Upload
diniyah-hidayati
View
323
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Nama : Diniyah Hidayati (511304900)
Eros Dan Agon Dalam Prespektif Filsafat Jawa
Pemaknaan Eros dan Agon dalam prespektif filsafat barat telah memiliki banyak arti, namun
dalam kesusastraan dan filsafat jawa mungkin masih sedikit penjabaran yang dikaji oleh
mahasiswa/mahasiswi. Oleh karenanya, penulis akan mengejawantahkan sedikit tentang Eros
dan Agon dalam pemikiran filsafat Jawa.
Kata filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia yang memiliki arti cinta
kearifan (love the wisdom).
Sedangkan pengamatan Romo Zoetmulder tentang filsafat Jawa sendiri sangat tepat, yakni “
pengetahuan (filsafat) senantiasa hanya merupakan sarana untuk mencapai kesempurnaan” .
Dapatlah dirumuskan bahwa di Jawa, filsafat berarti “cinta kesempurnaan (the love of
perfection)” dengan memakai analogi philosophia Yunani.
Bilamana kita memakai bahasa Jawa sendiri, filsafat berarti “Ngudi Kasampurnaan”
berusaha mencari kesempurnaan. Sebaliknya philosophia Yunani dibaca dengan bahasa Jawa
menjadi “ngudi kawicaksanan”.
Meski memiliki kesamaan antara filsafat Barat dan filsafat Jawa, namun terdapat perbedaan
yang dalam antara sistem-sistem filsafat Barat dengan ungkapan-ungkapan renungan-
renungan filsafat Jawa ini sering bersifat fragmentasi dan kurang nampak adanya hubungan
yang jelas. Terdapatlah terutama perbedaan besar antara filsafat Barat dan filsafat Timur,
dimana para ahli filsafat Timur : “Bukan menciptakan filsafat untuk filsafat sendiri.
Pengetahuan senantiasa hanya merupakan sarana untuk mencapai kesempurnaan (Het weten
is er steeds een middle om tot de volmaaktheid te gerakan )” suatu langkah jalan menuju
kelepasan (verlossing) atau malahan mencapainya; satu-satunya jalan bagi manusia untuk
sampai kepada tujuan akhirnya. Berlainan dengan kebanyakan pemikiran Barat, disini tidak
kita dapatkan pertentangan antara filsafat dan pengetahuan tentang Tuhan.
Namun benang merah yang bisa ditarik dari keduanya bahwa filsafat Barat dan filsafat Timur
khususnya Filsafat Jawa memiliki objek yang sama untuk diteliti, yakni hakekat manusia.
Filsafat Jawa, dr. Abdulloh Ciptoprawiro. Balai pustaka : 1986, hal. 12
Filsafat Jawa, dr. Abdulloh Ciptoprawiro. Balai pustaka : 1986, hal. 14
Salah satu bagian filsafat Timur adalah filsafat Jawa. Filsafat Jawa ini merupakan bermuasal
dari Kebudayaan Jawa, pandangan hidup masyarakat Jawa. Pandangan hidup Jawa bukanlah
suatu agama, tetapi suatu pandangan hidup dalam arti yang luas, yang meliputi pandangan
terhadap Tuhan dan alam semesta ciptaan-Nya beserta posisi dan peranan manusia di
dalamnya.
Dalam filsafat Jawa ini juga memiliki pokok bahasan tentang hakekat manusia, tentang
kesempurnaan, dimana kesempurnaan ini berarti mengerti akan awal dan akhir hidup atau
wikan Sangkan paran yang dihayati dengan seluruh totalitas cipta-rasa-karsa (dalam Filsafat
Barat bermakna rasio atau cipta-akal pikir-nalar).
Berbicara tentang filsafat diatas, maka kita juga tidak akan terlepas dari istilah “eros” dan
“agon”. Tahukah kalian tentang eros dan agon ini??
Dalam sebuah kutipan dari artikel kompasiana 7 Oktober 2011 oleh Astokodatu, ia
mengungkapkan bahwa Eros adalah Rasa Cinta. Rasa positip, suka, gemar, mau lekat,
terlibat dalam permainan. Lihat saja orang sering lupa segalanya karena gemar, lekat dengan
kebahagiaan permainan. Sedangkan untuk Agon sendiri adalah Api perjuangan. Rasa
keperwiraan, semangat kesatriaan, hasrat mengalahkan perlawanan. Bila mendampingi Eros
maka dalam permainan orang akan berusaha menang menjadi juara. Jadi kita bisa tarik satu
kesimpulan bahwa eros adalah rasa cinta yang bisa ditujukan untuk segala hal yang membuat
kebahagiaan untuk diri sendiri ataupun orang lain (dari analogi permainan), sedangkan untuk
agon sendiri kita bisa sebut sebagai semangat perjuangan, nasionalisme ataupun patriotisme.
Begitu pula yang dicetuskan oleh Prof.Dr.N.Drijarkoro SJ dalam permainan anak-anak.
Prof.Dr.N.Drijarkoro SJ menyebutkan bahwa dua unsur dalam permainan sebagai EROS dan
AGON, yakni unsur yang berupa arti untuk semangat hidup, semangat juang, semangat
menang, semangat lebih, tetapi bebas, tanpa tekanan, sebaliknya justru senang, suka, gemar.
Eros memberi warna kesukaan, kecintaan dalam permainan, yang tak terpisahkan dari Agon
yang memberi warna permainan itu penuh perjuangan dan semangat untuk menang. Ada
kemenangan-kemenangan yang diukur secara fiktif dalam permainan.
Olehnya, hal yang serupa dengan agon dan eros bisa dicontohkan dalam ungkapan tradisional
bahasa Jawa, “Sadumuk bathuk, sanyari bumi, den lakoni tekan pati, pecahing dhadha,
wutahing ludira” . Ungkapan tersebut mempunyai makna seberapa jangkauan bahkan sampai
seluas bumi, apabila sudah berniat membela akan dibela sampai mati, pecahnya dada dan
keluarnya darah. Jadi manusia Jawa mengajarkan bahwa kehormatan atau harga diri dari
tanah air merupakan sesuatu yang sangat penting. Masyarakat sanggup membelanya dengan
taruhan nyawa. Disatu sisi, ungkapan tersebut juga mengandung makna bahwa sentuhan di
dahi oleh orang lain bagi orang Jawa dapat dianggap sebagai penghinaan. Demikian pula
penyerobotan atas kepemilikan tanah walaupun luasnya hanya selebar satu jari tangan. Eros
(cinta, suka) dalam hal ini adalah kecintaan masyarakat Jawa terhadap tanah air, sikap saling
memiliki terhadap tanah air mereka. Sehingga mereka akan membela, memperjuangkan apa
yang sudah menjadi hak mereka sampai matipun akan mereka lakukan, dalam hal inilah agon
masyarakat Jawa terlihat.
Ketika kita mencoba menjabarkan konteks eros dan agon dalam permainan tradisional Jawa
pun (sesuai dengan apa yang dijabarkan oleh Prof.Dr.N.Drijarkoro SJ), kita bisa telaah bahwa
eros dan agon masyarakat Jawa tidaklah berbeda dengan budaya barat atau bisa dikatakan
lebih memiliki banyak pengertian yang luas. Semisal dalam tembang dolanan Jawa dengan
syair yang mudah di ingat seperti “Lir ilir,, lir ilir, tandure wong sumilir. Tak ijo royo-royo,
tak sengguh temanten anyar, cah angon, cah angon. Penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu
penekno kanggo basuh dodotiro, dodotiro dodotiro kumitir bedah ing pinggir, dondomono
jlumotono, kanggo seboh mengko sore, mumpung padhang rembulane, mumpung jembar
kalangane yo sorako sorak iyo”. (Bangunlah, bangunlah!, Tanaman sudah bersemi,
Demikian menghijau, Bagaikan pengantin baru, Anak gembala, anak gembala, Panjatlah
(pohon) belimbing itu’!, Biar licin dan susah tetaplah kau panjat, untuk membasuh
pakaianmu, Pakaianmu, pakaianmu, terkoyak-koyak dibagian samping, Jahitlah, Benahilah!,
untuk menghadap nanti sore, Mumpung bulan bersinar terang, Mumpung banyak waktu
luang, Bersoraklah dengan sorakan Iya!!) Dalam syair diatas selain memiliki makna religius
yang tinggi, ia juga memiliki makna eros dan agon yaitu, bahwa manusia di minta bangkit
dari keterpurukan ntuk berjuang agar mendapat kebahagian seperti halnya bahagia dan cinta
sang pengantin baru.
Kesimpulan
Filsafat Jawa merupakan berasal dari pandangan, kebudayaan, dan perilaku masyarakat Jawa
sendiri, sehingga pandangan terhadap eros dan agon dalam filsafat Jawa lebih meluas karena
pemaknaannya sendiri memiliki banyak aspek.
Salah satu contoh yang bisa kita pergunakan untuk melihat eros dan agon dalam filsafat Jawa
adalah melalui tembang dolanan masyarakat Jawa. Eros dan agon yang terdapat pada
tembang dolanan ini memiliki makna perjuangan, kebahagiaan, serta religius yang tinggi.
Daftar Pustaka
Ciptoprawiro, Abdulloh. Filsafat Jawa. Balai pustaka : 1986
Kartini, Yuyun. Tembang Dolanan Anak - Anak Berbahasa Jawa Sumber Pembentukan
Watak Dan Budi Pekerti. Balai Bahasa Surabaya : 2011
http://www.adjisaka.com/kbj5/index.php/03-makalah-komisi-b/644-15-tembang-dolanan-
anak-anak-berbahasa-jawa-sumber-pembentukan-watak-dan-budi-pekerti
Astokodatu. Bermain Fiksi. 2011 http://filsafat.kompasiana.com/2011/06/01/bermain-fiksi-
369553.html
Widyastutik, Sri Hartani.Reaktualisasi Ungkapan Tradisional Jawa Sebagai Sumber
Kearifan Lokak Dalam Masyarakat Untuk Penguta Kepribadian Bangsa. Surabaya : 2011
http://www.adjisaka.com/kbj5/index.php/07-makalah-pengombyong/709-06-reaktualisasi-
ungkapan-tradisional-jawa-sebagai-sumber-kearifan-lokal-dalam-masyarakat-untuk-penguat-
kepribadian-bangsa
Astokodatu.Ingin Bersayap Puluhan Warna. 2011
http://filsafat.kompasiana.com/2011/10/07/insan-bersayap-puluhan-warna-401532.html
Oleh Prof. Dr. Drijarkoro SJ.
BERMAINLAH DALAM PERMAINAN
TETAPI JANGANAH MAIN-MAIN.
MAINLAH DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH
TETAPI PERMAINAN JANGAN DIPERSUNGGUH.
KESUNGGUHAN PERMAINAN
TERLETAK DALAM KETIDAKSUNGGUHANNYA,
SEHINGGA PERMAINAN YANG DIPERSUNGGUH,
TIDAKLAH SUNGGUH LAGI.
MAINLAH DENGAN EROS,
TETAPI JANGANLAH DIPERMAINKAN EROS.
MAINLAH DENGAN AGON,
TETAPI JANGANLAH MAU DIPERMAINKAN AGON
BARANGSIAPA MEMPERMAINKAN PERMAINAN,
AKAN MENJADI PERMAINAN PERMAINAN
BERMAINLAH UNTUK BAHAGIA
TETAPI JANGANLAH MEMPERMAIKAN BAHAGIA.
Humanisme dalam konteks Agon pada Budaya India
Adhyatmika
Adhibhautika
Adhidaivika