26
PRESENTASI KASUS CPC (Cor-Pulmonale Chronicum) Diajukan kepada Yth: dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD Disusun oleh : Fikri Fajrul Falah G4A013013 SMF ILMU PENYAKIT DALAM 1

Presbes Cpc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Presbes Cpc

PRESENTASI KASUS

CPC

(Cor-Pulmonale Chronicum)

Diajukan kepada Yth:

dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

Disusun oleh :

Fikri Fajrul Falah

G4A013013

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2014

1

Page 2: Presbes Cpc

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

CPC

(Cor-Pulmonale Chronic)

Disusun Oleh :

Fikri Fajrul Falah

G4A013013

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di

bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal : 2014

Dokter Pembimbing :

dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

2

Page 3: Presbes Cpc

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S

Usia : 64 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Mersi

Tanggal masuk : 26 Desember 2013

Tanggal periksa : 31 Desember 2013

No. CM : 499858

B. SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama

Sesak nafas

2. Keluhan tambahan

Batuk berdahak, lemas, mudah lelah, bengkak pada kedua tungkai

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak nafas yang

dirasakan sejak beberapa jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas

yang dirasakan merupakan sesak nafas kambuh-kambuhan yang sudah

sering di alami oleh pasien. Pada awalnya sesak nafas masih terasa

ringan dan pasien masih dapat beraktivitas. Namun semakin lama sesak

nafas yang di rasakan pasien semakin memberat sehingga menggangggu

aktivitas. Sesak nafas tidak hilang saat beristirahat serta tidak

dipengaruhi posisi. Sesak nafas di sertai oleh bunyi ngik-ngik dan

muncul kapan saja, baik udara dingin maunpun tidak. Beberapa tahun

yang lalu sesak nafas berkurang apabila pasien meminum obat

3

Page 4: Presbes Cpc

aminofilin yang di peroleh dari dokter. Namun sejak 1 tahun yang lalu

pasien menggunakan ventolin untuk mengurangi sesak nafasnya.

Selain sesak nafas, pasien juga merasakan demam batuk berdahak

dengan dahak berwarna putih dan kental yang muncul sejak sejak 1

minggu yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan adalah lemas serta kedua

kaki sedikit bengkak. Pasien mengakui keluhan-keluhan tersebut sering

muncul selama beberapa bulan terakhir. Pasien sudah sering kali berobat

ke dokter untuk mengatasi keluhan yang dirasakannya. Karena sesak

nafas yang dirasakan pasien semakin memberat dan hebat maka akhirnya

pasien dibawa ke IGD RSMS.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan serupa : (+)

b. Riwayat mondok : (+)

c. Riwayat OAT : (-)

d. Riwayat hipertensi : (-)

e. Riwayat kencing manis : disangkal

f. Riwayat asma : disangkal

g. Riwayat alergi : disangkal

h. Riwayat bronchitis : (+) sejak 1980-an

i. Riwayat PPOK : (+) sejak 2000-an

5. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan serupa : disangkal

b. Riwayat mondok : disangkal

c. Riwayat hipertensi : disangkal

d. Riwayat kencing manis : disangkal

e. Riwayat asma : disangkal

f. Riwayat alergi : disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dan jarak antara

rumah dengan rumah yang lainnya sangat berdekatan. Lingkungan

rumah mempunyai kebiasaan sering membakar sampah.

4

Page 5: Presbes Cpc

b. Home

Pasien tinggal sendiri di rumah beralaskan tehel, berdinding tembok

serta beratap genteng. Rumah memiliki jendela dan ventilasi yang

kurang memadai. Anak-anaknya sering mengunjungi rumahnya

karena rumah mereka saling berdekatan. Saat berkumpul bersama

mereka mempunyai kebasaan merokok di dalam rumah, termasuk

suami pasien ketika masih hidup. Sebelum ada program kompor gas

dari pemerintah, pasien memasak menggunakan kayu bakar.

c. Occupational

Pasien saat masih muda bekerja sebagai pedagang di cilacap. Pasien

pulang-pergi naik motor.

d. Personal habit

Pasien tidak merokok serta tidak minum alcohol. Dalam berkendara

sepeda motor saat bekerja, pasien sering tidak memakai masker.

7. OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

BB : 40 kg

TB : 150 cm

BMI : 17,77 ( Underweight )

Vital sign

- Tekanan Darah : 130/70 mmHg

- Nadi : 100 x/menit

- RR : 36 x/menit

- Suhu : 36, 5 oC

d. Status Generalis

1) Kepala

- Bentuk : Mesochepal, simetris

- Venektasi temporal : +/+

5

Page 6: Presbes Cpc

2) Mata

- Palpebra : Edema (-/-) ptosis (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (+/+) ringan

- Sclera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor

3) Telinga

- Discharge (-/-)

- Deformitas (-/-)

4) Hidung

- Nafas cuping hidung (+/+)

- Deformitas (-/-)

- Discharge (-/-)

5) Mulut

- Bibir sianosis (-)

- Lidah kotor (-)

6) Leher

- Trakhea : Deviasi trakhea (-)

- Kelenjar lymphoid : Tidak membesar, nyeri (-)

- Kelenjar thyroid : Tidak membesar

- JVP : 5+4 cm H20

7) Dada

a) Paru

- Inspeksi : Bentuk dada simetris, hemithorak dextra =

sinistra, ketinggalan gerak (-), retraksi (-), sela iga

melebar.

- Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri,

Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri.

- Perkusi : Sonor pada lapang paru kiri dan kanan,

Batas paru hepar SIC V LMCD

- Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronki

basah kasar +/+, Wheezing +/+, ronkhi basah halus +/+

6

Page 7: Presbes Cpc

b) Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial

LMCS

- Palpasi : Ictus cordis teraba SIC V 2 jari medial LMCS,

kuat angkat (-)

- Perkusi :

Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah : SIC V 1 jari medial LMCD

Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCS

- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)

8) Abdomen

- Inspeksi : Cembung

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Perkusi : Pekak sisi (+), pekak alih (+)

- Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (+)

9) Hepar dan lien : Tidak teraba

10) Ekstrimitas

- Superior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (-/-)

- Inferior : deformitas (-), jari tubuh (-/-), edema (+/+)

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium (dilakukan di RSMS) 26 Desember

2013

Darah lengkap

Hemoglobin : 10,8 g/dl (L) Normal : 12-16 gr/dl

Leukosit : 10560 /uL (N) Normal : 4800-10800 /uL

Hematokrit : 34 % (L) Normal : 37 % - 47 %

Eritrosit : 4,7X10^6/uL (N) Normal : 4,2-5,4 juta/ uL

Trombosit : 284000 /uL (N) Normal : 150000-450000/uL

MCV : 72.0 fL (L) Normal : 79-99 fL

MCH : 23,1 pg (L) Normal : 27-31 pg

MCHC : 32.0 % (L) Normal : 33-37 gr/dl

7

Page 8: Presbes Cpc

RDW : 14.9 % (H) Normal : 11,5-14,5

MPV : 10.5 fL (N) Normal : 7,2-11,1

Hitung Jenis

Basofil : 0.3 % (L) Normal : 0,0 – 1,0 %

Eosinofil : 2.8 % (N) Normal : 2– 4 %

Batang : 0.3 % (L) Normal : 2-5 %

Segmen : 59.6 % (N) Normal : 40-70 %

Limfosit : 30.2 % (N) Normal : 25-40 %

Monosit : 6.8 % (N) Normal : 2-8 %

Kimia Klinik

Ureum Darah : 8.6 mg/dL (L) Normal : 14,98-38,52 mg/dl

Kreatinin Darah: 0,4 mg/dL (L) Normal : 0,8-1,3 mg/dl

Glukosa Sewaktu: 76 mg/dl (N) Normal : <200 mg/dl

Na : 143 mmol/L (N) Normal : 136-145 mmol/L

K : 3.6 mmol/L (N) Normal : 3.5-5.1 mmol/L

Ca : 99 mmol/L (N) Normal : 98-107 mmol/L

I. ASSESSMENT

1. Diagnosis Klinis:

CPC stadium dekompensata

PPOK

Anemia

2. Diagnosis Banding

Gagal jantung kongestif

II. PLANNING

1. Terapi

a. Farmakologi

1) Oksigen 4 lpm nasal kanul

2) IVFD D5% + aminofilin 1 amp 20 tpm

3) Injeksi Furosemid 1 x 1 amp

8

Page 9: Presbes Cpc

4) Injeksi Ceftriaxon 2x 1 gr IV

5) Injeksi Metilprednisolon 2 x 62,5 mg IV

6) Po. Ambroxol 3 x 30 mg

7) Vestein tab 300 mg 2x1 tab

8) Sulfas ferosus 1 x 1tab

b. Non Farmakologi

1) Istirahat

2) Diet rendah karbohidrat rendah garam

3) Edukasi tentang CPC

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Periksa sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu)

b. Faal paru (spirometri)

c. Rontgen thoraks

d. Elektrokardiogram

3. Monitoring

a. Keadaan umum dan kesadaran

b. Tanda vital

c. Frekuensi timbul serangan sesak

4. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : ad malam

9

Page 10: Presbes Cpc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kor Pulmonale (CP) adalah suatu keadaan di manan terdapat hipertrofi

atau dilatasi ventrikel kaan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh

penyakit intrinsic dari parenkim paru, dinding thoraks atau pembuluh darah

paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Karena itu

mendiagnosis CP harus disingkirkan adanya stenosis mitral, kelainan jantung

bawaan atau gagal jantung kiri yang juga dapat menyebabkan dilatasi dan

hipertrofi ventrikel kanan. Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan

penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan Kor Pulmonal (Yugiarto,

2003).

B. Etiologi

Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan menjadi 4 kelompok

(Yugiarto, 2003):

1. Penyakit parenkim paru

a. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)

b. Bronkiektasis

c. Sistik Fribrosis

d. Penyakit Paru Restriktif

e. Pneumokoniasis

f. Sarcoidosis

2. Kelainan dinding toraks dan otot pernapasan

a. Kifoskloliosis

b. Amiotrofik Lateral Sklerois (ALS)

c. Miastenia gravis

3. Sindrom Pickwickian dan sleep apnea

4. Penyakit pembuluh darah paru

a. Emboli paru berulang dapat menyebabkan CP paru kronis

b. Emboli paru masif dapat menyebabkan CP paru akut

10

Page 11: Presbes Cpc

c. Hipertensi pulmonal primer

d. Anemia sel sabit

e. Schitosomiasis

f. Skleroderma

C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK

dengan hipertensi pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi

pulmonal serta gagal jantung kanan. Diagnosis kor pulmonale terutama

berdasarkan pada dua kriteria: (1) adanya penyakit pernapasan yang disertai

hipertensi pulmonal dan (2) bukti adanya disertai hipetrofi ventrikel kanan.

Adanya hipoksia yang menetap, hiperkapnia dan asidsis atau pembesaran

ventrikel kanan pada radiogram menunjukan kemungkanan penyakit paru

yang mendasarinya. Adanya emfisema cenderuang mengaburkan gambaran

diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala emfisema dengan atau

tanpa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau

kelelahan, pingsan pada waktu bekerja atau rasa tidak enak angina pada

substernal mangisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik hipertensi

pulmonal berupa kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya

bunyi pulmonik kedua dan bising akibat insufiensi katup triskuspidalis dan

pulmonalis. Hepatomegali dan edema perifer dapat terlihat pada pasien

dengan gagal ventrikel kanan (Harun, 2007).

D. Patofisiologi

Penyakit paru kronis akan mengakibatkan: (1) berkurangnya “vascular

bed” paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh

paru yang mengembang atau kerusakan paru; (2) asidosis dan hiperkapnia; (3)

hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokonstriksi paru; (4) polisitemia

dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini akan menyebabkan timbulnya

hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka panjang akan

mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan

berlanjut menjadi gagal jantung kanan (Price & Wilson, 2007)

11

Page 12: Presbes Cpc

Bangan 1. Patogenesis kor pulmonale kronik

E. Diagnosis

Anamnesis

Pada penderita CP dengan COPD sebagai penyakit dasarnya,

keluhannya berupa sesak napas yang progresif yang bertambah berat dengan

aktivitas dan persisten, batuk kronik yang produktif (banyak sputum), napas

yang berbunyi, mudah fatig, lemah serta adanya riwayat terpajan faktor resiko

seperti asap rokok, debu, bahan kimia, asap dapur (Harun, 2007).

Pada penderita CP dengan Hipertensi Pulmonal Primer muncul

keluhan berupa sesak napas dan sering pingsan jika beraktivitas. Dalam hal

mengevaluasi keluhan sesak napas, haruslah disingkirkan adanya kelainan

pada jantung kiri sebagai penyebab sesak napas tersebut. Pada umumnya,

sesak napas akibat kelainan jantung kiri menimbulkan keluhan ortopnea dan

paroxysmal nocturnal dyspnea (Yugiarto, 2007).

12

Penyakit paru kronis

Kerusakan paru & semakin terdesaknya pembuluh darah oleh

paru yang mengembang

Hipoksia alveolar

Asidosis dan hiperkapnia

Berkurangnya vascular bed paru

Vasokonstriksi

Polisitemia dan

hiperviskositas darah

Hipertensi Pulmonal

Hipertrofi dan dilatasi ventrikel

kanan

Kor pulmonal

Page 13: Presbes Cpc

Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada

gagal jantung kanan, misalnya edema dan nyeri perut kanan atas. Infeksi paru

sering menimbulkan gagal jantung, hipersekresi bronkus, edema alveolar,

serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung

kanan (Yugiarto, 2007).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik juga bervariasi tergantung dari penyakit dasarnya,

tanda yang biasanya didapatkan adalah (Yugiarto, 2007):

1. Takipnea

2. Sianosis

3. Jari tabuh

4. JVP yang meningkat

5. Abnormalitas dinding toraks

6. Suara jantung yang lemah

7. Pulsasi menonjol di sternum bagian bawah atau epigastrium (parasternal

lift)

8. Heaving ventrikel kanan atau irama derap.

9. Bising insufisiensi trikuspid

10. Hepatomegali dan nyeri tekan

11. Ascites dan edema

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksia dan

atau hiperkapnea/ asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita CP,

analisa gas darahnya dapat normal pada saat istirahat, tapi pada saat

berakitivitas, pemeriksaan gas darahnya menunjukkan hipoksia berat

disertai hiperkapnea. Hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak napasnya

adalah kelainan paru (Yugiarto, 2007).

2. EKG

EKG pada COPD memberi gambaran voltase rendah, deviasi aksis

ke kanan, progresi gelombang R yang jelek pada sadapan prekordial. Pada

13

Page 14: Presbes Cpc

CP kronik memberi gambaran pembesaran atrium kanan (P pumonal) dan

hipertrofi ventrikel kanan (Yugiarto, 2007).

3. Foto rontgen toraks

Tampak kelainan paru sebagai penyakit dasarnya. Jika menderita

Emfisema, maka dapat terlihat hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal

melebar, diafragma mendatar, dan jantung pendulum sedangkan jika

menderita Bronkhitis kronik, maka dapat terlihat nomal atau corakan

bronkovaskuler bertambah (Yugiarto, 2007).

Pada jantung dapat ditemukan pembesaran ventrikel kanan,

pelebaran vena cava superior, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan

yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh hiperinflasi paru yang

menekan diafragma sehingga jantung tampak normal. Pembesaran

ventrikel kanan lebih jelas pada posisi oblik atau lateral (Yugiarto, 2007).

4. Faal paru

Kapasitas Vital (KV) adalah jumlah udara maksimal yang dapat

diekspirasi sesudah inspirasi maksimal. Kapasitas Vital Paksa (KVP)

adalah pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang

dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini dalam keadaan

normal kurang lebih sama dengan KV (PDPI, 2011).

Volume Ekspirasi Paksa (VEP) adalah volume udara yang dapat

diekspirasi dalam waktu standar selama tindakan KVP. Biasanya VEP

diukur selama detik pertama ekspirasi yang dipaksakan (VEP1). VEP

1%merupakan parameter paling umum yang dipakai untuk menilai

beratnya COPD dan memantau perjalanan penyakit. Pada penyakit

obstruksi (COPD) ditemukan VEP1% (VEP1/KVP) < 75% (PDPI, 2011).

F. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kor pulmonal bertujuan untuk: (1) mengoptimalkan

efisiensi pertukaran gas; (2) menurunkan hipertensi pulmonal; (3)

meningkatkan kelangsungan hidup; (4) pengobatan penyakit dasar dan

komplikasinya (Harun, 2007).

14

Page 15: Presbes Cpc

1. Terapi oksigen

Mekanisme bagaimana oksigen dapat meningkatkan kelangsungan

hidup belum diketahui. Ada dua hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi

vasokontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemudian

meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan; (2) terapi oksigen

meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke

jantung, otak dan organ vital lain (Harun, 2007).

Pemakaian Oksigen secara kontinyu meningkatkan kelangsungan

hidup dibandingkan dengan pasien tanpa oksigen. Indikasi terapi Oksigen

di rumah adalah PaO2 ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤ 88%; PaO2 55-59 mmHg

disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal

pada EKG, eritrositosis hematocrit > 56% (Harun, 2007).

2. Bronkodilator

Obat-obatan yang bronkodilator yang biasanya dipakai untuk

COPD dengan CPCD adalah (PDPI, 2011):

a. Agonis beta-2 kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan :

Salmeterol, Formoterol, Indacaterol

b. Antikolinergik kerja panjang sebagai terapi pemeliharaan :

Tiotropium

c. Kortikosteroid inhalasi jika memberi respon klinis atau eksaserbasi

ulang

3. Vasodilator

Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa

adrenergik, inhibitor ACE dan prostaglandin) pada sampai saat ini belum

direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Vasodilator pulmoner

memberi hasil yang baik pada beberapa penderita hipertensi pulmonal

primer, tetapi hasilnya tidak meyakinkan pada penderita Cor Pulmonale

Chronic Dekompensata (CPCD) dengan COPD sebagai penyakit dasarnya

(Harun, 2007).

4. Digitalis

Digitalis hanya diberikan pada pasien kor pulmonal bila disertai

gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel

15

Page 16: Presbes Cpc

kanan pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri normal,

hanya pada pasien kor pulonal dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun

atau adanya aritmia, digoksin dapat meningkatkan ventrikel kanan. Di

samping itu, kemungkinan terjadinya intoksikasi digitalis lebih besar pada

penderita COPD karena adanya hipoksia dan asidosis respiratorik (Harun,

2007).

5. Diuretik

Diuretika diberikan jika ada gagal jantung kanan. Diuretik efektif

untuk pengobatan CPCD dengan COPD sebagai penyakit

dasarnya .Pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan

alkolosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Oleh

karena itu, efek samping diuretik harus dimonitor dengan pemeriksaan

analisis gas darah. (Harun, 2007).

6. Flebotomi

Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit

yang tinggi untuk menurunkan hematokrit sampai nilai 59% . Flebotomi

hanya merupakan terapi tambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal

jantung kanan akut (Harun, 2007).

7. Antikoagulan

Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas

kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran  dan disfungsi

ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien (Harun, 2007).

G. Prognosis

Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari

prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti

"restrictive pulmonary disease", dan kelainan pembuluh darah paru. Berberapa

penelitian menunjukan penderita kor pulmonal masih dapat hidup antara 5

sampai 17 tahun setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan

mendapat pengobatan yang baik (Weitzenblum, 2003).

16

Page 17: Presbes Cpc

BAB III

KESIMPULAN

1. Ny. S 64 tahun didiagnosis menderita CPC dekompensata

dan anemia

2. CPC merupakan keadaan di mana terdapat hipertrofi dan

atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi (arteri) pulmonal yang

disebabkan penyakit paru.

3. Untuk menegakan diagnosis diperlukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan

laboratoriu, EKG, Foto thoraks, faal paru yang mengarah pada CPC

4. Tujuan pengobatan kor pulmonal bertujuan untuk

mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas, menurunkan hipertensi pulmonal,

meningkatkan kelangsungan hidup, pengobatan penyakit dasar dan

komplikasiny

17

Page 18: Presbes Cpc

DAFTAR PUSTAKA

Harun S, W IP. 2007. Kor Pulmonal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiohadi B, editors.

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011. Diagnosis dan

Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jakarta: Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia

Price SA, Wilson LM. 2011. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.

Jakarta. EGC.

Weitzenblum E. Chronic cor pulmonale. Heart. 2003; 89:225-30. Di unduh

treakhir pada 22 Januari 2014 di

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1767533/

Yogiarto M, Baktiyasa B. 2003. Cor Pulmonale. In : Joawono, BS, editor. Ilmu

Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press

18