16
Tugas MINI-CEX dengan dr. Mochammading Divisi Perinatologi 1. Sepsis neonatorum 2. ROP 3. Algoritma resusitasi bayi baru lahir 2010 4. APGAR score 5. Hipoglikemi pada neonatus 6. Ikterus neonatorum 1. Sepsis Neonatorum Sepsis neonatorum adalah sindrom klinis yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke dalam aliran darah dan timbul pada satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat(SNAL). SNAD terjadi pada usia ≤72 jam, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan. SNAL terjadi pada usia >72jam dan dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat selama proses persalinan tetapi manifestasinya lambat atau biasanya terjadi pada bayi yang dirawat di Rumah Sakit(infeksi nosokomial). Etiologi Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalis maternal yang tidak menyebabkan penyat pada ibu. SNAL umumnya disebabkan oleh infeksi nosokomial seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus, dan Staphylococcus aureus. Namun Streptococcus grup B, E.coli dan Listeria monocytogenes juga dapat menyebaban SNAL. Manifestasi Klinis Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti : hiertermia, hipotermia, distress pernapasan, apneu, sianosis, kuning, hepatomegali, letargi, 1

Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jhgv

Citation preview

Page 1: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Tugas MINI-CEX dengan dr. Mochammading Divisi Perinatologi

1. Sepsis neonatorum2. ROP3. Algoritma resusitasi bayi baru lahir 20104. APGAR score5. Hipoglikemi pada neonatus6. Ikterus neonatorum

1. Sepsis NeonatorumSepsis neonatorum adalah sindrom klinis yang terjadi akibat invasi mikroorganisme ke

dalam aliran darah dan timbul pada satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat(SNAL).

SNAD terjadi pada usia ≤72 jam, biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan. SNAL terjadi pada usia >72jam dan dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat selama proses persalinan tetapi manifestasinya lambat atau biasanya terjadi pada bayi yang dirawat di Rumah Sakit(infeksi nosokomial).

Etiologi

Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalis maternal yang tidak menyebabkan penyat pada ibu. SNAL umumnya disebabkan oleh infeksi nosokomial seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus, dan Staphylococcus aureus. Namun Streptococcus grup B, E.coli dan Listeria monocytogenes juga dapat menyebaban SNAL.

Manifestasi Klinis

Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti : hiertermia, hipotermia, distress pernapasan, apneu, sianosis, kuning, hepatomegali, letargi, anoresia, kesulitan minum, muntah, distensi abdomen, dan diare.

Faktor risiko sepsis neonatorum

Faktor risiko mayor Ketuban pecah > 24 jam Ibu demam saat intrapartum dengan suhu > 380C Korioamnnionitis Denyut jantung janin menetap > 160x/ menit Ketuban berbau

Faktor risiko minor

1

Page 2: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Ketuban pecah > 12 jam Ibu demam saat intrapartum dengan suhu >37,50C Nilai APGAR rendah (menit ke-1 < 5, menit ke-5 < 7) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) < 1500 gram Usia gestasi < 37 minggu Kehamilan ganda Keputihan yang tidak diobati Infeksi saluran kemih (ISK)/ tersangka ISK yang tidak diobati

Algoritme Sepsis Neonatorum

Keterangan :

*Septic Markers yaitu jumlah leukosit, trombosit, CRP dan IT Ratio **Septic Workup yaitu Septic Markers dan kultur darah Urinalisis atau kultur urin hanya dikerjakan pada SNAL Pungsi lumbal hanya dikerjakan pada SNAL atau pada SNAD dengan hasil kultur

darah (+) Foto roentgen dada pada neonatus dengan gejala gawat napas

2. Retinopathy Of Prematurity (ROP)Retinopathy Of Prematurity (ROP) adalah kelainan vasoproliferasi retina pada bayi

premature. ROP hanya ditemukan pada bayi premature dengan vaskularisasi retina yang belum matang.

Berbagai faktor risiko ROP adalah prematuritas, berat lahir rendah, pemberian oksigen jangka panjang, serta saturasi oksigen yang tinggi dan tidak stabil.

Dalam international Classification of Acute Retinopathy of Prematurity, Phelps dkk mendapatkan risiko ROP pada bayi dengan berat lahir < 1251 gram di Amerika Serikat sebesar 66%. Delapan belas persen menderita ROP sedang (pretreshold disease) dan 6%

2

AntibiotikKulturAbnormal

AbnormalMinimal 2 Septic Markers *(+)

MeragukanNormal

Observasi Periksa Septic Markers*

Faktor risiko (-)Faktor risiko (+)1 mayor atau 2 minor

Gejala klinis sepsis (-)

Neonatus

Antibiotik (+)Sebelumnya

dilakukan Septic Workup**

Gejala klinis sepsis (+)

Normal Normal

Observasi Stop bila kultur (-)

Ulang Septic Markers * 12-24 jam

Ulang Septic Markers * 12-24 jam

Page 3: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

menderita ROP berat (treshold disease). Bayi penderita ROP dapat hanya mengalami sekuele minimal tanpa gangguan penglihatan, samapi buta total pada kasus yang berat. Kebutaan pada anak akibat ROP pada Negara dengan angka kematian bayi <10% adalah 6-20%, sedangkan pada nrgara dengan angka kmatian bayi 10-60% ROP merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.

Penelitian multi senter dengan metode tersamar acak “controlled trial Supplemental Therapeutic Oxygen for Pretreshold Retinopathy of Prematurity” (STOP-ROP) menyimpulkan bahwa saturasi oksigen yang terukur dengan pulse oksimetry sebesar 94% tidak menyebabkan ROP pretreshold menjadi progresif, akan tetapi penelitian ini menggunakan pasien yang sudah menderita ROP pretreshold sebagai subyek penelitian. Tin dkk melakukan penelitian di Inggris utara pada 295 neonatus dengan masa gestasi <28 minggu, dan diikuti selama 9 tahun. Hasil dari penelitian ini adalah neonates premature yang mendapatkan suplemen oksigen selama minimal 8 minggu dengan saturasi oksigen sebesar 88-98% berdasarkan pengukuran pulse oxymetry akan mempunyai peluang sebanyak 4 kali untuk terjadinya ROP yang cukup berat sehingga harus dilakukan krioterapi, jika dibandingkan neonates dengan saturasi oksigen 70-90%.

Klasifikasi ROP

Stadium retinopati pada prematuritas

Stadium Karakteristik Keterangan 1 Demarcation line Garis batas daerah vascular dan avaskular,

patognomonik ROP2 Ridge Penonjolan demarcation line3 Ridge dengan proliferasi Ridge sering tampak bergerigi 4 Ablasio retina subtotal Ablasio akibat efusi eksudatif atau tarikan atau

keduanyaA. ekstrafovea Konkaf, biasanya zona II atau IIIB. ablasio mengenai fovea Prognosis buruk

5 Ablasio retina total

Patogenesis

Perkembangan Vaskular NormalPada bayi perkembangan vascular retina mulai di usia gestasi 16 minggu dengan

mesenkim, precursor pembuluh darah, pertumbuhan dari diskus untuk mencapai ora nasal pada bulan kedelapan dan ora temporal sesaat setelah lahir. Peran oksigen dalam ROP

Efek primer dari oksigen pada vaskularisasi retina yang inkomplit pada hewan eksperimnetal adalah vasokonstriksi retina dan vasooliterasi yang mana dapat kembali seperti semula (reversibel) pada durasi yang singkat dalam pajanan oksigen. Bagaimanapun, oklusi permanen pada pembuluh darah retina perifer yang imatur dapat terjadi sebagai akibat yang

3

Page 4: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

signifikan dari peningkatan sebagian tekanan oksigen di arteri untuk penggunaan oksigen dalam periode beberapa hari.

Setelah terjadi hiperoksia dan nodul proliferasi endothelial menigkat dari kompleks vascular residual yang berbatasan pada kapiler retina yang menutup selama hiperoksia dan menyalurkan untuk membentuk pembuluh darah baru. Pembuluh darah baru hamper sama dengan retinopati proliferative lainnya, penetrasi kedalam sampai membrane dan proliferasi ke permukaan retina bagian dalam.

Gambar Patofisiologi ROP(A) Gambar pembuluh darah retina yang imatur pada bayi premature usia gestasi 25-28 minggu. Pembuluh darahnya mempunyai cabang arsitektur yang normal. (B) bayi prematur terpajan oksigen yang tinggi, menyebabkan VEGF menjadi downregulated. Gambar menunjukkan konstriksi dan vaso-obliterasi pembuluh darah kecil. (C) dari waktu ke waktu, retina perifer yang avaskular menjadi iskemik karena ketiadqaan suplai darah. Iskemia retina perifer menyebabkan peningkatan VEGF local, menstimulasi pembentukan aliran vena arteriol pada perbatasan antara retina yang avaskular dan retina yang vascular. Ini merepresentasikan stadium 1 sampai stadium 2 ROP. Pola vascular dari pembuluh darah perifer yang menjadi lurus, atau pola Broom-bristle, indikasi aliran (shunt) yang berhubungan

4

Page 5: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

dengan ROP. (D) pembuluh darah retina menunjukkan pola regresi level fisiologis VEGF untuk menstimulasi pertumbuhan pembuluh darah normal ke area retina yang avaskular. Pola cabang vaskular yang normal. (E) Gambar menunjukkan efek iskemia pada retina perifer yang menyebabkan abnormalitas tingkat tinggi VEGF local. Konsistensi level tinggi VEGF menyebabkan neovaskularisasi (stadium 3 ROP) dan dilatasi tortuous posterior pole vessels.

3. Algoritme Resusitasi Bayi Baru Lahir

4. APGAR Score

Klinis 0 1 2

Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit

Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

Refleks saat jalan nafas dibersihkan

Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin

5

Page 6: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas (lemah)

Fleksi kuat gerak aktif

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ekstrimitas biru

Merah seluruh tubuh

Nilai 0-3 : Asfiksia berat

Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar).

5. Hipoglikemi pada Neonatus

Batasan hipoglikemi pada neonates masih kontroversial. Salah satu batasan yang paling banyak dipakai adalah kadar glukosa plasma < 47 mg/dl untuk neonatus cukup bulan maupun ne onatus kurang bulan(dengan glukometer).

Penatalaksanaan Hipoglikemi pada Neonatus

6

Page 7: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Keterangan:

Hitung Glucose Index Rate (GIR): 6-8 mg/kg/menit untuk mencapai gula darah maksimal, dapat dinaikkan sampai 10-15 ml/kg/menit

Bila dibutuhkan > 15 mg/menit, pertimbangkan obat-obatan yaitu Glukagon, Kortikosteroid konsul

Bila ditemukan hasil GD 36 - < 47 mg/dl 2 kali berturut-turut, berikan IVFD Dekstrose 10%, sebagai tambahan asupan peroral

6. Ikterus Neonatorum

7

GD ulang (1 jam)

GD < 47 mg/dl

Ulang GD tiap 2-4 jam, 15 menti sebelum jadwal minum berikut, sampai 2 kali berturut-turut normal

GD ulang (30 menit- 1 jam)

GD < 47 mg/dl

Koreksi secara IV bolus Dekstrose 10% 2ml/kg IVFD Dekstrose 10%, minimal 60 ml/kg/hari (hari pertama) dengan GIR 6-8 ml/kg/menit oral tetap diberikan bila tidak ada kontraindikasi

GD ≤ 25 mg/dlHipoglikemia

berat

GD > 25 - < 47 mg/dlHipoglikemia ringan/sedang

Nutrisi oral/enteral segera : ASI atau PASI, maks: 100 ml/kg/hari (hari pertama)Bila ada kontraindikasi minum oral atau enteral koreksi secara IV bolus dekstrose 10% 2 ml/kg/ IVFD Dekstrose 10%, minimal 60 ml/kg/hari (hari pertama) dengan GIR 6-8 mg/kg/menit

GD 36 - < 47 mg/dl

GD < 36mg/dl

GD ≥ 47 mg/dl

Dekstrose* cara: volume sampai maks 100 ml/kg/hari (hari pertama), atau konsentrasi: vena perifer maks 12,5%; umbilikal dapat mencapai 25%

Oral: ASI tau PASI yang dilarutkan

dalam D5%

GD ulang (1 jam)

GD > 36-< 47 mg/dl**

Page 8: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam serum.istilah hiperbilirubinemia menunjukkan adanya ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kea rah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL yang dapat menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan.

Kernikterus adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel–sel otak.

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dL atau lebih setiap 24 jam.3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau

sepsis).4. Ikterus yang disertai oleh:

Berat lahir <2000 gram Masa gestasi 36 minggu Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN) Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemia, hiperkarbia Hiperosmolaritas darah

5. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada neonatus cukup bulan/NCB) atau >14 hari (pada neonatus kurang bulan/NKB).

Metabolisme bilirubin

Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Metabolisme bilirubin melalui proses sebagai berikut:

1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.

2. Transportasi

8

Page 9: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar secara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel, bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu.

Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.

3. Konjugasi

Dalam sel hepar, bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.

Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).

4. Ekskresi

Setelah konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, bilirubin tersebut diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus, bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.

Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat.

Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru dapat terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl yaitu pada hari ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

Pada bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, dan pada umumnya

9

Page 10: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.

Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan ikterus patologis jika:

1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari

14 mg/dl pada bayi preterm.4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl

Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi menjadi:1,4

1. Produksi yang berlebihan

Ikterus dapat disebabkan oleh jumlah bilirubin melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi dalam hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian dibawa ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Patofisiologi

10

Page 11: Tugas Anak Dr Mochammading Divisi Perinatologi

Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

Penilaian ikterus berdasarkan Kramer:

Derajat ikterus

Daerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

I Kepala dan leher 5,0 mg%

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)

11,4 mg/dl

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

11