27
DEMAM DA N INFEKSI BAKTERI - VIRUS DEMAM Demam (pireksia) adalah keadaan kenaikan suhu tubuh di atas normal, di mana suhu tubuh normal 36,5-37,2 o C dan batas suhu subnormal adalah 37,2 o C (suhu tubuh normal anak 36,1-37,8 o C atau 37+ 1-1,5 o C). Sedangkan hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi 41 o C atau lebih, dan hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 35 o C. Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila, oral, membran timpani maupun rektal, di mana batas suhu normal aksila 37-37,2 o C (34,7-37,3 o C pada anak-anak), oral 37,6 o C (35,5-37,5 o C pada anak-anak), membran timpani 35,8-38 o C (pada anak-anak) dan rektal 37,2-37,5 o C (36,6-38 o C pada anak-anak), perbedaan sekitar 0,5 o C dengan suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral). Dikenal variasi diurnal pada tubuh, yaitu suhu terendah di pagi hari sekitar pukul 02.00-06.00 sebelum bangun tidur (37,2 o C pada pukul 06.00) dan suhu tertinggi di sore hari sekitar pukul 16.00- 19.00 (37,7 o C pada pukul 16.00), perbedaan kedua waktu pengukuran dapat mencapai 1 o C. Demam merupakan akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur, disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas 1

Demam Dan Infeksi Bakteri - Virus

Embed Size (px)

Citation preview

DEMAM DA N INFEKSI BAKTERI - VIRUS

DEMAM

Demam (pireksia) adalah keadaan kenaikan suhu tubuh di atas normal, di mana suhu tubuh

normal 36,5-37,2oC dan batas suhu subnormal adalah 37,2oC (suhu tubuh normal anak 36,1-

37,8oC atau 37+1-1,5oC). Sedangkan hiperpireksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh

sampai setinggi 41oC atau lebih, dan hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 35oC.

Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila, oral, membran timpani maupun

rektal, di mana batas suhu normal aksila 37-37,2oC (34,7-37,3oC pada anak-anak), oral 37,6oC

(35,5-37,5oC pada anak-anak), membran timpani 35,8-38oC (pada anak-anak) dan rektal 37,2-

37,5oC (36,6-38oC pada anak-anak), perbedaan sekitar 0,5oC dengan suhu rektal lebih tinggi

daripada suhu oral). Dikenal variasi diurnal pada tubuh, yaitu suhu terendah di pagi hari sekitar

pukul 02.00-06.00 sebelum bangun tidur (37,2oC pada pukul 06.00) dan suhu tertinggi di sore

hari sekitar pukul 16.00-19.00 (37,7oC pada pukul 16.00), perbedaan kedua waktu pengukuran

dapat mencapai 1oC.

Demam merupakan akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di hipotalamus yang dipengaruhi

oleh interleukin-1 (IL-1). Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur,

disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas dan IL-1 tidak terlibat

pada keadaan ini (hipotalamus dalam keadaan normal).

Demam terjadi karea penglepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang

oleh pirogen eksogen. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, dan terdapat 2 jenis

pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh dan

berkemampuan untuk merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen berasal dari dalam tubuh

dan mempunyai kemampuan untuk merangsnag demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan

suhu di hipotalamus. Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,

keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, adanya gangguan pada pusat regulasi suhu

sentral yang menyebabkan peninggian temperatur seperti pada heat stroke, perdarahan otak,

koma atau gangguan sentral lainnya, sedangkan pada perdarahan internal disaat terjadi reabsorpsi

darah dapat pula menyebabkan peningkatan temperatur.

1

Pirogen eksogen

Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar, dan pirogen

eksogen umumnya berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit untuk merangsang

sintesis IL-1 dan pirogen eksogen dapat bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah

pengaturan suhu (misalnya endotoksin).

Pirogen mikrobial

1. Bakteri Gram-negatif

Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichi coli, Salmonela) disebabkan adanya

heat stable factor yaitu endotoksin. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri

yaitu liposakarida, endotoksin ini menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung

dari dosis. Endotoksin Gram-negatif tidak selalu merangsang terjadinya demam, pada bayi

dan anak-anak infeksi bakteri Gram-negatif justru menyebabkan hipotermia.

2. Bakteri Gram-positif

Pirogen utama bakteri Gram-positif (misalnya stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi

pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh

basil Gram-positif pada umumnya demam yang ditimbulkannya tidak begitu tinggi

dibandingkan dengan Gram-positif piogenik atau bakteri Gram-negatif lainnya.

3. Virus

Virus merupakan parasit sejati dan memiliki ukuran 10 hingga 100 kali lebih kecil dari

bakteri. Tubuhnya hanya terdiri dari seluruh protein dan isi yang terdiri DNA saja atau RNA

saja. Penyakit AIDS, cacar, polio, hepatitis, dan herpes merupakan contoh penyakit yang

disebabkan virus. 

Sedangkan ciri-cirinya:

- Demam tinggi tanpa disertai gejala-gejala lain

- Demam akut yang mendadak.

- Panas tinggi sampai 39 derajat celcius tanpa disertai batuk, pilek dan seringkali panas

tinggi akan teratasi dengan obat turun panas.

2

- Ada ruam kemerahan (seperti penderita campak, demam berdarah)

Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan invasi langsung

ke dalam makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen virus termasuk di antaranya

pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel akibat virus.

4. Jamur

Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pirogen eksogen yang akan merangsang

terjadinya demam, dan demam umumnya timbul ketika mikroba beradal dalam peredaran

darah.

Pirogen nonmikrobial

1. Fagositosis

Fagositosis antigen nonmikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya

demam dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imum.

2. Kompleks antigen-antibodi

Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul akibat rekasi antigen terhadap

antibodi yang beredar, yang tersensitasi (immune fever) atau oleh antigen yang diaktivasi sel-

T untuk memproduksi limfokin, yang sebaliknya akan merangsang monosit dan makrofag

untuk melepaskan IL-1. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin

lebih mungkin disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit

dibandingkan dengan pelepasan IL-1.

3. Steroid

Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia, ethiocholanolon dan metabolik androgen

dapat merangsang IL-1. Ethiocholanolon memproduksi demam hanya bila disuntikan secara

intramuskular (bukan intravena), dan diduga akibat pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis

pada tempat penyuntikan (pada sindrom adrenogenital dan fever of unknown origin).

4. Sistem monosit-makrofag

Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi IL-1 dan terjadinya demam. Monosit

dan makrofag berperan dalam pertahanan tubuh termasuk di antaranya merusak dan menelan

(engulfing) mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada

3

limfosit, aktivasi limfosit T, dan destruksi sel tumor. Monosit dan makrofag mempunyai 2

produk utama yaitu IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF).

Pirogen endogen

Interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF) adalah jenis pirogen

endogen.

1. Interleukin-1 (IL-1)

Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori dengan

bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel ke dalam

sirkulasi. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, pada sel Kupffer (di hati),

keratinosit, sel Langerhans pankreas, serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan

otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respons imun dalam susunan saraf

pusat (SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP. Interleukin-1 (IL-1) mempunyai

banyak fungsi, fungsi primer menginduksi demam pada hipotalamus untuk menaikkan suhu

dan fungsi lainnya seperti berperan dalam aktivitas sel T dan B, reaksi fase akut, respons

inflamasi, stimulasi kolagenase dan prostaglandin E2, proteolisis otot, sebagai supresi nafsu

makan, absorpsi tulang dan merangsang rasa kantuk/tidur.

2. Tumor necrosis factor (TNF)

Tumor necrosis factor (TNF) dihasilkan oleh monosit dan makrofag, limfosit, sel NK

(natural-killer), sel kupffer, astrosit otak, sebagai respons tubuh terhadap rangsang atau luka

yang invasif. Tumor necrosis factor (TNF) dalam jumlah sedikit mempunyai efek biologik

yang menguntungkan dan TNF dapat mengubah pertahanan tubuh terjadap infeksi dan

merangsang pemulihan jaringan menjadi normal (termasuk penyembuhan luka), namun TNF

juga mempunyai efek langsung terhadap sel tumor.

3. Interferon (INF)

Interferon (INF) diproduksi oleh limfosit T yang teraktivasi, dan INF mempunyai

kemampuan untuk merintangi replikasi virus di dalam sel yang terinfeksi. Interferon (INF)

terbagi atas 3 jenis molekul yang berbeda yaitu INF-α, INF-β, dan INF-γ. INF-α dan INF-β

diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas, dan makrofag) sebagai respons

terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis INF-γ dibatasi oleh limfosit T.

4

Interferon-γ dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel B untuk

meningkatkan produksi antibodi. Fungsi sebagai pirogen endogen dapat secara tidak

langsung pada makrofag untuk melepaskan IL-1 (macrophage activating factor) atau secara

langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.

4. Interleukin 2 (IL-2)

Interleukin 2 (IL-2) merupakan limfokin kedua (setelah INF) yang dilepaskan oleh limsoft T

yang teraktivitas sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin 2 (IL-2) dapat menstimulasi

pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF, dan INF-α, yang akan menginduksi aktivitas sel

endotel, mendahului bocornya pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan edema paru dan

retensi cairan yang hebat.

Patogenesis demam

Suhu tubuh terdiri dari suhu permukaan dan suhu inti, di mana suhu permukaan adalah suhu

yang terdapat pada permukaan tubuh (pada kulit dan jaringan subkutan) dan suhu inti adalah sihi

yang terdapat pada organ visera yang terlindung dari paparan suhu lingkungan sekitar.

Pengaturan suhu tubuh memerlukan mekanisme perifer yang utuh yaitu keseimbangan produksi

dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur seluruh

mekanisme.

Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas dan

kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan adenosin

trifosfat (ATP). Pada orang dewasa dan anak yang lebih besar untuk mempertahankan panas

dengan cara vasokontriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respons terhadap

selesma atau kenaikan suhu. Pada lingkungan panas atau bila suhu meningkat, pusat pengaturan

suhu di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom untuk melebarkan

pembuluh darah, sehingga peningkatan aliran darah di kulit menyebabkan pelepasan panas dari

pusat tubuh melalui permukaan kulit ke sekitarnya dalam bentuk keringat. Di lain pihak, pada

lingkungan dingin, terjadi vasokontriksi atau penurunan peredaran darah di kulit untuk

mempertahankan suhu tubuh.

5

Tubuh melepaskan panas melalui 4 cara, yaitu radiasi, penguapan, konveksi dan konduksi.

Secara umum, 60% panas dilepaskan secara radiasi (transfer dari permukaan kulit melalui

permukaan luar dengan gelombang elektromagnet), 25% lainnya dilepaskan melalui penguapan

dari kulit dan paru dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair ke gas (58 kkal dilepaskan

untuk setiap 100 ml air). Konveksi adalah pemindahan panas melalui pergerakan udara atau

cairan yang menyelimuti permukaan kulit, sedangkan konduksi adalah pemindahan panas antara

2 objek secara langsung pada suhu berbeda.

Pada daerah spesifik dari IL-1 preoptik dan hipotalamus anterior, yang mengandung sekelompok

saraf termosentif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai korpus

kalosum lamina terminalis yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini

terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot, saraf yang

sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan (penurunan dingin)

dan saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan (penurunan dengan

penghangatan). Interleukin-1 dapat menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang

saraf yang sensitif terhadap dingin, dan korpus kalosum lamina terminalis mungkin merupakan

sumber prostaglandin.

Selama demam, IL-1 masuk ke dalam ruangan perivaskular korpus kalosum lamina terminalis

melalui jendela kapiler untuk merangsang sel memproduksi prostaglandin E2 (PGE-2), secara

difusi masuk ke dalam preoptik atau regio hipotalamus untuk menyebabkan demam atau bereaksi

pada serabut saraf dalam korpus kalosum lamina terminalis. Terdapat 4 jenis reseptor PGE-2

dam setiap sinyal pada sel berbeda jalurnya, namun hanya reseptor yang ketiga (EP-3) yang

penting pada proses demam. Meskipun PGE-2 sangat penting dalam demam tetapi PGE-2

bukanlah neurotransmiter, jadi setelah terjadi pelepasan PGE-2 dari sisi otak pada reseptor PGE2

endotelium hipotalamus di sel glial maka selanjutnya akan terjadi pelepasan secara langsung

cAMP yang merupakan suatu neurotransmiter. Pelepasan cAMP dari sel glial akan mengaktifkan

persaraf terakhir dari pusat termoregulator pada area tersebut. Hasil akhirnya adalah terjadi

peningkatan thermostatic set point yang akan memberi sinyal serabut eferen, terutama serabut

simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan produksi panas (menggigil), serta

dibantu dengan tingkah laku manusia yang mencari daerah yang hangat atau menutup tubuh

dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melajut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set

6

point yang akhirnya terjadilah demam (Gambar 1). Kembalinya suhu menjadi normal diawali

oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan

serabut simpatis.

Gambar 1. Patogenesis Demam

Tipe-tipe demam

Terdapat beberapa tipe-tipe demam, antara lain:

1. Demam septik (Gambar 2); di mana suhu tubuh berangsur naik ke tingkat tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari, dan sering disertai

dengan keluhan menggigil dan berkeringat.

2. Demam heptik (Gambar 3); di mana suhu tubuh berangsur naik ke tingkat tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ke tingkat di normal pada pagi hari.

3. Demam remiten (Gambar 4); di mana suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah

mencapai suhu badan normal, dan perbedaan suhu yang tercatat dapat mencapai 2 oC (>1oC)

dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik (ditemukan pada demam

tifoid awal dan berbagai penyakit virus).

7

Gambar 2. Demam Septik

Gambar 3. Demam Hektik

8

Gambar 4. Demam Remiten

4. Demam intermiten (Gambar 5); di mana suhu badan dapat turun ke tingkat normal selama

beberapa jam dalam 1 hari biasanya dengan perbedaan suhunya >1oC (ditemukan pada

endokarditis bakterial, malaria bruselosis).

5. Demam tersiana dan kuartana; merupakan demam intermiten yang ditandai dengan periode

demam yang diselangi dengan periode normal, bila demam ini terjadi pada setiap 2 hari

sekali maka disebut tersiana (demam terjadi pada hari ke-1 dan ke-3, pada malaria oleh

Plasmodium vivax) dan bila terjadi 2 hari bebas demam di antara serangan demam maka

disebut kuartana (demam terjadi pada hari ke-1 dan ke-4, pada Plasmodium malariae).

6. Demam kontinyu (Gambar 6); di mana terjadi variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda dan

tidak lebih dari 1oC (0,55-0,82oC), dan demam ini meliputi penyakit pneumonia tipe lobar,

infeksi kuman Gram-negatif, riketsia, demam tifoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia,

dan malaria falciparum. Pada tingkat demam yang terus menerus-tinggi sekali disebut

hiperpireksia.

7. Demam siklik; di mana terjadi kenaikan suhu nadan selama beberapa hari yang diikuti oleh

periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti

semula.

9

Gambar 5. Demam Intermiten

Gambar 6. Demam Kontinyu

8. Demam pelana (saddleback/bifasik); di mana pada beberapa hari demam tinggi disusul oleh

penurunan suhu (lebih kurang 1 hari) yang kemudian timbul demam tinggi kembali, jenis

demam ini didapatkan pada dengue, yellow fever, Colorado tick fever, Rit valley fever, dan

infeksi virus seperti influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.

10

9. Demam intermiten hepatik (demam Charcot); di mana terjadi episode demam sporadis dan

terdapat penurunan suhu yang jelas dan kekambuhan demam, demam ini biasanya pada

kolelitiasis, ikterik, leukositosis dan adanya tanda-tanda toksik.

10. Demam Pel-Ebstein; di mana ditandai dengan periode demam setiap minggu atau lebih lama

dan periode afebril yang sama durasinya disertai dengan berulangnya siklus, demam ini

biasanya pada penyakit Hodgkin, bruselosis dari tipe Brucella melitensis. Selain itu, terdapat

relapsing fever yang mirip dengan demam Pel-Ebstein namun serangan demam berlangsung

setiap 5-7 hari.

11. Demam Typhus inversus; di mana terjadi kenaikan suhu tertinggi pada pagi hari bukan selam

senja atau di awal malam, yang dapat ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis,

abses hepatik, dan endokarditis.

12. Reaksi Jarisch-Herxheimer, di mana terjadi peningkatan suhu yang sangat tajam dan

eksaserbasi menifestasi klinis, yang dapat ditemukan pada pemberian terapi penisilin pada

silifis primer atau sekunder pada beberapa jam, leptospirosis, relapsing fever, dan sesudah

terapi tetrasiklin atau kloramfenikol pada bruselosis akut.

Pemeriksaan pada demam

Terdapat beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan demam, yaitu:

1. Sero-imunologi (Tabel 1 dan 2); pemeriksaan serologis sangat bermanfaat untuk seorang

pasien dengan fever of undiagnosed origin (FUO) dan biasanya diperlukan 2 spesimen darah

untuk pemeriksaan. Suatu kenaikan titer sebesar 4 kali atau lebih mempunyai arti yang sangat

besar untuk dapat menentukan kemungkinan penyebab penyakit.

2. Mikrobiologi; isolasi kuman penyebab infeksi merupakan kriteria diagnosis utama pada

pasien disangka demam karena menderita infeksi. Isolasi kuman dapat dilakukan dengan

pengambilan darah untuk kultur mikroorganisme (secara aseptik dan sekitar 10 ml yang

kemudian dilarutkan dalam media untuk kuman anaerob dan aerob), pada urin, pengambilan

sekret pada hidung, usap tenggorokan atau sekresi bronkus, serta dapat pula pada feses

(untuk infeksi saluran pencernaan).

11

Tabel 1. Daftar Uji Virologis

Tabel 2. Daftar Uji Bakterio-Parasitologis

3. Hematokimia klinis; pemeriksaan ini penting untuk membedakan infeksi virus atau bakteri

yang pada tahap awal dilakukan pemeriksaan hematologi, di mana pada infeksi bakteri akan

menunjukkan pergeseran hitung jenis ke kiri dengan atau tanpa leukositosis dan bila hal ini

12

tidak dijumpai maka dapat dilakukan pemeriksaan CRP (C-reaktif protein) yang bila

meningkat lebih dari 10 kali maka disebabkan oleh infeksi bakteri. Dapat pula dilakukan

pemeriksaan kimia klinis seperti pengukuran kadar serum kalsium, pemeriksaan enzim

SGOT/SGPT/GAMA GT, dll.

4. Sinar tembus; foto rontgen (untuk kelainan paru, ginjal, sumsum tulang belakang, saluran

cerna), kolangiografi (pemeriksaan di kuadran kanan atas abdomen), angiografi (emboli

paru-paru), angiokardiografi (miksoma atrium), limfangiografi (limfoma abdominal atau

retroperitoneal) merupakan beberapa contoh pemeriksaan sinar tembus.

5. Endoskopi; diindikasikan pada demam lama yang disertai diare dan nyeri perut dan dapat

dilakukan sigmoidoskopi atau kolonoskopi (kolitis elserativa), dan dapat pula dilakukan

ERCP (endoscopic retrograde choledocho pancreatography) yang digunakan untuk

pemeriksaan kandung empedu, saluran empedu, pankreas.

6. Biopsi; biopsi dilakukan pada kelenjar-kelenjar yang membesar atau massa tumor, yang

berguna untuk mengetahui limfoma, metastasis kanker, tuberkulosis, infeksi jamur, hepatitis

alkoholik, trikinosis, dll.

7. USG; digunakan untuk mendeteksi kelainan pada hati, ginjal, retroperitoneal, pelvis,

miksoma di atrium atau vegetasi di katub-katub jantung.

8. Pencitraan; pencitraan dapat dilakukan untuk pemeriksaan hati, paru (emboli paru), infeksi di

daerah abdomen, tulang belakang, dll.

9. Laparatomi; laparatomi dapat dilakukan ada suatu petunjuk keras bahwa penyebab demam

adalah karena suatu kelainan utama di abdomen, yang berguna pada abses lokal, limfoma dan

penyakit autoimun. Tindakan lebih sederhana dapat dilakukan dengan peritoneoskopi yang

berguna untuk mengetahui peritonitis tuberkulosa, karsinomatosis peritoneal, kolesistitis dan

infeksi rongga pelvis.

10. Terapi ad juvantibus; usaha ini dapat dilakukan pada UFO bila dalam instansi terakhir di

mana tidak lagi dapat ditempuh jalan lain untuk memperoleh suatu kepastian diagnosis.

Prinsip penatalaksaannya adalah bahwa obat yang digunakan harus berdasarkan suatu

indikasi yang kuat sesuai pengalaman setempat dan harus bersifat spesifik. Penggunaan

terapi ad juvantibus antara lain ketika penggunaan kloramfenikol untuk sangkaan demam

tifoid, obat antituberkulosis untuk sangkaan tuberkulosis, aspirin untuk demam reumatik,

13

antikoagulan untuk emboli paru dan kortikosteroid untuk keadaan reumatoid dan lupus

eritematous sistemik1,2.

DEMAM TIFOID

Demam tifoid (typhoid fever) atau tifus abdominal/paratyphoid fever/enteric fever/paratifus

abdominal adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna yang

disebabkan oleh Salmonela typhi atau Salmonela paratyphi A, B, dan C. Penyakit ini ditandai

dengan panas berkepanjangan (demam lebih dari 1 minggu), gangguan pada saluran cerna,

gangguan kesadaran, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau

endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklearr dari hati,

limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch.

Etilogi

Etiologi demam tifoid adalah disebabkan bakteri tipe salmonella (Gambar 7). Salmonella typhi

adalah bakteri gram negatif, mempunyai kapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.

Salmonella merupakan kelompok batang gram negatif tidak pernah menfermentasi laktosa atau

sukrosa, dan membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, selain itu juga

menghasilkan H2S. Salmonella juga resistan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya, hijau

brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enterik lain, yang

berguna untuk menginkulasi isolat salmonella dari feses pada medium.

Ada empat jenis salmonella yang dapat menyebabkan demam enterik (Salmonella enteriditis),

yaitu Salmonella Paratyphi A (serogrup A), Salmonella Paratyhpi B/Salmonella Schotmuelleri

(serogrup B), Salmonella Cholerasuis/Salmonella Hirschfeldii (serogrup C1), dan Salmonella

Typhi (serogrup D). Salmonella Typhi, Salmonella Choleraesuis dan mungkin juga Salmonella

Paratyhpi A dan Salmonella Paratyphi B bersifat infeksius untuk manusia.

Pada salmonella terdapat sekurangnya 3 macam antigen yaitu:

1. Antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks liposakarida/oligosakarida yang berasal dari

tubuh kuman).

2. Antigen H (yang berasal dari flagela dibentuk dari protein).

3. Antigen Vi (yang berasal dari simpai kuman).

14

Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia, dan bila manusia yang terinfeksi dapat

mensekresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat

bervariasi. Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberap

minggu bila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian, namun

hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan

klorinasi dan pasteurisasi (suhu 63oC). Pada demam tifoid jenis salmonella yang sering

menyebabkan penyakit ini adalah Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi (S. parathypi), di

mana dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rute oral ke oral, makanan atau minuman

yang terkontaminasi atau makanan yang terkontaminasi oleh tangan carier (biasanya keluar

bersama-sama dengan tinja/rute oral fekal), lalat yang mengkontaminasi makanan, maupun

terjadi transmisi transplasental dari ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya.

Gambar 7. Bakteri Salmonella

Patogenesis

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam terjadi melalui makanan

yang terkontaminasi, sebagian akan musnah dalam lambung dan sisanya lolos masuk ke dalam

usus halus dan berkembang biak. Dan bila respons imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang

baik, makan kuman akan menembus ke sel-sel epitel (sel-M) dan ke lamina propria dan akan

berkembang biak serta difagosit oleh makrofag. Di dalam makrofag, kuman dapat hidup di

dalamnya dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah

bening mesenterika. Selanjutnya di melalui duktus torakikus, kuman yang ada di dalam

makrofag akan masuk ke dalam sirkulasi darah (menyebabkan bakteremia pertama yang

15

asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Di organ ini kuman akan meninggalkan makrofag dan akan berkembang biak di luar sel atau

ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi dan mengakibatkan

bakteremia yang kedua dengan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan

empedu disekresikan secara intermittent ke dalam lumen usus dan sebagian lainnya dikeluarkan

melalui feses dan sebagian lagi masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Setelah

masa inkubasi selama 10-14 hari (periode inkubasi 7-20 hari), akan terjadi proses yang sama

lagi, namun karena makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat menfagositosis

salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi, yang akan menimbulkan gejala reaksi

inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, konstipasi,

instabilitas vaskular (bradikardia), gangguan mental dan koagulasi.

Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan di mana

Salmonella typhi (endotoksin) intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

hiperplasia jaringan dan nekrosis organ. Perdarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah

sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel

mononuklear di dinding usus, dan proses patologis jaringan limfoid dapat berkembang hingga ke

lapisan otot, serosa usus dan dapat menginduksi perforasi. Selain itu endotoksin dapat menempel

di reseptor sel endotel kapiler akibat timbulnya gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,

pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

Manifestasi Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 (periode inkubasi antar 5-40 hari), yang

tersingkat 4 hari jika terinfeksi melalui makanan dan terlama dapat mencapai 30 hari jika

terinfeksi minuman, dengan gejala pada minggu pertama yang serupa dengan infeksi akut pada

umumnya, yaitu:

1. Demam; pada kasus yang khas dapat berlangsung selama 3 minggu dengan sifat demam

meningkat perlahan-lahan setiap hari dan terutama pada sore hingga malam hari atau febris

remiten dan suhu tidak beberapa tinggi.

2. Nyeri kepala, pusing.

16

3. Nyeri otot.

4. Anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare (obstipasi kemudian disusul episode diare),

perasaan tidak enak di perut.

5. Batuk dan epistaksis.

Pada minggu kedua gejala makin jelas berupa:

1. Demam; yang terus terjadi namun dengan keadaan bradikardia relatif (peningkatan suhu

10C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit). Sedangkan pada minggu ketiga

suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Lidah yang berselaput putih kotor (coated tongue), dengan kotor di tengah sedangkan

tepi dan ujung merah serta tremor (jarang).

3. Hepatomegali, splenomegali, maupun meterorismus (perut kembung).

4. Terjadi gangguan kesadaran seperti apatis, somolen, stupor, koma, delirium, atau

psikosis.

5. Dapat juga terjadi Roseolae atau Rose spots (jarang) pada punggung dan anggota gerak,

merupakan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit (Gambar 8).

Ruam makulopapular merah ini berukuran 1-5 mm yang sering terjadi pada daerah abdomen,

toraks, ekstrimitas, dan punggu pada orang kulit putih, dan muncul pada hari ke 7-10 dan

bertahan selama 2-3 hari.

Gambar 8. Rose Spots/Roseolae Pada Kulit Penderita Demam Tifoid

Pada minggu ketiga bila keadaan membaik maka suhu turun, gejala dan keluhan berkurang.

Sedangkan bila minggu ketiga memburuk maka penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot

bergerak terus, terjadi inkontinesia alvi dan urine. Selain itu, terjadi meteorisme dan timpani, dan

17

tekanan abdomen meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya

meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik. Dan bila minggu keempat,

penderita akan mengalami penyembuhan.

Daftar Pustaka

1. Aru W. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2006.

2. Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi 2. Jakarta:

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2008.

3. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2, Cetakan 11. Jakarta: FKUI,

2005.

4. Geo F. Brooks, dkk. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg, Edisi 23.

Jakarta: EGC, 2008.

18