28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 500.000 ibu yang meninggal pada saat hamil atau bersalin. Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia masih belum memuaskan, terbukti masih tingginya angka kematian bayi baru lahir (AKB). Di negara miskin sekitar 25-50% kematian usia subur (PUS) disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, ersalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi penyumbang utama kematian ibu pada masa puncak produktifitas (DepartemenKesehatan RI, 2002). Umumnya ukuran yang dipakai untuk nilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan (Maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal mortality). Menurut defenisi WHO “kematian maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 24 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan”. Angka kematian maternal diperhitungkan terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup (Wiknjosastro, 1994). Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan kesehatan keluarga, keluarga merupakan kelompok terkecil dan inti dari masyarakat

84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

  • Upload
    wisra

  • View
    242

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 500.000

ibu yang meninggal pada saat hamil atau bersalin. Keberhasilan pembangunan

kesehatan di Indonesia masih belum memuaskan, terbukti masih tingginya angka

kematian bayi baru lahir (AKB). Di negara miskin sekitar 25-50% kematian usia

subur (PUS) disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan,

ersalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi penyumbang

utama kematian ibu pada masa puncak produktifitas (DepartemenKesehatan RI,

2002).

Umumnya ukuran yang dipakai untuk nilai baik buruknya keadaan

pelayanan kebidanan (Maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah

kematian maternal (maternal mortality). Menurut defenisi WHO “kematian

maternal ialah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 24 hari sesudah

berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan

tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan”. Angka kematian maternal

diperhitungkan terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup, kini di beberapa

negara malahan terhadap 100.000 kelahiran hidup (Wiknjosastro, 1994).

Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan

kesehatan keluarga, keluarga merupakan kelompok terkecil dan inti dari

masyarakat oleh karena itu peningkatan kualitas kesehatan keluarga dapat

diwujudkan tanpa perbaikan dan peningkatan kesehatan ibu . Salah satu sasaran

program Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan untuk tahun 2010 adalah

menurunkan angka kematian ibu menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup dari

450 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2000 (Syaifuddin, 2001).

Penyebab utama kematian maternal secara langsung adalah hemoragi (40-

60%), infeksi (30-40%) dan eklamsia (10-20%). Hemoragi dapat terjadi pada saat

persalinan, sebelum dan sesudah anak lahir ataupun saat hamil muda (abortus).

Penyebab AKI di Indonesia adalah hemoragi (67%), pre-eklampsi dan eklampsia

(8%), infeksi (7%) dan penyebab lain (10%). Penyebab tidak langsung AKI

antara lain dikenal dengan 4T yaitu terlalu muda (<20 tahun), terlalu tua (>35

tahun), terlalu sering (jarak kehamilan <2 tahun) dan terlalu banyak melahirkan

Page 2: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

2

(>3 orang). AKI di Indonesia 65% disebabkan oleh karena 4T tersebut (Majalah

Obstetri Ginekologi, 2002).

Hemoragi postpartum adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas

maternal, penyebab sekitar 10% kematian maternal nonaborsi, sekitar 8% seluruh

kelahiran mengalami komplikasi postpartum . Hemoragi postpartum dapat terjadi

tiba-tiba dan bahkan sangat masif, hemoragi postpartum lanjut merupakan akibat

subinvolusi tempat plasenta, jaringan plasenta yang tertahan atau infeksi (Bobak.

2005).

Hemoragi merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian

ibu melahirkan di Indonesia. Insidens hemoragi postpartum akibat retensio

plasenta dilaporkan berkisar 16%-17% di RSU H. Dimanhuri Barabai, selama 3

tahun (1997-1999) didapatkan 146 kasus rujukan hemoragi postpartum akibat

retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%)

berakhir dengan kematian ibu. Menurunkan kejadian hemoragi postpartum akibat

retensio plasenta tidak hanya mengurangi risiko kematian ibu, namun juga

menghindarkannya dari resiko kesakitan yang berhubungan dengan hemoragi

postpartum, seperti reaksi transfusi, tindakan operatif, dan infeksi. Bukti berbagai

penelitian mendukung penatalaksanaan aktif kala III persalinan (setelah lahirnya

bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta) dapat menurunkan resiko hemoragi

postpartum sampai 40% (Pribakti, 2006).

Menurut Fortney A dan E.W. Whitenhorne makin kecil angka indeks risiko

pada paritas makin kecil pula risiko kehamilan dan persalinan pada retensio

plasenta (Manuaba, 2001).

Dalam periode 1 Januari-31 Agustus 1997 didapatkan 28 kasus kematian

maternal di Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur, 50%

kematian maternal mempunyai paritas 3 atau lebih salah satunya terdapat pada

riwayat komplikasi obstetric (retensio plasenta) (Sutrisno, 1997).

Studi pendahuluan yang didapat dari medical record Pavilyun Maria Rumah

Sakit RK Charitas Palembang didapat peningkatan angka kejadian hemoragi

postpartum, yaitu dari 52 kasus pada tahun 2009 menjadi 77 kasus diantaranya 57

kasus pada retensio plasenta pada tahun 2010.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Hubungan Paritas dengan kejadian Retensio Plasenta di Paviliun Maria

RK Charitas Palembang Tahun 2012 ”.

Page 3: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang permasalahan penelitian maka penulis

merumuskan masalah apakah ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan

kejadian retensio plasenta di Paviliun Maria RK Charitas Palembang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian retensio plasenta

di Paviliun Maria RK Charitas Palembang

2. Tujuan Khusus

a. Untuk melihat gambaran dari paritas di Paviliun Maria RK Charitas

Palembang

b. Untuk melihat gambaran dari retensio plasenta di Paviliun Maria RK

Charitas Palembang

c. Untuk mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian retensio

plasenta di Paviliun Maria RK Charitas Palembang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dalam

mengetahui prevalensi angka kejadian retensio plasenta yang disebabkan oleh

paritas, khususnya mahasiswa keperawatan

2. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan dala

mengetahui prevalensi angka kejadian retensio plasenta yang disebabkan oleh

paritas, khususnya mahasiswa keperawatan.

3. Bagi Pengembangan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan terutama

tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil

dengan retensio plasenta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi penelitian lanjutan yang lebih spesifik.

4. Bagi Ibu Hamil

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan ibu hamil.

Page 4: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

4

E. Penelitian Terkait

Penelitian ini terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh Yono (2010),

dengan judul penelitian Gambaran paritas dengan terjadinya retensio plasenta di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Yunus

Bengkulu terhadap 107 orang responden dapat disimpulkan bahwa 76,6%

responden mempunyai paritas multipara. 66,4% responden mengalami retensio

plasenta dan 33,6% responden tidak mengalami retensio plasenta. Terdapat

hubungan yang signifikan dan lemah antara paritas dengan kejadian retensio

plasenta. Ibu dengan paritas multipara dapat menyebabkan kejadian retensio

plasenta sebesar 1,449 kali lipat dibandingkan dengan ibu dengan paritas

primipara.

F. Definisi Istilah

1. Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang

dilahirkan (Ramali, 2000). Menurut Manuaba (2001) Paritas adalah

jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita.

2. Retensio plasenta adalah terlambatnya atau tertahannya plasenta selama

setengah jam atau lebih setelah bayi lahir.

Page 5: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Plasenta

1. Definisi

Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan

alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya (FK UNPAD, 1983).

Menurut Muda (1994) plasenta adalah alat yang menghubungkan badan ibu

dengan bayi di dalam rahim.

Plasenta adalah organ temporer yang memenuhi kebutuhan embrio/janin

sampai lahir; organ ini oleh awam disebut ari-ari dan dalam bahasa Inggris

dinamakan ‘Afterbirth’ karena segera dikeluarkan setelah bayi lahir. (Farrer,

2001).

2. Letak Bentuk dan Ukuran

Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,

agak ke atas ke arah tempat uteri, karena permukaan bagian atas korpus uteri

lebih luas, sehingga banyak tempat untuk berimplantasi. Plasenta sebenarnya

berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi korialis yang berasal

dari korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua

basalis. (Wiknjosastro, 1999).

Bentuk plasenta adalah bangunan agak bulat yang datar. (Verrals,

2002). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16

minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Meskipun

ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke arah korion, namun

amnion hanya menempel saja, tidak sempat melekat pada korion

(Wiknjosastro, 1999).

Pada usia aterm, plasenta memiliki berat sekitar seperenam berat bayi

dan biasanya berukuran sekitar 20 cm dengan ketebalan 2-3 cm. (Farrer,

2001). Diameter plasenta 15-20 cm, berat rata-rata 500 gram. Tali pusat

berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah; disebut insersio sentralis.

Bila hubungan ini agak ke pinggir disebut insersio lateralis, dan bila dipinggir

plasenta disebut insersio marginalis, kadang-kadang tali pusat berada di luar

plasenta, dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin, disebut insersio

valementosa (Wiknjosastro, 1999).

5

Page 6: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

6

3. Fungsi Plasenta

a. Respirasi

Tekanan aliran darah maternal ke plasenta relatif rendah dan aliran

yang lebih lambat sebagai akibat dari tekanan yang rendah ini akan

membantu proses pertukaran gas. Oksigen dari darah ibu berdifusi lewat

barrier plasenta.

Karbondioksida berdifusi dari darah janin ke darah maternal

(Farrer, 2001) Gas oksihemoglobin (maternal) dipecah menjadi

penyusunnya, yaitu oksigen hemoglobin. Oksigen didifusikan melewati

sawar plasenta untuk membentuk oksihemoglobin fetus 20-35 ml oksigen

permenit dialirkan ke fetus.

Karbondioksida dikembalikan ke dalam plasenta untuk

diekskresikan ke dalam peredaran darah maternal (Verrals, 2002).

b. Nutrisi

Plasenta mempunyai banyak enzim dan dapat mensintesis

karbohidrat : glukosa melewati membran plasenta dengan sangat mudah,

karbohidrat yang kompleks perlu dipecah dahulu, sebagian disimpan

sebagai glikogen untuk kebutuhan fetus. Protein dipecah menjadi asam-

asam amino, sehingga dapat dipergunakan oleh fetus. Lemak lebih sulit

disederhanakan dan untuk vitamin yang larut dalam lemak hanya masuk

ke dalam fetus secara lambat. Vitamin B dan C yang larut dengan air

dengan mudah dapat dipindahkan ke tubuh fetus serta garam-garam

mineral (Verrals, 2002).

Plasenta mengubah glukosa menjadi glikogen. Menyimpannya dan

mengubahnya kembali ketika diperlukan sampai hati janin berfungsi

penuh. Meskipun janin bergantung pada ibu dalam memperoleh semua

kebutuhan gizinya namun keadaan kurang gizi yang diderita ibu biasanya

harus cukup berat sebelum pertumbuhan intrauteri terganggu (Farrer,

2001).

c. Ekskresi

Plasenta mengekskresikan hasil sisa-sisa metabolisme yang tidak

diperlukan. Produk ini sangat sedikit karena semua bahan gizi sudah

dalam bentuk siap pakai; penggunaan zat-zat gizi terutama bagi

pembangunan jaringan (Farrer, 2001).

Page 7: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

7

Produk tersebut dikembalikan ke peredaran darah maternal lewat

villi korion: Produk yang mengandung nitrogen dan nutrien serta billirubin

hasil dari pemecahan sel darah merah (Verrals, 2002)

d. Proteksi

Melalui fungsi enzim, plasenta menghilangkan aktivitas sebagian

unsure toksik yang melewati barrier plasenta dan hati janin yang prematur

tidak mampu mengatasi unsur-unsur toksik ini. Barrier fisik (membran

plasenta) merupakan pelindung utama bagi janin dan biasanya

memberikan suatu pertahanan yang memuaskan terhadap zat-zat

berbahaya yang ada dalam darah ibu. Namun, sejumlah besar virus,

sebagian antibodi dan sejumlah obat dapat menembus barrier tersebut

(Farrer, 2001).

Perlindungan parsial terhadap infeksi : plasenta meneruskan

antibody dari maternal yang memberikan imunitas pasif bagi fetus

terhadap penyakit yang telah menimbulkan imunitas dapatan pada ibu

(Verrals, 2002).

e. Produksi Hormon

Hormon plasenta yang utama adalah gonadotropin korionik,

estrogen, progestron, relaksin dan laktogenik plasenta (Farrer, 2001).

Gonadotropin korionik diproduksi hari ke-9 setelah konsepsi, mencapai

puncaknya hari ke-60, kadar hormon ini kemudian turun dan tetap rendah

sampai pada akhir kehamilan, fungsi hormon ini untuk memelihara

korpus luteum sampai plasenta dapat menggantikannya memproduksi

estrogen dan progresteron.

Estrogen meningkat selama kehamilan dan membantu

mempengaruhi endometrium dalam minggu-minggu awal kehamilan,

mengembangkan fungsi sekresi payudara. Progresteron disintesis dari

kolesterol maternal, tetapi plasenta tidak mempunyai enzim yang

dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini menjadi estrogen.

Relaksin produksinya berlangsung terus selama kehamilan,

meningkat kadarnya sampai puncak sebelum onset persalinan. Laktogenik

berhubungan dengan perubahan-perubahan metabolisme glukosa maternal

(Verrals, 2002).

Page 8: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

8

4. Pembagian Plasenta

Menurut Mochtar (2001) plasenta terdiri atas :

a. Bagian janin (fetal portion) Terdiri dari korion frondusum dan villi. Villi

dan plasenta yang matang terdiri atas : villi korialis, ruang-ruang interviler

yakni darah ibu yang berada dalam ruang interviler berasal dari arteri

spiralis yang berada di desidua basalis, dan pada bagian permukaan janin

plasenta diliputi oleh amnion yang kelihatan licin, di bawah lapisan

amnion berjalan cabang-cabang pembuluh darah tali pusat yang akan

berinserasi pada plasenta bagian permukaan janin.

b. Bagian maternal (maternal portion)

Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan

kotiledon (15-20 buah).

c. Tali pusat

Merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin. Panjang

rata-rata 50-55 cm, diameter 1-2,5 cm. Struktur terdiri atas 2 arteri

umbilikalis dan 1 vena umbilikalis serta jelly wharton.

5. Perkembangan Awal Plasenta

Perkembangan awal plasenta menurut Verrals (1997) :

a. Zigot

Dalam beberapa jam masih di dalam tuba Fallopii, mengalami

mitosis, nucleus menjadi dua sel baru, masing-masing mengandung satu

perangkat kromosom yang identik.

b. Morula

Dihasilkan dengan reproduksi yang berlanjut dari sel-sel zigot.

Pembelahan dibantu oleh progesteron dari korpus luteum bersama

estrogen menyiapkan endometrium untuk menerima ovum yang telah

dibuahi pada stadium 8 sel, morula mempunyai diameter kira-kira 2 mm

dan mengandung lebih dari 1000 macam protein. Morula ini berada di

dalam cangkangnya ditopang oleh sitoplasmanya yang mengandung

progesteron. 6-7 hari setelah fertilisasi, morula ini mendekati endometrium

yang berada dalam fase sekresi. Pada akhir minggu pertama sejumlah sel

dalam morula mulai mengalami disintegrasi, meninggalkan ruang yang

terisi cairan, disebut blastosis.

Page 9: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

9

c. Blastosis

1) Massa sel dalam, akan berkembang membentuk fetus dan membran

plasenta yang disebut amnion.

2) Trofoblas : lapisan luar sel-sel tunggal dari lapisan ini akan mulai

tumbuh korion primitiv membentuk plasenta dan sisanya mengalami

atrofi untuk membentuk membran korion yang mengelilingi saccus

amnii dan melapisi uterus.

Perkembangan stadium ini dicapai 7-10 hari setelah konsepsi dan

mulaiimplantasi ke dalam endometrium uterus. Endometrium ini dalam

fase sekretorik daur menstruasi. Di hari 10 setelah konsepsi, blastosis

tertanam sempurna di dalam endometrium, yang disebut desidua. Hari 14,

berkembanglah villi korion primitiv dari trofoblas, dan terus mengalami

proliferasi sampai menutupi seluruh permukaan pada akhir minggu ke-3.

d. Villi korion primitive

Masing-masing villus tersusun atas satu lapis sel yang disebut

setotrofoblast / lapisan Langhans, yang dikelilingi oleh sel-sel sinisium.

Ruang-ruang diantaranya karena kedua bangunan tersebut mengadakan

erosi yang makin dalam ke dalam desidua, disebut spasium

koriodesiduale. Villi akan menyebabkan pecahnya vasa-vasa darah

maternal saat bangunan tadi mengerosi jaringan endometrium, dan ruang-

ruang tadi akan terisi dengan darah maternal. Selama minggu ke-3 terjadi

percabangan villi korion primitiv sekunder, dan di dalamnya mulai

terbentuk pembuluh darah. Disebut villi korion tersier bila vasa-vasa

darah telah terbentuk dan berhubungan dengan vasa darah embrional di

dalam body stalk.

Vasa di dalam tangkai berkembang membentuk dua arteri

umbilikalis dan satu vena umbilikalis untuk fetus. Sejumlah villi korion

terus terkubur lebih dalam desidua disebut villi anchorales tidak

mengandung pembuluh darah yang berfungsi menstabilkan plasenta yang

sedang berkembang, villi yang lain dipercabangkandari sini, ruang-ruang

antar villi ini disebut spasia intervillosa.

Di dalam uterus, endometrium hamil, disebut desidua, mengalami

diferensiasi menjadi : desidua basalis terletak di bawah daerah tempat

korion mula-mula terkubur, desidua kapsularis terletak di atas saccus

embryonalis, dan desidua vera (parietalis) menutupi sisa kavitas uteri.

Page 10: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

10

Sampai minggu ke-8 kehamilan, villi chorion mengelilingi seluruh saccus

embryonalis.

e. Korion leave

Karena massa sel dalam uterus bertambah besar, maka desidua

capsularis terus-menerus terdorong keluar ke dalam cavitas uteri sampai

desidua tadi terletak berdekatan dengan desidua vera. Saat korion leave

terletak pada permukaan dalam desidua kapsularis maka korion ini juga

melapisi kavitas uteri dan berkembang untuk membentuk membran

plasenta yang disebut korion.

f. Korion frondusum

Pada desidua basalis, pemasokan darah yang banyak

dipertahankan, villi ini terus-menerus memperbanyak diri dan berkembang

dengan cepat. Villi yang tertanam dalam desidua basalis akan terikat erat

pada kehamilan 12 minggu, sehingga menstabilkan plasenta yang sedang

berkembang.

Villi yang lain membentuk percabangan keluar memungkinkan

darah maternal beredar secara bebas di antara villi untuk memberikan

makan (nutrient) bagi pertumbuhan plasenta dan fetus lebih lanjut. Pada

minggu ke-14 kehamilan, struktur plasenta berkembang penuh dan

plasenta menempati kira-kira sepertiga dinding uterus. Dari akhir minggu

ke-8 kehamilan, plasenta primitive telah mensekresi estrogen,

progresteron dan relaksin.

g. Gonadotropin korion

Dari kehamilan 9 minggu, pada saat villi korion tertanam di dalam

dinding uterus, dihasilkan hormon gonadotropin korion, yang berfungsi

merangsang pertumbuhan korpus luteum dan sekresi hormon korpus

luteum, dengan demikian memelihara kehamilan sampai plasenta dapat

berfungsi sempurna. Dari minggu ke-16 dan seterusnya, maka jumlah dan

ukuran vasa darah fetal meningkat, sedangkan dinding villinya menjadi

lebih tipis, sehingga midtrimester, permeabilitas plasenta meningkat,

selama 4 minggu terakhir kehamilan, vasa berkurang lagi karena terdapat

deposit fibrin di dalam jaringan-jaringan ini. Setelah minggu ke-20,

plasenta terus bertambah luas, tetapi tidak bertambah tebal, sampai pada

kehamilan cukup umur diameter kira-kira 23 cm, merupakan organ yang

Page 11: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

11

bulat, datar, dengan ketebalan 2 cm di bagian tengahnya, lebih tipis di

tepi-tepinya.

B. Retensio Plasenta

1. Definisi

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta yang

melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Depkes RI, 1995). Retensio

plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam

persalinan bayi (Manuaba, 2001).

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta sehingga

atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Wiknjosastro, 2001).

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1

jam setelah bayi lahir (Mochtar, 2001). Istilah retensio plasenta dipergunakan,

kalau plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir (FK UNPAD,

1999).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan retensio plasenta adalah terlambatnya

atau tertahannya plasenta selama setengah jam atau lebih setelah bayi lahir.

2. Etiologi

Menurut Mochtar (2001) :

a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih

dalam.

b. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan

menyebabkan hemoragi yang banyak.

Menurut FK UNPAD (1999) :

a. His kurang kuat.

b. Plasenta sukar terlepas karena : tempatnya (insersi di sudut tuba),

bentuknya (plasenta membranacea, plasenta anularis), atau ukurannya

(plasenta yang sangat kecil).

3. Faktor Predisposisi

Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) :

a. Riwayat retensio plasenta pada persalinan terdahulu

Pada kondisi ini akan timbul risiko terjadinya hal yang sama pada

persalinan yang sekarang. Karena itu, diperlukan anamnesis yang

seksama saat melakukan pemeriksaan antenatal yang pertama, sehingga

dapat dibuat perencanaan persalinan yang baik pada pasien.

Page 12: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

12

b. Paritas tinggi

Pada setiap kehamilan dan persalinan akan terjadi perubahan serabut

otot menjadi jaringan ikat pada uterus. Hal ini dapat menurunkan

kemampuan uterus untuk berkontraksi sehingga sulit melakukan

penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang terbuka setelah

lepasnya plasenta. Resiko terjadinya hal ini akan amat meningkat setelah

persalinan ketiga atau lebih.

c. Mioma uteri

Akan mengganggu aktivitas uterus yang efisien.

d. Anemia

Wanita yang mengalami persalinan dengan kadar hemoglobin yang

rendah (di bawah 10 g/dl), akan dengan cepat terganggu kondisinya bila

terjadi kehilangan darah meskipun hanya sedikit.

e. Ketosis

Pengaruh ketosis terhadap aktivitas uterus belum jelas. Penelitian

menunjukkan bahwa 40% wanita mengalami ketonuria pada suatu saat

persalinannya. Bila persalinan berjalan dengan baik, maka keadaan

tersebut tidak mempengaruhi kondisi ibu maupun janin.

4. Jenis retensio plasenta Menurut Saifuddin (2001) :

a. Plasenta adhesive

Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi

fisiologis.

b. Plasenta akreta

Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

memasuki sebagian lapisan miometrium.

c. Plasenta inkreta

Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai/memasuki miometrium.

d. Plasenta Perkreta

Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

Page 13: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

13

5. Tanda dan Gejala Retensio Plasenta

Menurut Saifuddin (2001) :

a. Separasi / Akreta Parsial

1) Konsistensi uterus kenyal

2) Tinggi fundus sepusat

3) Bentuk uterus diskoid

4) Pendarahan sedang-banyak

5) Tali pusat terjulur sebagian

6) Ostium uteri

7) Separasi plasenta lepas sebagian

8) Syok sering terjadi.

b. Plasenta Akreta

1) Konsistensi uterus cukup

2) Tinggi fundus sepusat

3) Bentuk uterus diskoid

4) Pendarahan sedikit/tidak ada

5) Tali pusat tidak terjulur

6) Ostium uteri terbuka

7) Separasi plasenta melekat seluruhnya

8) Syok jarang sekali, kecuali akibat inversio oleh tarikan kuat pada tali

pusat.

6. Mekanisme Lahirnya Plasenta

Mekanisme lahirnya plasenta menurut Pribakti (2006) :

a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat,

namun dinding uterus tempat melekat masih tipis.

b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya uterus tempat melekat (dari

ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

c. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan

pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang

terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta

disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus

yang aktif pada tempat meletaknya plasenta, yang mengurangi permukaan

tempat letaknya plasenta. Akibat sobek di lapisan spongiosa.

Page 14: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

14

d. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta

bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil

daerah perkumpulan di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa

hemoragi selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan

sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamannya

fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 88%

plasenta lepas dalam satu menit dari tempat implantasinnya. Tanda-tanda

lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak.

Uterus menjadi globuler dan konsitensinya semakin padat, uterus

meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun

masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.

C. Penatalaksanaan Retensio Plasenta

1. Plasenta manual

Plasenta manual adalah tindakan untuk melahirkan plasenta menggunakan

tangan yang dimasukkan ke dalam uterus (Manuaba, 1999).

2. Histerektomi

Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat

rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)

berikut serviks uteri (Saifuddin, 2001).

D. Paritas

1. Definisi

Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang

dilahirkan (Ramali, 2000). Menurut Manuaba (2001) Paritas adalah jumlah

anak yang dilahirkan oleh seorang wanita. Menurut Farrer (2001) Paritas

adalah status melahirkan anak pada seorang wanita. Sedangkan menurut

Bobak, dkk (2005) Paritas adalah Jumlah kehamilan yang menghasilkan janin

hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan.

2. Klasifikasi

a. Primipara

Menurut Manuaba (2001) primipara adalah seorang wanita yang telah

melahirkan seorang anak. Sedangkan menurut Bobak, dkk (2005)

Primipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani kehamilan sampai

janin mencapai viabilitas.

Page 15: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

15

b. Multipara

Menurut Manuaba (2001) Multipara adalah seorang wanita yang telah

melahirkan anak 2-3 orang atau lebih. Sedangkan menurut Bobak, dkk

(2005) multipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani dua atau

lebih kehamilan dan menghasilkan janin sampai viabilitas.

E. Hubungan paritas dengan retensio plasenta

Menurut Shock (1992) pada multipara, keadaan endometrium pada daerah

korpus uteri telah mengalami degenerasi dan nekrosis, menurunnya kemampuan

dan fungsi tubuh disebabkan kematian sejumlah besar sel pada jaringan

endometrium sebagai tempat implantasi plasenta endometrium korpus uteri pada

multipara menyebabkan daerah endometrium menjadi tidak subur lagi sehingga

pemberian oksigenisasi ke hasil konsepsi akan terganggu dan memungkinkan

plasenta untuk menanamkan diri lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan janin

yang dilahirkan mengakibatkan tertahannya zigot korion plasenta di miometrium

atau disebut juga retensio plasenta (Puspita Rini, 2004).

Menurut Cunningham (1995) korpus uteri merupakan bagian atas rahim

yang mempunyai otot paling tebal, sehingga dalam keadaan normal, plasenta

berimplantasi pada daerah korpus uteri. Pada multipara, keadaan endometrium di

daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran fungsi dan berkurangnya

vaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi di dinding endometrium.

Hemoragi postpartum merupakan satu dari tiga penyebab yang paling

umum pada kematian maternal (Hamilton, 1995). Salah satu faktor predisposisi

hemoragi postpartum yaitu kelemahan kelelahan otot rahim salah satunya terdapat

pada multipara (Manuaba, 2001).

Page 16: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

16

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang diamati dan diukur melakukan penelitian yang akan

dilakukan (Notoatmojdo, 2005).

Kerangka konsep dalam penelitian ini mengacu dan memodifikasi teori

Notoatmodjo (2005) .Kerangka konseptual meliputi tentang hubungan paritas

dengan kejadian retensio plasenta, dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.1.

Kerangka Konseptual Variabel Independent dan Dependent

Variabel Independen Variabel Dependen

Kejadian Retensio Plasenta Paritas

16

Page 17: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

17

C. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Kejadian

Retensio

Plasenta

Terlambatnya kelahiran plasenta

selama setengah jam atau lebih

setelah bayi lahir.

Pedoman

Dokumentas

Observasi 0 : Yang mengalami retensio

plasenta

1 : Yang tidak mengalami

retensio plasenta

Nominal

2. Paritas Jumlah anak yang dilahirkan

seorang wanita

Pedoman

Dokumentas

Observasi 0 : Multipara

1 : Primipara

Nominal

Page 18: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

18

D. Hipotesis

Ada hubungan antara paritas dengan kejadian retensio plasenta di Paviliun Maria

Rumah Sakit RK Charitas Palembang .

Page 19: 84301575 Paritas Dan Retensio Plasenta

19

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin, George Adriaansz, et al. (ed.). (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.

Ahmad A.K. Muda. (1994). Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : Gitamedia Press.

Ahmad Ramali dan Pamoentjak. (2000). Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan.

Bobak, Lowdermik, et al. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Cunningham, McDonald, et al. (1995). Obstetri William. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E and Mary Frances Moorhouse. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawat Klien. Ed.2. Jakarta : EGC.

Farrer, Helen. (2001). Perawatan Maternitas. Ed. 2. Jakarta : EGC.

FK UNPAD Bandung, Bagian Obstetri dan Ginekologi. (1999). Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Ofset.

Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Ed.6. Jakarta : EGC.

Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, et al. (ed.). (1999). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo.

Ida Bagus Gede Manuaba. (2001). Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC