retrospektif

4

vac paling bagus dilakukan pada luka granulasi yang buruk serta banyak terdapat

eksudat. Diantara berbagai cara pengobatan tambahan yang tersedia untuk

penanganan luka kronis, terapi vacuum assited closure (VAC) menunjukan hasil

menjanjikan (Suryadi,2011)

Hasil studi dilakukan di RS Sarjito tiga pasien dengan luka kronis datang ke

divisi Bedah Plastik Rumah Sakit dr Sarjito pada awal tahun 2010 dilakukan

perawatan dengan menggunakan simplest modified vacuum assisted closure

(VAC) didapatkan hasil semua pasien mengalami proses penyembuhan luka

dengan baik dan dilaporkan puas terhadap hasil yang didapatkan (Mahandaru,

2010). Demikian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan ASERNIPS

(Australian Safety and Efficacy Register of New Internasional Prosedur Surgical)

dimana perawatan luka kronis dan kompleks dengan VAC meningkat secara

signifikan 28.4% dibandingan dengan menggunakan natrium clorida (Nacl 0.9%)

(Arsenip s, 2003).

Sejak 6 bulan yang lalu penerapan VAC modifikasi di ruang burn unit

RSUP Sanglah Denpasar diindikasikan pada pasien luka bakar yang dilakukan

skin graft. Berdasarkan pengamatan peneliti tidak semua pasien yang dilakukan

skin graft dirawat dengan VAC dikarnakan keterbatasan alat yang ada di burn

unit. Sampai sekarang belum pernah dilakukan studi evaluasi terhadap penerapan

metode VAC modifikasi pada pasien luka bakar yang dilakukan skin graft.

Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik melakukan studi tentang

efektifitas metode vacuum assisted closure modifikasi terhadap penyembuhan

Page 5: BAB 1-4 Retrospektif

5

luka skin graft pada pasien luka bakar diruang Burn Unit RSUP Sanglah

Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut ” Bagaimana efektifitas metode vacum assisted closure modifikasi

terhadap penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar diruang burn unit

RSUP Sanglah Denpasar 2014 ? “.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas metode vacum assisted closure modifikasi terhadap

penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar diruang burn unit RSUP

Sanglah Denpasar 2014.

1.3.2 Tujun Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft sebelum dilakukan perawatan

luka dengan metode VAC.

b. Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft sebelum dilakukan perawat

luka tanpa metode VAC.

c. Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft setelah perawatan luka dengan

metode VAC.

d. Mengidentivikasi karakteristik luka skin graft setelah perawatan luka tanpa

metode VAC.

Page 6: BAB 1-4 Retrospektif

6

e. Menganalisa efektifitas terapi perawatan luka dengan metode VAC yang

dilakukan skin graft, terhadap proses penyembuhan skin graft pada pasien

luka bakar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam

mengembangkan dan memperkaya khasanah keilmuan dengan memperkuat teori

yang telah ada dan dapat memberikan masukan bagi penelitian berikutnya

mengenai proses penyembuhan skin graft pada pasien luka bakar dengan metode

VAC modifikasi

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan

bagi penerapan terapi VAC dalam proses penempelan kulit pada pasien yang

dilakukan tindakan skin graft di ruangan dan rumah sakit.

1.5 Keaslian Penelitian

1.5.1 Mahandaru (2012) dalam penelitian yang berjudul “ the Simplest

Modifield Vacuum Assisted Closure to treat chronic wound ; SERIAL CASE

REPORT Rancangan penelitian case control sampel diambil menggunakan

metode total sampling dengan jumlah sampel 3 orang. Analisa data yang

digunakan adalah chi-squre dan hasilnya adalah terapi vacuum assited closure

(vac) efektif dalam proses penempelan kulit dengan p = 0,004 . dengan derajat

kemaknaan (besarnya hubungan) berdasarkan interpretasi nilai (p) adalah sedang.

Page 7: BAB 1-4 Retrospektif

7

Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variable terikat yang

diteliti, teknik pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan.

1.5.2 ASERNIP (2013) dalam penelitian yang berjudul “ Vacuum-assisted

closure for the management of wound: anaccelerated systematic”. Rancangan

penelitian case control sampel diambil menggunakan metode simple random

sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Analisa data yang digunakan adalah

chi-squre dan hasilnya adalah terapi vacuum assited closure (vac) efektif dalam

proses penempelan kulit dengan p = 0,002 . dengan derajat kemaknaan (besarnya

hubungan) berdasarkan interpretasi nilai (p) adalah sedang. Perbedaan dengan

penelitian ini antara lain terletak pada variable terikat yang diteliti, teknik

pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan.

Page 8: BAB 1-4 Retrospektif

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Luka Bakar

2.1.1 Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi

(misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat

rendah (Moenadjat, 2009:1). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat

kulit terpajan suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001). Luka

bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh

melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer & Bare, 2002:1912)

2.1.2 Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.

Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Kulit

akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan

tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas

(Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan

integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak,

semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,

2009:19).

Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan

mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama

8

Page 9: BAB 1-4 Retrospektif

9

proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang

abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit

intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut

menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka

bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011:618).

Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh

perdarahan. Sel darah merah dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya

cairan yang meninggalkan unit intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi.

Hemokonsentrasi dan hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel

tidak terselenggara dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia

(Moenadjat, 2009:63).

Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon

Kardiovaskuler; curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan

pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun.

Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang

meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya

vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi

cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah

dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer &

Bare, 2002:1913)

Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang

menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan

Page 10: BAB 1-4 Retrospektif

10

kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme

kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap

keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat,

2009:65).

Respon renalis, penurunan sirkulasi renal menyebabkan iskemia ginjal.

Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah penurunan

ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia parenkim ginjal

merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh sel-sel

juxtaglomerulus renalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH) dan

kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian

selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno

Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf

parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme.

Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan

acute renal failure (Moenadjat, 2009:69).

Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi

perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain

saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia

mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu (disrupsi

mukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa dan

kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh kapiler

menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi sedemikian

masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat, 2009:68).

Page 11: BAB 1-4 Retrospektif

11

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua

tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas

kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal.

Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi

neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat

pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare,

2002:1916)

Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur

suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang

rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah keadaan

hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar akan

mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar meskipun

tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002:1916).

2.1.3 Derajat Luka Bakar

Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut

Moenadjat (2009) :

a. Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis

(superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa eritema,

tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat

kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti

dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam

perhitungan luas luka bakar.

Page 12: BAB 1-4 Retrospektif

12

b. Luka bakar derajat II (partial thickness burn) : kerusakan meliputi seluruh

ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respon yang timbul

berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujung-

ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II dapat dibedakan menjadi

dua:

1) Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn): kerusakan mengenai

epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis. Dermal- epidermal

junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti

terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar

derajat II dangkal. Bila epidermis terlepas, terlihat dasar luka berwarna

kemerahan, kadang pucat-edematus dan eksudatif. Apendises kulit

(integumen, adneksa kulit) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya

memerlukan waktu antara 10-14 hari.

2) Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan mengenai hampir

seluruh (duapertiga bagian superficial) dermis. Apendises kulit seperti folikel

rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Sering

dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi lebih lama

tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan

waktu lebih dari dua minggu.

c. Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh tebal

dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ kulit seperti folikel

rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak

Page 13: BAB 1-4 Retrospektif

13

dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih. Terjadi

koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.

Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi karena ujung-

ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan. Penyembuhan terjadi

lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan baik dari tepi luka

(membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang memiliki potensial

epithelialisasi.

Gambar 2.1 Lapisan Kulit Normal Dengan Apendisesnya

Gambar 2.2 Kedalaman Luka Bakar

2.1.4 Kategori Penderita Luka Bakar

Menurut Moenadjat (2009:12), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan

berat dan ringan luka bakar adalah:

Page 14: BAB 1-4 Retrospektif

14

a. Luka bakar ringan dengan kriteria luka bakar derajat II; derajat III<10% pada

kelompok usia <10th >50th, luka bakar derajat II dan derajat III<15% pada

kelompok usia lain, luka bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua

kelompok usia; tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum

b. Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan

derajat III 10-20% pada kelompok usia<10th >50th; luka bakar derajat II dan

derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat 3<10% pada

semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum.

c. Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II

dan derajat III>20% pada kelompok usia<10 th dan >50th, luka bakar derajat

II dan derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta

luka bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka

bakar pada tangan, kaki, dan perineum.

2.1.5 Penatalaksaaan Luka Bakar

Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam septiningsih, (2008) penanganan

dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi

kesempatan sisa sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan kulit.

Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang rutin dilakukan dalam

suatu rangkaian pengelolaan pasien luka bakar. Tindakan ini memberi arti yang

sangat penting bila dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini

sering disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar.

Page 15: BAB 1-4 Retrospektif

15

2.2 Konsep Dasar Skin Graft

2.2.1 Definisi

Skin graft yaitu tindakan  memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit

dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup ditempat yang baru tersebut dan

dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan

hidup kulit yang dipindahkan tersebut (Lubis, 2008). Skin graft merupakan teknik

untuk melepaskan potongan kulit dari suplay darahnya sendiri dan kemudian

memindahkannya sebagai jaringan bebas ke lokasi yang dituju ( Sudarth dan

Bruner, 2002)

2.2.2 Tujuan dilakukan skin graft (Bisono, 2008)

a. Menutup luka yang tidak dapat ditutup secara primer

b. Menutup luka supaya penyembuhan luka tersebut lebih cepat.

c. Menutup luka secara permanen atau sementara ( pada crush trauma untuk

penilaian vitalitas atau mengontrol pertumbuhan bakteri).

2.2.3 Indikasi skin graft (Bisono, 2008)

a. Luka  yang luas

b. Luka  dengan vaskularisasi yang adekuat

c. Luka tanpa infeksi yang jelas ( atau hitung kuman kecil dari 1 x 100.000

koloni kuman/gram jaringan ).

2.2.4 Klasifikasi Skin Graft

Menurut (Lubis,2008) skin graft dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan

ketebalan.

Page 16: BAB 1-4 Retrospektif

16

a. Berdasarkan asal / spesies

1) Autograft : graft bersal dari individu yang sama (berasal dari tubuh yang

sama)

2) Homograft : graft berasal dari individu lain yang sama spesiesnya (berasal

dari tubuh lain).

3) Heterograft (Xenograft) : graft berasal dari makhluk lain yang berbeda

spesiesnya.

b. Berdasarkan Ketebalan

1) Split Thickness Skin Graft (STSG) : graft ini mengandung epidermis dan

sebagian dermis. Tipe ini dibagi 3 :

a. Thin Split Thickness Skin Graft, ukuran 8-12/1000 inci.

b. Intermediet (medium) Split Thickness Skin Graft, ukuran 14-20/1000 inci

c. Thick Split Thickness Skin Graft, ukuran 22-28/1000 inci.

d. Full Thickness Skin Graft : graft ini terdiri dari epidermis dan seluruh

ketebalan dermis.

2.2.5 Vaskularisasi dan Kehidupan Graft

Skin graft membutuhkan  vaskularisasi yang cukup untuk dapat hidup

sebelum terjadi hubungan yang erat dengan resipien. Setelah kulit dilepas dari

donor akan berubah pucat karena terputus dari suplai pembuluh darah. Terjadi

kontraksi kapiler pada graft dan sel eritrosit terperas keluar. Setelah graft

ditempelkan keresipien tampak perubahan-perubahan sebagai berikut (Heriady,

2005) :

a. Proses Imbibisi Plasma ( 8-12 jam pertama)

Page 17: BAB 1-4 Retrospektif

17

1) Yaitu keadaan graft secara pasif menyerap nutrisi melalui lapisan fibrin

( menyerap seperti spon).

2) Graft tampak udem, berat graft naik lebih kurang 40% dari berat awal.

b. Proses Inoskulasi ( 22 jam – 72 jam berikutnya)

1) Proses terjadinya hubungan atau anastomosis langsung antara graft dengan

pembuluh darah resipien.

2) Pertumbuhan pembuluh darah resipien kedalam saluran endothelial graft.

3) Penetrasi pembuluh darah resipien kedalam dermis graft yang akan

membentuk saluran endothelial baru.

4) Kulit lebih pink sampai merah cherri dan udem graft berkurang.

c. Proses Angiogenesis /  Revaskularisasi &   Maturasi (hari ke-4 sampai hari 

ke-9).

1) Epitel graft telah bisa mitosis sendiri.

2) Ketebalan kulit mulai meningkat ( sampai 7x ) dan ketebalan normal lagi

mulai hari ke-10 setelah proses deskuamasi terjadi.

3) Graft mengalami maturasi komplit setelah hari ke-12

2.2.6 Perawatan Skin Graft

Menurut Bisono,( 2008) perawatan skin graft dapat dilakukan sebagai

berikut:

a. Bila hemostasis dan fiksasi resipien baik, balutan dibuka hari ke5-7, untuk

mengevaluasi Take (kehidupan) graft dan membuka jahitan/benang fiksasi.

b. Bila ada hematom/seroma/bekuan darah, dilakukan penggantian kassa lebih

serng dan drainase cairan2 tsb.

Page 18: BAB 1-4 Retrospektif

18

c. Bila Take baik, ganti balutan tiap 2-3 hari, bersihkan graft dari debris dan

krusta.

d. Bila graft telah matur, graft bisa diberi pelicin/pelunak dan pasien boleh

mandi.

e. Mobilisasi jalan bisa dilakukan pada minggu ke-3-4

2.2.7 Syarat-syarat Skin Graft yang baik:

a. Vaskularisasi resipien bed yang baik

b. Kontak yang akurat antara skin graft dengan  resipien

c. Hindari kontaminasi atau infeksi.

2.2.8 Sebab-sebab kegagalan Tindakan Skin Graft:

a. Hematom dibawah skin graft.

b. Pergeseran skin graft

c. Resipien bed tidak baik

2.3 Konsep Dasar Vacum Assisted closure (VAC)

2.3.1 Definisi

Vacum assisted closure merupakan pengembangan yang canggih dari

prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu untuk

menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka . VAC

digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau

tekanan sub-atmosfer di tempat luka (Muptadi, 2013)

Page 19: BAB 1-4 Retrospektif

19

2.3.2 Ada beberapa komponen Vacum Assisted Closure (VAC) menurut Mup-

tadi 2013 yaitu:

a. Vaccum pump

Vaccum pump berfungsi untuk vakum drainase membantu untuk

menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka

menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka.

b. Disposable Canisters

Disposable Canisters berfungsi menampung darah atau cairan serosa (nanah)

c. Drainage tubing

Drainage tubing berfungsi untuk mengalirkan tekanan negatif dari vaccum

pump ke daerah luka dan mengalirkan darah atau cairan serosa (nanah) ke

Disposable Canisters

d. Non-adherent wound contact layer or foam

Merupakan lapisan semipermeabel yang mampu ditembus darah atau cairan

lain pada luka .

e. Antimicrobial gause

Digunakan sebagai antibiotik

f. Round or flat wound drain

Menghubungkan drainage tubing dengan luka

g. Transparent occlusive dressing

Digunakan untuk menutup luka

h. Barrier skin prep wipes

Perekat transparant dressing

Page 20: BAB 1-4 Retrospektif

20

i. Steril Salin

Untuk irigasi sebelum memasang non-adherent wound contact layer    

j. Surgical tape

2.3.3 Prinsip Kerja Vacum Assisted closure (VAC) menurut (Rini, 2010)

Sistem VAC pertama kali dipublikasan oleh Argenta dan Morywas pada

tahun 1977, dan dipakai sebagai terapi ajuvan sebelum atau setelah operasi atau

sebagai alternative bagi pasien yang kondisinya tidak memungkinkan untuk

pembedahan. Sistim VAC memberikan kondisi tekanan negatif selama proses

penyembuhan luka. Tekanan negatif yang ditimbulkan sistim VAC pada daerah

luka akan menarik cairan sehinggadapat mengurangi edema jaringan. Hal ini

memacu pertumbuhan kapiler dan meningkatkan aliran nutrisi yang dibutuhkan

untuk metabolism. Argenta dan Morywas (1977) menyatakan beberapa faktor

yang mendasari mekanisme tehnik VAC antara lain : a. Pembuangan cairan

intertisiil yang berlebihan, b. Peningkatan vaskularisasi dan penurunan kolonisasi

bakteri, c. Respon jaringan sekitar luka terhadap gaya mekanik yang diberikan.

Aplikasi VAC adalah dengan menggunakan open sell foam steril dari bahan

polyurethane atau polyvinyl alkohol di dalam defek , permukaan superficial

diisolasi dengan pembungkus adesif kemudian diberikan tekanan subatmosfer

melalui suction tube pada luka tersebut. Tekanan subatmosfer ini memberi gaya

terkontrol secara merata keseluruh permukaan jaringan di bagian luka. Adanya

kekuatan mekanis pada luka mampu mendorong perubahan baik pada tingkat

jaringan maupun juga tingkat sel untuk meregang. Sel yang mampu meregang

akan berproliferasi dan secara signifikan merangsang angiogenesis untuk

Page 21: BAB 1-4 Retrospektif

21

menigkatkan proses penyembuhan luka. Hanya sel yang mampu matur saja yang

dapat membelah dan berproliferasi sebagai respon dari solube growth factor,

sedangkan sel yang tidak mampu meregang akan mengalami penghentian siklus

dan mengalami apoptosis. Arah pertumbuhan angiogenesis kapiler kearah tiga

demensi juga dipengaruhi oleh tekanan yang mengarah ke sel endotel vascular

yang alirannya statis, laminar atau turbulen. Hal ini tampak jelas pada elemen

sitoskeletal membrane basal. Itu menandakan bahwa sel dapat dipengaruhi oleh

tekanan mekanik dan memberikan respon melalui gen spesifik dan induksi

program seluler.

Dengan mempelajari model ini secara seksama ditemukan efek mechanical

force terhadap karakteristik microenviroment sel sebagai berikut (Rini 2010) :

a. Variasi Karakteristik Ketegangan Luka (strain) terhadap efek aplikasi spons

Model stimulasi komputer dapat mewakili sistem VAC mengenali

karakteristik ketegangan luka yaitu melalui potongan histology jaringan setelah

VAC 11. Dari stimulasi computer dapat disimpulkan bahwa ketegangan luka

terhadap tekanan mekanis dapat ditingkatkan dengan cara :

1) Peningkatan tekanan

2) Peningkatan diameter pori-pori

3) Menurunkan ketebalan penopang pori-pori

4) Menurunkan pengaruh mekanis kekuatan luka

5) Menurunkan kemampatan luka

Page 22: BAB 1-4 Retrospektif

22

b. Adanya variasi ketegangan pada permukaan luka

Tekanan atmosfer sebesar 125 mmhg akan menyebabkan kenaikan

ketegangan permukaan disekitar luka (0.15 mm) dan segera mencapai puncaknya.

Ini terjadi karena adanya resultan gaya yang berlawanan cukup besar antara gaya

kompresi dan gaya penyedot vakum, terutama didaerah tepi pori-pori busa.

Sedangkan jaringan pada bagian tengah pori-pori busa memiliki ketegangan

permukaan yang paling rendah (kurang dari 5%). Ketegangan permukaan juga

dipengaruhi oleh ketebalan luka. Pada luka dengan ketebalan 1 mm ketegangan

bagian tengah pori-pori busa adalah 0.67 % sedangkan luka yang lebih tipis

(superfisial) ketegangan semakin tinggi yaitu 5.1%

c. Proses penyembuhan luka mempengaruhi ketegangan jaringan

Selama proses penyembuhan luka berlangsung, terjadi perubahan elastic dan

kemampuan jaringan. Dalam pengaruh VAC proses ini tampaknya sangat

tergantung pada waktu. Bila luka sembuh luka cenderung menjadi fibrotic dan

peningkatan kemampuan /stiffness, sekaligus penurunan ketegangan secara

keseluruhan. Ketegangan luka sangat peka terhadap perubahan

tekananKetegangan luka sangat peka terhadap perubahan tekanan. Peningkatan

tekanan dari 10 kpa menjadi 20 kpa meningkatkan ketegangan permukaan hingga

2 kali lipat. Tetapi peningkatan pori dari 0,8 mm menjadi 1.6 mm hanya

meningkatkan ketegangan permukaan sebesar 50% selanjutnya penurunan

ketebalan luka akan menurunkan ketegangan permukaan luka.

Page 23: BAB 1-4 Retrospektif

23

2.3.4 Teori micromechanical force: fisiologi dasar system VAC

Sudah banyak teori dikembangkan untuk menerangkan bagaimana VAC

berperan dalam perbaikan klinis luka. Dari analisis dapat disimpulkan bahwa;

a. Pengaruh mikromekanis sel , menstimulasi proliferasi sel, mempercepat

penyembuhan luka

b. Mampu meningkatkan ketegangan jaringan 5 hingga 20% tergantung dari

stadium penyembuhan luka. Konsisten dengan tingkat peregangan sel

merangsang proliferasi sel.

c. Growth factor atau matriks protein ekstraseluler meskipun esensial tetapi

tidak cukup untuk menstimulasi proliferasi sel.

2.3.5 Cara Kerja VAC menurut (Muptadi 2013)

Pada dasarnya teknik ini sangat sederhana. Sepotong busa dengan struktur

pori pori terbuka dimasukkan ke dalam luka dan menguras luka dengan perforasi

lateral diletakkan di atasnya. Seluruh area kemudian ditutup dengan perekat

membran transparan, yang tegas dijamin ke kulit sehat di sekitar tepi luka.

Drainage tubbing dihubungkan ke sumber vakum, cairan diambil dari luka

melalui busa ke dalam reservoir untuk pembuangan. Membran plastik mencegah

masuknya udara dan cairan dari luar. Pastikan seluruh permukaan luka terkena

efek tekanan negatif.

2.4 Aplikasi Metode Vac Dalam Perawatan Skin Graft Pada Pasien Luka Bakar

Pada pasien luka bakar dengan kedalaman luka diatas grade II b memerlukan

waktu penyembuhan luka yang lama dan hasil penyembuhan luka yang tidak baik,

Page 24: BAB 1-4 Retrospektif

24

seperti timbulnya jaringan parut dan keloid. Untuk mempercepat proses

penyembuhan luka bakar dan mencegah terjadinya jaringan parut dapat dilakukan

tindakan skin graft. Penggunaan metode VAC pada pasien yang dilakukan skin

graft dapat memberikan hasil yang memuaskan karena dengan VAC ini akan

menarik cairan yang keluar dari luka operasi. Akumulasi cairan tersebut menjadi

media yang baik untuk berkembangnya bakteri penyebab infeksi. Selain itu VAC

juga memberikan tekanan negatif terhadap skin graft sehingga mempercepat

canalisasi pembuluh darah pada kulit yang di graft.

Page 25: BAB 1-4 Retrospektif

Pasien luka bakar yang dilakukan skin graftUmur 18-60 tahun

Teknik perawatan skin graftVAC modifikasiKonvensional

Proses penyembuhan InfeksiTake graftWaktu penyembuhan

Kesembuhan skin graft

SembuhTidak sembuh

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan

(Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pasien luka

bakar yang menjalani skin graf memerlukan perawatan yang tepat agar terjadi

granulasi yang maksimal. Metode perawatan luka yang dapat dipakai salah

satunya adalah Vacum Assisted closure (VAC). Dimana metode Vacum Assisted

closure (VAC) dapat membuang cairan interstisial berlebihan,meningkatkan

vascularisasi dan penurunan jumlah bakteri sehingga proses granulasi terjadi

secara maksimal. Penjelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Efektifitas Metoda Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan luka skin graft pada pasien Luka Bakar Diruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014.

25

Page 26: BAB 1-4 Retrospektif

26

3.2 Variabel Penelitian dan Operasional Variabel

3.2.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek

atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2010).

a. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2010). Jadi, variabel

bebas dalam penelitian ini adalah metode perawatan dengan Vacum Assisted

closure (VAC) modifikasi.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2010). Jadi, variabel terikat dalam

penelitian ini adalah penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar.

Page 27: BAB 1-4 Retrospektif

27

3.3 Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional Efektifitas Metode Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan luka skin graft Pada Pasien Luka Bakar Diruang Burn Unit RSUP Sanglag Denpasar

Variabel Penelitian

Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala

(Variabel bebas) Vacum Assisted closure (VAC)

Manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. Menggunaan berupa vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka

Observasi 1 = Ya0 = Tidak

Nominal

(Variabel terikat)

Penyembuhan skin graft

pada pasien luka bakar

Proses penyembuhan luka yang terjadi berdasarkan penilaian pada saat perawatan luka pertama dan kedua dengan aspek penilaian infeksi, teke graft

Observasi 1 = Sembuh0 = Tidak

sembuh

Nominal

Sub Variabel

1. Infeksi

2. Take graft

Ada tidaknya infeksi pada skin graft berdasarkan munculnya salah satu tanda infeksi

Menyatunya kulit dengan resipien

Observasi

Observasi

1= Tidak 0= Infeksi

1= Take 0= Tidak

Nominal

Nominal

3.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah Metode Vacum Assisted closure (VAC)

efektif Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft pada Pasien Luka Bakar di RSUP

Sanglah Denpasar.

Page 28: BAB 1-4 Retrospektif

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian pra eksperimental dengan desain

static group comparison. Terdapat kelompok eksperiment dan kelompok control.

Kelompok eksperiment menerima perlakuan (x) yang diikuti dengan observasi

(O1). Hasil observasi ini kemudian dibandingkan dengan hasil observasi pada

kelompok control yang tidak menerima intervensi (02) (Notoatmojo, 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Metode Vacum

Assisted closure (VAC) Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft pada Pasien

Luka Bakar di RSUP Sanglah Denpasar. Rancangan ini dapat diilustrasikan

seperti Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Desain Penelitian static group comparison (Sumber: Notoatmodjo, 2005)Keterangan :

X = Perlakuan

O1 = nilai post test (setelah diberi perawatan luka skin graft menggunakan metode Vacum

assisted closure/ VAC) pada kelompok perlakuan

O2 = nilai post test (setelah diberi perawatan luka skin graft menggunakan metode Vacum

assisted closure/ VAC) pada kelompok kontrol

28

Kelompok eksperimen X 01

02Kelompok kontrol

Perlakuan Post test

Page 29: BAB 1-4 Retrospektif

PopulasiSeluruh pasien luka bakar yang menjalani skin graft di ruang Burn

Unit RSUP Sanglah Denpasar

SamplingNon probability sampling dengan teknik consecutive

sampling

SampelSeluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel non intervensi (dengan perawatan luka

konvensional)

Analisis DataUji statistik Proses Penyembuhan

Skin Graft pada Pasien Luka Bakar Dengan Metode Vacum Assisted closure (VAC) Modifikasi dengan mann-whitney test menggunakan

program SPSS for windows(Tk. Kepercayaan 95%, p< 0,05)

Penyajian Hasil Penelitian

Post TestObservasi adanya

tanda-tanda infeksi

Post TestObservasi adanya

tanda-tanda infeksi

Sampel intervensi(dengan perawatan luka menggunakan metode

VAC

29

4.2 Kerangka Kerja

Gambar 4.2 Efektifitas Metoda Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft Pada Pasien Luka Bakar Diruan Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014

Page 30: BAB 1-4 Retrospektif

30

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

4.3.1 Karakteristik Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar. Hal

tersebut karena di ruang Burn Unit sejak enam bulan yang lalu pasien yang

dilakukan tindakan skin graft dirawat mengguanakan metode Vacum Assisted

closure (VAC) serta belum pernah dilakukan evaluasi.

4.3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan selama satu bulan, pada bulan Januari

2014.

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian

4.4.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu

yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh

pasien luka bakar yang menjalani skin graft di ruang Burn Unit RSUP Sanglah

Denpasar.

4.4.2 Unit Analisis atau Sampel

Unit analisis atau sampel dalam hal ini adalah satuan tertentu yang

diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Tim Penyusun PSIK, 2010). dalam

penelitian ini adalah seluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

Page 31: BAB 1-4 Retrospektif

31

eksklusi. Subyek penelitian ini ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

Pasien luka bakar yang dilakukan skin graft di ruang Burn Unit RSUP

Sanglah Denpasar

b. Kriteria Eksklusi

a) Adanya keganasan

b) Osteomylitis

c) Jaringan necrotic

4.4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability Sampling dengan

teknik consecutive sampling yaitu pemilihan sempel dengan menetapkan subjek

yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai kurun

waktu tertentu (Nursalam, 2001). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu seluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data hasil penilaian

(observasi) tingkat penyembuhan luka skin graft melalui munculnya tanda infeksi

atau tidak (suhu, jumlah leukosit,eksudat ), take graft pada pasien luka bakar

yang dilakukan tindakan skin graft di Unit Luka Bakar RSUP Sanglah Denpasar.

Page 32: BAB 1-4 Retrospektif

32

4.5.2 Cara Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan melalui observasi dengan lembar observasi.

Data yang diambil adalah data pasien yang dilakukan tindakan skin graft dengan

perawatan menggunakan metode konvensional dan menggunakan metode VAC.

Pelaksanaan penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti, dibantu perawat di Unit

Luka Bakar. Alokasi waktu pengumpulan data sesuai dengan lama waktu

perawatan luka yang dilaksanakan. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam

pengumpulan data yaitu:

a. Tahap Persiapan :

1) Mengajukan surat ijin penelitian yang dipersiapkan oleh institusi kepada

Direktur RSUP Sanglah Denpasar.

2) Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan sosialisasi pada teman/perawat

luka bakar tentang penelitian yang akan dilakukan

3) Melakukan pendekatan kepada pasien luka bakar yang mendapat tindakan

skin graft yang memenuhi kriteria inklusi dan memberikan penjelasan tentang

kegiatan yang akan dilakukan. Pasien menandatangani informed consent

(persetujuan) sebagai subjek penelitian.

4) Persiapan alat meliputi persiapan alat untuk perawatan luka dan persiapan alat

untuk memasang VAC sesuai dengan prinsip kerja serta lembar observasi

yang akan digunakan.

Page 33: BAB 1-4 Retrospektif

33

b. Tahap Pelaksanaan

Lakukan perawatan luka pasien skin graft dengan menggunakan 2 metode

perawatan luka yaitu metode perawatan luka konvensional dan metode VAC

sesuai prinsip kerja yang ada.

1) Lima hari kemudian dilakukan evaluasi luka skin graft dengan lembar

observasi yang telah disiapkan pada pasien yang dilakukan perawatan luka

dengan metode konvensional dan metode VAC.

2) Observasi ini akan dilakukan setiap kali perawatan luka.

3) Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks

pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti.

4.6 Etika Penelitia

Selama penelitian, peneliti sangat memperhatikan etika penelitian antara lain :

4.6.1 Lembar Persetujuan (Informed Concent)

Lembar persetujuan diberikan pada subyek yang akan diteliti, tujuannya

adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampaknya selama

pengumpulan data. Informed Concent akan diberikan kepada sampel.

4.6.2 Kerahasiaan (Confidentiality)

Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti dan hanya data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.

Page 34: BAB 1-4 Retrospektif

34

4.6.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

lembar observasi. Instrumen penelitian yang digunakan seperti pada Lampiran 6.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data

4.7.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul akan dikelompokkan berdasarkan variabel yang

ada, kemudian data diolah dengan cara antara lain :

a. Editing

Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau yang dikumpulkan (Hidayat, 2007). Pada tahap ini peneliti memeriksa semua

data yang terkumpul dari setiap hasil observasi adanya tanda-tanda infeksi, take

graft.

b. Koding

Koding yaitu member kode dengan menggunakan angka atau huruf untuk

responden. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengkodean:

1) 1= perawatan skin graft dengan VAC modifikasi

0= perawatan skin graft dengan konvensional

2) 1= tidak ada tanda-tanda infeksi

0= ada tanda-tanda infeksi

3) 1= take graft

0= tidak take graft

Page 35: BAB 1-4 Retrospektif

35

c. Processing/Entry

Entry data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam

master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2007). Pada

tahap ini peneliti memasukkan semua data dan akan dipindahkan ke komputer

untuk dianalisis.

4.7.2 Teknik Analisis Data

a. Analisis Univariat

Teknik analisis data untuk menggambarkan atau mengidentifikasi data

dilakukan dengan analisis univariat menggunakan analisis deskriptif untuk

mencari persentasi

b. Analisis Bivariat

Teknik analisa data dalam penelitian ini, digunakan untuk mengidentifikasi

dan mengetahui perbedaan tingkat penyembuhan luka skin graft pada pasien yang

dirawat dengan VAC modifikasi dan pasien yang dirawat hanya dengan

perawatan luka konvensional. Untuk itu dilakukan analisis bivariat dengan

statistik inferensial non parametrik yaitu uji beda yang menggunakan uji chi-

kuadrat dan skala data yang digunakan adalah skala nominal. Semua proses ini

dilakukan dengan program computer.