13
Mengupas Filosofi dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan Pendhopo nDalem Mangkubumen Keraton Surakarta I. PENDAHULUAN Kota Surakarta adalah salah satu contoh kota budaya yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini masih banyak menyimpan beranekaragam kebudayaan Jawa Tengah. Keanekaragaman budaya yang ada di kota kecil ini tidak hanya terletak pada kesenian daerah setempat, namun masih banyak hal lain yang menjadikan kota ini menjadi salah satu kota budaya yang ada di Jawa Tengah. Kekayaan akan budaya seperti tarian, alat musik tradisional, makanan tradisional, bahasa, perilaku serta bangunan, menjadikan kota kecil ini menjadi salah satu kota yang banyak digemari oleh pengunjung dalam maupun luar negeri untuk melakukan wisata budaya. Dari segi budaya tari, musik, kita bisa menilik pada tarian yang banyak dihasilkan oleh kota kecil ini. Seperti merak, gambyong, dan lain lain. Untuk musik tradisional yang dihadirkan oleh kota ini, masih banyak memiliki kesamaan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu gamelan. Tidak hanya kedua hal tersebut saja yang menjadikan kota ini menjadi kota budaya. Makanan atau jajanan khas tradisional kota surakarta ini seperti serabi, menjadi kudapan wajib bagi wisatawan asing maupun domestik ketika berkunjung ke kota ini. 1

Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

Mengupas Filosofi dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

Pendhopo nDalem Mangkubumen Keraton Surakarta

I. PENDAHULUAN

Kota Surakarta adalah salah satu contoh kota budaya yang terletak di

Provinsi Jawa Tengah. Kota ini masih banyak menyimpan beranekaragam

kebudayaan Jawa Tengah. Keanekaragaman budaya yang ada di kota kecil ini

tidak hanya terletak pada kesenian daerah setempat, namun masih banyak

hal lain yang menjadikan kota ini menjadi salah satu kota budaya yang ada di

Jawa Tengah. Kekayaan akan budaya seperti tarian, alat musik tradisional,

makanan tradisional, bahasa, perilaku serta bangunan, menjadikan kota kecil

ini menjadi salah satu kota yang banyak digemari oleh pengunjung dalam

maupun luar negeri untuk melakukan wisata budaya.

Dari segi budaya tari, musik, kita bisa menilik pada tarian yang banyak

dihasilkan oleh kota kecil ini. Seperti merak, gambyong, dan lain lain. Untuk

musik tradisional yang dihadirkan oleh kota ini, masih banyak memiliki

kesamaan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu gamelan. Tidak hanya

kedua hal tersebut saja yang menjadikan kota ini menjadi kota budaya.

Makanan atau jajanan khas tradisional kota surakarta ini seperti serabi,

menjadi kudapan wajib bagi wisatawan asing maupun domestik ketika

berkunjung ke kota ini.

Selain budaya yang ditawarkan melalui makanan, tarian, musik, Kota

Surakarta juga masih menghadirkan wisata budaya yang lainnya, yaitu wisata

tentang bangunan-bangunan tradisional Jawa yang masih berdiri kokoh di

kota kecil ini. Bangunan-bangunan yang menjadi saksi kemajuan jaman di

kota ini, masih banyak kita dapati, karena memang pemeliharaan akan

bangunan cagar budaya/ bangunan tradisional di kota ini masih sangat dijaga

kekhasannya oleh pemerintah setempat. Bahkan untuk melestarikan budaya

khususnya dalam aspek bangunan tradisional, pemerintah Kota Surakarta itu

sendiri juga banyak membangun fasilitas-fasilitas, gedung-gedung

perkantoran, serta public space yang ada di Kota Surakarta ini syarat akan

nilai nilai dan aspek tradisional kebudayaan jawa.

1

Page 2: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

II. PEMBAHASAN

Bangunan cagar budaya/ bangunan tradisional yang ada di Kota

Surakarta menjadi sebuah nilai budaya yang berbeda. Hal ini dikarenakan

bangunan bisa menjadi sebuah saksi perjalanan, pola pikir, pemikiran, seni

dan kreatifitas penduduk masa dahulu. Pola pikir, kreatifitas, kesenian yang

banyak tertuang di dalam aspek bangunan ini menjadikan sebuah hal yang

sangat menarik dan menantang untuk diulas serta dikaji lebih kompleks lagi.

Arsitektur tradisional Jawa banyak sekali memiliki unsur-unsur yang

kompleks di dalamnya. Unsur-unsur pembentuk dari arsitektur tradisional

ini tidak lain adalah hasil dari pemikiran para leluhur-leluhur yang menghuni

atau menempati Pulau Jawa terdahulu.

Unsur-unsur tradisional dari arsitektur jawa ini banyak tercermin dari

bentuk-bentuk yang ditonjolkan oleh bangunan tradisional Jawa. Hal- hal

yang tercermin itu seperti pada bentuk atap, pola peruangan, luasan

bangunan, dan lain sebagainya. Hal yang mudah diamati secara kasat mata

adalah mengenai bentuk atap dari rumah tradisional Jawa ini. Bentuk atap

tersebut ialah panggang-pe, kampung, limasan, serta joglo.

Selain terlihat dari segi arsitekturnya, bangunan tradisional jawa ini juga

mengedepankan unsur-unsur tradisional klasik jawa, seperti wayang,

gamelan, batik, serta ukir-ukiran.

Arsitektur tradisional Jawa terutama di wilayah Jawa Tengah lebih banyak

dikenal dengan bangunan Joglo. Joglo merupakan kerangka bangunan utama

dari rumah tradisional Jawa yang terdiri dari soko guru berupa empat tiang

utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa

susunan balok yang disangga soko guru.

Rumah Joglo pada umumnya hanya dimiliki oleh orang-orang yang

berkemampuan materi lebih. Hal ini disebabkan dalam membangun rumah

Joglo dibutuhkan material yang banyak dan cukup mahal karena sebagian

besar material berasal dari kayu jati serta membutuhkan perawatan

tersendiri. Sedangkan dari segi sosial masyarakat, bentuk Joglo dianggap

hanya boleh dimiliki orang-orang terpandang terutama dari kalangan

2

Page 3: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

bangsawan. Selain itu, pada bangunan Joglo terkandung filosofi yang sesuai

dengan kehidupan masyarakat Jawa.

Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu

ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang

dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut pringgitan, dan

ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga.

Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong kiri,

senthong tengah dan senthong kanan.

Gambar 1 : Skema Denah Rumah Tradisional Jawa

Pendhapa adalah salah satu ruang yang terpenting dalam sebuah susunan

ruang pada Joglo. Hal ini dikarenakan pendhapa adalah bangunan yang

pertama kali dilihat dan bangunan yang berada di garis paling luar dalam

lingkup rumah Joglo.

Pendhopo dalam rumah Jawa, atau joglo adalah sebuah ruang terbuka

tanpa pembatas pada keempat sisinya. Pendhopo juga biasanya dibangun

lebih tinggi daripada halaman yang ada di sekitarnya. Hal ini dimaksudkan

3

Page 4: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

untuk mempermudah penghuni dalam menerima tamu, bercakap-cakap,

duduk bersila, minum teh, dan lain sebagainya yang sesuai dengan tradisi

masyarakat Jawa Pada umumnya yang mencerminkan suasana yang akrab

dan rukun.

Pendhopo itu sendiri terletak di bagian depan dan memiliki sifat terbuka.

Keterbukaan yang dimiliki oleh pendhopo ini bertujuan untuk

mempermudah dalam penerimaan tamu serta tempat bertemunya/

berkumpulnya keluarga. Suasana yang ada dan tercerminkan dalam

bangunan ini sangatlah akrab dirasa. Selain hal tersebut keterbukaan dari

pendhopo itu sendiri juga melambangkan sikap pemilik rumah yang terbuka

terhadap siapa saja yang datang/ berkunjung ke rumah mereka. Letak

ruangan satu ini berdekatan dengan regol, serta regol ini dapat kita nikmati/

lihat dari luar. Ruang pendhapa yang terletak dibagian depan ini sering

dipergunakan dan dimanfaatkan oleh pemiliknya, sehingga tidak heran jika

banyak pendhopo yang kita temui memiliki desain yang mewah dan

sangatlah berwibawa.

Tentu saja hal ini tidak lepas dari alasan-alasan yang ada. Bentuk, hiasan

serta ukuran/ luasan pendhopo dapat untuk mencerminkan kedudukan,

pangkat, serta derajat pemiliknya. Selain dimanfaatkan untuk menerima

tamu, bersantai, bangunan satu ini juga banyak dimanfaatkan untuk

mempertontonkan pertunjukkan tari. Oleh sebab itu dalam ruang pendhopo

pasti kita akan menemui seperangkat gamelan/ musik tradisional dari Jawa

Tengah. Pendhopo juga banyak dihiasi akan ornamen serta lampu hias yang

sangatlah menarik. Pada bagian langit-langit (tumpangsari) kita juga akan

menemui kompleksnya ornamen yang tergambarkan di dalamnya. Hal ini

juga membuktikan akan seberapa penting peran kemewahan pendhopo pada

jaman dahulu kala.

Ditilik dari fungsi yang tertera sebelumnya bahwa pendhopo banyak

difungsikan untuk menerima tamu atau sebagai tempat berkumpul, di dalam

ruang pendhopo itu sendiri tidak terdapat meja maupun kursi untuk tempat

duduk dan menerima tamu. Pendhopo hanyalah ruang besar dengan tiang-

tiang yang tinggi yang material penyusun utamanya adalah kayu jati yang

kokoh, kuat, teratur, indah serta harmonis. Kelapangan dan keluasaan ruang

4

Page 5: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

yang ada di dalamnya ini membuat suasan akrab muncul dengan sendirinya.

Hal lain yang menjadi alasan adalah agar tamu yang bertandang tidak merasa

sombong/ berlaku sombong.

Struktur bangunan pada pendhopo menggunakan umpak sebagai alas

soko, 4 buah soko guru ( 4 tiang utama di ruang tengah) sebagai symbol 4

arah mata angin. Bagian atas soko guru disebut sebagai mayangkara,

dhadhapeksi dan langit-langit (singub). Kemudian pendhopo juga ditopang

oleh 12 soko pananggap, dan 20 soko panitih. Kemudian tumpang sari

merupakan susunan balik yang disangga oleh soko guru. Umumnya tumpang

sari terdapat pada pendopo bangunan yang disusun bertingkat. Tingkatan-

tingkatan ini dapat pula diartikan sebagai tingkatan untuk menuju pada suatu

titik puncak, yang terdiri dari serengat, tarekat, hakekat, dan

makrifat. Menurut kepercayaan jawa, tingkatan-tingkatan ini akan menyatu

pada satu titik.

Pada bagian tumpang sari ini dijumpai ornamen yang mengandung makna

simbolik. Dengan desain yang seperti ini maka ruang yang ada di dalam

pendhopo, di antara 4 soko guru terasa lebih utama, penting dan sakral.

Berikut dipaparkan bagian-bagian penyusun dalam pendhopo.

a. Soko Guru

Soko guru dan pendhopo adalah dua hal yang tidak bisa saling

melepaskan diri. Karena antara satu dengan yang lain memiliki

kesatuan utuh dalam hal pengertiannya. Bangunan joglo (pendhopo)

akan lengkap dengan rangkaian dari soko guru, brujung, serta balok

tumpang sari. Soko guru adalah tiang yang berjumlah 4 buah yang

berfungsi sebagai penopang utama dalam sebuah pendhopo. Soko

guru itu sendiri bermakna mata angin.

5

Page 6: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

Gambar 2: 4 Buah soko guru di nDalem Mangkubumen Keraton Surakarta

b. Tumpang sari

Tumpang sari merupakan susunan balik yang disangga oleh soko guru.

Umumnya tumpang sari terdapat pada pendopo bangunan yang

disusun bertingkat. Tingkatan-tingkatan ini dapat pula diartikan

sebagai tingkatan untuk menuju pada suatu titik puncak, yang terdiri

dari serengat, tarekat, hakekat, dan makrifat. Menurut kepercayaan

jawa, tingkatan-tingkatan ini akan menyatu pada satu titik.

Gambar 3 : Tumpang sri pada pendhopo nDalem Mangkunegaran Keraton Surakarta

6

Page 7: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

c. Gebyok

Gebyok adalah sebuah media pemisah antara ruang satu dengan ruang

yang lainnya. Fungsi dari gebyok adalah sebagai daya tarik pada

ruang/ pendhopo.

Gambar 4 : Gebyok/ pemisah antar ruang dalam nDalem Mangkunegaran

d. Umpak

Umpak adalah alas dari soko guru. Biasanya ini juga berfungsi sebagai

penguat serta pemberi estetika tambahan dari soko guru tersebut.

Umpak terbuat dari bahan beton maupun kayu. Dalam pelaksanaanya

umpak banyak diberikan detai ornamen untuk memperindah tampilan

dari pedhopo khususnya soko gurunya.

Gambar 5 : Umpak pada soko guru

7

Page 8: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

Nilai- nilai filosofi jawa pada arsitektur tradisional jawa (Pendhopo) adalah :

a. Kepercayaan : Pada ruang senthong tengah atau yang lebih

dikenal dengan krobogan atau ruang petanen ditata dan didisain sesakral

mungkin untuk menghormati Dewi Sri atau Dewi Padi. Keistimewaan ruang ini

selalu didisain lebih menarik daripada ruang-ruang yang lainnya. Ruang yang

biasanya dilengkapi dengan seperangkat tempat tidur lengkap dengan bantal

dan guling namun tidak pernah digunakan untuk tidur merupakan salah satu

keistimewaan dari ruang ini. Komposisi warna yang ada di dalam ruang ini

banyak didomninasi oleh warna krem. Hal ini memberikan kesan yang

sederhana namun tetap suci, agung, dan sakral.

b. Ikatan sosial : Pendhopo diletakkan dalam satu susunan rumah joglo

berada di paling depan. Selain tempat yang paling depan, pendhopo juga

menerapkan prinsip terbuka, tidak ada tembok pembatas, hanya ada tiang

penyangga strukturnya saja. Hal ini dikarenakan karena pemilik rumah ingin

menunjukkan sikap keterbukaan terhadap masyarakat sekitar. Keterbukaan

tersebut tercermin dari kelapangan pemilik rumah dalam menerima tamu.

Pemilik rumah ingin memberikan kesan akrab dan tidak tertutup dengan cara

membangun pendhopo tersebut terbuka, sehingga mudah terjadi interaksi sosial

antara satu warga dengan warga yang lainnya.

c. Ekpresi pribadi : Pendhopo dalam sebuah rumah joglo, sering dihiasi oleh

ukir-ukiran, ornamen, lampu hias mewah, luasan bangunan yang luas, material

kayu jati yang kokoh. Hal ini ditonjolkan oleh masyarakat Jawa pada jaman

dahulu yang berfungsi untuk menonjolkan atau memperlihatkan kemewahan

dari sebuah pendhopo. Semakin mewah sebuah pendhopo tersebut maka

semakin tinggilah kedudukan, kekuasaan, serta kemampuan hidup pemilik joglo,

dibandingkan dengan warga sekitarnya.

d. Makna : Umpak dalam pendhopo (penyokong saka guru) seringkali

berwarna hitam. Masyarakat jawa sendiri menafsirkan bahwa umpak yang

berwarna hitam adalah perlambangan dari Tuhan sebagai pencipta bumi dan

lautan sebagai tempat hidup manusia.

8

Page 9: Mengupas Filosofi Dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

Mengupas Filosofi dalam Penerapan Arsitektur Jawa Pada Bangunan

Pendhopo nDalem Mangkubumen Keraton Surakarta

Oleh

Maulina Sukmawatie Budiharjo

I0211039

Prodi Arsitektur

Jurusan Arsitektur

Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

2013

9