Author
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Lampiran 1 : Monografi Kesenian Jawa Timur
KESENIAN
1. Seni Rupa
1.1 Seni Bangun / Arsitektur
Sejarah kesenian Indonesia memberi petunjuk yang cukup menarik bagi kita
untuk melakukan pendekatan terhadap bangunan di Jawa Timur, baik itu
merupakan bangunan kuno maupun yang sekarang masih berwujud dalam
keadaan cukup sempurna. Yang dimaksud bangunan kuno adalah semua
peninggalan bangunan dari jaman kerajaan-kerajaan di Jawa Timur sebelum
datangnya penjajahan oleh pihak asing.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bangunan kuno ini memberikan petunjuk
seberapa tingkat kemajuan yang telah dicapai pada jaman itu akan seni
arsitekturnya. Bangunan-bangunan kuno yang disebut candi itu mampu memberi
gambaran secara sederhana betapa karya seni bangun pada jaman itu ditampilkan.
Pada masa sekarang bangunan-bangunan rumah di Jawa Timur berbentuk Joglo,
memperlihatkan persamaan dengan gambaran-gambaran yang terdapat pada relief
di candi (bangunan kuno) misalnya pada relief candi Borobudur.
Secara garis besar dapatlah dikemukakan bahwa di Jawa Timur sampai
dewasa ini terdapat 3 bentuk dasar bangunan rumah, yakni bentuk Joglo, bentuk
Limasan (bentuk dara gepak), dan bentuk Sronlongan (bentuk empyak
setangkep). Bangunan bentuk ke 2 dan ke 3 tidak memperlihatkan keistimewaan
yang menonjol, seperti yang ditampilkan pada bentuk Joglo. Yang dimaksud
dengan rumah bentuk Joglo adalah bangunan yang bentuk atapnya terdiri dari dua
bagian, bagian ditepi atap tersebut agak datar dan atap dibagian tengahnya
menjulang keatas lebih tegak. Bagian atap yang menjulang ini ditahan oleh 4 buah
tiang yang disebut sokoguru, yang masing-masing dihubungkan satu sama lain
oleh 2 balok melintang yang disebut pengerat, sehingga pengeratnya ada 8 balok.
Ujung terluar dari atap dibagian tepi ditahan oleh tiang-tiang yang disebut
sokopengacik. Soko pengacik ini satu sama lain dihubungkan oleh balok
melintang yang disebut blandar. Inilah konstruksi dasar dari bangunan bentuk
Joglo.
Sedangkan yang dimaksud bangunan bentuk Limasan adalah atap limasan
terdiri dari empat bagian atap yang dihubungkan dipuncaknya oleh balok-balok
melintang yang disebut molo. Molo ini ujung-ujungnya pecah menjadi 2 disebut
balok dudur yang menjadi penghubung antara bagian atap yang satu dengan atap
bagian sampingnya. Tentang bangunan bentuk Srontong, hanya memiliki 2 bagian
atap yang dipuncaknya dihubungkan oleh balok melintang yang disebut molo
juga.
Akhirnya apakah bentuk bangunan sebagaimana yang diterangkan diatas dapat
bertahan menghadapi perkembangan teknologi yang demikian memerlukan
prasarana yang sesuai, masih memerlukan waktu pembuktian., tetapi segi
arsitektonis ciri kedaerahan telah dijawab oleh bentuk bangunan yang
diketengahkan di atas.
1.2 Seni Pahat
Seni pahat tradisional sebagaimana tercermin dari setiap area batu jaman
lampau, telah lama tidak mengalami gerak perkembangan. Area-area peninggalan
masa lalu banyak tersimpan dibeberapa museum Jawa Timur, maupun yang
banyak terdapat berserakan dibeberapa daerah, telah terputus hubungan gaya dan
bentuk serta misi filosofisnya dengan karya-karya pahatan masa kini atau yang
lebih dikenal sebagai seni kontemporer yang dapat dilihat di sanggar-sanggar
seniman, baik dari batu, batu pualam, kayu, alumunium, dan logam lain. Tidak
menunjukkan adanya hubungan bentuk dan stilasi maupun gaya realis-plastis.
Namun ada beberapa monumen patung yang kini terdapat di beberapa tempat
di Surabaya yang masih lengkap berbentuk realis. Misalnya Patung Perunggu
Jendral Sudirman, di jalan Yos Sudarso, Surabaya, oleh Eddy Sunarso, yang
melambangkan kepahlawanan dan kebesaran; Monumen relief di Taman Makam
Pahlawan, Tulungagung, oleh Abdulah Sidik, memberi gambaran seorang
gerilyawan dimasa revolusi kemerdekaan; Patung lelaki mengangkat jangkar di
ujung jalan depan Museum Jawa Timur, oleh Eddy Sunarso, yang melambangkan
kota Surabaya sebagai kota maritime; dan lain-lainnya.
Sementara itu karya seni pahat kontemporer tidak mencerminkan
kepahlawanan hanya merupakan karya estetis murni dari manifestasi kreatif para
seniman. Misalnya pemahat muda Soesiyar, lebih banyak menampilkan
keindahan-keindahan manipulatif, hasil fantasi, imajinasi, dan abstrak. Dan
pemahat-pemahat kontemporer lainnya seperti Tedja Suminar, Iskak, Rudi
Isbandi, Supono, dll.
Perkembangan seni pahat kontemporer banyak menyerap dari perkembangan
seni pahat barat yang telah merata di seluruh dunia, sehingga merupakan aliran
baru.
1.3 Seni Ukir
Dalam khasanah seni ukir di Jawa Timur, digolongkan menjadi 2 jenis yaitu
a. Karya seni ukir murni, sebagai manifestasi estetik dari seni ukir itu
sendiri, mempunyai nilai histories. Misalnya Di daerah Kedungmonggo,
Pakisaji, Malang, banyak terdapat seniman pengukir topeng (wayang
topeng).
b. Sebagai hias barang pakai Applied Art, dalam hal seni ukir benda-benda
perabot rumah tangga yang terbuat dari kayu, rotan, atau bambu.
Dalam perkembangan seni ukir kontemporer, belum menunjukan pengaruhnya
dalam khasanah ukiran daerah ini. Hal tersebut mudah dipahami bila diingat
bahwa karya ukir tersebut diciptakan secara turun-temurun, dimana kadar
kreatifitas yang inovatif tidak berkembang didalamnya.
1.4 Seni Lukis
Seni lukis di Jawa Timur mengalami perkembangan yang menarik, terutama
sejak pemerintahan pendudukan Jepang, membentuk badan yang disebut Keimin
Bunka Shidoso, seniman-seniman banyak yang menggunakan kesempatan itu
untuk mengisi kegiatannya.
Dibidang seni lukis beberapa tenaga yang aktif dalam Keimin Bunka Shidoso
antara lain Karyono Ys dibantu beberapa teman seniman muda pada waktu itu,
banyak menciptakan lukisan-lukisan perjuangan, kegiatan PETA dan poster-
poster yang menggugah semangat.
Sekitar tahun 1950 lahirlah kelompok "Prabangkara" yang didukung oleh
sebagian besar seniman-seniman muda Surabaya, mereka adalah Karyono Ys,
Bandarkoem, Wiwiek hidayat, Ramelan, Sunarto Timoer, Hardjo dan Muljono.
Dan masih banyak lagi terbentuknya kelompok-kelompok seniman lukis pada
waktu itu.
Dan yang terjadi sekarang seni lukis merupakan salah satu bidang seni dalam
dewan kesenian Surabaya, mendapatkan pengarahan dan peningkatan acara
kegiatannya. Demikian halnya berbagai kerja sama dengan lembaga kesenian baik
itu bersifat nasional maupun binasional, seperti LIA, Goethe Institut, dan lainnya.
Apresiasi masyarakatmenumbuhkan integritas, sehingga antara seni rupa
tradisional dan kontemporer menjadi milik bersama.
Dalam seni lukis modern, nilai kompositoris tidak hanya ditentukan oleh
keseimbangan obyek maupun harmoni garis dan warna benda-benda, tetapi
sapuan kuas serta tekstur menjadi lebih berfungsi sebagai pernyataan ekspresi
seniman.
Bentuk alam serta manusia sebagai model lukisan yang sangat banyak terdapat
dalam lukisan-lukisan tradisional, dimanfaatkan oleh seniman modern sebagai
obyek visual belaka dalam menuangkan ilham maupun idenya, sehingga benda-
benda yang dilukis sering hanya merupakan komponen pembantu dalam lahirnya
sebuah karya kontemporer.
Gaya dekoratif ornamental mulai berkurang dan diganti dengan bentuk-bentuk
kosong tanpa obyek, lukisan ini sering disebut sebagai gaya abstrak non figurative
seperti terdapat pada lukisan Rudi Isbandi.
Kemudian dikenal pengolahan seni optik, sebagaimana dalam lukisan pelukis
muda Sugeng Santoso. Lukisan tersebut memberikan kesan optis yang manis.
Permainan warna dengan intensitas yang berbeda itu juga memberikan imajinasi
tentang dimensi atau sinar dari ruang berkotak-kotak seperti jendela yang berjajar
pada bangunan gedung bertingkat.
Seni lukis telah demikian banyak ragam dan gayanya, sehingga pengenalan
secara mendalam dan teliti perlu dengan lebih sering mengamati pameran-
pameran. Tanpa kecermatan terhadap apa yang diolah dalam penciptaan para
seniman, masyarakat akan terputus penyerapan daya estetisnya dengan karya seni.
Dan dalam acuan kreativitas tersebut pelukis-pelukis Jawa Timur menghayati
kehidupannya.
2. Seni Tari
Berdasarkan tinjauan sejarah membuktikan bahwa Jawa Timur telah lama
mengenal tarian. Hal ini sangat berhubungan erat dengan kepercayaan dan agama
yang berkembang dalam kerajaan-kerajaan di Jawa Timur pada masa lampau.
Dewasa ini kehidupan seni tari Jawa Timur, dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Seni Tari Tradisional
Pada dasamya dibedakan menjadi 2 macam yaitu bersifat kerakyatan dan
bersifat klasik. Pada umumnya di Jawa Timur lebih bersifat kerakyatan daripada
klasik.
Berdasarkan latar belakang perkembangannya tari tradisional dibagi menjadi:
/. Tari Kultur Jawa Gaya Timur an
Tarian jenis ini yang terkenal adalah tari Ngremo, bersifat dinamik dan
penuh spontanitas. Pada umumnya tarian ini ditampilkan pada awal
pertunjukan ludruk maupun wayang kulit Jawa Timuran, yang sekaligus
berfungsi sebagai selamat datang pada tamu.
2. Tari Kultur Jawa Gaya Tengah
Berkembang di daerah Jawa Timur bagian barat, meliputi daerah ex
karesidenan Madiun, Kediri, dan Bojonegoro.
3. Tari Kultur Jawa Gaya Osing
Berkembang di daerah Banyuwangi dan sekitarnya. Nampak adanya
pengaruh dari Bali, baik dalam wiraga dan iringannya. Tari yang terkenal
yaitu Tari Gandrung.
4. Tari Kultur Madura
Berkembang di daerah Madura, yang terkenal adalah tari Remo Madura,
terlihat adanya pengaruh gaya Jawa Timuran, tetapi disesuaikan dengan
kepribadian Madura. Selain tari Remo Madura, yang terkenal lainnya adalah
tari Topeng ( pamekasan ) yang bercorak klasik.
b. Seni Tari Klasik
Tarian ini sebagian besar bersumber pada seni tari gaya Surakarta, dan banyak
berkembang di bagian barat Jawat Timur.
Tarian-tarian yang terkenal antara lain:
- Tari Gambyong
- Tari Srimpi
- Tari Bondan
- Tari Klono, dst
c. Seni Tari Kreasi baru.
Dalam perkembangan dunia tari, nampak adanya corak baru yang biasa
disebut Tari Kreasi Baru.
Dalam kreasi ini para seniman mencoba mencipta gerakan baru dan memadu
indah beberapa gaya dari beberapa daerah, yang tidak terlepas dari sifatnya yang
klasik.
Tari Kreasi Baru di Jawa Timur sebagian besar bersumber pada kreasi Bagong
Kusudiarjo di Jogja. Tarian-tariannya yang terkenal antara lain:
- Tari Merah
- Tari Ksatria
- Tari Tani
- Tari Pelukis, dsb
Sedangkan beberapa tokoh seniman tari di Jawa Timur sendiri pun ingin
mendapatkan gaya tari yang dapat mewakili tari di Jawa Timur dengan jalan
memadukan beberapa gaya antara lain gerakan Tari Reyog, Tari Topeng, Tari
Gandrung dan Tari Ngremo.
Hasil karya tersebut telah berhasil dipentaskan dalam festival Ramayana
Internasional di Candrawilwatikta, Pandaan, Jawa Timur pada tahun 1971.
Rintisan tersebut tetap diusahakan, namun perkembangannya belum nampak.
Khususnya di Madura, para seniman setempat pun berusaha menciptakan tarian
baru antara lain Tari Pecu dan Tari Kerapan Sapi, yang perkembangannya masih
sangat terbatas.
3. Seni Drama
Daerah Jawa Timur digolongkan menjadi dua bagian, yakni:
A. Seni drama Tradisional : seni drama yang umumnya berhubungan erat
dengan kepercayaan, adat, sejarah atau ceritera rakyat.
B. Seni drama modern : seni drama yang bersumber dengan negara baru.
selanjutnya mengenai beberapa contoh di bawah ini, beberapa seni drama
yang sementara dapat mewakili.
a. Wayang kulit Purwo gaya Jawa Tengahan
Tumbuh subur di daerah bekas keresidenan Madiun, Kediri, dan Bojonegoro,
karena sebagian besar penduduk Jawa Timur berasal dari Jawa Tengah.
b. Wayang kulit Purwo gaya Jawa Timuran.
Berkembang subur di daerah bekas keresidenan Surabaya terutama di
Trowulan (Mojokerto), Waru dan Porong, keduanya termasuk daerah
Sidoarjo.
c. Wayang Topeng Panji di Jabung, Malang
Berkembang di daerah desa Jabung, Malang.
d. Topeng Dhalang di Madura.
Pembinanya adalah golongan bangsawan, kurang berkembang, karena kurang
mendapat perhatian masyarakat sekitar.
e. Wayang Thengul
Terdapat di daerah Bojonegoro dan sekitarnya, tetapi tidak berkembang.
/ Wayang Krucil
Di daerah Nganjuk, tidak berkembang karena kurang mendapat tanggapan dari
masyarakat.
g. Wayang Beber
Tumbuh di daerah Pacitan, tetapi kurang berkembang.
h. Damarwulan
Banyuwangi, inti cerita Jawa dan adanya pengaruh dari Bali.
i. Ande-ande Lumut
Berkembang di kediri bagian selatan.
j . Sandur
Di Madura, popular di kalangan masyarakat biasa.
k. Ludruk
Berkembang luas merata di seluruh Jawa Timur. Inti ceritanya adalah suatu
rumah tangga rakyat kecil. Dalam perkembangannya sekarang kadang-kadang
membawakan cerita asing.
Perlu diketahui, bahwa selain wayang kulit gaya Jawa Tengahan ada juga unsur
kesenian lain yang merupakan pengaruh Jawa Tengah, antara lain Wayang Wong
dan Kethoprak, tetapi perkembangannya hanya terbatas di beberapa kota saja.
OIPOMEGOO-O "p^?-
'. .
<C= n. 0ltO»JE6QIU3
n r J I I l f t f A l < K « » I I tOO
I I I I
S W K A K SIAU / t « U M SUJ1
KAUTOR / P«>.«iiT»*AAIU
"tWtMU. -TO.-IOTUP
t n T \ A l b LOWbY
rAU^HQl-A
PWWIMcAAAA
SlCt EM1HL.EA1CE
PAKULTAi T1KMM U K DAM PCHiNCAMAAN JURUSAN ARSITEKTUR
UMVERSITAS KWSTEM PtTIA SURABAYA • WOONCSU
MATAKUUAH
JUOULTUGAS
TUGAS AKH1R AR 45O0 PERIODS XLVH
GALER1 S E N * S U R A B A Y A
0 A M B A R :
*ne PUAI
RAMA
NRR
WENTOR UTAMA
MENTOR PENOAMPMO
SCMESTE*
•
SUSANTO
224MOS7
IT. IGM. SULENORA
Ir. DANNY SAMTOSO M.. H A n * Ir. AOIMAO ARCHAJADI
TANGGAL 5KALA IEMRAR
KELOMPOK
JUMLAH