Download docx - Tinea Kapitis

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi jamur dapat superfisial, subkutan dan sistemik,

tergantung pada karateristik dari host. Dermatofita merupakan

kelompok jamur yang terkait secara taksonomi. Kemampuan

mereka untuk membentuk lampiran molekul keratin dan

menggunakannya sebagai sumber nutrisi memungkinkan mereka

untuk berkoloni pada jaringan keratin, masuk kedalam stratum

korneum dari epidermis, rambut, kuku dan jaringan pada hewan.

Infeksi superfisial yang disebabkan oleh dematofit yang disebut

dermatofitosis, dimana dermatomikosis mengacu pada infeksi

jamur.3

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan infeksi pada folikel

rambut dan kulit kepala yang disebabkan oleh jamur dermatofita dari genus

Microsporum dan Trichophyton.1 - 4 Tinea kapitis biasanya terjadi

terutama pada anak - anak, meskipun ada juga kasus pada orang

dewasa yang biasanya terinfeksi Trichophyton tonsurans. Tinea

kapitis juga dapat dilihat pada orang dewasa sengan AIDS.3, 6

Dermatofita menghasilkan keratinase yang mencerna keratin dan menjaga

eksistensi fungi pada struktur berkeratin. Imunitas seluler dan aktivitas

antimikrobial dari leukosit polimorfonuklear menghambat patogenesitas

dermatofita. Faktor penjamu yang membantu infeksi dermatofita antara lain atopi,

penggunaan glukokortikoid topikal dan sistemik, icthyosis, dan penyakit kolagen

vaskuler. Faktor lokal yang membantu infeksi dermatofita antara lain berkeringat,

pajanan dari lingkungan, lokasi geografis, humiditas tinggi (iklim tropis dan

subtropis).3

Infeksi di rambut oleh dermatofita terbagi menjadi 3 pola utama yaitu

ektotriks, endotriks, dan favus. Dermatofita mempertahankan infeksi pada

perifolikuler stratum korneum, menyebar ke seluruh dan ke batang rambut dan

1

bagian medial sampai bagian distal rambut sebelum turun ke folikel untuk

menembus folikel rambut dan diangkut keatas pada permukaannya. Seiring

pertumbuhan rambut, bagian yang terinfeksi dapat naik menembus permukaan

kulit rambut sehingga dapat pecah karena peningkatan kerapuhan. 3

Gambaran klinis tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas yaitu

gray patch ringworm, kerion dan black dot ringworm. Pemeriksaan

penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis tinea kapitis adalah pemeriksaan

lampu Wood, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur.1, 3, 6 Diagnosa banding dari

tinea kapitis adalah dermatitis seboroik, psoriasis, dan alopesia areata. 4-6

Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan sistemik,

pengobatan topikal dan tindakan preventif.4,9,10 Penatalaksanaan kasus Tinea

Kapitis adalah secara farmakologik dan non-farmakologik melalui edukasi,

skrining keluarga dan kerabat terdekat, dan membersihkan benda-benda yang

dapat menjadi sumber penyebaran.4, 6 Komplikasi tinea kapitis adalah kerusakan

rambut dan struktur pilosebasea, sehingga terjadi kerontokan rambut yang hebat

dan alopesia, yang dapat mengakibatkan efek pskilogis pada pasien yang

menderita.6

Prognosis tinea kapitis adalah dubia. Peluruhan spora dari jamur dapat

berjalan terus-menerus secara beberapa bulan walaupun aktif diterapi. Penyebab

kegagalan dari terapi termasuk reinfeksi, insensitivitas organisme terhadap terapi,

absorpsi yang tidak optimal dari pengobatan, dan kurangnya kepatuhan terhadap

pengobatan jangka panjang.  3

2

BAB II

DIAGNOSIS

2.1. ANAMNESIS

Awalnya tinea kapitis mulai dengan papul eritem kecil di sekitar batang

rambut kulit kepala, alis, atau bulu mata. Dalam beberapa hari papul tersebut

menjadi semakin pucat dan bersisik, dan rambut-rambut disekitar menjadi abu-

abu, tidak berkilat, rapuh, dan patah beberapa milimeter di atas permukaan kulit

kepala. Lesi tersebut lalu menyebar dan terbentuk banyak papul-papul yang

membentuk seperti cincin (ring form). Lesi berbentuk cincin ini dapat bergabung

dengan area terinfeksi lainnya. Gatal merupakan gejala subjektif dari tinea kapitis,

gatal biasanya minimal akan tetapi kadang-kadang dapat memberat. Sering

terdapat alopesia pada area yang terinfeksi. Reaksi inflamasi dapat ringan atau

berat.1,3,8

2.2. PEMERIKSAAN FISIS

Gambaran tinea kapitis tergantung dari etiologinya.

1. Gray patch ringworm

Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh

genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak.

Penyakit dimulai dengan papul merah yang kecil disekitar

rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang

menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa

gatal. Warna rambut menjadi abu – abu dan tidak berkilat lagi.

3

Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya, sehingga

mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua

rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga

dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat – tempat ini

terlihat sebagai gray patch. 1

Gambar 1: Gray patch ringworm3

2. Kerion

Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis,

berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah

dengan sebukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila

penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum gypseum,

pembentukan kerion ini lebih sering dilihat. Agak kurang bila

penyebabnya Tricophyton tonsurans, dan sedikit sekali bila

penyebabnya adalah Tricophyton violaceum. Kelainan ini

dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia

yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang –

kadang dapat terbentuk.1

4

Gambar 2 : Kerion3

3. Black Dot Ringworm

Terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans dan

Tricophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran

klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus

Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah tepat pada

muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang

penuh spora. Ujung rambut yang hitam didalam folikel rambut

ini memberi gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut

yang patah, kalau tumbuh kadang – kadang masuk ke bawah

permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit

untuk mendapat bahan biakan jamur.1

Gambar 3 : Black dot ringworm3

5

2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan lampu Wood’s

Pemeriksaan ini melibatkan kulit kepala dengan menggunakan lampu

Wood’s yang mungkin akan memperlihatkan gambaran pathogen

penyebab. Perlu diketahui bahwa organisme ektotriks seperti

Microsporum canis dan Microsporum audouinii akan tampak flouresensi

kuning kehijauan, sedangkan organisme endotriks seperti Trichophyton

tonsurans tidak tampak. 3, 8

2. Pemeriksaan KOH

Pada pemeriksaan KOH, rambut harus dicabut, tidak dipotong untuk

visualisasi di mikroskop dengan KOH 10-20%. Rambut yang terinfeksi di

letakkan di objek glass dan ditetesi KOH kemudian dilidahapikan di

Bunsen 2-3 menit untuk melarutkan keratin dan dilihat diperbesaran

rendah di bawah mikroskop. Hasil positif ada dua kemungkinan:

- Ektotriks: tampak artrokonidia kecil atau besar membentuk lapisan

mengelilingi bagian luar batang rambut

- Eksotriks: tampak artrokonidia di dalam batang rambut

Sedangkan untuk sediaan berskuama, prosedur kerjanya sama, tetapi hasil

positif akan menunjukkan hifa bersepta dan bercabang. 3, 8

3. Pemeriksaan kultur

Sebouraud Dextrose Agar (SDA) adalah media isolasi yang paling umum

digunakan untuk gambaran morfologis. 3 Pemeriksaan dengan pembiakan

diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan

untuk menentukan spesies jamur. Antibiotik seperti kloramfenikol dan

cycloheximide ditambahkan ke media untuk mencegah pertumbuhan dari

bakteri atau jamur kontaminan. Kerokan yang diambil pada lesi di kulit

kepala dengan menggunakan sikat kemudian di ratakan di permukaan

media kultur. Kebanyakan dermatofit tumbuh pada suhu 26°C dan

diperlukan waktu tumbuh setelah 2 minggu untuk dilakukan pemeriksaan. 1, 3, 8

6

2.3. DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamos kronik yang sering

menyerang baik anak-anak maupun dewasa. Penyakit ini didapatkan di bagian

tubuh dengan konsentrasi folikel sebasea yang tinggi dan kelenjar sebasea yang

aktif seperti pada wajah, kulit kepala, telinga, badan bagian atas, dan daerah

lipatan (inguinal, di bawah payudara, dan ketiak). Patogenesis pasti dari dermatits

seboroik belum diketahui, namun diduga terkait dengan jamur Malessezia,

abnormalitas imunologik, aktivitas kelenjar sebasea, dan kerentanan pasien.3

Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak

kekuningan, batasnya kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya

mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak

kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang

halus dan kasar, kelainan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe). Bentuk yang

berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-

krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan

rontok, mulai di bagian verteks dan frontal. Bentuk yang berat ditandai dengan

adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta

tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, belakang telinga, dan leher. Pada daerah

dahi batasnya sering cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi seluruh kepala

tertutup krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak sedap.1

7

Bentuk infantil pada dermatitis seboroik terjadi dari umur beberapa

minggu sampai umur 3 bulan. Sering terkonsentrasi pada vertex kulit kepala

(cradle cap) dengan gambaran skuama kuning kecoklatan berminyak yang

menyatu, namun Dapat juga menyebar ke seluruh kulit kepala dengan krusta yang

mengalir disertai eritem dan peradangan.3

Gambar 4: Dermatitis seboroik pada kulit kepala.3

2. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun bersifat kronik dan

residif, di tandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan disertai fenomena tetesan lilin,

auspitz dan kobner. Penyakit ini mengenai semua umur namun umumnya pada

dewasa dan pria lebih banyak dibandingkan wanita. Predileksi psoriasis adalah

kulit kepala, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah

lumbosacral. Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi

(plak) dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada

stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya

terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika,

8

serta transparan. Besar kelainan bervariasi, dapat lentikular, numular, atau plakat,

dapat berkonfluensi.1

Pada kulit kepala, psoriasis memberikan gambaran plak berbatas tegas

dengan skuama tebal yang melengket. Seringkali sangat gatal. Psoriasis pada kulit

kepala tidak menyebabkan kerontokan rambut. Psoriasis pada kulit kepala dapat

merupakan bagian dari psoriasis general atau hanya di kulit kepala saja.5

Gambar 5: Psoriasis vulgaris pada kulit kepala.5

3. Alopesia areata

Alopesia areata adalah kehilangan rambut secara terlokalisir dalam area

berbentuk lingkaran atau oval tanpa disertai peradangan yang tampak pada kulit.5

Etiologi alopesia areata sampai sekarang belum diketahui namun sering dihubungkan

dengan infeksi fokal, kelainan endokrin dan stres emosional. Gejala klinis terdapat

bercak dengan kerontokan rambut pada kulit kepala, alis, janggut dan bulu mata

berbentuk bulat atau lonjong. Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang terputus,

bila dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Sisa rambut terlihat seperti tanda seru

(exclamation mark), yaitu batang rambut yang ke arah pangkal makin halus, rambut

sekitarnya tampak normal tetapi mudah dicabut. Pada beberapa penderita kelainan

9

menjadi progresif dengan terbentuknya bercak baru sehingga terdapat alopesia totalis.

Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan rambut banyak dalam fase anagen, folikel

rambut terdapat berbagai ukuran, tetapi lebih kecil dan tidak matang, bulbus rambut

didalam dermis dan dikelilingi oleh infiltrasi limfosit.1

Gambar 6: Alopesia Areata. Kiri: Lesi tunggal. Kanan: Lesi multipel.3

10

BAB III

PENATALAKSANAAN

3.1. MEDIKAMENTOSA

3.1.1. TERAPI SISTEMIK

Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut.4 Gold standard

terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin.4 Obat baru

yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole,

ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.4, 9, 10

1. Griseofulvin

Merupakan turunan dari spesies jamur Penicillium. Griseofulvin sebagai

fungistatik dengan efek inhibitor RNA dan DNA jamur, menghambat sintesis

asam nukleat, microtubular assembly, dan merusak sintesis dinding sel. 4, 9, 10

Dosis griseofulvin adalah 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g

untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg per kg berat badan.1 Protokol standar

untuk orang yang berumur lebih dari 1 bulan yaitu 1 gram pada anak dengan

berat > 50 kg, atau 15-20 mg/kg berat badan sehari dalam dosis tunggal atau

terbagi selama 6-8 minggu jika berat badan < 50 kg.2 Griseofulvin diteruskan

2 minggu setelah sembuh klinis.1

Dari hasil penelitian didapatkan griseofulvin lebih efektif terhadap spesies

Microsporum dibandingkan Trichophyton, sehingga dosis lebih tinggi dan

durasi lebih lama (12-18 minggu) dibutuhkan pada infeksi Trichophyton.2

11

Efek samping muncul pada 20% kasus, sebagian besar yaitu gangguan

gastrointestinal (diare, mual, muntah), ruam pada kulit, dan sakit kepala.2 Obat

ini kontraindikasi pada wanita yang sedang mengalami kehamilan, dan pada

laki-laki diperingatkan untuk tidak memiliki anak selama 6 bulan setelah

pengobatan.2 Kontraindikasi lain dari penggunaan griseofulvin adalah pada

lupus eritematosus, porfiria, dan penyakit hati berat.2 Griseofulvin bersifat

fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.1 Untuk mempertinggi

absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan

yang banyak mengandung lemak.1

2. Terbinafin

Terbinafin adalah allylamine yang bekerja pada membran sel jamur dan

bersifat fungisidal terhadap semua spesies dermatofit, terutama kedua

Trichophyton spp dan Microsporum spp.2 Terbinafin bekerja dengan

menghambat biosintesis ergosterol yang dibutuhkan untuk integritas membran

dan pertumbuhan jamur.4, 9, 10

Dosis 62,5 mg-250 mg sehari tergantung pada berat badan1 atau dosis

dewasa adalah 250 mg sedangkan pada anak-anak digunakan berdasarkan

pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 – 40 kg (125 mg/ hari)

dan > 40 kg (250 mg/hari) dengan durasi pengobatan selama 2 - 4 minggu.2

Efek samping terbinafin ditemukan pada 10% penderita yaitu gangguan

gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri lambung, diare, konstipasi,

umumnya ringan. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan pengecapan,

persentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya

12

beberapa minggu dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat terjadi.

Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 – 7% kasus.1

3. Antijamur Golongan Azole

Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole, itrakonazole, dan

flukonazole.4 Obat-obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan

ergosterol dalam jamur dengan inhibitor sitokrom p450-dependent enzymes

yang merupakan komponen esensial dalam membran sel jamur.4, 9, 10

a. Ketokonazol

Ketokonazol mencapai kulit melalui ekskresi sebum dan kelenjar

ekrin, berikatan kuat dengan keratinosit dan dapat berikatan dengan

matriks seluler rambut.4 Dosis ketokonazol 3,3-6,6 mg per kg berat

badan2 atau 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari

setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi pada penderita

kelainan hepar.1

b. Itrakonazol

Itrakonazol memiliki aktivitas fungisidal dan fungistatik tergantung

konsentrasi obat pada jaringan, akan tetapi seperti obat golongan azol

lainnya, efek utamanya adalah fungistatik.2 Itrakonazol berikatan kuat

dengan keratinosit pada stratum basalis dan diekskresikan oleh

kelenjar sebasea hingga mencapai rambut. Itrakonazol juga dapat

masuk ke dalam folikel rambut. Ekskresi obat oleh kelenjar keringat

minimal.4

13

Dosis 50 – 100 mg sehari selama 4 minggu atau 5 mg per kg berat

badan 2 – 4 minggu memiliki efek setara dengan griseofulvin atatu

terbinafin.2, 4

c. Flukonazol

Flukonazol diberikan dengan dosis 3 – 5 mg per kg berat badan per

hari selama 2 – 4 minggu atau 8 mg per kg berat badan sekali

seminggu selama 4 – 8 minggu.4

3.1.2. TERAPI TOPIKAL

Walaupun sebagian kecil pasien dapat sembuh hanya dengan terapi

topikal, terapi topikal tidak direkomendasikan dalam pengobatan tinea kapitis.2

Akan tetapi obat topikal digunakan untuk menurunkan infeksi ke orang lain

dengan mengurangi pelepasan spora jamur.4 Shampo povidon-iodin, ketokonazol

2% dan selenium sulfid 1%2 digunakan selama 2 kali seminggu mengurangi

jumlah spora dan menurunkan infektivitas.4, 9, 10

3.2. NON MEDIKAMENTOSA

1. Edukasi

Edukasi pasien merupakan hal terpenting dalam eradikasi tinea

kapitis. Walaupun terdapat resiko potensial transmisi infeksi ke teman

sekolah, anak-anak dengan tinea kapitis yang mendapat terapi dapat

menghadiri sekolah. Memotong, mencukur rambut, atau memakai topi

selama pengobatan juga tidak diperlukan.2

14

2. Skrining Keluarga dan Kerabat Terdekat

Orang serumah dengan pasien tinea kapitis harus diskrining untuk

mencari adanya infeksi jamur yang tidak nampak secara klinis. Pembawa

jamur asimptomatik harus diterapi secara aktif menggunakan shampo dan

obat anti jamur oral karena dapat menjadi sumber infeksi secara terus-

menerus. Teman sekelas dan teman bermain juga harus dievaluasi untuk

mencari adanya infeksi tinea kapitis.2

3. Menghilangkan sumber penyebaran.

Spora jamur ditemukan pada sisir dan sikat rambut penderita.

Benda-benda tersebut harus disterilkan dengan desinfektan menggunakan

cairan pemutih atau larutan 2% aquades yang mengandung 16,5% garam

sodium hipoklorit.2

15

BAB IV

KESIMPULAN

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan infeksi pada folikel

rambut dan kulit kepala yang disebabkan oleh jamur dermatofita dari genus

Microsporum dan Trichophyton. Gejala tinea kapitis adalah rasa gatal dan nyeri

pada kepala. Kulit kepala tampak kemerahan, membengkak, dan mengelupas

disertai dengan kerontokan rambut. Bentuk tinea kapitis secara klinis antara lain

gray patch ringworm, black dot ringworm, dan kerion. Pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah penyinaran dengan

lampu Wood, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur. Pengobatan dapat diberikan

secara sistemik dengan griseofulvin maupun anti jamur lainnya seperti

ketokonazol, itrakonazol, dan terbinafin. Mencuci rambut dengan sampo yang

mengandung selenium sulfide merupakan pengobatan topikal yang mempercepat

penyembuhan. Pencegahan adalah dengan menjaga kebersihan diri melalui mandi

dan mencuci barang-barang pribadi secara rutin, serta tidak menggunakan sisir

dan alat cukur secara bersama-sama.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U. Mikosis In: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 92-

99, 189-201, 304-305

2. Fuller LC, Barton RC, Mustapa MFM, Proudfoot LE, Punjabi SP, Higgins

EM. British Association of Dermatologists’ guidelines for the

management of tinea capitis 2014. British Journal of Dermatology 2014.

p. 454-463.

3. Schieke SM, Garg A. Superficial Fungal Infection. In: Goldsmith LA,

Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8 ed. New York: Mc

Graw Hill; 2012. p. 2277-2286, 2293-2295.

4. Dayel MA, Bukhari I. Tinea Capitis. The Gulf Journal of Dermatology

and Venereology 2004;11(1). p. 23-30.

5. William D. James, T.G.B., Dirk M. Elston, Andrews' Diseases of the Skin

Clinical Dermatology, W. Daniel, Editor 2010, Saunders Elsevier: United

Kingdom. p. 287-290.

6. Tony Burns, S.B., Rook's Textbook of Dermatology, C.G. Neil Cox, Editor

2010, A John Wiley & Sons, Ltd., Publication: United Kingdom. p. 36.25-

36.28.

7. Jean L Bolognia, J.L.J., Ronald P Rapini, Bolognia Dermatology, S.J.S.

Jeffry P Callen, Mary Seabury Stone, Editor 2008, Elseveir. p. 1141-1143.

17

8. Pietro N, Constanze K, Jörg S, Gabriele GH, Rudolf SB, Hans JT.

Mycology – an update Part 2: Dermatomycoses: Clinical picture and

diagnostics. Journal der Deutschen Dermatologischen Gesellschaft

2014:12(9). p. 759-762.

9. Brent DM, James Q. Tinea Capitis in Infants Recognition, Evaluation, and

Management Suggestions. Journal of Clinical Aesthetic Dermatology

2014:5(2). p. 49-59.

10. Jordaan HF. The diagnosis and management of Tinea Capitis. SA

Pharmaceutical Journal 2006. p. 8-11.

18


Recommended