24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Walaupun kondisi kehidupan sudah membaik,vaksinasi sudah meluas, dan tersedia antibiotik yang efektif, di amerika serikat penyakit infeksi masih menimbulkan banyak korban di antara mereka yang mengidap penyakit kronis, mendapat obat imunosupresif, atau mengidap sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS) tanpa terapi antiretrovirus efektif. Di negara yang sedang berkembang, sanitasi yang buruk dan maltunitrisi berperan dalam penyakit infeksi yang menyebabkan kematian pada lebih dari 10 juta orang setiap tahun. Sebagian besar kematian tersebut terjadi pada anak yang menderita infeksi pernapasan dan diare akibat virus serta bakteri. Selain itu, semakin banyak kematian pada orang dewasa di afrika dan asia yang disebabkan oleh inveksi HIV dan tidak mampu membeli obat antivirus yang paling murah sedikitpun. Dalam referat ini akan dibahas tentang aspek molekuler infeksi bakteri serta bagaimana proses molekuler dari infeksi bakteri dan juga respon-responnya terhadap tubuh manusia. Oleh karena itu Sangatlah penting bagi seorang dokter untuk mengetahui bagaimana aspek molekuler infeksi bakteri serta proses dari molekuler infeksi bakteri. 1.2. TUJUAN DAN MANFAAT

Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Walaupun kondisi kehidupan sudah membaik,vaksinasi sudah meluas, dan tersedia

antibiotik yang efektif, di amerika serikat penyakit infeksi masih menimbulkan banyak

korban di antara mereka yang mengidap penyakit kronis, mendapat obat imunosupresif,

atau mengidap sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS) tanpa terapi antiretrovirus

efektif. Di negara yang sedang berkembang, sanitasi yang buruk dan maltunitrisi

berperan dalam penyakit infeksi yang menyebabkan kematian pada lebih dari 10 juta

orang setiap tahun. Sebagian besar kematian tersebut terjadi pada anak yang menderita

infeksi pernapasan dan diare akibat virus serta bakteri. Selain itu, semakin banyak

kematian pada orang dewasa di afrika dan asia yang disebabkan oleh inveksi HIV dan

tidak mampu membeli obat antivirus yang paling murah sedikitpun.

Dalam referat ini akan dibahas tentang aspek molekuler infeksi bakteri serta

bagaimana proses molekuler dari infeksi bakteri dan juga respon-responnya terhadap

tubuh manusia.

Oleh karena itu Sangatlah penting bagi seorang dokter untuk mengetahui bagaimana

aspek molekuler infeksi bakteri serta proses dari molekuler infeksi bakteri.

1.2. TUJUAN DAN MANFAAT

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diambil beberapa tujuan dan manfaat

yang sesuai dengan topik yang akan dibahas. Tujuan dan manfaat yang didapat

diantaranya :

1.2.1 Tujuan :

1. Mengetahui tentang aspek molekuler infeksi bakteri

2. Menjelaskan bagaimana proses molekuler dari infeksi bakteri

1.2.2 Manfaat

1. Untuk memahami aspek molekuler dari infeksi bakteri

2. Untuk lebih memahami bagaimana proses dari molekuler infeksi bakteri

BAB 2

PEMBAHASAN

Page 2: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

2.1. PENYEBARAN MIKROBA KE SELURUH TUBUH

Mikroba menyebar secara cepat di sepanjang permukaan basah epitel usus,

paru, dan saluran kemih kelamin dan secara lambat, kalaupun terjadi, dipermukaan

kulit yang kering. Banyak mikroba tidak bergerak melebihi epitel karena mikroba

tersebut hanya berpoliferasi di lapisan superfisial epitel (misal HPV), tetapi yang

lain mampu menembus (misal streptokokus dan stafilokokus, yang menghasilkan

hialuronidase, yang menguraikan matriks ekstrasel di antara sel pejamu). Rute

penyebaran mikroba pada awalnya mengikuti bidang jaringan yang resistensinya

paling rendah dan anatomi limfe dan vaskular regional. Sebagai contoh, stafilokokus

menyebabkan abses kulit yang membesar lokal (furunkel), diikuti oleh limfadentis

regional yang kadang-kadang menyebabkan bakteremia (infeksi yang menyebar

melalui darah) dan kolonisasi organ jauh yang terletak dalam (jantung, hati, otak,

limpa, tulang). Setelah berada di dalam darah, organisme diangkut dengan berbagai

cara. HBV dan virus polio, sebagian besar bakteri dan jamur, beberapa parasit

protozoa (misal tripanosoma afrika), dan semua cacing diangkat dalam bentuk bebas

di dalam plasma.

Penyebaran patogen dalam darah dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda

infeksi sistemik, termasuk demam, yang disebabkan oleh berbagai sitokin pejamu

yang keluar sebagai respon endotoksin bakteri. Invasi secara besar-besaran oleh

bakteri piogenik dan parasit tertentu (misal, spesies plasmodium, penyebab malaria)

kedalam aliran darah dapat menyebabkan kematian. Fokus infeksi yang menyebar

melalui darah disebut fokus sekunder dan biasanya memiliki distribusi yang luas,

baik pada satu organ (misal, ditribusi miliaris, atau seedlike, tuberculosis progresif di

dalam paru) atau pada banyak jaringan (misal, mikroabses di seluruh ginjal, usus,

dan kulit akibat embolus septik yang terlepas dari infeksi stafilokokus di katup

aorta). Mikroba invasif cepat menyebar di dalam rongga berlapis serosa sepoerti

pleura, peritoneum, dan meningem.

Oeganisme sering menyebabkan penyakit dengan menivestasi yang jauh dari

tempat mask. Sebagai contoh, virus cacar air masuk melalui paru tetapi

menyebabkan ruam di kulit, virus polio masuk melalui usus, tetapi secara selektif

merusak neuron motorik, dan organisme schistoma mansoni menembus kulit, tetapi

akhirnya terlokalisasi di pembuluh darah sistem porta dan mesenterium,

menyebabkan kerusakan hati dan usus. Organisme rabdovirus, penyebab rabies,

Page 3: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

berjalan ke otak secara retrograd di sepanjang saraf, sedangkan virus varisela-zoster,

setelah fase viremia, bersembunyi di ganglion akar dorsal dan kemudian dapat

berjalan disepanjang saraf untuk menimbulkan dompo (cacar ular, shingles).

Dapat terjadi kerusakan berat pada janin yang sedang tumbuh apabila apai

uterus melalui vagina untuk menginfeksi plasenta dan janin. Infeksi plasenta atau

janin oleh bakteri sering menyebabkan persalinan prematur atau lahir mati,

sedangkan inveksi virus juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan janin,

bergantung pada waktu infeksi. Infeksi rubela pada trimester pertama dapat

menyebabkan penyakit jantung kongenital, retadarsi mental, katarak, atau ketulian

pada bayi, sedangkan pada trimester ketiga infeksi ini hanya menyebabkan sedikit

kerusakan. Sebaliknya, infeksi treponema menyebabkan sifilis hanya apabila

organisme menginvasi janin pada akhir trimister kedua, tetapi setelah ituorganisme

ini dapat menyebabkan osteokondritis dan periostitis yang berat pada hjanin yang

menyebabkan lesi tulang multipel.

2.2. SAWAR PEJAMU TERHADAP INFEKSI DAN BAGAIMANA SAWAR

TERSEBUT RUSAK

Sawar pejamu terhadap infeksi mencegah akses mikroba keseluruh tubuh serta

penyebaran selanjutnya ke seuruh jaringan. Sawar pertama adalah permukaan kulit

dan mukosa yang utuh serta sekresi yang dihasilkannya (misal, lisosom di dalam

air mata menguraikan dinding peptidoglikan bakteri). Sawar ini merupakan

pertahanan yang kuat terhadap sebagian besar infeksi.

2.2.1. KULIT

Kulit manusia secara normal dihuni oleh berbagai macam spesies

bakteri dan jamur, termasuk beberapa yang opurtunistik, seperti S.

Epidermidis dan C. Albicans. Lapisan kulit luar yang padat dan berkeratin

serta mengandung mikroba residen secara terus menerus dilepaskan dan

diperbaharui. pH kulit yang rendah (sekitar 5,5) dan adanya asam lemak juga

menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi kulit yang basah lebih permeabel

terhadap mikroorganisme. Virus papiloma manusia (HPV), penyebab kulit

genital, dan treponema pallidum, penyebab sifilis, keduanya menembus kulit

yang hangat lembab sewaktu hubungan kelamin. Infeksi superfisial pada

stratum korneum epidermis oleh S. Aureus (impetigo) atau oleh jamur kulit,

semuanya diperparah oleh panas dan kelembaban. Larva skistosoma yang

dilepaskan dari siput air tawar menembus kulit orang yang berenang dengan

Page 4: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

mengelarkan kolagenase, etalase, dan enzim lain yang melarutkan matriks

ekstrasel. Sebagian besar mikroorganisme lain masuk melalui lesi di kulit,

termasuk tusukan superfisial (infeksi jamur), luka dalam (stafilokokus), luka

bakar (pseudomonas aeruginosa), dan lecet di kaki akibat tekanan atau

diabetes (infeksi multibakteri).

2.2.2. SALURAN UROGENITAL

Patogen yang menginfeksi saluran kemih (terutama bekteri dari daerah

perianal atau dari pasangan seksual yang terinfeksi (misal, Gonococcus) adalah

patogen yang paling mudah melekat ke epitel saluran kemih. Sebagian besar ISK

akut disebabkan oleh beberapa strain E.coli yang memiliki fimbria adheren,

sedangkan infeksi kronis disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, atau

Enterococcus spp., yang sering kebal terhadap obat.

2.2.3. SALURAN NAPAS

Sekitar 10.000 mikroorganisme, termasuk virus, bakteri, dan fungus, terhirup

setiap hari oleh setiap penduduk kota. Jarak yang ditempuh oleh berbagai

mikroorganisme ini di sistem pernapasan berbanding terbalik dengan ukuran

mereka. Mikroba besar terperangkap di mukus yang dikeluarkan oleh sel goblet

dan kemudian diangkut oleh gerakan silia ke bagian belakang tenggorokan tempat

mikroorganisme tersebut ditelan atau dikeluarkan. Organisme yang lebih kecil dari

pada 5 mm berjalan secara langsung ke alveoli, tempat organisme tersebut

difagositosis oleh makrofag alveolus atau neutrofil yang direkrut ke paru oleh

berbagai sitokin.

Kerusakan pada sistem pertahanan mukosiliaris terjadi akibat cedera berulang

pada para perokok dan pasien dengan fibrosis kistik, sedangkan cedera akut terjadi

pada pasien yang diintubasi dan mereka yang mengalami aspirasi asam lambung.

Patogen pernafasan yang virulen lolos dari sistem pertahanan mukosiliaris dengan

melekat melalui hemaglutinin ke karbohidrat pada sel epitel saluran nafas bawah

dan faring (misal, virus, influenza). Selain itu, virus influenza, parainfluenza, dan

gondongan menggunakan neuraminidase untuk mengurangi kekentalan mukus dan

membebaskan diri dari perangkap. Organisme tertentu (misal, H.influenzae)

mengluarkan berbagai faktor yang menghambat gerakan silia. Infeksi pernapasan

sekunder oleh Streptococcus pneumoniae atau Staphylococcus spp., yang tidak

memiliki faktor infeksi virus. M. Tuberculosis menyebabkan infeksi pernapasan,

karena kuman ini mampu lolos dari pembasmian fagositik oleh magrofag.

Page 5: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

Akhirnya, jamur oportunistik menginfeksi paru apabila imunitas selular tertekan

atau apabila jumlah leukosit berkurang (misal, P. Carinii pada pasien yang

mendapat kemoterapi).

2.2.4. SALURAN CERNA

Sebagian besar patogen saluran cerna ditularkan melalui makanan atau

minuman yang tercemar bahan feses. Oleh karna itu, pembuangangan kotoran yang

sesuai sanitasi, meminum air bersih, mencuci tangan, dan memasak makanan

dengan benar dapat mengurangi pajanan. Apabila highiene kurang, penyakit diare

akan meraja rela.

Sistem pertahanan normal terhadap patogen yang tertelan antara lain adalah

(1) cairan lambung yang asam, (2) lapisan mukus kental yang menutupi usus (3)

enzim litik pankreas dan detergen empedu, dan (4) sekresi antibodi

immunoglobulin A (IgA). Antibodi IgA dibuat oleh sel B yang terletak dalam

jaringan limfoid terkait mukosa (mucosa-associated lymphoid tissue, MALT), yang

ditutupi oleh satu lapis sel epitel khusus yang disebut sel M. Sel M penting untuk

tranfortasi antigen ke MALT dan untuk mengikat dan /atau menyerap patogen

usus,termasuk virus polio, E-coli entropatik, Vibrio cholerae, Salmonella typhy,

dan Shigella flexneri.

2.2. MEKANISME CIDERA AKIBAT BAKTERI : ADHESIN DAN TOKSIN

BAKTERI

Kerusakan jaringan pejamu oleh bakteri bergantung pada kemampuan bakteri

melekat dan masuk ke sel pejamu atau mengeluarkan toksin. Koordinasi antara

perlekatan bakteri dan pengeluaran toksin merupakan hal yang sangat penting bagi

virulensi bakteri sehingga gen yang mengkode protein perekat dan toksin sering

dikendalikan bersama oleh sinyal lingkungan spesifik. Sebagai contoh, perubahan

suhu, osmolaritas, atau pH memicu sintesis 20 protein yang berbeda oleh bordetella

pertussis, termasuk hemaglutinin filamentosa, protein fimbrie, dan toksin pertusis.

Demikian juga, virulensi E.coli enterotoksik bergantung pada ekspresi protein

perekat yang memungkinkan bakteri melekat ke sel epitel usus serta membentuk

dan mengeluarkan toksin labil-panas atau stabil-panas yang menyebabkan sel usus

mengeluarkan cairan isotonis.

2.2.1. ADHESIN BAKTERI

Adhesin bakteri adalah molekul yang mengikatkan bakteri ke sel

pejamu. Jenis adhesin terbatas, tetapi rentang spesifitas sel pejamunya luas.

Page 6: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

Permukaan kokus gram-positif misalnya streptokokus ditutupi oleh dua jenis

molekul yang mungkin memperantarai perlekatan bakteri ke sel pejamu.

Pertama, asam lipoteikoat merupakan molekul hidrofobik yang berikatan

dengan permukaan semua sel eukariot, tetapi memiliki afinitas yang lebih

tinggi terhadap reseptor tertentu di sel darah dan sel epitel mulut. Kedua,

suatu adhesin nonfibrilar yang disebut protein F berikatan dengan

fibronektin, suatu protein matriks ekstrasel yang ditemukan disebagian besar

sel. Protein M, yang membentuk fibril di permukaan bakteri gram-positif dan

kapsul karbohidratnya mencegah fagositosis oleh makrofag pejamu. Pada

kasus Pneumokokus terdapat bentuk transparan (memiliki kapsul tipis) yang

beradaptasi untuk melekat ke epitel nasofaring, dan bentuk opak (kapsul

tebal) yang beradaptasi untuk dapat bertahan hidup dalam darah.

Fimbria, atau pili, dipermukaan batang dan kokus gram-negatif adalah

struktur filamentosa nonflagela yang terdiri atas pengulangan subunit. Pili

seks digunakan untuk mempertukarkan gen yang terdapat di plasmid atau

transposon dari satu bakteri ke bakteri lain, sebagian besar pili

memperantarai perlekatan bakteri ke sel pejamu. Untuk berbagai bakteri

(misal mycobacterium, pseudomonas, neisseria), pangkal subunit yang

melekatkan pilus ke dinding sel bakteri tidak banyak berbeda. Di ujung pili

terdapat komponen protein minor yang menentukan ke sel pejamu mana

mikroba akan melekat (tropisme bakteri. Pada E.coli, protein minor ini secara

antigenis berbeda-beda dan berkaitan dengan infeksi tertentu (misal, protein I

mengikat manosa dan menyebabkan infeksi saluran kemih bagian bawah,

protein tipe P mengikat galaktosa dan menyebabkan pielonefritis, protein tipe

S mengikat asam sialat dan menyebabkan meningitis). Satu bakteri dapat

mengekspresikan lebih dari satu jenis pilus, serta adhesin yang tidak terletak

di pilus (misal, protein I dan II pada gonokokus). Molekul lain di permukaan

bakteri gram-negatif yang penting untuk virulensi adalah lipopolisakarida

dan kapsul karbohidrat.

Tidak seperti virus, yang menginfeksi beragam sel pejamu, bakteri

intrasel fakultatif lebih terbatas dan menginfeksi sel epitel (shigella dan

E.coli enteroinvasif), makrofag (M. Tuberculosis, M. Leprae), atau keduanya

(S. Typhi). Protein bakteri yang berperan untuk perlekatan dan invasi sering

Page 7: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

diatur bersama dan diekspor oleh mesin sekreotik tipe III, yang mengangkut

protein menembus selubung bakteri dan menyuntikannya ke dalam sitosol sel

sasaran. Sebagian besar bakteri ini melekat ke integrin sel pejamu, protein

membran plasma yang mengikat komplemen, atau protein matriks ekstrasel,

termasuk fibronektin, laminin, dan kolagen. Sebagai contoh , organisme

legionella, M. Tuberculosis, dan protozoa leishmania melekat ke CR3, sel

reseptor untuk komplemen C3bi. E.coli enteropatik mengeluarkan suatu

protein yang masuk ke dalam membran plasma sel sasaran dan digunakan

oleh bakteri sebagai tempat perlekatan tambahan. Shigella mengeluarkan

protein yang menyebabkan reorganisasi kerangka (cytoskeleton) sel epitel

sasaran dan membungkus bakteri. Setelah berada didalam sitoplasma,

shigella dan E. Coli menghambat sintesis protein pejamu , membelah diri

dengan pesat, dan dalam 6 jam melisiskan sel pejamu. Sebaliknya, organisme

salmonella dan yersinia bereplikasi didalam fagolisosom makrofag,

sedangkan organisme mycobakterium dan lagionella menghambat

pengasaman yang biasanya tetjadi setelah endosom menyatu dengan lisosom.

Didalam fagolisosom organisme salmonella mengekuarkan rangkaian kedua

protein melalui aparatus tipe III sedangkan organisme legionella

menggunakan perangkat sekretorik tipe IV untuk mengganggu proses

endositik. Tanpa adanya respon imun seluller pejamu banyak organisme yang

terus menerus berkembang biak didalam makrofag (misal, kusta lepromatosa,

infeksi M. Avium-intraselullare pada pasien AIDS) tetapi makrofag aktif

dapat mematikan berbagai organisme ini atau membatasi pertumbuhannya.

Endotoksin bakteri. Endotoksin bakteri adalah suatu lipopolisakarida

LPS yang merupakan komponen struktural dinding luar sel pada bakteri

gram-negatif. Lipopolisakarida terdiri dari suatu jangkar asam lemak rantai

panjang (lipid A) yang berhubungan dengan suatu rantai gula (sebagai inti)

keduanya sama untuk semua bakteri gram-negatif. Pada gula inti ini melekat

beragam rantai karbohidrat (antigen O) yang digunakan untuk menentukan

serotipe dan membedakan berbagai bakteri. Berbagai aktifitas biologis

endotoksin. Semua aktifitas biologis endotoksin berasal dari lipid A dan gula

inti aktifitas tersebut diperantarai oleh efek langsung endotoksin dan melalui

induksi sitokin pejamu seperti IL-1, TNF, dll.

Page 8: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

Superantigen bakteri (misal, enterotoksin stafilokokus dan toksin

sindrom syok toksik) menyebabkan demam, syok, dan gagal multi organ

melalui mekanisme yang berbeda dengan yang digunakan endotoksin.

Suprantigen bakteri melekat ke molekul komplek histokompatibilitas mayor

(MHC) kelas II dipermukaan banyak sel penyaji antigen (antigen

presentingcells, APC) tanpa pengolahan internal atau diskriminasi seperti

biasanya. APC yang mengandung super antigen ini kemudian secara

membabibuta merangsang banyal sel T untuk mengeluarkan IL-2 dalam

jumlah besar yang akhirnya menyebabkan pembentukan berlebihan TNF dan

sitokin lain yang menyebabkan gangguan sistemik.

2.2.2. EKSOTOKSIN BAKTERI

Eksotoksin bakteri adalah protein yang dikeluarkan dan secara

langsung menyebabkan cidera sel serta menentukan manifestasi penyakit.

Sebagai contoh, faktor letal, yaitu eksotoksin basilus antaksis, kemunngkinan

besar merupakan penyebab ps kelima dan keenam di mesir. Karena antraks

membentuk spora, yang resisten panas dan menginfeksi melalui aerosol,

bakteri ini memiliki potensi besar sebagai senjata biologis. Toksi difteri terdiri

atas fragmen B (ujung karboksil) dan fragmen A (ujung amino) yang disatukan

oleh sebuah jembatan disulfida. Toksin mengikat glikoprotein di permukaan

sel sasaran via ujung karboksinya dan masuk endosom asam, tempat toksin

menyatu dengan membran endosom dan masuk ke sitoplasma sel. Didalam

sitoplasma, ikatan disulfida toksin difteri mengalami reduksi dan putus,

membebaskan fragmen A amino yang secara enzimatis aktif. Fragmen ini

mengatalitis pemindahan kofalen adenosin difosfat (ADP) ribosa dari

nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) ke EF-2 (elongation faktor pada

sintesis polipeptida) dan menyebabkan inaktif. Satu molekul toksin dapat

mematikan sebuah sel dengan melakukan ADP ribosilasi terhadap lebih dari

106 molekul EF-2. Efek toksi adalah menciptakan suatu lapisan sel mati

ditenggorokan, pada mana bakteri kornebakterium diphteriae dapat tumbuh

mengalahkan bakteri pesaing kemudian, penyebaran secara luas toksin difteri

menyebabkan disfungsi saraf dan jantung.

Page 9: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

Enterotoksin labil-panas dari V. Cholerae dan E.coli juga memiliki

struktur A-B dan merupakan ADP-ribosil transferase, tetapi enzim ini

mengkatalisis pemindahan dari NAD ke komponen regulatorik adenilat siklase

yang dependen-guanil nukleotida. Hal ini menyebabkan pembentukan

berlebihan adenosin monofosfat siklik (cAMP), yang menyebabkan sel epitel

usus mengeluarkan cairan isosmotik dalam jumlah besar serta menimbulkan

diare encer dan kehilangan cairan dan elektrolik.

Anerobik gram-positif clostridium perfringens, penyebab gas gangren,

secara harfiah mencerna jaringan pejamu, termasuk kolagen yang relatif

resisten. Toksin alfa-nya merupakan suatu lesitinase yang merusak membran

plasma, termasuk membran sel darah merah dan putih. Colostridium tetani,

suatu kontaminan luka, mengeluarkan suatu eksotoksin yang disebut

tetanospasmin yang mengganggu pelepasan zat transmisitter inhibitorik seperti

asam Ƴ-aminobutirat dari ujung prasinaps antarneuron spinal. Akibatnya

adalah kontraksi hebat otot yang merupakan tanda spasme tetanus. Toksin

colostridium botulinum menghambat pelepasan neurotransmiter koligernik,

terutama di taut neuromuskulus sehingga terjadi paralisis progresif

ekstermitas, otot pernafasan, dan saraf motorik kranialis. Yang menarik, baik

toksin botulinum maupun tetanus adalah endopeptidase yang memecah

sinaptobrevin, yaitu protein yang berperan dalam pembentukan vesikel sinaps.

2.2. CARA MIKROBA MENGHINDAR DARI SISTEM IMUN

Respon imun humoral dan selular yang melindungi pejamu dari sebagian besar

infeksi dan mekanisme kerusakan jaringan pejamu yang diperantarai oleh sistem

imun dan dipicu oleh mikroba (misal, reaksi anafilaksis, reaksi kompleks imun).

Disini, kita berfokus pada cara mikroba lolos dari sistem imun pejamu dengan (1)

tetap tidak dapat diakses (2) memecah antibodi, bertahan terhadap lisis yang

diperantarai oleh komplemen, atau bertahan hidup di sel fagostik (3) mengubah-

ubah atau melepaskan antigen (4) menyebabkan supresi imun spesifik atau

nonspesifik.

Mikroba yang berkembang biak dalam lumen usus (misal, colostridium difficle

penghasil toksin) atau kandung empedu (misal, S. typhi) tidak dapat diakses oleh

pertahanan imun pejamu, termasuk IgA sekrotik. Sebagian organisme menimbulkan

infeksi melalui invasi sel pejamu secara cepat sebelum respon humoral pejamu

Page 10: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

efektif (misal, sporozoit malaria masuk ke sel hati, trichinella dan T. Cruzi yang

masuk ke otot rangka dan jantung).

Kapsul karbohidrat di permukaan semua patogen utama yang menyebabkan

pneumonia atau meningitis (streptococus pneumoniae, neisseria meningitidis,

haemophilus, klebsiella, dan E.coli) menyebabkan patogen tersebut lebih verulen

karena membungkus antigen bakteri dan mencegah fagositosit organisme oleh

neutrofil. Bakteri pseudomonas mengeluarkan suatu leukotosin yang mematikan

neutrofil. Beberapa E. Coli memilikib antigen K yang mencegah aktivasi

komplemen melalui jalur alternatif dan lisis sel. Sebaliknya, beberapa bakteri gram-

negatif memiliki antigen O polisakarida tang sangat panjang yang mengikat antibodi

pejamu dan mengaktifkan komplemen pada jarak yang cukup jauh dari bakteri

sehingga bakteri tersebut tidak mengalami lisis. Stafilokokus dibungkus oleh

molekul protein A yang mengikat bagian Fc antibodi sehingga fagositosis terhambat.

Neisseria, haemophilus, dan streptokokus spp. Mengeluarkan protase yang

menguraikan antibodi.

Pneumokokus mampu melakukan lebih dari 80 permutasi kapsul

polisakaridanya, sehingga pada infeksi berulang kecil kemungkinan bagi pejamu

untuk mampu mengenali serotipe baru. N. Gonorrhoeae memiliki protein pilus

(perlekatan) yang terdiri atas suatu regio konstan dan suatu regio hipervariabel.

Salah satu spesies neisseria mampu menyerap DNA dari spesies neisseria lain

sehingga mikroba tersebut mampu mengubah rangkaian protein perlekatannya tanpa

mengalami mutasi. Spiroketa borelia recurrentis menyebabkan demam kambuhan

(relapsing fever) dengan berkali-kali mengganti antigen permukaannya sebelum

pejamu membasmi setiap klon.

2.3. RESPON PERADANGAN TERHADAP AGEN INFEKSI

Secara umum respon peradangan terhadap agen infeksi terdapat lima pola

histologis reaksi jaringan yaitu:

2.3.1. PERADANGAN POLIMORFONUKLEUS SUPURATIF

Peradangan ini adalah reaksi umum terhadap kerusakan jaringan akut ,

yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular dan eksudasi

neutrofil. Neutrofil tertarik ke tempat infeksi akibat pelepasan kemoatrakan

dari bakteri “piogenik” yang cepat membelah yang memicu respon ini,

terutama kokus gram-positif ekstrasel dan batang gram-negatif. Kemoatrakan

Page 11: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

bakteri antara lain peptida bakteri, yang semuanya mengandung residu N-

formil metionin di terminal aminonya dan dikenali oleh reseptor spesifik pada

neutrofil. Selain itu, bakteri menarik neutrofil secara tidak langsung dengan

mengeluarkan endotoksin, yang merangsang makrofag untuk mengeluarkan

endotoksin, yang merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 atau TNF,

atau dengan memecah komplemen menjadi peptida kemoatrakan C5a.

Berkumpulnya neutrofil menyebabkan terbentuknya pus. Ukuran lesi eksudatif

dapat sangat berfariasi, dari mikroabses kecil yang terbentuk di banyak organ

saat sepsis sekunder akibat kolonisasi katup jantung , hingga peregangan tuba

fallopi oleh pus yang disebabkan oleh N, gonorrhoae (gonokokus), sampai

keterlibatan difusmenngen sewaktu infeksi H. Infulenzae, atau pneunomia ,

dan beberapa lobus paru terkena. Seberapa besar tingkat destruktivitas suatu

lesi bergantung pada lokasi dan organisme yang terlibat. Sebagai contoh

pneumokokus biasanya tidak mengenai dinding alveolus dan membentuk

abses, yang selanjutnya akan diikuti oleh pembentukan jaringan parut.

Faringitis bakteri sembuh tanpa sekuele, sedangkan peradangan bakteri akut

yang tidak diobati dapat meusak sebuah sendi dalam hitungan hari.

2.3.2. PERADANGAN MONONUKLEUS

Sebuah difus yang terutama terdiri atas sel mononukleus di

interstisium merupakan gambaran semua proses peradangan kronis, tetapi

apabila terjadi secara akut, sebukan ini sering merupakan respon terhadap

virus, bakteri, intrasel, atau parasit intrasel. Selain itu, spirokaeta dan cacing

menyebabkan peradangan kronis. Jenis sel mononukleus yang predominan di

dalam suatu lesi peradangan bergantung pada respon imun pejamu terhadap

organisme. Sebagai contoh, pada lesi primer dan sekunder sifirilis ditemukan

banyak sel plasma, sedangkan pada infeksi HBV atau infeksi virus otak yang

predominan adalah limfosit. Limfosit ini sendiri mencerminkan imunitas

selular terhadap patogen atau sel yang terinfeksi patogen. Pada ekstrem yang

lain, makrofag yang dipenuhi oleh m. Avium-intraculare ditemukan ditemukan

banyak pada jaringan pasien AIDS, yang tidak lagi mempunyai SelT helper

dan tidak dapat membentuk respon imun terhadap mikro organisme. Pada

infeksi M.leprae dan leismaniasis kutis, sebagian orang membentuk respon

imun yang kuat sehingga lesi mereka mengandung sedikit organisme, sedikit

makrofag, dan banyak limfosit, yang lain, dengan raspon imun lemah,

Page 12: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

memiliki lesi yang mengandung banyak organisme, banyak makrofag dan

sedikit limfosit. Peradangan granulomaltosa adalah bentuk tersendiri dari

peradangan mononukleus yang biasanya dipicu oleh agen infeksi yang relatif

lambat membelah (M. tuberculosis) dan oleh agen yang ukurannya besar

(misal, telur skistosoma). Peradangan granulomaltosa hampir selalu

mencerminkan reaksi imun seluler.

2.3.3. PERADANGAN SISTOPATIK-SITOPOLISERATIF

Reaksi ini biasanya ditimbulkan oleh virus , ditandai dengan kerusakan

sel pejamu individual, dengan sedikit atau tanpa respon peradangan pejamu.

Beberapa virus membelah diri di dalam sel dan membentuk agregat virus yang

hanya dapat dilihat sebagai badan inlkusi (misal, CMV, adenovirus) atau

memicu sel untuk menyatu dan membentuk polikarion (misal, campak, virus

herpes). Kerusakan sel fokal dapat menyebabkan sel epitel teregang satu sama

lain dan membentuk bula (misal, virus cacar air). Virus juga dapat

menyebabkan sel epitel berpoliferasi dan mengambil bentuk tak lazim (misal,

kutil genital oleh HPV atau papul berumbilikasi pada moskulum kontagiosum

oleh virus pox). Akhirnya virus dapat menyebabkan perubahan displastik dan

kangker pada sel epitel dan limfosit.

2.3.4. PERADANGAN NEKROTIKANS

Ferfingens dan organisme lain yang mengeluarkan toksin poten

menyebabkan kerusakan jaringan yang sedemikian cepat dan berat sehingga

kematian sel menjadi gambaran yang dominan. Karena hanya sedikit sel

peradangan yang terlibat, lesi ini mirip infark, dengan kerusakan atau

hilangnya pewarnaain inti basofilik dan dipertahankannya kerangka sel.

Klostrida sering merupakan patogen oportunistik yang masuk kedalam

jaringan otot melalui trauma tembus atau infeksi usus pada pejamu

neutropenik. Demikian juga, parasit E.hystolitica menyebabkan ulkus kolon

dan abseshati yang ditandai dengan kerusakan jaringan yang luas disertai

nekrosis perkijauan tanpa sebukan peradangan. Kadang-kadang virus dapat

menyebabkan peradangan nekrotikans apabila kerusakan sel pejamu

sedemikian meluas dan berat, sebagai contoh, mungkin terjadi kerusakan total

lobus temporalis otak oleh virus gerpes atau hati oleh HVB.

Page 13: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

2.3.5.PERADANGAN KRONIS DAN PEMBENTUKAN JARINGAN PARUT

Jalur umum akhir yang terjadi pada banyak infeksi adalah peradangan

kronis, yang dapat menyebabkan jaringan parut luas (misal, salpingitis

gonokokus kronis). Inveksi HBV kronis dapat menyebabkan sirosis hati, pada

infeksi tersebut terbentuk septum padat fibrosa yang mengelilingi nodus

hepatosit yang mengalami regenerasi. Untuk sebagian organisme yang bersifat

relatif inert, respon pembentukan jaringan parut yang berlebihan oleh pejamu

merupakan penyebab utama penyakit (misal, fibrosis “pipe-steam” di hati

akibat telur skistomosa atau guma sifilis tersier di hati, susunan saraf pusat,

dan tulang).

Pola reaksi jaringan ini bermanfaat untuk menganalisis proses infeksi,

tetapi pola tersebut sering tumpsng tindih. Sebagai contoh, lesi kulit pada

leismaniasis dapat mengandung dua regio histopatologik yang berlainan :

dareah tengah berulkus terisi oleh neutrofil dan regio perifer mengandung

infiltrat campuran limfosit dan sel mononukleus, terdapat parasit leismania

berada. Paru seorang pasien AIDS mungkin terinfeksi CMV, yang

menyebabkan sitolisis, dan pada saat yang sama oleh pneumocytis, yang

menyebabkan peradangan intertisium. Pola peradangan serupoa juga dapat

ditemukan pada respon jaringan terhadap zat kimia atau fisik serta pada

penyakit peradangan yang sebenarnya tidak diketahui.

BAB 3

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Mikroba menyebar secara cepat di sepanjang permukaan basah epitel usus,

paru, dan saluran kemih kelamin dan secara lambat, kalaupun terjadi, dipermukaan

kulit yang kering. Banyak mikroba tidak bergerak melebihi epitel karena mikroba

tersebut hanya berpoliferasi di lapisan superfisial epitel (misal HPV), tetapi yang

lain mampu menembus (misal streptokokus dan stafilokokus, yang menghasilkan

hialuronidase, yang menguraikan matriks ekstrasel di antara sel pejamu). Rute

Page 14: Aspek Molekuler Infeksi Bakteri

penyebaran mikroba pada awalnya mengikuti bidang jaringan yang resistensinya

paling rendah dan anatomi limfe dan vaskular regional.

Penyebaran patogen dalam darah dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda

infeksi sistemik, termasuk demam, yang disebabkan oleh berbagai sitokin pejamu

yang keluar sebagai respon endotoksin bakteri.

Kerusakan jaringan pejamu oleh bakteri bergantung pada kemampuan bakteri

melekat dan masuk ke sel pejamu atau mengeluarkan toksin. Koordinasi antara

perlekatan bakteri dan pengeluaran toksin merupakan hal yang sangat penting bagi

virulensi bakteri sehingga gen yang mengkode protein perekat dan toksin sering

dikendalikan bersama oleh sinyal lingkungan spesifik. Sebagai contoh, perubahan

suhu, osmolaritas, atau pH memicu sintesis 20 protein yang berbeda oleh bordetella

pertussis, termasuk hemaglutinin filamentosa, protein fimbrie, dan toksin pertusis.

Demikian juga, virulensi E.coli enterotoksik bergantung pada ekspresi protein

perekat yang memungkinkan bakteri melekat ke sel epitel usus serta membentuk dan

mengeluarkan toksin labil-panas atau stabil-panas yang menyebabkan sel usus

mengeluarkan cairan isotonis seperti adhinesin dan ekotoksin.

.

3.2. SARAN

Sehubungan dengan masalah yang dibahas mengenai aspek molekuler infeksi

bakteri, penulis berharap para pembaca bisa memahami bagaimana penyebaran

bakteri dalam tubuh serta bagaimana dia bisa melewati sistem imun. Selain itu,

respon peradangan agen infeksi apa. Sebagai seorang dokter sudah sepatutnya

mengerti dan memahami bagaima itu terjadi. Oleh karena itu, jagalah tubuh kita agar

tetap sehat supaya metabolise dalam tubuh kita selalu berjalan dengan baik dan tidak

terganggu oleh penyakit-penyakit yang bisa menurunkan atau bahkan mengancam

kesehatan kita.