15
ARSITEKTUR Arsitektur Jawa adalah arsitektur yang digunakan oleh masyarakat Jawa. Arsitek Jawa telah ada dan berlangsung selama paling tidak 2.000 tahun. Arsitektur Jawa kuno dipengaruhi oleh kebudayaan India bersamaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Buddha terhadap kehidupan masyarakat Jawa. Wilayah India yang cukup banyak memberi pengaruh terhadap Jawa adalah India Selatan. Ini terbukti dari penemuan candi-candi di India yang hampir menyerupai candi yang ada di Jawa. Begitu pula aksara yang banyak ditemui pada prasasti di Jawa adalah jenis huruf Pallawa yang digunakan oleh orang India selatan. Meskipun budaya India berpengaruh besar tetapi Jawa tidak meniru begitu saja kebudayaan tersebut. Dengan kearifan lokal masyarakat, budaya dari India diterima melalui proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Proses akulturasi budaya ini dapat dilihat pada model arsitektur, misalnya, punden berundak (budaya asli Indonesia) pada Candi Sukuh di Jawa Tengah. Dalam perkembangan selanjutnya dalam periode Klasik Muda di wilayah Jawa Timur pada abad ke13—15 M arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di Jawa telah memperoleh gayanya tersendiri. Bentuk arsitekturnya terdiri dari candi bergaya Singhasari, gaya candi Jago, gaya candi Brahu, dan punden berundak. Pengaruh India dalam hal ini hanya tinggal dalam konsep keagamaannya saja, konsep- konsep kedewataan kemudian digubah kembali oleh para pujangga Jawa Kuna. Dalam hal konsepsi keagamaan hakekat tertinggi dalam agama Hindu dan Buddha dalam masa kerajaan Singhasari dan Majapahit telah dipadukan menjadi Bhattara Siva-Buddha. Perpaduan konsepsi dewata tertinggi itu diwujudkan dalam bentuk bangunan suci, misalnya pada Candi Jawi (Pasuruan) dan Candi Jago (Malang). Di Candi Jawi, unsur Buddha terlihat pada puncaknya, sedangkan di relung candinya dahulu berisikan arca- arca Hindu-Saiva khas Jawa. Begitupun di Candi Jago, cerita relief banyak yang bernafaskan Hindu-Saiva, adapun arca pelengkap candi itu semuanya bernafaskan Buddha Mahayana.

Arsitektur Jawa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CONTOH ARSITEKTUR JAWA

Citation preview

ARSITEKTUR

Arsitektur Jawaadalaharsitekturyang digunakan oleh masyarakatJawa. Arsitek Jawa telah ada dan berlangsung selama paling tidak 2.000 tahun.Arsitektur Jawa kuno dipengaruhi oleh kebudayaan India bersamaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Buddha terhadap kehidupan masyarakat Jawa. Wilayah India yang cukup banyak memberi pengaruh terhadap Jawa adalah India Selatan. Ini terbukti dari penemuan candi-candi di India yang hampir menyerupai candi yang ada di Jawa. Begitu pula aksara yang banyak ditemui pada prasasti di Jawa adalah jenis hurufPallawayang digunakan oleh orang India selatan. Meskipun budaya India berpengaruh besar tetapi Jawa tidak meniru begitu saja kebudayaan tersebut. Dengan kearifan lokal masyarakat, budaya dari India diterima melalui proses penyaringan (filtrasi) yang natural. Proses akulturasi budaya ini dapat dilihat pada model arsitektur, misalnya, punden berundak (budaya asli Indonesia) padaCandi Sukuhdi Jawa Tengah.Dalam perkembangan selanjutnya dalam periode Klasik Muda di wilayah Jawa Timur pada abad ke1315 M arsitektur bangunan suci Hindu-Buddha di Jawa telah memperoleh gayanya tersendiri. Bentuk arsitekturnya terdiri dari candi bergaya Singhasari, gaya candi Jago, gaya candi Brahu, danpunden berundak. Pengaruh India dalam hal ini hanya tinggal dalam konsep keagamaannya saja, konsep-konsep kedewataan kemudian digubah kembali oleh para pujangga Jawa Kuna. Dalam hal konsepsi keagamaan hakekat tertinggi dalam agama Hindu dan Buddha dalam masa kerajaan Singhasari dan Majapahit telah dipadukan menjadi Bhattara Siva-Buddha. Perpaduan konsepsi dewata tertinggi itu diwujudkan dalam bentuk bangunan suci, misalnya padaCandi Jawi(Pasuruan) danCandi Jago(Malang). Di Candi Jawi, unsur Buddha terlihat pada puncaknya, sedangkan di relung candinya dahulu berisikan arca-arca Hindu-Saiva khas Jawa. Begitupun di Candi Jago, cerita relief banyak yang bernafaskan Hindu-Saiva, adapun arca pelengkap candi itu semuanya bernafaskan Buddha Mahayana.Arsitektur Jawa, khususnya pada rumah tradisionalnya tidak terlepas dari ketentuan istana (istana sentris) yang mengikuti arah orientasi kosmologis Kraton Yogya selatan utara atau Laut Selatan Gunung Merapi. Di dalam rumah tradisional dapat dilihat dari dua skala, yaitu skala horizontal dan vertikal. Skala horizontal membicarakan tentang ruang dan pembagiannya, sedangkan skala vertikal membicarakan pembagian bangunan rumah yang terdiri dari lantai dasar yang disebut kaki, tiang dan dinding yang disebut tubuh, dan bagian atas yang disebut kepala.

RUMAH TINGGAL (OEMAH)Kehidupan orang jawa termaktub dalam tiga ungkapan kata yaitu: sandhang, pangan dan papan. Pada dasarnya, orang Jawa tradisional merancang sebuah bangunan dengan memegang teguh prinsip menjaga keselarasan alam dalam rancangannya. Pada umumnya denah rumah tempat tinggal adalah bujur sangkar (persegi panjang), sesuai dengan estetika orang Jawa. Berdasarkan sejarah perkembangan bentuk, rumah tempat tinggal dibagi menjadi 4 macam, yaitu panggangpe, kampong, limasan, dan joglo, sedangkan bentuk tajug tidak digunakan lagi pada rumah tinggal melainkan digunakan untuk rumah ibadah atau pemujaan. Dalam skala horisontal pembagian ruang rumah terdiri lima ruang. Ruang dalem posisinya tepat di tengah, diapit bagian depan oleh ruang pendhapa-pringgitan, dan diapit bagian belakang oleh ruang gadri-pawon, sementara bagian kiri dan bagian kanan ruang dalem terdiri dari ruang gandhok kiri dan gandhok kanan. Struktur tata ruang ini merupakan transformasi dari struktur alam (kosmologi) berupa empat arah mata angin, yaitu: (U) utara, (S) selatan, (T) timur, dan (B) barat, dan satu titik pusat di tengah, yang merupakan persinggungan ke empat arah mata angin tersebut. Dalam terminologi Jawa struktur ini disebut papat kiblat ilmapancer.Berikut merupakan rumah tinggal tradisional Jawa yang terbagi menurut tipologi dan bentuk bagian bagiannya :1. PanggangpeRumah panggangpe adalah bentuk rumah tradisional Jawa yang paling sederhana. Oleh karena itu susunan ruangan hanya ada satu saja. Ruangan tersebut dapat digunakan untuk bermacam-macam kepentingan. Seandainya karena suatu kebutuhan keluarga maka orang bisa membuat ruangan dengan menambah sebuah emper di belakang rumah.

A. Panggangpe Gedhang Selirang

Panggangpe gedhang selirang merupakan gabungan dari 2 panggangpe. Bagian atap terdiri dari atas sebelah sisi dua tingkat. Atap bagian atas bangunan yang lebih rendah itu dihubungkan dengan bagian atap yang rendah dengan bangunan yang lebih tinggi. Pada rumah panggangpe gedhang selirang ini terdapat tiang (saka) yang berjumlah 6, 8 dan seterusnya.B. Panggangpe Empyak Setangkep

Panggangpe empyak setangkep merupakan bentuk bangunan panggangpe yang terdiri dari dua gabungan bentuk panggangpe pokok. Cara penggabungannya dengan mempertemukan sisi depannya dan saling memakai tiang depan sesamanya sehingga disini kita dapat melihat terdapat bubungan (wuwung). Panggangpe empyak setangkep mempunyai sejumlah tiang (saka) sebanyak 6 / 9 buah, dan terdapat atap pada setiap sisinya.C. Panggangpe Ceregancet

Panggangpe ceregancet merupakan bangunan yang terdiri dari gabungan antara dua bentuk gedhang selirang. Cara penggabungannya bertolak belakang atau mempertemukan dua atap yang paling rendah sehingga pada titik pertemuan atap tersebut harus diberi saluran air yang disebut talang. Dengan demikian pada bentuk bangunan ini memakai 2 bubungan.D. PanggangpeTrajumas

Pada bangunan ini sama seperti panggangpe ceregancet, merupakan gabungan antara 2 bentuk gedhang selirang. Perbedaannya adalah bangunan ini menggunakan 3 buah pengeret dan 6 tiang (saka) dan atapnya terdapat pada sebelah sisinya saja.

2. KAMPUNGBangunan lain yang setingkat lebih sempurna dari panggangpe adalah bentuk bangunan yang disebut kampung. Bangunan pokoknya terdiri dari saka-saka yang berjumlah 4, 6 atau bisa juga 8 dan seterusnya. Sedangkan atap terdapat pada dua belah sisinya dengan satu bubungan atau wuwung seperti halnya bentuk panggangpe, dan bentuk bangunan kampung ini pun dalam perkembangannya mengenal beberapa variasi. Bentuk rumah kampung ini susunan ruangannya dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian depan, tengah dan belakang. Untuk ruangan bagian tengah dibagi menjadi tiga kamar atau senthong, yaitu senthong kiwa (kamar kiri), senthong tengah (kamar tengah) dan senthong tengen (kamar kanan). Bila ada kepentingan lain, maka kamar bisa tambah lagi yang diletakkan di ruang tengah. Biasanya kamar tambahan ini hanya diberi batas dengan rana atau kain saja.

A. Kampung Pacul Gowang

Rumah ini merupakan bentuk bangunan kampung pokok yang ditambah dengan bagian bangunan lain yang berbentuk panggangpe. Sebagian bagian bangunan ini disebut emper (serambi). Jumlah saka yang digunakan sebanyak 6 atau 8 atau 12 atau seterusnya, sedangkan atap pada dua belah sisinya bersusun bertingkat. Bangunan ini memiliki 1 bubungan. Bentuk bangunan kampung ini menggunakan bagian yang disebut tutup keong yaitu tutup atas yang terletak pada kedua sisi dan biasanya berbentuk segitiga.B. Kampung Srotong

Bangunan ini merupakan gabungan dari bentuk bangunan pacul gowang yang ditambah dengan bangunan emper pada sisi belakang bangunan pokok. Dengan demikian bentuk bangunan srotong ini merupakan bangunan kampung pokok yang mempunyai 2 bangunan emper yang semuanya berbentuk panggangpe. Bangunan ini memiliki jumlah saka sebanyak 8, 12, 16, dan seterusnya. Pada bagian atap terdiri dari 2 belah sisi masing masing bersusun dua dan 1 bubungan dan 2 tutup keong.C. Kampung Klabang Nyander

Bangunan klabang nyander ini merupakan gabungan dari bangunan pacul gowang dan ditambah dengan bangunan emper pada sisi belakang bangunan pokok. Dengan demikian bentuk bangunan ini merupakan bangunan kampung pokok yang mempunyai 2 bangunan emper yang semuanya berbentuk panggangpe. Bangunan ini terdiri dari saka yang berjumlah 8, 12, 16, dan seterusnya, sedangkan pada atap terdiri dari 2 belah sisi yang masing masing bersusun 2 dan 1 bubungan dan 2 tutup keong.D. Kampung Cere Gancet Rumah kampung Cere Gancet merupakan gabungan dari 2 bentuk bangunan kampung pacul gowang. Cara penggabungannya adalah dengan menghubungkan pada bagian masing masing yang tidak ber emper sehingga dibutuhkan talang air pada bagian tengah atapnya. Bangunan ini memiliki saka sebanyak 20, 24 dan seterusnya. Pada bagian atap terdiri dari muka belakang yang bersusun 2 pada sisi miring masing masing brunjungnya.3. LIMASAN

Ket : 1. Ruang Depan, 2. Ruang Tengah, 3. Ruang Belakang, A. Senthong kiwa, B. Sentong Tengah, C. Senthong Tengen , 4. Kamar Tambahan.Kata limasan ini diambil dari kata lima-lasan, yakni peritungan sederhana penggunaan ukuran ukuran : molo 3 m dan blandar 5m. Pada dasarnya susunan ruangan pada bentuk rumah limasan tidak berbeda dengan susunan ruangan pada rumah bentuk kampung. Susunan ruangan dibagi menjadi 3 bagian , yaitu ruang depan, ruang tengah dan ruang belakang, namun ruang tengah lebih luas daripada ruang depan dan ruang belakang. Pada ruang belakang terdapat 3 senthong, yaitu senthong kiwa, sentong tengah, dan senthong tengen. Sedangkan penambahan senthong atau kamar biasanya ditempatkan di sebelah kiri, senthong kiwa dan di sebelah kanan senthong kanan. Dalam perkembangannya bentuk bangunan limasan ini memilki banyak variasi, yaitu :

A. Limasan Lawakan

Bangunan ini merupakan bentuk bangunan limasan pokok yang ditambah dengan bangunan emper dan bentuknya pangganpe. Tambahan bangunan ini terpadat pada semua sisi bangunan ata keliling bangunan. Bangunan ini memiliki saka sebanyak 16 buah, dan 4 diantaranya berfungsi sebagai tiang pokok (saka guru). Pada atap bangunan ini terdiri atas 4 sisi bertingkat 2 dan 1 bubungan.B. Limasan Klabang Nyander

Limasan klabang nyander merupakan bentuk bangunan limasan yang memakai banyak pengeret. Bangunan ini paling sedikit menggunakan saka sebanyak 4 buah tetapi bisa sampai 24, 28, atau seterusnya. Susunan atap bangunan limasan klabang nyander sama seperti bentuk limasan apitan atau limasan yang lain.

C. Limasan Cere Gancet

Limasan cere gancet merupakan gabungan antara 2 bentuk limasan pacul gowang. Cara penggabungannya adalah dengan menghubungkan 2 bangunan bangunan empernya. Di titik pertemuan ini diperlukan talang air untuk membantu system saluran air saat hujan. Bangunan ini menggunakan tiang sebanyak 20, 24, dan seterusnya dan memakai 2 bubungan.D. Limasan Lambang Teplok

Limasan lambang teplok memiliki kesamaan dengan bangunan kampung lambang teplok. Oleh sebab itu bangunan ini memakai renggangan antara atap brunjung dengan penanggap. Renggangan ini dihubungkan langsung oleh tiang utama, sedangkan bangunan empernya menempel langsung pada tiang utama. Jumlah saka pada bangunan ini adalah 16, 24, dan seterusnya. Susunan atapnya sama dengan bangunan kampung lambang teplok, namun perbedaannya bangunan ini tidak memakai tutup keong.4. RUMAH JOGLOSusunan rumah joglo merupakan bentuk yang lebih jelas disbanding dengan bentuk rumah kampung dan limasan. Bentuk bangunan ini mempunyai ukuran yang lebih besar bila dibanding dengan tipe rumah tradisional jawa lainnya. Bangunan joglo ini pada umumnya menggunakan bahan bahan kayu yang lebih banyak. Ciri utama bentuk bangunan joglo ini adalah menggunakan blandar bersusun yang disebut blandar tumpangsari. Bangunan ini juga menggunakan 4 tiang utama yang terdapat pada bagian tengah bangunan. Oleh karena itu, rumah joglo dapat dikatakan sebagai tipe ideal daripada rumah tradisional jawa lainnya.

Ket: 1. Pendapa, 2. Pringgitan, 3. Dalem, a. Senthong kiwa, b. Senthong Tengah, c. Senthong tengen, 4. Gandhok. Dua buah ruang samping yang memanjang sejajar dengan dalem disebut gandhok dipergunakan sebagai tempat tinggal keluarga (kerabat).A. Joglo Jompongan

Pada bangunan ini perbandingan panjang blandar dengan pengeret 1:1. Bangunan ini memiliki saka sebanyak 16 sampai 36 buah. Atap pada bangunan ini terdiri atas 4 sisi dan masing masing bersusun 2 dengan 1 bubungan.B. Joglo Limasan

Bangunan ini merupakan bentuk pokok dari bangunan yang berbentuk joglo. Bentuk bangunan ini biasanya memiliki usuk payung (kerangka rumah penahan atap yang berbentuk seperti paying). Hal tersebut dikatakan sebagai usuk paying karena bentuknya dari atas sampai kebawah makin melebar seperti kerangka payung. Bangunan ini menggunakan saka sebanyak 16 buah dan 4 diantaranya merupakan saka guru (tiang utama). Atap pada bangunan ini terdiri dari 4 sisi masing masing bersusun 2 dan sebuah bubungan.C. Joglo Sinom

Joglo sinom merupakan perkembangan dari bentuk bangunan joglo yang menggunakan emper keliling rangkap 2. Pada lantai bangunan ini level dinding dibuat tinggi. Bangunan ini memiliki saka sebanyak 36 buah dan 4 diantaranya merupakan saka utama. Atap bangunan ini terdiri dari 4 belah sisi masing masing bertingkat 3 dengan 1 bubungan.

DAFTAR PUSTAKAwww.wikipedia.comhttp://id.wikipedia.org/wiki/rumahjawawww.javanesearchitecture.blogspot.comwww.google.comBUKU : ARSITEKTUR TRADISIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.