34
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS Bandung Laporan Kasus: Februari 2011 Oleh : Amelia Harsanti Divisi : Perinatologi Pembimbing : Prof. Dr. H. Abdurahman Sukadi, dr. SpA(K) Prof. Dr. H. Sjarif Hidajat Effendi, dr., SpA(K) Aris Primadi, dr., Sp.A(K), M.Kes Tetty Yuniati, dr., SpA(K), M. Kes Fiva Aprilia Kadi, dr., SpA, M.Kes Hari/Tanggal : Kamis, 24 Februari 2011 Laporan Kasus Fraktur Klavikula pada Persalinan Letak Kepala Fraktur klavikula dapat terjadi pada 3-18 dari 1000 kelahiran hidup. Faktor utama penyebab fraktur klavikula antara lain kesulitan melahirkan bahu pada persalinan letak kepala dan lengan yang tertahan pada persalinan letak sungsang. 1 Menurut literatur lain, fraktur klavikula dapat terjadi pada 2 dari 1000 hingga 35 dari 1000 kelahiran pervaginam. 2 Sumber lain menyatakan insidensi fraktur klavikula sekitar 0,4-2%. 3 Fraktur yang berhubungan dengan trauma lahir sering terjadi saat proses persalinan. Prevalensi fraktur berhubungan dengan banyak faktor antara lain faktor ibu, faktor janin, dan keahlian penolong persalinan. Trauma saat lahir sebagian besar akibat persalinan pervaginam yang sulit misalnya pada presentasi puncak kepala, lengan yang tertahan pada kelahiran sungsang, distokia bahu, dan penggunaan instrumen forsep dan ekstraksi vakum. 4 Beberapa faktor risiko pada cedera trauma lahir yaitu (a) jalan lahir yang kaku: primipara, multipara usia tua, malformasi 1

dadangsjarif.files.wordpress.com file · Web viewLaporan Kasus: Februari 2011. Oleh : Amelia Harsanti. Divisi : Perinatologi. Pembimbing : Prof. Dr. H. Abdurahman Sukadi, dr. SpA(K)

  • Upload
    dangdan

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS BandungLaporan Kasus: Februari 2011Oleh : Amelia HarsantiDivisi : PerinatologiPembimbing : Prof. Dr. H. Abdurahman Sukadi, dr. SpA(K)

Prof. Dr. H. Sjarif Hidajat Effendi, dr., SpA(K) Aris Primadi, dr., Sp.A(K), M.Kes Tetty Yuniati, dr., SpA(K), M. Kes Fiva Aprilia Kadi, dr., SpA, M.Kes

Hari/Tanggal : Kamis, 24 Februari 2011

Laporan KasusFraktur Klavikula pada Persalinan Letak Kepala

Fraktur klavikula dapat terjadi pada 3-18 dari 1000 kelahiran hidup. Faktor utama penyebab

fraktur klavikula antara lain kesulitan melahirkan bahu pada persalinan letak kepala dan lengan

yang tertahan pada persalinan letak sungsang.1 Menurut literatur lain, fraktur klavikula dapat

terjadi pada 2 dari 1000 hingga 35 dari 1000 kelahiran pervaginam.2 Sumber lain menyatakan

insidensi fraktur klavikula sekitar 0,4-2%.3

Fraktur yang berhubungan dengan trauma lahir sering terjadi saat proses persalinan.

Prevalensi fraktur berhubungan dengan banyak faktor antara lain faktor ibu, faktor janin, dan

keahlian penolong persalinan. Trauma saat lahir sebagian besar akibat persalinan pervaginam

yang sulit misalnya pada presentasi puncak kepala, lengan yang tertahan pada kelahiran

sungsang, distokia bahu, dan penggunaan instrumen forsep dan ekstraksi vakum.4

Beberapa faktor risiko pada cedera trauma lahir yaitu (a) jalan lahir yang kaku: primipara,

multipara usia tua, malformasi pelvis, (b) kegagalan adaptasi terhadap jalan lahir yang adekuat:

letak sungsang, persalinan presipitasi, (c) bayi relatif besar terhadap jalan lahir: makrosomia,

disproporsi sefalopelvik, distokia bahu, (d) presentasi abnormal: letak muka, letak lintang,

(e) penggunaan ekstraksi vakum atau forsep, dan (f) prematuritas.5

Literatur lain mengemukakan faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko cedera lahir

antara lain primipara, perawakan pendek pada ibu, kelainan pelvis ibu, partus lama atau terlalu

cepat, oligohidramnion, kelainan presentasi janin, penggunaan forsep atau ekstraksi vakum, versi

dan ekstraksi, berat badan lahir sangat rendah atau prematuritas, makrosomia atau makrosefal,

dan kelainan pada janin.6

1

Faktor risiko fraktur pada bayi baru lahir antara lain letak sungsang, makrosomia, dan

persalinan pervaginam.7 Fraktur klavikula pada bayi baru lahir merupakan cedera yang sering

terjadi dan merupakan komplikasi dari persalinan per vaginam.5,6 Klavikula dapat mengalami

fraktur pada saat membebaskan bahu pada distokia, dan beberapa penulis melaporkan fraktur

klavikula juga dapat ditemukan pada persalinan dengan sectio caesaria. Dari berbagai laporan

diduga terdapat hubungan antara terjadinya fraktur klavikula dengan persalinan operatif per

vaginam, distokia bahu, kala II yang memanjang, dan berat badan bayi yang besar.6 Literatur lain

menuliskan bahwa faktor risiko terjadinya fraktur klavikula pada persalinan pervaginam yaitu

bayi besar, kurangnya pengalaman dari penolong persalinan, dan persalinan dengan forsep.5

Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai diagnosis, etiologi dan prognosis dari fraktur

klavikula pada persalinan letak kepala dengan ekstraksi vakum atas indikasi partus lama dan

ketuban pecah dini.

Seorang bayi Ny. I, laki-laki, berusia 14 hari, datang ke Emergensi Anak RSHS pada tanggal 8

Februari 2011, dirujuk dari RSUD Garut dengan keluhan utama sesak napas, dan selanjutnya

dirawat di ruang Perinatologi A1-3.

Alloanamnesis (dari ibu penderita, dokter yang merawat di RSUD Garut)

Sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit penderita tampak sesak napas yang semakin lama

semakin bertambah sesak. Keluhan sesak napas disertai dengan kebiruan di sekitar mulut dan

ujung-ujung jari tangan dan kaki yang terutama tampak bila penderita menangis. Penderita

tampak sering biru sejak sesaat setelah lahir. Keluhan sesak tidak disertai dengan bengkak pada

kelopak mata maupun kedua tungkai. Keluhan juga tidak disertai panas badan, batuk pilek,

muntah, mencret, kejang, maupun tampak tertidur dan sulit dibangunkan. Buang air besar dan

buang air kecil tidak ada keluhan.

Penderita sejak lahir dirawat di bagian Perinatologi RSUD Dr. Slamet, Garut. Dirawat

selama 14 hari. Selama perawatan penderita dipasang infus, selang oksigen, obat suntik yang

diberikan melalui selang infus (cefotaxim iv), serta dipuasakan selama 2 hari sebelum masuk

Rumah Sakit karena sesak napas yang semakin berat. Karena penderita tampak sering kebiruan

terutama bila menangis, saat diberi susu, atau bila selang oksigen dilepaskan dari penderita dan

belum ada perbaikan akhirnya penderita dirujuk ke bagian anak RSHS. Selama perawatan di

2

RSUD Garut ibu penderita tidak pernah sempat memberi ASI, karena menurut perawat yang

bertugas, penderita baru saja diberi minum.

Penderita lahir dari ibu P1A1 yang merasa hamil cukup bulan, ditolong dokter di RSUD dr,

Slamet, Garut, letak kepala, ekstraksi vakum a.i partus lama dan ketuban pecah dini, tidak

langsung menangis. Berat badan lahir 3150 gram, panjang badan lahir 51 cm. Riwayat ketuban

pecah dini ada (9 jam sebelum penderita lahir). Riwayat ketuban berwarna kehijauan atau berbau

tidak diketahui. Tiga jam sebelum ke RSUD Garut telah dipimpim persalinan oleh paraji selama

± 1 jam di rumah, namun tidak berhasil hingga akhirnya dirujuk ke RSUD dr. Slamet Garut. Saat

dilahirkan menggunakan alat vakum di RSUD Garut, menurut penolong jarak kelahiran kepala

dan bahu dikatakan langsung, kurang dari 60 detik.

Selama hamil ibu penderita merasa sehat, kontrol teratur ke dokter kandungan 4x, bidan

Posyandu 5x, satu bulan sekali mulai usia kehamilan 1 bulan hingga 9 bulan. Pernah di USG saat

usia kehamilan 8 bulan di bidan. Selama kontrol kehamilan tidak pernah dikatakan memiliki

panggul sempit. Selama hamil ibu penderita hanya minum obat-obatan yang diberikan dokter

maupun bidan (vitamin dan zat besi), tidak merokok dan tidak minum alkohol. Riwayat penyakit

kencing manis tidak ada, riwayat sakit berat selama hamil tidak ada, riwayat panas badan tinggi

selama hamil tidak ada. Riwayat memelihara binatang peliharaan seperti kucing atau unggas

selama hamil tidak ada. Anak pertama keguguran saat usia kandungan 1 bulan. Tiga bulan

setelah keguguran ibu mulai mengandung penderita. Hari pertama haid terakhir tanggal

21/04/2010, taksiran persalinan tanggal 28 Januari 2011, penderita lahir tanggal 25 Januari 2011.

Usia ibu saat melahirkan 20 tahun, tinggi badan ibu 142 cm. Sejak lahir penderita diberi susu

formula selama perawatan di RSUD Garut dan belum pernah mendapatkan imunisasi.

Riwayat Perawatan di RSHS:

Penderita telah dirawat di RSHS selama 1 hari. Pada saat datang ke Emergensi Anak RSHS

(8/2/2011) penderita tampak sesak napas disertai kebiruan di sekitar mulut, tampak sakit berat,

kurang aktif, sesak napas, dengan SpO2 80% (menggunakan Pulse Oxymetri), Downe Score 3.

Pada saat datang berat badan 2600 gram, panjang badan 50,5 cm, lingkar kepala 33 cm.

Pemeriksaan tanda vital mendapatkan nadi = HR 140-150 x/ menit, frekuensi napas 70 x/menit,

suhu 37,0°C. Pemeriksaan fisik pada kepala didapatkan ubun-ubun besar cekung,

kelopak mata cekung, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, mukosa mulut dan lidah kering,

3

sianosis perioral (+). Pada leher didapatkan retraksi suprasternal. Pada pemeriksaan dada

ditemukan retraksi intercostal +/+, jantung ictus cordis tak tampak, teraba di ICS IV Linea

Sternal Border, thrill (-), murmur tidak jelas, gallop (-), pada paru didapatkan bronkovesikular

sound kiri=kanan, tidak ditemukan slem ataupun crackles. Pemeriksaan abdomen retraksi

epigastrium (+), datar, lembut, bising usus (+) normal, hepar teraba 2 cm dibawah arcus

costarum, tepi tajam, kenyal, permukaan rata, lien tidak teraba, turgor kurang. Pada ekstremitas

didapatkan akrosianosis pada keempat ekstremitas, akral hangat, capillary refill <3 detik.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 15,3, PCV 42%, Leukosit 23.800/mm3, Trombosit

303.000/mm3, hitung jenis basofil 0, eosinofil 0, batang 0, segmen 90, limfosit 7, monosit 3, Na

129 mEq/L, K 6,1 mEq/L, Ca 4,67 mg/dL , GDS 125 mg/dL

Kultur dan resistensi belum ada hasil. Toraks Foto (8-2-2011) ditemukan kesan fraktur pada 1/3

tengah klavikula kanan, tidak tampak bronkopneumonia, tidak tampak kardiomegali, adanya

suatu CHD belum dapat disingkirkan. Dari EKG didapatkan irama sinus, RVH, LVH. Penderita

didiagnosis kerja di emergensi sebagai: Respiratoy distress ec Pneumonia + Sepsis Awitan

Lanjut + Suspek TGA-VSD + Term Infant (39 minggu), AGA + Dehidrasi sedang ec intake +

Fraktur klavikula dekstra. Selama di emergensi penderita diberi tatalaksana: Mempertahankan

suhu 36,5–37,5°C, O2 lembab 1 L/m/nasal (FiO2 40%), rehidrasi dengan KaEN 3B rumatan +

deficit + CWL ≈ (390 + 35 + 75) = 500 cc dalam 24 jam ≈ 21 cc/jam (mulai pk. 19.00),

Ampicillin 3 x 130 mg iv, Cefotaxime 3 x 130 mg iv, pasang OGT, tropic feeding ASI/PASI 10

cc/kgBB ≈ 8 x 3 cc per sonde, cek retensi serta konsul ke bagian Bedah Ortopedi. Jawaban

konsul Bedah Ortopedi: Closed fracture of the right clavicle 1/3 transverse displaced +

Respiratoy distress ec Pneumonia + Sepsis Awitan Lanjut + Suspek TGA-VSD + Term Infant

(39 minggu), AGA + dehidrasi sedang ec intake. Saran dari Bedah Ortopedi: konservatif (tidak

ada tindakan khusus di bidang ortopedi), terapi lain sesuai TS Ilmu Kesehatan Anak.

PEMERIKSAAN FISIK

4

Follow Up hari perawatan ke-2 (9 Februari 2011, pk. 09.00, status presens)

Usia: 15 hari

Antropometri: BB 2600 gram, panjang badan 50,5 cm, lingkar kepala 33 cm.

Keadaan umum: Tampak sakit berat, letargis, sesak napas (+), grunting (-),

sianosis (+), ikterik (-), SpO2 84%, Downe Score 2

Tanda vital: HR=N: 150 x/ menit R: 75 x/menit S: 36,8°C

Kepala: Ubun-ubun besar datar lembut

Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik

Kelopak mata tak cekung

Pernapasan cuping hidung -/-

Sianosis perioral (+)

Mukosa mulut dan lidah basah

Leher: Retraksi suprasternal (-)

Toraks: Bentuk dan gerak simetris

Retraksi intercostal +/+

Jantung ictus cordis tak tampak, teraba di ICS IV Linea Sternal Border, thrill (-),

murmur tidak jelas, gallop (-)

Paru: BVS kiri=kanan, slem -/-, crackles -/-

Abdomen: Retraksi epigastrium (+), datar, lembut, bising usus (+) normal

Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costarum, tajam, kenyal, rata.

Lien tidak teraba

Turgor kurang

Ekstremitas: Akrosianosis +/+, akral hangat, waktu pengisian kapiler <3 detik, lipatan plantar

penuh, gerakan lengan kanan kurang aktif

a/r klavikula dekstra: deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (+)

Anus: Ada

Kelamin: Laki-laki, rugae scrotum bagus, kedua testis telah turun

Refleks: Hisap, genggam dan rooting ada tetapi lemah, Moro: gerak lengan kanan tertinggal

Masalah Aktual:

5

-Respiratory distress ec DD/ Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik

Pneumonia

-Sepsis Awitan Lanjut

-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD

- TI (39 minggu), AGA

- Dehidrasi sedang ec intake

- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu

Masalah Kumulatif:

- Asfiksia neonatorum

- Ibu KPD 9 jam

- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD

- Suspek distokia bahu

RENCANA PEMERIKSAAN

- Rencana konsul kardiologi untuk echocardiografi

- Rencana periksa Hb, Ht, Leko, Tr, DC, Na, K, Ca, GDS, CRP kuantitatif post rehidrasi

- Rencana Lumbal pungsi

- EKG ulang

Penatalaksanaan

Umum: Mempertahankan suhu 36,5-37,5 °C, O2 lembab 1L/m/nasal, pemberian tropic feeding

ASI 3 ml tiap 3 jam, personde, cek retensi.

Khusus:

melanjutkan rehidrasi hingga pukul 19.00 dengan KaEN3B 500 cc dalam 24 jam ≈ 21 cc/jam

Antibiotik iv dilanjutkan

PROGNOSIS

Quo ad vitam: dubia ad malam

Quo ad functionam: dubia ad malam

PEMANTAUAN SELAMA PERAWATAN

6

Follow Up hari perawatan ke-2 pk. 19.00 (Post rehidrasi)

Keadaan umum penderita tampak letargis, sesak (+), sianosis (+), retensi (-), DS 2

Tanda vital didapatkan takipnea, lainnya dalam batas normal, berat badan 2760 gram

Pemeriksaan fisik didapatkan ubun-ubun besar datar lembut, kelopak mata tak cekung,

mukosa mulut dan lidah basah. Pada leher retraksi suprasternal menghilang. Pada abdomen

didapatkan turgor baik.

Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Kesan: Tanpa dehidrasi

Penatalaksanaan

Diberikan kebutuhan cairan post rehidrasi: 2,76 x 150 cc = 414 cc/hari , terdiri dari:

Infus D10% 297 cc

NaCl 3% 5 cc 13 cc/jam

KCl 7,46% 5 cc

Ca Glukonas 10% 11cc

- Aminofuchsin 5% 1,7 gr/kgBB 96cc/hari 4 cc/jam

Terapi lain dilanjutkan.

Follow Up hari perawatan ke-3 (10 Februari 2011)

Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+) berkurang, DS 1, SpO2 88%

Tanda vital dalam batas normal, berat badan 2750 gram, usia 16 hari. Minum habis, tidak ada

retensi.

Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Masalah Aktual:

-Respiratory distress ec Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik

-Sepsis Awitan Lanjut

-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD

- TI (39 minggu), AGA

- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu

- Hiponatremia

Masalah Kumulatif:

7

- Asfiksia neonatorum

- Ibu KPD 9 jam

- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD

- Suspek distokia bahu

- Dehidrasi sedang ec intake

Hasil laboratorium:

Hemoglobin: 15,4 g/dL, Hematokrit: 44%, Leukosit: 24.400/mm3, Trombosit: 195.000/mm3,

hitung jenis: basofil 0, eosinofil 1, batang 1, segmen 65, limfosit 29, monosit 4

Na: 122 mEq/L, K: 6,2 mEq/L, GDS: 141 mg/dL CRP kuantitatif: 21,1 mg/L

Kultur dan resistensi: belum ada hasil

Kesan: Hiponatremia

Penatalaksanaan

- Koreksi hiponatremia: (130-122) x 0,6 x 2,75 = 13 mEq/hari 26 cc/hari (ditambahkan

dalam infus kebutuhan cairan

- Infus kebutuhan cairan: 415 cc/hari, tdd:

Infus D10% 195 cc

NaCl 3% 31 cc 10 cc/jam (mulai pk. 24.00)

KCl 7,46% 4 cc

Ca Glukonas 10% 9 cc

- Aminofuchsin paed 5% 1,7 gr/kgBB/hari ≈ 96 cc/hari ≈ 4 cc/jam

- ASI/PASI 8 x 10 cc per sonde, cek retensi

- Periksa lumbal pungsi dry tap

- EKG ulang

- Toraks foto ulang

- Rencana konsul kardiologi

- Cek hasil kultur dan resistensi belum ada hasil

- Terapi lain dilanjutkan

Hasil toraks foto (10/02/2011)

8

Cor tidak membesar

Sinuses dan diafragma normal

Pulmo: Hilli tertutup jantung

Corakan bronkovaskuler bertambah

Tampak bayangan multiple lusen kecil-kecil di kedua lapang paru

Kesan: Suspek pulmonary interstitial emfisema

Follow Up Sore hari perawatan ke-3 pk. 15.00

Keadaan umum penderita tampak letargis, sesak (+), sianosis (+)

Tanda vital didapatkan takipnea dengan suhu 38,9°C

Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Terapi dilanjutkan.

Follow Up hari perawatan ke-4 (11 Februari 2011)

Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+) berkurang, DS 1, SpO2 89%

Tanda vital didapatkan suhu 37,7°C , lainnya dalam batas normal, berat badan 2700 gram, usia

17 hari. Minum habis, tidak ada retensi.

Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Masalah Aktual

-Respiratory distress ec Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik

-Sepsis Awitan Lanjut

-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD

- TI (39 minggu), AGA

- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu

- Hiponatremia (dalam koreksi)

Masalah Kumulatif:

9

- Asfiksia neonatorum

- Ibu KPD 9 jam

- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD

- Suspek distokia bahu

- Dehidrasi sedang ec intake

Penatalaksanaan

Konsul kardiologi

Rencana lumbal pungsi ulang keluarga masih berunding

Periksa Na, K post koreksi (selesai pk.24.00)

Terapi lain dilanjutkan

Jawaban Konsul dari Divisi Kardiologi

Hasil Echocardiografi:

Atrial situs solitus

AV concordance, VA disconcordance

Normal systemic and pulmonary venous drainage

Restrictive PFO 3-4 mm bidirectional shunt; IAS buldging to the left

Intact ventricular septum

Aorta anterior to the right of PA; Annulus AO/PA 1/0,8

Coronary arteries look normal

Small PDA: tiny shunt

No LVOTO, RVOTO

Right aortic arch, No CoA

No pericardial effusion

Good ventricular function (EF 91%; LVEDD 16 mm; LVEDS 7 mm)

Kesan:

10

- Simple Transposition of the Great Arteries (TGA)

- Restrictive Persistent Foramen Ovale (PFO)

- Small Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Saran :

- Arterial switch operation

- Keep saturation >70%, if <70% Ballooning Arterial Septostomy (BAS)

- Prostaglandin infusion 10 nanogram/kg/minute (if available)

Follow Up sore hari perawatan ke-4 (11 Februari 2011)

Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+), DS 1, SpO2 87%

Tanda vital dalam batas normal, berat badan 2700 gram, usia 17 hari. Minum habis, tidak ada

retensi.

Pada pemeriksaan fisik retraksi intercostal menghilang.

Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Penatalaksanaan:

- Observasi tanda vital

- Pertahankan saturasi >70% (monitor saturasi O2)

- Informed consent keluarga untuk rencana tindakan selanjutnya operasi jantung segera

keluarga masih berunding untuk mempertimbangkan operasi jantung karena belum ada

biaya.

- Rencana pemberian infus Prostaglandin 10 nanogram/kgBB/menit obat tidak tersedia

di RSHS dan farmasi RS lain

- Periksa Na,K post koreksi besok pagi

- Rencana Lumbal pungsi ulang keluarga masih berunding

- Cek hasil kultur dan resistensi

- Terapi lain dilanjutkan

11

Follow Up hari perawatan ke-5 (12 Februari 2011)

Keadaan umum penderita tampak letargis, sianosis (+), sesak (+), DS 1, SpO2 88%

Tanda vital didapatkan takipnea, suhu 37,6°C, lainnya dalam batas normal, berat badan 2750

gram, usia 18 hari. Minum habis, tidak ada retensi.

Pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya

Hasil pemeriksaan penunjang:

Na: 139 mEq/L, K: 6 mEq/L, Ca: 4,66 mg/dL

Kesan: elektrolit dalam batas normal

Hasil kultur dan resistensi kuman:

Ditemukan kuman: Enterobacter cloacae

Resistensi kuman: sensitif terhadap: Amikacin, Cefepime, Levofloxacin, Meropenem,

dan Tigecylin

Masalah Aktual

-Respiratory distress ec Penyakit Jantung Bawaan tipe sianotik

-Sepsis Awitan Lanjut

-Penyakit jantung bawaan tipe sianotik suspek TGA-VSD

- TI (39 minggu), AGA

- Fraktur klavikula dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu

Masalah Kumulatif:

- Asfiksia neonatorum

- Ibu KPD 9 jam

- Ekstraksi vakum ai Partus lama + KPD

- Suspek distokia bahu

- Dehidrasi sedang ec intake

- Hiponatremia

Setelah berunding dengan keluarga, orang tua ingin membawa pulang paksa penderita

dikarenakan alasan biaya.

12

Diagnosis Akhir:

Cyanotic Congenital Heart Disease (Respiratory distress) + Transposisi Arteri Besar-Patent Ductus Arteriosus kecil + Restrictive Persistent Foramen Ovale + Sepsis Awitan Lanjut + Dehidrasi sedang ec intake + Elektrolit Imbalans (hiponatremia) + Fraktur Klavikula Dekstra ec trauma jalan lahir ec suspek distokia bahu + Ekstraksi vakum ai Partus Lama dan Ketuban Pecah Dini + Asfiksia Neonatorum + Term Infant (39 minggu), AGA, letak kepala

PrognosisQuo ad vitam : ad malamQuo ad functionam : ad malam

Resume

Seorang bayi laki-laki 14 hari, datang ke Emergensi Anak RSHS dirujuk dari RSUD Dr.

Slamet, Garut, dengan keluhan utama sesak napas. Terdapat riwayat sesak napas sejak 2 hari

sebelum masuk Rumah Sakit disertai kebiruan di sekitar mulut dan ujung-ujung jari sejak sesaat

setelah lahir, terutama bila penderita menangis atau diberi minum. Penderita sejak lahir dirawat

di RSUD Garut, diberi infus, antibiotik Cefotaxim iv, Oksigen per nasal kanul, dan dipuasakan

sejak 2 hari SMRS karena semakin bertambah sesak. Karena tidak ada perbaikan dirujuk ke

RSHS. Penderita lahir dari ibu P1A1 yang merasa hamil cukup bulan, ditolong dokter di RSUD

dr, Slamet, Garut, letak kepala, ekstraksi vakum a.i partus lama dan ketuban pecah dini, tidak

langsung menangis. Berat badan lahir 3150 gram, panjang badan lahir 51 cm. Tiga jam sebelum

ke RSUD Garut telah dipimpim persalinan oleh paraji selama ± 1 jam di rumah. Selama hamil

ibu penderita merasa sehat, kontrol teratur ke dokter kandungan dan bidan satu bulan sekali.

Selama kontrol kehamilan tidak pernah dikatakan memiliki panggul sempit. Riwayat penyakit

kencing manis tidak ada, riwayat sakit berat selama hamil tidak ada, riwayat panas badan tinggi

selama hamil tidak ada. Riwayat memelihara binatang peliharaan selama hamil tidak ada. Anak

pertama keguguran saat usia kandungan 1 bulan. Tiga bulan setelah keguguran ibu mulai

mengandung penderita. Tanggal HPHT: 21/04/2010. Usia ibu 20 tahun, tinggi badan ibu 142 cm.

Sejak lahir penderita diberi susu formula selama perawatan di RSUD Garut dan belum pernah

mendapatkan imunisasi.

13

Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum penderita tampak sakit berat, kurang aktif,

sesak, sianosis, dehidrasi, afebris, anikterik. Ubun-ubun besar cekung, kelopak mata cekung,

mukosa mulut dan lidah kering. Sianosis perioral (+). Retraksi (+) suprasternal hingga

epigastrium. Hepar teraba 2 cm dibawah arcus costarum, tepi tajam, kenyal, rata. Lien tak teraba.

Turgor kurang. Akrosianosis +/+. Capillary refill >3 detik. Pada palpasi klavikula kanan

didapatkan nyeri tekan. Refleks Moro asimetris. Pemeriksaan penunjang menunjukkan

Lekositosis, pada morfologi darah tepi ditemukan hipersegmentasi (+), granula toksik (+). Pada

toraks foto ditemukan kemungkinan CHD belum dapat disingkirkan, tidak ada kardiomegali.

Pada EKG didapatkan irama sinus, RVH, LVH.

Selama perawatan penderita telah mendapatkan rehidrasi Cairan KaEN3B 500cc dalam 24

jam, Infus kebutuhan cairan restriksi 80%, Aminofuchsin 5% 1,7 g/kgBB/hari, Ampisilin 3 x 130

mg iv, Cefotaxim 3 x 130 mg iv, koreksi hiponatremia 13 meq dalam 24 jam, dan dilakukan

Echocardiografi.

Diskusi

Dalam laporan kasus ini akan dibahas mengenai penegakan diagnosis, etiologi, serta

prognosis dari penderita. Penderita datang ke Emergensi Anak RSHS dengan keluhan utama

sesak napas. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mengalami sesak napas yang semakin

bertambah sesak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit disertai kebiruan di sekitar mulut dan

ujung-ujung jari terutama bila penderita menangis. Penderita sebelumnya telah dirawat di bagian

Perinatologi RSUD Dr. Slamet Garut sejak lahir hingga usia 14 hari. Dari surat rujukan diketahui

penderita memiliki penyakit jantung bawaan tipe sianotik dan terdapat fraktur pada klavikula

kanan yang diduga merupakan trauma jalan lahir saat persalinan. Dari hasil rontgen ulang di

Emergensi Anak RSHS tampak jelas adanya fraktur di daerah klavikula 1/3 tengah. Penderita

lalu dikonsulkan ke Bagian Bedah Ortopedi dan Trauma saat masih di Emergensi Anak.

Klavikula dapat mengalami fraktur pada saat membebaskan bahu pada distokia, dan beberapa

penulis melaporkan fraktur klavikula juga dapat ditemukan pada persalinan dengan sectio

caesaria. Dari berbagai laporan diduga terdapat hubungan antara terjadinya fraktur klavikula

dengan persalinan operatif per vaginam, distokia bahu, kala II yang memanjang, dan berat badan

bayi yang besar.6 Literatur lain menuliskan bahwa faktor risiko terjadinya fraktur klavikula pada

14

persalinan pervaginam yaitu bayi besar, kurangnya pengalaman dari penolong persalinan, dan

persalinan dengan forsep.5 Fraktur klavikula dapat didiagnosis melalui palpasi pada kavikula

untuk mencari spongy mass pada daerah sekitar lokasi fraktur. Radiograf biasanya akan

mengkonfirmasi diagnosis fraktur displaced.7 Bila gambaran radiograf normal, Ultrasonografi

(USG) dapat mendeteksi fraktur klavikula dengan gambaran berupa interupsi daerah hiperekhoik

pada klavikula.8 Penderita ini didiagnosis fraktur klavikula tertutup 1/3 tengah, displaced,

berdasarkan hasil pemeriksaan bedah ortopedi ditemukan adanya deformitas pada daerah

klavikula kanan dan gerakan lengan kanan yang terbatas karena nyeri serta dari hasil gambaran

rontgen ditemukan diskontinuitas klavikula kanan.

Komplikasi dari fraktur klavikula dapat terjadi cedera pleksus brakhialis.9-11 Kelumpuhan

pleksus brakhialis yang paling sering ditemukan adalah Erb’s palsy (kelumpuhan pleksus

brakhialis setinggi C5 dan C6) yang ditandai gejala “waiter’s tip appearance” pada lengan dan

tangan berupa rotasi internal bahu, ekstensi sendi siku, pronasi lengan bawah dan fleksi pada

pergelangan tangan.7 Pada penderita tidak ditemukan gambaran tersebut.

Mekanisme terjadinya fraktur klavikula paling sering disebabkan adanya distokia bahu.

Definisi obyektif dari distokia bahu adalah adanya keterlambatan lahir antara kepala dan badan

selama lebih atau sama dengan 60 detik.6 Pada distokia bahu terdapat kesulitan melahirkan bahu.

Pada sebagian besar kasus, bahu anterior tertahan di belakang simfisis pubis, namun pada kasus

yang berat dapat pula terjadi impaksi bahu posterior di atas promontorium sacrum.9,10 Insidensi

distokia bahu bervariasi tergantung berat lahir bayi, terjadi sekitar 0,6-1,4% pada kelahiran

dengan berat badan lahir 2500-4000 gram. Pada bayi dengan berat badan 4000-4500 gram

insidensi distokia bahu meningkat menjadi 5–9%.12 Pada penderita ini jarak antara kelahiran

kepala dan kelahiran bahu dikatakan langsung, kurang dari 60 detik. Sehingga kemungkinan

adanya distokia bahu dapat disingkirkan.

Disproporsi sefalopelvik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya trauma lahir.2

Perawakan pendek ibu juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya trauma lahir.3 Wanita

dengan tinggi badan kurang dari 150 cm dapat dicurigai adanya kesempitan panggul.13

Kesempitan panggul dapat diketahui melalui pemeriksaan panggul secara manual atau dengan

pelvimetri secara radiologis.13 Ibu penderita memiliki tinggi badan 142 cm. Selama hamil belum

pernah dikatakan memiliki kesempitan panggul. Riwayat pemeriksaan panggul secara manual

tidak diketahui dan selama kehamilan belum pernah dirontgen panggul. Sehingga kemungkinan

15

adanya disproporsi sefalopelvik akibat panggul ibu yang sempit belum dapat disingkirkan

sebagai penyebab terjadinya fraktur klavikula pada penderita.

Sesak napas adalah salah satu manifestasi klinis yang menandakan adanya distress pernapasan

pada neonatus yang didefinisikan sebagai kecepatan respirasi lebih dari 60 kali per menit, sesak

napas, tarikan dinding dada di daerah interkostal dan subkostal, retraksi sterna, serta adanya

predominan pola pernapasan tipe diafragmatik.14 Literatur lain menyatakan distress pernapasan

pada bayi baru lahir ditandai satu atau lebih dari gejala: pernafasan cuping hidung, retraksi

dinding dada, takipnea, dan bunyi napas merintih.15 Penyebab distress pernapasan pada bayi baru

lahir dapat diklasifikasikan menjadi:16

1. Penyebab yang mempengaruhi pernapasan pada tingkat alveolar: HMD, pneumonia,

Meconium Aspiration Syndrome (MAS), pneumotoraks, perdarahan pulmoner, PPHN,

TTN

2. Kelainan struktur saluran napas: atresia khoana, fistula trakheo-esofageal, hernia

diafragmatika kongenital, emfisema lobaris kongenital

3. Penyebab ekstrapulmonal: defek tulang dinding dada, penyakit jantung kongenital,

asidosis metabolik

Sesak napas pada penderita pada awalnya diduga berasal dari pneumonia. Namun dengan

adanya sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari, kemungkinan adanya penyakit jantung bawaan

sianotik sebagai penyebab sesak napas perlu dipertimbangkan.

Pneumonia merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada neonatus, dapat disebabkan

oleh infeksi saat antenatal, perinatal atau postnatal. Gambaran pneumonia dapat berbeda-beda

pada bayi, termasuk segala bentuk distress pernapasan, letargis, malas menetek, ikterik, atau

apnea. Kadang disertai ketidakstabilan suhu. Gambaran radiografi dada tergantung penyebab

pneumonia. Konsolidasi bilateral (berwarna putih) sering dihubungkan dengan infeksi in utero.

Pneumonia streptococcus grup B memiliki gambaran rontgen menyerupai HMD yaitu gambaran

retikular dengan air bronchogram. Setiap neonatus yang dicurigai pneumonia perlu diberikan

antibiotik hingga diagnosis pneumonia atau sepsis disingkirkan.15

Distres pernapasan yang disebabkan penyakit jantung bawaan dapat disertai sianosis atau

tanda-tanda gagal jantung. Beberapa penyakit jantung bawaan yang dapat menyebabkan

distress pernapasan yaitu:15

16

a. Tipe sianotik: Transposisi arteri besar, Total anomalous pulmonary venous return

(TAPVR), anomaly Ebstein, atresia trikuspid, stenosis pulmonal, Tetralogy of Fallot,

gagal jantung kongesti yang berat.

b. Tipe asianotik: Sindrom hipoplastik jantung kiri, Interrupted Aortic Arch, koarktasio

aorta, Patent Ductus Arteriosus.

Tanda-tanda yang menunjukkan adanya penyakit jantung bawaan: adanya hiperaktivitas

impuls prekordial yang dapat dilihat pada dinding dada, irama gallop, capillary refill yang buruk,

nadi lemah, hepatomegali, vaskularisasi abnormal pada gambaran radiografi dada. Bayi dengan

penyakit jantung sianotik biasanya tidak menunjukkan retraksi dinding dada yang berat. Saturasi

oksigen biasanya rendah.15

Pada penderita, kemungkinan distress pernapasan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan

tipe sianotik.Beberapa hal yang mendukung diagnosis ini yaitu pada saat datang ke UGD,

keadaan umum penderita tampak kurang aktif, sesak, sianosis, dengan frekuensi pernapasan

70x/menit dan saturasi oksigen hanya 80%. Pada pemeriksaan fisik ditemukan retraksi

suprasternal, interkostal, dan epigastrium. Pada pemeriksaan jantung didapatkan bunyi murmur

tidak begitu jelas, pemeriksaan paru-paru tidak ditemukan adanya slem ataupun crackles. Pada

ekstremitas ditemukan sianosis pada ujung-ujung jari. Pada gambaran rontgen dada ditemukan

gambaran jantung berupa kardiomegali dengan CTR 59% dan tidak ditemukan gambaran

bronkopneumonia. Pada EKG ditemukan kesan sinus takikardi, gangguan konduksi BBB, Left

Ventricle Hypertrophy, dan Right Ventricle Hypertrophy. Selama pemantauan di ruangan, distres

pernapasan cepat mengalami perbaikan, ditandai dengan frekuensi pernapasan < 60x/menit pada

hari perawatan ke-3, dan retraksi intercostal menghilang pada hari perawatan ke-4. Pada distress

pernapasan karena pneumonia retraksi dinding dada akan lebih berat, seringkali disertai demam

tinggi, dan ditemukan slem dan atau crackles pada pemeriksaan paru-paru dengan auskultasi.

Gambaran rontgen dada dapat ditemukan konsolidasi pada parenkim paru, dan tidak ada

kardiomegali.15

Sepsis awitan lanjut terjadi pada usia 8-90 hari pada bayi baru lahir. Sepsis awitan lanjut

dapat dibagi menjadi dua: penyakit terjadi pada bayi sehat yang tinggal di komunitas dan

penyakit yang mengenai bayi prematur yang dirawat di NICU (nosokomial, hospital acquired

sepsis).17 Sepsis awitan lanjut biasanya tidak berhubungan dengan komplikasi obstetrik dini.18

Pada bayi aterm, sepsis awitan lanjut biasanya ditandai demam atau ketidak stabilan suhu, dapat

17

disertai atau tanpa malas menetek, letargis, iritabilitas, perubahan tonus otot. Pada kulit

ditemukan perfusi perifer yang buruk, sianosis, mottling, pucat, petekie,rash, sklerema, atau

ikterik. Problem feeding, berupa intoleransi terhadap minum yang diberikan, muntah, diare,

distensi abdomen. Gejala kardiopulmonal berupa takipnea, distress pernapasan, apnea,

takikardia, atau hipotensi. Gejala metabolik berupa: hipoglikemi, hiperglikemi, asidosis

metabolik. Adanya infeksi lokal berupa selulitis, impetigo, abses jaringan lunak, omfalitis,

konjungtivitis, otitis media, meningitis, atau osteomielitis.17,18 Pada pemeriksaan laboratorium

dapat ditemukan kultur darah bakterial positif, netropenia, ditemukan bentuk lekosit imatur.

Rasio batang terhadap segmen >0,3 atau rasio batang terhadap seluruh PMN >0,1 merupakan

nilai prediktif yang baik untuk menduga adanya sepsis. Adanya peningkatan reaktan fase akut,

salah satunya CRP (C-reactive protein) menandakan adanya proses inflamasi yang disebabkan

oleh infeksi atau tissue injury.18

Diagnosis sepsis awitan lanjut pada penderita ini terbukti dengan adanya riwayat perawatan

lama di rumah sakit Garut sejak penderita lahir hingga usia 14 hari, sehingga dugaan adanya

infeksi nosokomial sangat kuat. Pada hari perawatan ke-2 penderita tampak letargis, dan selama

perawatan didapatkan ketidakstabilan suhu (36,5-38,9°C) disertai takipnea. Pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan lekositosis, ditemukan sel batang pada hitung jenis lekosit, CRP

meningkat, dan pada kultur ditemukan bakteri Enterobacter cloacae. Pemeriksaan lumbal pungsi

pada penderita telah diupayakan, namun hasilnya dry tap. Saat akan diulang, orang tua penderita

menolak.

Transposisi arteri besar (TGA) pada 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Lebih

sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1.19,20 Pada d-TGA

aorta keluar dari ventrikel kanan membawa darah desaturasi ke seluruh tubuh, dan arteri

pulmonal keluar dari ventrikel kiri membawa darah teroksigenasi kembali ke paru-paru.

Akibatnya akan terjadi pemisahan sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik.19,21,22 Agar dapat

bertahan hidup, defek yang memungkinkan terjadinya percampuran kedua sirkulasi harus

dipertahankan, seperti ASD, VSD, dan PDA.19,21

Neonatus dengan d-TGA sebagian besar ukuran tubuhnya sesuai dengan masa kehamilan.

Sianosis terjadi segera setelah lahir; bantalan kuku dan membran mukosa merupakan lokasi

tersering untuk mendeteksi adanya sianosis. Jika terdapat ASD, VSD atau PDA, percampuran

darah akan terjadi, sehingga sianosis akan tampak lebih lambat. Lama-kelamaan akan timbul

18

takipnea dan distress pernapasan.22 Bila terdapat PDA, nadi dapat normal atau sedikit

meningkat.7

Pada penderita denganTGA, bunyi jantung ke-2 (S2) keras dan tunggal. Tidak didapatkan

murmur, atau murmur ejeksi sistolik derajat I-II/6 di daerah left midsternal border.19,20,22

Pada EKG ditemukan QRS aksis lebih ke kanan (+90 hingga +200), Right Ventricular

Hypertrophy (RVH), Biventricular Hypertrophy (BVH) bila terdapat VSD besar, PDA, atau

penyakit obstruktif vaskuler paru yang menimbulkan gambaran LVH. Kadang ditemukan Right

Atrial Hypertrophy (RAH).19,20

Pada rontgen dada ditemukan kardiomegali dengan peningkatan vaskularisasi paru.

Gambaran khas yaitu bentuk jantung seperti telur (egg-shaped cardiac silhouette).19,20,22

Echocardiografi merupakan uji diagnostik standar. Pada echocardiografi ditemukan bifurkasio

arteri besar posterior (arteri pulmonalis) keluar dari ventrikel kiri, dan di anterior pembuluh tanpa

percabangan yang diidentifikasi sebagai aorta keluar dari ventrikel kanan. Pada echocardiografi

perlu dicari adanya PFO, ASD, VSD, PDA dan stenosis pulmonal.20,22

Diagnosis TGA-PDA kecil + PFO ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya sesak

napas disertai kebiruan di sekitar mulut dan ujung-ujung jari yang terlihat sesaat setelah

penderita lahir, yang semakin bertambah terutama bila penderita menangis. Sianosis tidak

mengalami perbaikan meskipun penderita telah mendapat terapi oksigen. Keadaan umum

penderita tampak sesak, sianotik, saturasi oksigen hanya 80%. Pada tanda vital didapatkan

takipnea. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sianosis perioral. Pada pemeriksaan jantung tidak

ditemukan bunyi murmur. Pada ekstremitas ditemukan sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan

kaki. Pada pemeriksaan penunjang rontgen dada ditemukan egg-shaped cardiac silhouette

dengan corakan vaskuler yang bertambah. Pada EKG ditemukan sinus takikardi, RVH, LVH.

Dan dari hasil echocardiografi ditemukan kesan Simple Transposition of the Great Arteries

(TGA), Restrictive Persistent Foramen Ovale (PFO), Small Patent Ductus Arteriosus (PDA).

Diagnosis dehidrasi ec intake ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa penderita telah

dipuasakan selama 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Tidak didapatkan riwayat muntah

ataupun mencret. Pada pemeriksaan di Emergensi anak didapatkan BB penderita 2600 gram,

namun BB terakhir saat dirawat di RSUD Garut tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan ubun-ubun besar cekung, kelopak mata cekung, dan mukosa mulut dan lidah kering,

serta turgor kulit yang kembali lambat.

19

Prognosis quo ad vitam pada penderita ini ad malam. Berdasarkan adanya distress pernapasan

disertai sianosis, adanya TGA dengan PDA kecil yang hampir menutup, serta diperberat adanya

sepsis awitan lanjut menyebabkan kebutuhan oksigen semakin meningkat untuk

mempertahankan oksigenasi jaringan. Tanpa tindakan segera untuk mempertahankan PDA tetap

terbuka dan dilakukan pemasangan balloon atrial septostomy atau operasi pertukaran arterial

segera penderita tidak akan bertahan hidup lama. Pada follow up setelah penderita pulang paksa,

penderita meninggal dunia 3 hari setelah pulang paksa.

Prognosis quo ad functionam pada penderita ini ad malam, karena dengan adanya TGA

dengan PDA kecil yang hampir menutup, menyebabkan fungsi jantung dan paru tidak optimal.

Paru-paru tidak dapat menyediakan darah yang teroksigenasi ke seluruh tubuh, demikian pula

dengan fungsi jantung yang memompakan darah hipoksemik ke seluruh tubuh. Akibatnya

kebutuhan jaringan otak, ginjal, hati, saluran cerna terhadap oksigen untuk dapat menjalankan

fungsinya dengan baik tidak terpenuhi, sehingga akan berujung pada terjadinya kegagalan fungsi

organ. Untuk prognosis fraktur klavikula pada penderita ini quo ad functionam ad bonam, karena

dengan terapi konservatif fraktur klavikula dapat mengalami penyembuhan secara spontan dalam

waktu 7-10 hari.7

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams

obstetrics. Edisi ke-23. New York: Mc Graw Hill; 2010. h. 605-39

2. Taeusch HW. Orthopedic conditions. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA,

Avery ME, editor. Avery’s diseases of the newborn. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier-

Saunders; 2005. h. 1423-36.

3. Beall MH, Ross MG. Clavicle fracture in labor: risk factors and associated morbidities. J

Perinatol. 2001; 21: 513-5.

4. Nasab SAM, Vaziri S, Arti HR, Najafi R. Incidence and associated risk factors of birth

fractures in the newborn. Pak J Med Sci. 2011;27(1): 142-4.

5. Rosenberg AA. Traumatic birth injury. Neoreviews. 2003; 4: e270-e276.

6. Abdulhayoglu E. Birth Trauma. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editor.

Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

h. 228-43

7. Sankar WN, Weiss J, Skaggs DL. Orthopaedic conditions in the newborn. J Am Acad

Orthop Surg. 2009; 17: 112-22.

8. Kayser R, Mahlfiled K, Heyde C, Grasshoff H. Ultrasonographic imaging of fractures of

the clavicle in newborn infants. J Bone Joint Surg. 2003;85(1): 115-6.

9. Abubakar AM, Askegard-Glesmann JR, Kenney BD. Birth Injuries. [diunduh 12 Februari

2011]. Tersedia dari URL:

http://www.global-help.org/publications/books/help_pedsurgeryafrica35.pdf

10. Kwek K, Yeo GSH. Shoulder distocia and injuries: prevention and management. Curr

Opin Obstet Gynecol. 2006;18:123-8.

11. Zhang N, Gonik B, Grimm MJ. Development of madymo model to investigate fetal

brachial plexus injury during complicated vaginal delivery.Summer Bioenginering

Conference; 2003 June 25-29;Sonesta Beach Resort, Florida. USA; 2003.

12. Athukorala C, Middleton P, Crowther CA. Intrapartum interventions for preventing

shoulder distocia (review). Cochrane Database of Systematic Reviews. [online serial]

2009. [diunduh 12 Februari 2011]; 4. Tersedia dari: http://www.thecochranelibrary.com

21

13. Aflah N. Ukuran panggul pada pasien pasca seksio sesarea atas indikasi panggul sempit.

[Tesis]. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2009.

14. Kumar A, Bhatnagar V. Respiratory distress in neonates. Indian J Pediatr. 2005; 72(5):

425-8.

15. Aly H. Respiratory disorders in the newborn: identification and diagnosis. Pediatr Rev.

2004;25: 201-8.

16. Diwakar KK. Clinical approach to respiratory distress in newborn. Indian J Pediatr.

2003;70: S53-S59.

17. Puopolo KM. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark

AR, editor. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins; 2008. h. 274-300.

18. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Neonatology: management, procedures, on-call

problems, diseases, and drugs. Edisi ke-6. New York: Mc Graw Hill; 2009. h. 665-72.

19. Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby

Elsevier; 2008. h. 219-34.

20. Grifka RG. Cyanotic congenital heart disease with increased pulmonary blood flow.

Pediatr Clin North Am. 1999; 46(2): 405-25.

21. Roebiono PS. Diagnosis dan tatalaksana penyakit jantung bawaan. [Diunduh 12 Februari

2011]. Tersedia dari URL:

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/68321669235fd5a14595241e85893e6bbb89

07f2.pdf

22. Rao PS. Transposition of the great arteries in the neonate. Congenital cardiology today.

2010; 8(8): 1-9.

22