20
ATRESIA KOANA Yan Indra Fajar Sitepu, S.Ked DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER (THT-KL) FK USU Sayan yang bertanda tangan dibawah ini, telah menyerahkan Hard copy dan soft copy makalah kepada dr. Nova: Nama Judul Full Text Powe r Poin t Soft Coy Tanda Tangan Yan Indra Fajar Sitepu (070100141) Atresia koana Yang Menerima Telah disetujui

Atresia Koana

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Atresia Koana

ATRESIA KOANA

Yan Indra Fajar Sitepu, S.Ked

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN

TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA DAN LEHER (THT-KL)

FK USU

Sayan yang bertanda tangan dibawah ini, telah menyerahkan Hard copy dan soft copy makalah kepada dr. Nova:

Nama Judul Full

Text

Power

Point

Soft

Coy

Tanda Tangan

Yan Indra Fajar Sitepu

(070100141)

Atresia koana

Yang Menerima Telah disetujui

Tgl. Tgl.

PPDS Pembimbing

Page 2: Atresia Koana

BAB I

Pendahuluan

Hidung terdiri dari hidung bagian luar dan hidung bagian dalam. Hidung

memiliki berbagai macam fungsi, diantaranya adalah fungsi respirasi, fungsi

penghidu, fungsi fonetik dan sebagao refleks nasal . Hidung dibentuk pada awal masa

kehamilan minggu ketiga dan minggu keempat dan akan menjadi hidung utuh setelah

minggu keenam dan minggu ketujuh.banyak kelainan yang dapat timbul dalam masa

embriogenesis hidung, salah satunya adalah atresia koana.

Atresia koana adalah suatu kelainan congenital yang ditandai dengan

kegagalan perkembangan rongga hidung untuk berkomunikasi atau berhubungan

dengan nasofaring dengan perubahan fisiologi dan anatomi yang signifikan dari

kompleks dentofacial. Atresia koana pertama kali ditemukan sekitar 200 tahun yang

lalu dan tahun 1854 dilaporkan oleh emmert pertama kali berhasil dilakukan prosedur

operasi. Atresia koana jarang terjadi pada kelainan congenital dan terjadi kira-kira 1

dari 5000 atau bahkan 8000 kelahiran. Menurut jurnal lain, dijumpai pada 0,82 kasus

per 10.000 individu pada semua ras. Atresia koana bisa terjadi pada kelainan

congenital lain hamper mencapai 50%. Sebagian besar terjadi kelainan kongenital

lain seperti coloboma, kelainan jantung kongenital, atresia koana, retardasi tumbuh

dan kembang, hipoplasia genital dan deformitas telinga dan ketulian (CHARGE,

C=Coloboma, H=Heart Disease, A= atresia choanae, R= retarded growth and

development, G= genital hipoplasia, E=ear deformities or deafness).

Kelainan congenital lain yang dapat berhubungan dengan atresia koana

anatara lain polydactyly, nasal-auricular dan deformitas palatum, sindrom Crouzon’s,

sindrom down, sindrom Treacher-Collins, sindrom DiGeorge, dan lain-lain. Sebagian

besar penderita atresia koana 65% sampai 75% adalah unilateral, sekitar 30% disertai

penonjolan tulang, dan 70% diantaranya adalah campuran membranous dan

Page 3: Atresia Koana

penonjolan tulang. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih

terhadap atresia koana.

BAB II

ISI

A. Embriogenesis

Hidung dibentuk dari nasal pacode saat minggu ketiga dan keempat dalam

kehidupan intrauterine. setiap nasal placode merupakan permukaan ektoderm

lokal yg kental dan merupakan daerah lateral dari kepala saat menjadi emrio, saat

itu dinamakan oral stoma. Nasal placode ini akan masuk ke mesenkim dan akan

dibentuk yang selanjtnya menjadi lubang hidung. Hipertrofi dari jaringan akan

melingkupi nasal placode dan membentuk medial dan lateral nasal yang

menonjol.

Lubang hidung akan bermigrasi secara medial dan jaringan lunak bersatu dan

melingkar dan menjadi awal dari migrasi bagian medial. bagian nasal medial akan

memproses pembentukan dari septum nasal anterior, tengah atas bibir dan bagian

keras dari palatum anterior. proses nasofrontal yang mula-mula membentuk dasar

dan bagian anterior fossa cranialis menjadi bagian dari prosencephalon. proses

dari nasofrontal akan membentuk bagian dari septum nasal posterior dan ethmoid,

nasal dan tulang premaksilaris.

Page 4: Atresia Koana

Gambar: perkembangan hidung setelah 30 hari menjadi embrio Note the nasal pits (n)

and primitive mouth (m). (sumber: Glenn C Isaacson, MD, FAAP, FACS)

Nasal posterior dan kavitas oral akan terpisah oleh membran oronasal setelah

minggu keenam dan ketujuh dalam masa intrauterine, jika membran oronasal ini

diresorbsi akan membentuk koana yang primitif. Ruang pada prenasal yang

terletak antara nasal dan bagian frontal pada masa embriogenesis. ini akan

memperluas bentuk dari kulit hidung menjadi foramen cecum, area dari anterior

fossa kranial dimana akan turun setelah dura terbentuk. foramen cecum

selanjutnya menyatu dengan frontalis fonticulus untuk membentuk palatum

kribrosum.

B. Anatomi Hidung

Hidung dari luar berbentuk seperti pyramid dengan bagian-bagiannya berupa

pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala

nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Bagian hidung terdiri dari

bagian luar dan bagian dalam.

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk

melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri atas

ostium nasalis, prosesus frontalis ostium maksila dan prosesus nasalis ostium

frontal. Sedangkan tulang rawan terdiri atas sepasang kartilago nalasis lateralis

superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior dan terakhir tepi anterior

kartilago septum.

Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan hingga ke belakang yang

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengah yang membagi antara kavum nasi

kanan dan kiri. Dengan pintu masuk yang dibagi atas dua bagian yaitu nares

anterior dan nares posterior yang disebut juga dengan koana.

Page 5: Atresia Koana

Gambar : susunan tulang pada hidung (sumber: netter anatomy)

Gambar: Bagian-bagian hidung dalam pemotongan lateral

(sumber: netter anatomy)

Page 6: Atresia Koana

Pendarahan hidung dibagi atas pendarahan bagian atas, bawah, depan dan pada

bagian septum. Pada bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri

etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari

arteri karotis interna.

Bagian bawah mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna,

diantaranya ialah ujung arteri palatine mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar

dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga

hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung diperdarahi

oleh cabang-cabang dari arteri facialis.

Pada bagian septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri

sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatine

mayor yang disebut pleksus kiesselbach (little’s area).

C. Defenisi

Atresia koana adalah suatu kelainan congenital yang ditandai dengan kegagalan

perkembangan rongga hidung untuk berkomunikasi atau berhubungan dengan

nasofaring dengan perubahan fisiologi dan anatomi yang signifikan dari kompleks

dentofacial. defenisi lain menyebutkan atresia koana adalah adanya kehilangan

atau adanya penghalang dari bagian posterior hidung. Atresia koana lebih sering

dikaitkan dengan kelainan CHARGE (C=Coloboma, H=Heart Disease, A= atresia

choanae, R= retarded growth and development, G= genital hipoplasia, E=ear

deformities or deafness),

D. Epidemiologi

Atresia koana terjadi hampir jarang terjadi pada setiap kelainan congenital,

berdasarkan penelitian dari 5000 sampai 8000 kelahiran hanya sekitar 1 kelahiran

yang menderita kelainan kongenital ini. Dengan angka kejadian bayi perempuan

lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan pada bayi laki-laki. Kejadian atresia

Page 7: Atresia Koana

koana biasanya dapat mengikuti kelainan kongenital lain seperti contohnya

sindroma down, sindroma DiGeorge, dan lain sebagainya.

Berdasarkan penelitian lain menyebutkan sekitar 0,82 kasus dari 10.000 kasus

adalah atresia koana, dengan atresia koana yang unilateral lebih sering

dibandingkan bilateral yakni 2:1, namun resiko terjadi keduanya juga cukup

besar. Adanya kelainan kromosom ditemukan pada bayi baru lahir sekitar 6%

menderita atresia koana. Dengan setiap ras memiliki frekuensi yang sama. Dan

50% anak dengan CHARGE menderita atresia koana hampir seluruhnya.

E. Etiologi

Penyebab pasti dari atresia koana masih belum diketahui, namun banyak dugaan

dari pada ahli yang berteori tentang terjadinya atresia koana. Yakni pada masa

embriologi dalam pembentukan hidung, pada dua lapisan membrane yang terdiri

atas nasal dan oral epitel terjadi ruptur dan merubah bentuk koana yang kemudian

menjadi atresia koana. Penyebab lain yang menjadi dugaan antara lain adanya

keterlibatan kromosom 22q11.2 yang dapat menyertai kelainan kongenital lain

seperti facial, nasal dan palatal deformities, polydactylism, congenital heart

disease, coloboma of the iris and retina, mental retardation, malformations

external ear, esophageal atresia, craniosynostosis, tracheoesophageal fistula dan

meningocele.

F. Patofisiologi

Banyak teori yang berpendapat tentang terjadinya atresia koana, namun belum

ada teori pasti tentang kelainan ini. Teori tersebut antara lain:

- Membran buccopharyngeal yang persisten

- Kegagalan membrane buccopharyngeal dari hochstetter yang ruptur

- Bagian medial yang tumbuh keluar dari vertikal dan horizontal tulang palatine

- Abnormal mesodermal yang adhesi pada area koana, dan

- Misdirection dari aliran mesodermal akibat faktor local

Page 8: Atresia Koana

G. Gejala Klinis

Pada setiap bayi baru lahir ahrus bernafas melalui hidung, namun pada bayi yang

menderita atresia koana terjadi distress respirasi bisa karena atresia koana yang

bilateral atau dapat pula terjadi napas memendek.

Presentasi lain adalah bayi selalu sianosis saat menangis, adanya obstruksi

dari saluran napas saat bayi makan dan berkurang saat bayi menangis karena

adanya pengambilan udara dari mulut karena adanya sumbatan pada hidung.

Kebanyakan atresia koana bilateral didiagnosa saat bulan pernah kehidupan.

Pasien dengan atresia koana unilateral jarang menyebabkan obstruksi saluran

napas yang parah. Normalnya gejala baru akan tampak setelah 18 bulan

kehidupan yang ditandai dengan adanya kesulitan makan dan keluarnya cairan

dari hidung.

H. Diagnosis

Dari anamnesis didapati riawayat kesulitan bernapas dan bernapas dari hidung

saat baru lahir dan makin memberat dalam beberapa bulan ini. Biasanya pasien

dengan atresia koana bilateral dibawa setelah 1 bulan kelahiran sedangkan pasien

atresia koana unilateral dating setelah beberapa bulan kelahiran. Pasien juga

kesulitan dalam pemberian makan karena akan mengganggu pernapasan dan

semakin memberat apabila pasien menangis. Pada pasien juga didapati riwayat

biru saat menangis akibat kurangnya pengambilan oksigen.

Pada inspeksi didapati pasien cenderung mengambil nafas dari mulut akibat

adanya obstruksi pada hidung. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior cenderung

dalam batas normal, namun kadang dijumpai adanya secret yang keluar dan

bertahan. Riwayat keluar cairan dari hidung serta aliran udara dari hidung yang

kurang atau tidak ada sama sekali. Pada pemeriksaan posterior dengan

menggunakan kaca laring didapati adanya aliran udara yang keluar dari mulut,

namun belum dapat secara pasti menegakkan suatu atresia ataupun stenosis.

Page 9: Atresia Koana

Pada pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi yang keras maupun

fleksibel, namun yang paling sering digunakan adalah endoskopi fiberoptik yang

fleksibel karena dapat menilai patensi nasal dan anatominya seperti vestibule,

septum nasi dan dinding lateral nasal. Biasanya, pada kelainan jalan napas yang

disebabkan oleh karena obstruksi kongenital, septum deviasi, kista duktus

nasolakrimalis, dan lain-lain bisa tidak terlihat. Pada pasien dengan atresia koana

dengan menggunakan endoskopi dapat dilihat adanya discharge yang bersifat

mukoid dan terlihat adanya atresia koana lebih jelas tampak.

Pemeriksaan lain adalah dengan menggunakan CT-scan, hal ini khusus untuk

melihat bagian aksial, prosedur radiografi ini merupakan pilihan terhadap

kelainan dari tulang dan membrane, untuk menilai posisi dan ketebalan dari

segmen yang obstruksi, sehingga dapat dilakukan operasi yang sesuai untuk

memperbaiki keadaan ini. CT-scan juga berperan untuk mendeteksi kelainan lain

yang menyertai atresia koana, seperti encephalocele, glioma, defek tengkorak

anterior. CT scan juga dapat menunjukkan luas dari bagian posterior septum dan

densitas tulang padat yang menyangga lateral. Dengan menggunakan

vasokonstriktor drop dan nasal toilet, sedasi atau anastesia umum pada bayi baru

lahir akan memberikan kualitas gambar CT-scan yang baik, data normative dapat

digunakan untuk neonates hingga umur 6 bulan, mengenai ukuran dari lubang

hidung.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bervariasi dam tergantung dari umur, tipe dari atresia dan

keadaan umum dari pasien. Karena pada bayi harus bernapas dari hidung,

sedangkan pada atresia koana yang bilateral keadaan ini tidak dapat terjadi,

sehingga butuh penanganan segea, sebelum jatuh kedalam keadaan asfiksia berat

dan kematian segera setelah lahir. Pada bayi dengan atresia koana yang bilateral

biasanya langsung menunjukkan keadaan kesulitan bernapas, dan

penatalaksanaan selanjutnya diperlukan. Seperti latihan bernapas melalui mulut,

Page 10: Atresia Koana

McGovern nipple atau dengan oropharyngeal airway. McGovern nipple adalah

suatu seperti ujung botol dengan sebuah lubang yang cukup besar dan dapat

digunakan untuk pemberian makan. Pasien dapat makan sambil menjaga jalan

napas, sebelum dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut.

Intubasi endotrakea biasanya kurang bermanfaat jika dibandingkan pemberian

ventilasi mekanik pada bayi. Jika didapati distress pernapasan yang parah dan

jalan napas tidak dapat dilakukan dengan intubasi endotrakea, perlu dilakukan

trakeotomi pada keadaan emergensi sebelum dilakukan evaluasi dan

penatalaksanaan selanjutnya. Pembedahan merupakan satu-satunya cara yang

paling tepat dalam keadaan atresia koana bilateral.

Pada atresia koana yang bersifat unilateral jarang terjadi keadaan emergensi.

Karena pada atresia koana ini secara umum dapat ditunda melakukan operasi

menunggu keadaan umum terlebih dahulu sampai dengan batas 1 tahun. Keadaan

ini diperlukan karena perlunya pembesaran dan pengurangan resiko pasca-operasi

dari stenosis, jika pasien kesulitan untuk makan.

Beberapa teknik operasi antara lain adalah transnasal dan transpalatal dapat

digunakan. Pendekatan transnasal adalah dengan menggunakan teleskop lensa-

pancing dan metode ini merupakan pilihan karena biasanya sukses dilakukan pada

infant dan cocok pada membrane atau tulang atresia yang masih tipis. Sedangkan

metode transpalatal normalnya digunakan pada anak yang lebih tua, tulang yang

mulai padat atau pada kasus dengan stenosis berulang. Instrumen pendukung lain

adalah endoskopi sinus operasi dan CT scan. Metode transnasal merupakan

metode yang paling popular dikerjakan.

J. Komplikasi dan Prognosis

Pada pasien atresia koana memiliki komplikasi yang berbeda pada atresia koana

bilateral dan unilateral. Pada atresia koana bilateral cenderung memiliki

komplikasi yang terberat yakni distress pernapasan, asfiksia yang terakhir

berujung pada kematian. Perlu diagnosis dan penatalaksanaan segera dalam

Page 11: Atresia Koana

mengantisipasi keadaan ini. Berbeda halnya dengan atresia koana unilateral yang

masih dapat ditunda pelaksanaan operasi hingga setahun kedepan. Komplikasi

kemungkinan adalah kurangnya asupan makan akibat kesulitan bernapas hanya

berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan bayi yang cenderung

terhambat. Namun sekitar 50% atresia koana dapat diikuti kelainan kogenital lain

sehingga biasanya pasien justru jatuh ke dalam keadaan komplikasi dari penyakit

lain.

Page 12: Atresia Koana

BAB III

KESIMPULAN

Hidung terdiri dari hidung bagian luar dan hidung bagian dalam. Hidung

memiliki berbagai macam fungsi, diantaranya adalah fungsi respirasi, fungsi

penghidu, fungsi fonetik dan sebagao refleks nasal . Atresia koana adalah suatu

kelainan congenital yang ditandai dengan kegagalan perkembangan rongga hidung

untuk berkomunikasi atau berhubungan dengan nasofaring dengan perubahan

fisiologi dan anatomi yang signifikan dari kompleks dentofacial. Atresia koana terjadi

hampir jarang terjadi pada setiap kelainan congenital, berdasarkan penelitian dari

5000 sampai 8000 kelahiran hanya sekitar 1 kelahiran yang menderita kelainan

kongenital ini.

Penyebab pasti dari atresia koana masih belum diketahui, namun banyak

dugaan dari pada ahli yang berteori tentang terjadinya atresia koana. Banyak teori

yang berpendapat tentang terjadinya atresia koana, namun belum ada teori pasti

tentang kelainan ini. Pada setiap bayi baru lahir ahrus bernafas melalui hidung,

namun pada bayi yang menderita atresia koana terjadi distress respirasi bisa karena

atresia koana yang bilateral atau dapat pula terjadi napas memendek. Dari anamnesis

didapati riawayat kesulitan bernapas dan bernapas dari hidung saat baru lahir dan

makin memberat dalam beberapa bulan ini. Biasanya pasien dengan atresia koana

bilateral dibawa setelah 1 bulan kelahiran sedangkan pasien atresia koana unilateral

dating setelah beberapa bulan kelahiran. Pemeriksaan lain adalah dengan

menggunakan CT-scan, hal ini khusus untuk melihat bagian aksial, prosedur

radiografi ini merupakan pilihan terhadap kelainan dari tulang dan membrane, untuk

menilai posisi dan ketebalan dari segmen yang obstruksi, sehingga dapat dilakukan

operasi yang sesuai untuk memperbaiki keadaan ini. Penatalaksanaan bervariasi dam

tergantung dari umur, tipe dari atresia dan keadaan umum dari pasien. Beberapa

teknik operasi antara lain adalah transnasal dan transpalatal dapat digunakan.

Page 13: Atresia Koana

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E., A., dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Teling Hidung Tengorok

Kepala Leher Edisi 6. FK UI 2007

2. W, William., JL, Myron., MS, Judith. 2006. Current Diagnosis & Treatment

In Pediatrics 18th. The McGraw-Hill

3. Tewfik, T., L., Choanal Athresia. 2011. www.Emedicine.com

4. J, Soma., MM. Donna., B, Sheri. 2011. CHARGE (Coloboma, Heart Defect,

Atresia Choanae, Retarded Growth and Development, Genital Hypoplasia,

Ear Anomalies/Deafness) Syndrome and Chromosome 22q11.2 Deletion

Syndrome: A Comparison of Immunologic and Nonimmunologic Phenotypic

Features. Downloaded from: www.pediatrics.aappublications.org/21219721973/721.htm

5. B, Blasberg., S, Stool., S, Oka. 2000. Choanal Athresia-A Cryptic Congenital

Anomaly. www.philadepphia.com/journalmedicine/12218.htm.

6. A, Paraya., M, Choakchai. 2009. Choanal Athresia. Department of

Otorhinolaryngology, Faculty of Medicine Siriraj Hospital, Mahidol

University, Bangkok, Thailand. http://www.mat.or.th/journal

7. CI Gleen, MF Ellen, MT Mary. 2009. Congenital Anomalies of Nose.

Download from: www.uptodate.com/journal/premium.

congenitalanomaliesofnose.htm

8. BW Marrieline, C. Jonathan, MF Anna. 2009. Structural causes of nasal

symptoms: An overview.

www.uptodate.com /journal/premium/Structuralcausesofnasal symptomsAn

overview.htm