PRESENTASI KASUS BESAR
POLA DEMOGRAFI KUNJUNGAN PASIEN KLINIK PARU
RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
TAHUN 2012
Pembimbing :
dr. Indah Rahmawati, Sp. P
Disusun oleh :
Chyntia Putriasni Kurnia G1A212118
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
2
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS BESAR
POLA DEMOGRAFI KUNJUNGAN PASIEN KLINIK PARU
RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
TAHUN 2012
Diajukan untuk memenuhi syarat
mengikuti Ujian di bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal Juni 2013
Disusun oleh :
Chyntia Putriasni Kurnia G1A212118
Purwokerto, Juni 2013
Pembimbing,
dr. Indah R., Sp. P
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kemajuan teknologi pada era globalisasi saat ini semakin berkembang
diikuti dengan penyakit yang diderita dikarenakan banyak faktor antara lain
dipengaruhi oleh gaya hidup kurang sehat yang menyebabkan sekarang ini
umur harapan hidup semakin rendah. Pencemaran udara juga semakin
meningkat salah satunya karena adanya pemanasan global sehingga
menimbulkan polusi udara.1 Paru atau pulmo adalah organ pada sistem
pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah
(sirkulasi) yang berfungsi untuk menukar oksigen dari udara dengan karbon
dioksida dari darah. Kerusakan organ ini oleh adanya polusi udara akan
menyebabkan fungsi respirasi dan sirkulasi terganggu sehingga menyebabkan
berbagai macam penyakit paru.2
Indonesia memiliki penyakit penapasan yang menduduki peringkat 10
besar penyebab kesakitan dan kematian terbanyak. Variasi penyakit paru di
Indonesia meliputi infeksi pernapasan akut, bronkitis kronik, Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK), asma, emfisema, sampai kanker paru. Penyebab
kematian di Indonesia peringkat kedua adalah pneumonia, ketiga TBC, dan
keempat PPOK. Ketiga penyebab terakhir adalah penyakit paru semua
sehingga penyakit paru akan menggeser masalah kardiovaskuler.3
Faktor resiko penyakit paru yang dipengaruhi oleh gaya hidup kurang
sehat antara lain perokok aktif atau pasif, usia, bekerja ditempat yang memiliki
tingkat polusi udara tinggi seperti di pabrik, pom bensin, lingkungan rumah
dan sekitar yang berada di pinggir jalan padat kendaraan, lingkungan kotor.
Prevalensi perokok merupakan faktor resiko cukup tinggi di dunia yaitu tahun
2003, di Inggris populasi dewasa diperkirakan merokok sebanyak 12,5 juta
orang, dimana 27% pada laki-laki dan 24% pada wanita.3 Amerika Serikat
melaporkan prevalensi merokok 26,4% pada laki-laki dan 2% pada wanita.
Prevalensi perokok di dunia tahun 2008 mencapai 1,3 milyar orang atau
mencapai 19,4%.1
4
Menurut WHO, 80% perokok di dunia berdomisili di negara-negara
berkembang. Terdapat lebih dari 50 juta orang di Indonesia yang
membelanjakan uangnya untuk membeli rokok. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kemampuan
ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara-negara berkembang
yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan menyediakan makanan
bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh pelayanan kesehatan.
Presentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun
adalah 23,7% dan di Jawa Tengah sekitar 24,3%.3
Penyebab utama kematian yang berhubungan dengan rokok adalah
kanker, penyakit kardiovaskuler dan penyakit paru seperti bronkitis, asma, TB,
empisema/PPOK dan pneumonia. Perokok aktif maupun pasif prevalensi
terkena penyakit paru hampir sama karena rokok yang mengandung zat nikotin
dan zat berbahaya lainnya yang dapat merusak paru sehingga fungsi pernafasan
terganggu.1,3
Berikut ini akan dijelaskan penyakit paru yang prevalensinya tinggi di
Indonesia. Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang memiliki
tingkat insidensi yang tinggi di dunia. Menurut World Health Organization
(WHO) kejadian kanker paru tahun 2008 sekitar 13% (1,6 juta) dari total kasus
keganasan dan menyebabkan kematian pada 18% (1,4 juta) orang. Pneumonia
adalah penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi virus ataupun bakteri.
Pneumonia masih menjadi masalah yang umum dan menjadi penyakit yang
sampai saat ini juga menjadi masalah kesehatan di dunia.4 World Health
organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat
pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2 juta,
dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama
Afrika dan Asia Tenggara. Menurut WHO proporsi kematian balita akibat
pneumonia lebih dari 20 % (di Indonesia 30 %) angka kematian pneumonia
balita di atas 4 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia diperkirakan masih
diatas 4 per 1000 kelahiran hidup).4
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
5
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchial
membentuk kesatuan yang disebut PPOK.3 Jumlah penderita PPOK di daerah
Asia-Pasifik mencapai jumlah 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi 6,3
%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi
5,6%.3
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat jga mengenai organ tubuh lainnya. Hasil survey terbaru tahun
2008, terdapat 9,4 juta pasien TB dan 1,3 juta kematian akibat TB diseluruh
dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat,
tahun 2008 jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-5 terbanyak di dunia
setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Total kasus TB di Indonesia
sekitar 429.682 dengan estimasi 189 per 100.000 penduduk.5
Asma adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan
kepekaan bronkus terhadap berbagai rangsangan sehingga menyebabkan
penyempitan saluran pernapasan yang luas, reversibel dan spontan. Menurut
WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang
Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di
Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan
2–5 % penduduk Indonesia menderita asma.6
Berdasarkan data yang telah diuraikan sebelumnya mengenai penyakit
paru yang prevalensinya paling banyak di Indonesia, peneliti ingin mengetahui
pola demografi kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo
pada tahun 2012 melihat karakteristik perbulannya yaitu dari diagnosis utama,
jenis kelamin, usia dan tempat tinggal.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pola demografi karakteristik kunjungan pasien klinik
paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2012?
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola demografi kunjungan
pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun
2012.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai pola demografi
kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada
tahun 2012.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.5
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulomatosa kronis menular
dimana biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis
perkijuan.7
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis.
Mikobakterium adalah organisme berbentuk batang langsing, tidak
berspora, tidak berkapsul, dan non motil yang tahan asam (yaitu
mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl-
Neelsen dan kemudian sulit didekolorisasi).7
Bakteri M. tuberculosis (MTB) adalah aerob obligat, oleh karena
itu, kompleks MTB sering ditemukan di lobus paru bagian atas. Laju
pertumbuhan bakteri ini cukup lambat, sekitar 15-20 jam, dengan bentuk
saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,berkembang baik pada suhu 22-23
derajat C. 7
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Gejala klinis dibagi menjadi gejala lokal sesuai organ
yang terlibat dan gejala sistemik. Gejala respiratorik adalah batuk ≥ 2
minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala
sistemiknya adalah demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan turun. Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran
yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan. 7
8
Penegakan Diagnosis
Menurut WHO, kriteria pasien tuberculosis paru adalah:
1. Pasien dengan sputum BTA positif :
a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan atau,
b. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang
sesuai dengan gambaran TB aktif atau
c. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakkan yang positif.
2. Pasien dengan sputum BTA negatif :
a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran
radiologis sesuai dengan TB aktif atau
b. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakkannya positif.
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika
disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia
lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, yang
berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier. Prognosis akan baik jika
minum obat dengan teratur selama 6 bulan sampai pengobatan selesai.
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama telah
mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi
keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat, dan adanya infeksi lain
seperti morbili, pertusis, diare yang berulang, dan lain-lain.
Penyakit TB paru apabila tidak diatasi dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasinya di bagi, sebagai berikut7:
a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, laringitis, usus, Poncet’s
arthropathy
b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT / fibrosis
paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB
9
B. PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dikenal dengan
COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) adalah penyakit yang
dapat dicegah dan diobati, biasanya ditandai dengan hambatan aliran udara
napas yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi
kronik di saluran napas dan paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap
derajat berat penyakit. Progresif artinya penyakit ini berlangsung seumur
hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Gejala
utama PPOK adalah sesak napas, batuk kronis atau produksi dahak dan
riwayat terpapar dengan faktor resiko.2,7
Gambaran khas PPOK adalah adanya obstruksi saluran napas yang
disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil dan destruksi alveoli.
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, tanpa gejala, gejala ringan
hingga gejala berat. Gejala dapat tidak tampak sampai 10 tahun sejak awal
merokok. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan sampai kelainan
jelas, berupa tanda obstruksi dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan faal paru merupakan kriteria dari diagnosis PPOK.7
Etiologi PPOK dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat
pada penderita seperti merokok, polusi udara, infeksi paru berulang, usia
dan jenis kelamin, ras, genetik dan defisiensi alfa-1 antitripsin. Obstruksi
saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel
goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.3
Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan3:
1) Pada umumnya berusia pertengahan tahun ke atas
2) Keluhan berupa sesak nafas disertai batuk berdahak maupun tidak
berdahak
3) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
10
4) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernafasan
5) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
6) Riwayat penyakit emfisema
7) Terdapat faktor predisposisi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan auskultasi sering kali tidak di dapatkan kelainan
yang jelas terutama pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat
hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan berat
sering terlihat perubahan pernafasan atau perubahan anatomi thorax3.
1. Inspeksi :
a) Bentuk dada barrel chest
b) Terdapat cara bernafas purse lips breathing (seperti orang
meniup)
c) Terlihat penggunan dan hipertrofi otot pernafasan
d) Pelebaran sela iga
2. Perkusi :
Hipersonor, batas jantung mengecil, diafragma rendah
3. Palpasi :
Fremitus melemah
4. Auskultasi :
a) Suara nafas vesikuler
b) Ekspirasi memanjang
c) Mengi
d) Ronki
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah:
1. Faal paru
a. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
11
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%
b. Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15
- 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
-Normal
-Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
4. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan
12
5. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran nafas berulng
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK
di Indonesia.
Gold standar pada penegakkan diagnosis PPOK adalah
pemeriksaan faal paru yaitu FEV1 dan rasio FEV1/FVC.8 Prognosis
penyakit ini bervariasi, bila pasien tidak menghindari faktor resiko seperti
merokok dan polusi udara, penurunan fungsi paru akan lebih cepat
daripada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen jangka panjang
merupakan satu-satunya terapi yang terbukti dapat memperbaiki angka
harapan hidup. Komplikasi PPOK adalah gagal nafas dan dapat terjadi
infeksi berulang.7
C. Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam dan dini hari. Episodik berhubungan dengan obstruksi
jalan nafas yang luas, bervariasi dan sering bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan.8
Faktor resiko asma meliputi faktor penjamu dan faktor lingkungan
diantaranya adalah 9:
a. Faktor penjamu
1) Genetik
2) Alergi (atopik)
3) Hiperaktiviti bronkus
4) Jenis kelamin
13
5) Ras
b. Faktor lingkungan
1) Alergen
2) Sensitisasi lingkungan kerja
3) Asap rokok
4) Polusi udara
5) Infeksi pernafasan (virus)
6) Diet
7) Status sosioekonomi
Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang episodik:
1) Batuk
2) Sesak nafas
3) Mengi
4) Rasa berat di dada
5) Gejala memberat berkaitan dengan cuaca
`Riwayat penyakit/ gejala
- Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan
- Gejala memburuk/ timbul terutama malam hari/ dini hari
- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
- Respons terhadap pemberian bronkodilator
- Riwayat alergi
b. Pemeriksaan fisik
1) Gejala saat serangan
- Khas pada auskultasi yaitu didapatkan suara tambahan berupa
wheezing
- Nafas dengan menggunakan otot bantu nafas
- Nafas cuping hidung
- Sianosis
- Gelisah
- Sukar bicara
14
- Takikardi
- Hiperinflasi
c. Pemeriksaan penunjang
1) Faal paru
- Spirometri
a) Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 80% nilai
prediksi
b) Volume ekspirasi paksa detik pertama dibagi dengan kapasitas
vital paksa (KVP) < 75%
- Arus puncak ekspirasi (APE)
2) Uji provokasi bronkus
3) Pengukuran status alergi
a) Skin test
b) Tes serologi IgE
Gambar 2. Klasifikasi Asma
15
Prognosis asma dapat ditentukan berdasarkan faktor-faktor diantaranya8,9:
a. Usia pertama timbulnya gejala
b. Riwayat alergi/ atopik pada keluarga
c. Keadaan lingkungan rumah maupun lingkungan kerja
d. Kewaspadaan menghindari faktor pencetus
e. Penyakit penyerta
f. Frekuensi munculnya serangan
D. Kanker Paru
Kanker paru adalah penyebab utama kematian akibat keganasan,
terbanyak pada kelompok laki-laki dan cenderung meningkat insidensnya
pada perempuan, lebih dari satu juta orang meninggal akibat kanker paru
pertahunnya. Insiden kanker paru meningkat disebabkan tingginya angka
merokok pada masyarakat yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Perokok pasif merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kanker
paru. Buruknya prognosis kanker paru disebabkan keterlambatan
diagnosis, pada saat datang ke dokter sudah berada pada stadium lanjut
dan proses metastasis dapat terjadi sebelum diagnosis kanker primer
ditegakkan.10
Menurut World Health Organization (WHO) terdapat sekitar 1,2
juta kasus baru setiap tahun dan merupakan 17,8% penyebab kematian
karena kanker. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun
2006 terdapat 174.470 (12%) kasus baru kanker paru. Data epidemiologi
kanker paru di Indonesia masih belum ada sedangkan di Rumah Sakit
Persahabatan pada tahun 2003 sekitar 213 kasus, tahun 2004 sekitar 220
kasus, tahun 2005 sekitar 140 kasus, tahun 2006 sekitar 218 kasus dan
tahun 2007 sekitar 282 kasus.10
Sejak ditemukan bronkoskop fleksibel pada tahun 1966 sampai
berkembang seperti sekarang ini, bronkoskopi tidak hanya berperan untuk
menentukan staging tetapi juga pengambilan bahan untuk pemeriksaan
patologi anatomi dengan berbagai cara sehingga terapi dapat diberikan.
Percabangan saluran napas dapat dilihat dengan bronkoskopi apakah
16
terdapat massa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas seperti
berbenjol-benjol, hiperemis, stenosis infiltratif dan mudah berdarah. Bahan
pemeriksaan sitologi atau histopatologi dapat diperoleh dengan tindakan
bronkoskopi seperti sikatan, bilasan, bronchoalveolar lavage (BAL),
biopsi forsep dan transbronchial needle aspiration (TBNA). Bahan ini
yang telah didapatkan selanjutnya dikirim ke laboratorium patologik
anatomik untuk memastikan ada tidaknya sel ganas.10
Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menemukan jenis
histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya
diperlukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan. Keluhan dan gejala
penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan
menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada jenis penyakit paru
lainnya. Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang
terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah
memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis
ketika penyakit ini telah berada pada stadium lanjut. Kesadaran
masyarakat tentang penyakit ini sangat diperlukan disertai meningkatnya
pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini
seharusnya dapat dilakukan.11,12
Anamnesis untuk penegakkan kanker paru didapatkan keluhan
utana dapat berupa batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih atau
dapat juga purulen), batuk darah, sesak nafas, suara serak, sakit dada, sulit
atau sakit menelan, benjolan dipangkal leher, sembab muka dan leher,
kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi
hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan
keluhan yang tidak khas seperti berat badan berkurang, nafsu makan
hilang, semam hilang timbul, sindrom paraneoplastik seperti Hypertrophic
Pulmonary Osteoartheopath, trombosis vena perifer dan neuropatia.12
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan
penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer
17
dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem
TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu foto toraks PA/lateral, bila
mungkin CT-scan toraks, bone scan, bone survey, USG abdomen dan
Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan
metastasis.12
Metastasis ke otak adalah penyebaran sel-sel kanker primer ke otak
melalui pembuluh darah dan atau kelenjar limfe. Otak sebagai lokasi
tersering metastasis dari kanker paru. Metastasis ke otak lebih banyak
terjadi (8-11 dari 100.000) dibandingkan dengan kanker primer di otak (6
dari 100.000). Frekuensi metastasis ke otak dari kanker paru kelompok
bukan sel kecil (KPKBSK) sebesar 36% dan kanker paru kelompok sel
kecil (KPKSK) sebesar 56%. Metastasis ke otak banyak terjadi pada umur
di atas 40 tahun, hal ini berjalan paralel dengan kanker primernya. Gejala
klinis neurologis dapat terjadi pada sebagian dua pertiga pasien
(simtomatik) tetapi sepertiga kasus dapat terjadi tanpa gejala
(asimtomatik). Buku pedoman diagnostik dan penatalaksanaan kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil PDPI/POI menuliskan CT Scan otak
dilakukan bila ada gejala. Magnetic resonance imaging (MRI),
computerized tomography (CT), positron emission tomography (PET)
sebagai alat bantu untuk diagnosis dan deteksi lesi metastasis di otak.
Terapi paliatif dengan multimodaliti digunakan untuk pasien kanker paru
metastasis ke otak.13
E. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut biasanya
disebabkan oleh infeksi. Penyebab pneumonia dapat bermacam-macam
dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,
mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit
ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah
muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis. 14
Keadaan sehat di paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
18
pertahanan paru. Bakteri yang terdapat di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan
lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya sakit. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas
dan paru dapat berbagai cara, seperti inhalasi langsung dari udara, aspirasi
dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring, perluasan langsung
dari tempat-tempat lain dan penyebaran secara hematogen. 14
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1000 orang dewasa; 15-45% erlu
dirawat di rumah sakit (1-4 kasus) dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi
paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-
12% pada pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU.
Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan
di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi,
yaitu sekitar 30-40%. Indonesia memiliki insidensi penyakit ini cukup
tinggi sekitr 5-35% dengan kematian mencapai 20-50%.14
Klasifikasi Pneumonia
1. Pnemonia yang didapat dari komunitas (community acquired
pneumonia, CAP) adalah pneumonia yang didapatkan di masyarakat
yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi yang
terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang
belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.
2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia
yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit.
Jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1%
dari penderita yang dirawat di rumah sakit terkena pneumonia selama
dalam perawatannya. Penderita yang dirawat di ICU lebih dari 60%
akan menderita pneumonia.
3. Pneumonia aspirasi/anaerob adalah infeksi oleh bakteroid dan
organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan
lambung. Jenis pneumonia seperti ini didapatkan pada pasien dengan
19
status mental terdepresi. Maupun pasien dengan gangguan refleks
menelan.
4. Pneumonia oportunistik adalah pasien dengan penekanan sistem imun
(misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh
virus, jamur dan mikobakteri selain organisme bakteria lain.
5. Pneumonia rekuren adalah disebabkan organisme aerob dan anaerob
yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis.
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko
pneumonia yaitu usia > 65 tahun dan usia < 5 tahun, penyakit kronik
(ginjal dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan,
HIV), ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus
yang baru terjadi misalnya influenza, malnutrisi, ventilasi mekanik,
pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan. 14
Keluhan utama pada pasien pneumonia yaitu sesak nafas,
peningkatan suhu tubuh dapat mencapai 40oC, dan batuk yang biasanya
timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang
biasanya tersedia di pasaran. Batuk dapat berkembang menjadi batuk
produktif dengan mukus purulen kekuninga-kuningan, kehijau-hijauan dan
seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam
tinggi dan menggigil. Keluhan lain seperti nyeri dada, sesak nafas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.14
Tujuan menegakkan diagnosis adalah untuk mengidentifikasi
komplikasi, menilai keparahan dan menentukan klasifikasi untuk
membantu memilih antibiotik. Diagnosis pneumonia didasarkan klinis,
sedangkan pemeriksaan foto polos dada untuk menunjang diagnosis dan
untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat.14
20
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Kunjungan klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 11.515 orang yang
didapatkan dari rekam medik RSMS. Didapatkan hasil kunjungan perbulan
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Total Kunjungan Klinik Paru 2012
Bulan Total Kunjungan per bulan
Januari 909
Febuari 907
Maret 1032
April 956
Mei 1066
Juni 1001
Juli 994
Agustus 922
September 1029
Oktober 930
November 856
Desember 913
Total 11.515
(Dikutip dari rekam medik RSMS)
21
Penyakit paru paling banyak angka kejadiannya yang menjadi fokus
pemerintah karena faktor resiko yang tinggi di Indonesia dapat dilihat pada
tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kunjungan Klinik Paru Berdasarkan Diagnosis
Bulan Total ASMA Pneumonia PPOK Ca Paru TB Paru lain-lain
Januari 909 66 35 252 1 57 498
Febuari 907 71 40 257 0 65 474
Maret 1032 57 30 254 4 90 597
April 956 61 32 262 3 81 517
Mei 1066 59 22 313 2 66 604
Juni 1001 67 34 283 2 73 542
Juli 994 79 29 230 4 57 595
Agustus 922 89 23 269 4 53 484
Septembe
r 1029 80 34 314 1 55 545
Oktober 930 88 23 281 6 76 456
November 856 89 20 290 11 47 399
Desember 913 93 35 280 15 48 442
Total 11515 899 357 3285 53 768 6153
(Dikutip dari rekam medik RSMS)
22
Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Jenis
Kelamin Laki-laki 19 19 16 21 17 26 28 29 26 28 30 32
Perempuan 47 52 41 40 42 41 51 60 54 60 59 61
Asal
Daerah Banyumas 63 69 55 60 57 66 74 76 73 78 82 87
Luar
Banyumas 3 2 2 1 2 1 5 13 7 10 7 9
Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12-25 tahun 16 14 8 10 10 14 12 8 14 9 12 8
26-45 tahun 15 2 19 15 17 15 18 27 27 25 24 24
46-65 tahun 35 34 27 36 30 37 46 52 37 53 52 60
>65 tahun 0 1 3 0 2 0 3 2 2 1 1 1
Total 66 71 57 61 59 67 79 89 80 88 89 93
Kunjungan klinik paru RSMS dapat dilihat dari karakteristik demografi perbulannya berdasarkan jenis kelamin, asal daerah dan usia.
Faktor resiko beberapa penyakit dapat dilihat berdasarkan karateristik tersebut sehingga yang akan diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Kunjungan asma tahun 2012
(Dikutip dari rekam medik RSMS)
23
Januar
i
Febuar
i
Mare
t
Apri
l
Me
i Juni Juli
Agustu
s
Septembe
r
Oktobe
r
Novembe
r
Desembe
r
Jenis
Kelamin Laki-laki 19 21 10 14 17 13 17 15 19 11 13 20
Perempuan 16 19 20 18 5 21 12 8 15 12 7 15
Asal
Daerah Banyumas 35 39 29 30 20 27 20 19 26 17 11 30
Luar
Banyumas 0 1 1 2 2 7 9 4 8 6 9 5
Usia 0-11 tahun 0 2 1 3 1 6 2 1 3 1 5 1
12-25 tahun 3 0 2 1 3 4 0 2 4 1 1 2
26-45 tahun 10 17 10 6 5 3 6 6 5 8 2 8
46-65 tahun 11 11 10 10 12 15 17 10 13 7 7 16
>65 tahun 11 10 7 4 1 5 4 4 9 6 5 8
Total 35 40 30 32 22 34 29 23 34 23 20 35
Tabel 3.4. Pneumonia tahun 2012
(Dikutip dari rekam medik RSMS)
24
25
Januar
i
Febuar
i
Mare
t
Apri
l
Me
i
Jun
i Juli
Agustu
s
Septembe
r
Oktobe
r
Novembe
r
Desembe
r
Jenis
Kelamin Laki-laki 0 0 2 2 1 1 3 2 0 6 11 9
Perempuan 1 0 2 1 1 1 1 2 1 0 0 6
Asal
Daerah Banyumas 1 0 3 3 2 2 3 4 1 5 9 14
Luar
Banyumas 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 2 1
Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12-25 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26-45 tahun 0 0 2 1 0 2 1 1 0 0 0 1
46-65 tahun 1 0 1 1 1 0 2 2 1 6 9 10
>65 tahun 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 2 4
Total 1 0 4 3 2 2 4 4 1 6 11 15
Tabel 3.5. Kunjungan Ca Paru tahun 2012
(Dikutip dari rekam medik RSMS)
26
Januar
i
Febuar
i
Mare
t
Apri
l Mei
Jun
i Juli
Agustu
s
Septembe
r
Oktobe
r
Novembe
r
Desembe
r
Jenis
Kelamin Laki-laki 162 161 155 176 214 194 131 173 198 181 214 194
Perempuan 90 96 99 86 99 89 99 96 116 100 76 86
Asal
Daerah Banyumas 247 251 248 252 298 271 221 260 306 275 273 257
Luar
Banyumas 5 6 6 10 15 12 9 9 8 6 17 23
Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12-25 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
26-45 tahun 4 8 0 4 10 2 1 2 4 5 5 2
46-65 tahun 108 134 134 148 153 141 138 127 167 129 137 140
>65 tahun 140 115 120 110 150 140 91 140 143 146 148 138
Total 252 257 254 262 313 283 230 269 314 281 290 280
Tabel 3.6. Kunjungan PPOK tahun 2012
(Dikutip dari rekam medik RSMS)
27
Januar
i
Febuar
i
Mare
t
Apri
l
Me
i Juni
Jul
i
Agustu
s
Septembe
r
Oktobe
r
Novembe
r
Desembe
r
Jenis
Kelami
n Laki-laki 27 36 40 27 41 51 24 22 27 41 25 18
Perempuan 30 29 50 39 40 22 33 31 28 35 22 30
Asal
Daerah Banyumas 18 41 66 48 64 61 42 39 36 52 33 37
Luar Banyumas 39 24 24 33 2 12 15 14 19 24 14 11
Usia 0-11 tahun 3 1 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0
12-25 tahun 10 11 17 13 10 12 17 6 2 2 1 2
26-45 tahun 32 41 52 45 38 41 32 43 46 54 38 37
46-65 tahun 10 10 15 21 16 17 5 3 7 18 6 7
>65 tahun 2 2 4 2 2 3 1 1 0 2 2 2
Total 57 65 90 81 66 73 57 53 55 76 47 48
Tabel 3.7. Kunjungan TB Paru tahun 2012
(Dikutip dari rekam medik RSMS)
28
B. Pembahasan
Penyakit pernapasan di Indonesia memiliki peringkat 10 besar penyebab
kesakitan dan kematian terbanyak. Variasi penyakit paru di Indonesia meliputi
infeksi pernapasan akut, bronkitis kronik, Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK), asma, emfisema, sampai kanker paru. Penyebab kematian di
Indonesia peringkat kedua adalah pneumonia, ketiga TBC, dan keempat PPOK.
Ketiga penyebab terakhir adalah penyakit paru semua sehingga penyakit paru
akan menggeser masalah kardiovaskuler.
Kunjungan klinik paru di RSMS tahun 2012 adalah 11.515 orang dengan
berbagai macam penyakit paru yang ditemukan terutama asma, PPOK,
pneumonia, kanker paru, TB paru dan lain-lain. Didapatkan asma sebanyak 89
orang, pneumonia sebanyak 357 orang, PPOK sebanyak 3285 orang, kanker
paru sebanyak 53 orang, TB paru sebanyak 768 dan lain-lain sebanyak. Jumlah
tersebut dilihat didapatkan PPOK paling banyak dari penyakit paru lainnya.
PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, biasanya ditandai
dengan hambatan aliran udara napas yang biasanya progresif dan berhubungan
dengan respon inflamasi kronik di saluran napas dan paru terhadap partikel
atau gas yang beracun/berbahaya.
Faktor resiko PPOK adalah merokok, polusi udara, infeksi paru berulang,
usia dan jenis kelamin, ras, genetik dan defisiensi alfa-1 antitripsin. Rokok
adalah faktor resiko paling banyak yang dapat menyebabkan PPOK dengan
presentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun
adalah 23,7% dan di Jawa Tengah sekitar 24,3%.2 Prevalensi perokok
merupakan faktor resiko cukup tinggi di dunia yaitu tahun 2003, di Inggris
populasi dewasa diperkirakan merokok sebanyak 12,5 juta orang, dimana 27%
pada laki-laki dan 24% pada wanita.1
Amerika Serikat melaporkan prevalensi merokok 26,4% pada laki-laki
dan 2% pada wanita. Hasil yang didapatkan pada klinik paru RSMS tahun
2012 penyakit PPOK berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki sebanyak
2.153 orang dan perempuan sebanyak 1.132 orang. Berdasarkan hasil tersebut
didapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan sesuai dengan
penelitian yang lain apabila melihat dari faktor resiko merokok yang paling
29
banyak laki-laki.1 Berdasarkan kategori usia didapatkan jumlah paling tinggi
pada usia 46-65 tahun sebanyak 1656 orang dan tidak jauh berbeda pada usia
>65 tahun sebanyak 1581 orang. Usia tersebut ada pada usia lansia dan manula
dapat dikarenakan perilaku merokok, selain itu juga karena terjadi penurunan
fungsi paru dan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding paru.
Kanker paru adalah salah satu penyakit yang sangat kuat berhubungan
dengan rokok dan jumlah kunjungan klinik paru RSMS tahun 2012 sebanyak
53 orang dengan laki-laki 37 orang dan perempuan 16 orang. Usia paling
banyak adalah usia 46-65 tahun (lansia) yaitu 34 orang. Menurut World Health
Organization (WHO) kejadian kanker paru tahun 2008 sekitar 13% (1,6 juta)
dari total kasus keganasan dan menyebabkan kematian pada 18% (1,4 juta)
orang. Penelitian oleh Maninino, et al mendapat resiko 3,6 kali pada bekas
perokok dan 8,4 kali pada perokok dan tingginya resiko juga berhubungan
dengan beratnya merokok.13
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Kunjungan pasien asma di klinik paru RSMS tahun
2012 adalah 899 orang dengan laki-laki 291 orang dan perempuan 608 orang.
Usia 12-25 tahun sebanyak 135 orang, usia 26-45 tahun sebanyak 228 orang,
usia 46-65 tahun sebanyak 499 orang yang merupakan paling banyak dan usia
>65 tahun sebanyak 16 orang. Asma merupakan penyakit penyebab 5 besar
kematian di dunia dan penderita asma pada tahun 2010 sebanyak 300 juta
(17,4%). Penyakit asma ini harus dikontrol dengan baik, apabila tidak dikontrol
dengan baik maka angka kejadian asma diperkirakan akan meningkat samapai
400 juta pasien pada tahun 2025.15 Di Indonesia pada tahun 2007 penderita
asma mencapai 5000 orang dan penderita asma yang tidak terkontrol ada
sekitar 64% dari 400 pasien yang menderita asma. Penderita asma di Indonesia
pada tahun 2011 adalah sebanyak 12 juta orang.
Peningkatan prevalensi penderita asma disebabkan oleh adanya polusi
udara (industri, kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dll), gaya hidup
(obesitas, alergen dalam rumah seperti tungau, debu, bulu hewan dan alergen
luar rumah seperti rokok, serbuk sari dan spora jamur) dan kurangnya
30
pengetahuan keluarga mengenai kondisi penyakit dan pengobatan pasien asma
tersebut.15
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut biasanya
disebabkan oleh infeksi. Kunjungan pasien pneumonia di klinik paru RSMS
tahun 2012 adalah 352 orang dengan laki-laki 189 orang dan perempuan 168
orang. Usia 12-25 tahun sebanyak 23 orang, usia 26-45 tahun sebanyak 86
orang, usia 46-65 tahun sebanyak 139 orang yang merupakan paling banyak
dan usia >65 tahun sebanyak 74 orang. Hasil SDKI pada tahun 2001
menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia paling tinggi terjadi pada anak usia
1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar
31%.Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena
pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%.14
Ketidakseimbangan antara faktor penjamu, agen dan lingkungan dapat
menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam
empat determinan kesehatan, seperti faktor biologis, lingkungan, perilaku, dan
faktor pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya
suatu penyakit dalam masyarakat. Jika dilihat dari empat determinan tersebut,
maka faktor resiko yang paling berpengaruh pada kasus ini adalah faktor
ekstrinsik berupa lingkungan rumah pasien dan perilaku orang tua sehari-hari
dan perilakunya dalam mencari pengobatan. Aspek perilaku untuk hidup bersih
dan sehat sering menjadi penyebab suatu penyakit menjadi berulang dan
menjadi salah satu faktor yang sulit untuk diubah. Oleh karena itu upaya untuk
mencegah dan mengurangi kejadian pneumonia perlu ditinjau dari berbagai
aspek yang sesungguhnya saling berkaitan. 14
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Myobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
myobacterium tuberkulosis sisteik sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak diparu-paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer. Pada tahun 1995, World Health Organization (WHO)
memperkirakan setiap tahun akan terdapat sekitar sembilan juta penderita baru
TB paru dengan kematian sekitar tiga juta orang. Setiap penderita jika tidak
31
diobati, diperkirakan dalam setahun dapat menularkan penyakit tersebut
kepada 15 orang.16
Kunjungan pasien TB paru di klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 768
orang dengan laki-laki 379 orang dan perempuan 389 orang. Usia 0-11 tahun
sebanyak 8 orang, usia 12-25 tahun sebanyak 103 orang, usia 26-45 tahun
paling banyak yaitu sebanyak 499 orang, usia 46-65 tahun sebanyak 135 orang
dan usia >65 tahun sebanyak 23 orang. Di Indonesia berdasarkan beberapa
penelitian diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok usia 15-50
tahun. Di benua Afrika penderita TB paling banyak pada laki-laki dan hampir
dua kali lipat jumlahnya dibandingkan pada perempuan dan berbeda dengan di
RSMS tahun 2012 didapatkan tidak jauh berbeda antara laki-laki dan
perempuan.
Banyak faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi TB pada
seseorang dan dapat menggunakan teori Blum yang sangat terkenal dikalangan
ahli kesehatan masyarakat yaitu kesehatan sebagai kesehatan individu maupun
sebagai kesehatan masyarakat, merupakan interaksi harmonis antara beberapa
faktor; yaitu lingkungan, gaya/perilaku, keturunan/karakteristik dan pelayanan
kesehatan. Faktor lingkungan adalah faktor yang paling besar, lalu faktor gaya
hidup seperti sikap dan perilaku terhadap kesehatan, faktor lainnya yaitu
keturunan dan layanan kesehatan. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi
yaitu dengan lingkungan yang lebih besar yaitu populasi yang ada, sistem
budaya, sumber daya alam, keseimbangan ekologi dan kemanusiaan.16
Faktor resiko terjadinya infeksi TB berdasarkan penelitian Retnaningsih
et al,18 adalah tingkat pendidikan penderita dan kepadatan rumah sedangkan
faktor konfoundingnya adalah status gizi dan perilaku periksa TB. Faktor
resiko dari tingkat pendidikan adalah orang yang tingkat pendidikannya rendah
akan mempunyai resiko terjadinya infeksi TB sebesar 2,7 kali lebih tinggi
dibandingkan orang yang tingkat pendidikannya tinggi dengan melihat dari
status gizi, kepadatan rumah dan perilaku periksa TB.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Sajinadiyasa, I., Bagiada, I., Ngurah R. Prevalensi dan Risiko Merokok
terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 11; 2010.
2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Ed. Ke-6. Jakarta:
EGC, 2011:418-20, 447-56.
3. PDPI. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
PDPI pusat; 2011.
4. Haryati., Bakhriansyah, M., Kartika S. Profil Penderita Kanker Paru Primer di
Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Tahun 2006-2011.
5. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007;
3-4
6. Menkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
7. Kumar, Vinay; Cotran, Ramzi S; Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar
Patologi Edisi 7 volume 2. Jakarta : EGC
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Asma Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
9. Morris, Michael J. 2013. Asthma. Medscape Reference. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#aw2aab6b2b2
10. Dewi, T., Swidarmoko, B., Rogayah, R., Hidayat. H. The Positive Result of
Cytology Brushing at Flexible Fiberoptic Bronchoscopy Compared with
Transthoracic Needle Aspiration in Central Lung Tumor. Journal Respiratory
Indo Vol. 31, No. 1. 2011.
11. Yulianti, D., Syahruddin, E., Hudoyo, A., Icksan, A. Neurological Clinical
Symptoms and CT Scan Brain Images of Lung Cancer Patients Small Cell
Carcinoma is Not Brain Metastasis in Persahabatan Hospital. Journal
Respiratory Indo Vol. 31, No. 1. 2011.
12. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Kanker Paru. Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI.
33
13. Mannino, D., Samuel, M., Aguayo, S., Pett, T., Redd, SC. Low Lung
Function and Incident Lung Cancer in the United States, data from the first
national health and nutrition examination survey follow-up. Intern Med.
2003; 163:1475-80.
14. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2005. Pneumonia Nosokomia
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI.
15. Aini, F., Hasneli, Y., Dewi, Y. 2011. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh
terhadap Tingkat Kekambuhan Pasien Asma. Bibliography:35.
16. GOLD. 2011. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
17. Retnaningsih, E., Taviv, Y., Yahya. 2010. Model Prediksi Faktor Risiko
Infeksi TB Paru Kontak Serumah untuk Perencanaan Program di Kabupaten
OKU Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010. Jurnal Pembangunan Manusia
Vol. 4 No.12.