51
PRESENTASI KASUS BESAR POLA DEMOGRAFI KUNJUNGAN PASIEN KLINIK PARU RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO TAHUN 2012 Pembimbing : dr. Indah Rahmawati, Sp. P Disusun oleh : Chyntia Putriasni Kurnia G1A212118 SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARGONO SOEKARJO

presbes chyntia G1A212118

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tb paru

Citation preview

Page 1: presbes chyntia G1A212118

PRESENTASI KASUS BESAR

POLA DEMOGRAFI KUNJUNGAN PASIEN KLINIK PARU

RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

TAHUN 2012

Pembimbing :

dr. Indah Rahmawati, Sp. P

Disusun oleh :

Chyntia Putriasni Kurnia G1A212118

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

Page 2: presbes chyntia G1A212118

2

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS BESAR

POLA DEMOGRAFI KUNJUNGAN PASIEN KLINIK PARU

RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

TAHUN 2012

Diajukan untuk memenuhi syarat

mengikuti Ujian di bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal Juni 2013

Disusun oleh :

Chyntia Putriasni Kurnia G1A212118

Purwokerto, Juni 2013

Pembimbing,

dr. Indah R., Sp. P

Page 3: presbes chyntia G1A212118

3

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kemajuan teknologi pada era globalisasi saat ini semakin berkembang

diikuti dengan penyakit yang diderita dikarenakan banyak faktor antara lain

dipengaruhi oleh gaya hidup kurang sehat yang menyebabkan sekarang ini

umur harapan hidup semakin rendah. Pencemaran udara juga semakin

meningkat salah satunya karena adanya pemanasan global sehingga

menimbulkan polusi udara.1 Paru atau pulmo adalah organ pada sistem

pernapasan (respirasi) dan berhubungan dengan sistem peredaran darah

(sirkulasi) yang berfungsi untuk menukar oksigen dari udara dengan karbon

dioksida dari darah. Kerusakan organ ini oleh adanya polusi udara akan

menyebabkan fungsi respirasi dan sirkulasi terganggu sehingga menyebabkan

berbagai macam penyakit paru.2

Indonesia memiliki penyakit penapasan yang menduduki peringkat 10

besar penyebab kesakitan dan kematian terbanyak. Variasi penyakit paru di

Indonesia meliputi infeksi pernapasan akut, bronkitis kronik, Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK), asma, emfisema, sampai kanker paru. Penyebab

kematian di Indonesia peringkat kedua adalah pneumonia, ketiga TBC, dan

keempat PPOK. Ketiga penyebab terakhir adalah penyakit paru semua

sehingga penyakit paru akan menggeser masalah kardiovaskuler.3

Faktor resiko penyakit paru yang dipengaruhi oleh gaya hidup kurang

sehat antara lain perokok aktif atau pasif, usia, bekerja ditempat yang memiliki

tingkat polusi udara tinggi seperti di pabrik, pom bensin, lingkungan rumah

dan sekitar yang berada di pinggir jalan padat kendaraan, lingkungan kotor.

Prevalensi perokok merupakan faktor resiko cukup tinggi di dunia yaitu tahun

2003, di Inggris populasi dewasa diperkirakan merokok sebanyak 12,5 juta

orang, dimana 27% pada laki-laki dan 24% pada wanita.3 Amerika Serikat

melaporkan prevalensi merokok 26,4% pada laki-laki dan 2% pada wanita.

Prevalensi perokok di dunia tahun 2008 mencapai 1,3 milyar orang atau

mencapai 19,4%.1

Page 4: presbes chyntia G1A212118

4

Menurut WHO, 80% perokok di dunia berdomisili di negara-negara

berkembang. Terdapat lebih dari 50 juta orang di Indonesia yang

membelanjakan uangnya untuk membeli rokok. Berbagai penelitian

membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kemampuan

ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara-negara berkembang

yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan menyediakan makanan

bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh pelayanan kesehatan.

Presentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun

adalah 23,7% dan di Jawa Tengah sekitar 24,3%.3

Penyebab utama kematian yang berhubungan dengan rokok adalah

kanker, penyakit kardiovaskuler dan penyakit paru seperti bronkitis, asma, TB,

empisema/PPOK dan pneumonia. Perokok aktif maupun pasif prevalensi

terkena penyakit paru hampir sama karena rokok yang mengandung zat nikotin

dan zat berbahaya lainnya yang dapat merusak paru sehingga fungsi pernafasan

terganggu.1,3

Berikut ini akan dijelaskan penyakit paru yang prevalensinya tinggi di

Indonesia. Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang memiliki

tingkat insidensi yang tinggi di dunia. Menurut World Health Organization

(WHO) kejadian kanker paru tahun 2008 sekitar 13% (1,6 juta) dari total kasus

keganasan dan menyebabkan kematian pada 18% (1,4 juta) orang. Pneumonia

adalah penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi virus ataupun bakteri.

Pneumonia masih menjadi masalah yang umum dan menjadi penyakit yang

sampai saat ini juga menjadi masalah kesehatan di dunia.4 World Health

organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat

pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 – 2,2 juta,

dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama

Afrika dan Asia Tenggara. Menurut WHO proporsi kematian balita akibat

pneumonia lebih dari 20 % (di Indonesia 30 %) angka kematian pneumonia

balita di atas 4 per 1000 kelahiran hidup (di Indonesia diperkirakan masih

diatas 4 per 1000 kelahiran hidup).4

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang

sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan

Page 5: presbes chyntia G1A212118

5

ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchial

membentuk kesatuan yang disebut PPOK.3 Jumlah penderita PPOK di daerah

Asia-Pasifik mencapai jumlah 56,6 juta penderita dengan angka prevalensi 6,3

%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita dengan prevalensi

5,6%.3

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

paru, tetapi dapat jga mengenai organ tubuh lainnya. Hasil survey terbaru tahun

2008, terdapat 9,4 juta pasien TB dan 1,3 juta kematian akibat TB diseluruh

dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat,

tahun 2008 jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-5 terbanyak di dunia

setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Total kasus TB di Indonesia

sekitar 429.682 dengan estimasi 189 per 100.000 penduduk.5

Asma adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan

kepekaan bronkus terhadap berbagai rangsangan sehingga menyebabkan

penyempitan saluran pernapasan yang luas, reversibel dan spontan. Menurut

WHO, sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang

Asma. Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya. Di

Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan

2–5 % penduduk Indonesia menderita asma.6

Berdasarkan data yang telah diuraikan sebelumnya mengenai penyakit

paru yang prevalensinya paling banyak di Indonesia, peneliti ingin mengetahui

pola demografi kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo

pada tahun 2012 melihat karakteristik perbulannya yaitu dari diagnosis utama,

jenis kelamin, usia dan tempat tinggal.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pola demografi karakteristik kunjungan pasien klinik

paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun 2012?

Page 6: presbes chyntia G1A212118

6

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola demografi kunjungan

pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada tahun

2012.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini memberikan informasi mengenai pola demografi

kunjungan pasien klinik paru RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto pada

tahun 2012.

Page 7: presbes chyntia G1A212118

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.5

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit granulomatosa kronis menular

dimana biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis

perkijuan.7

Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis.

Mikobakterium adalah organisme berbentuk batang langsing, tidak

berspora, tidak berkapsul, dan non motil yang tahan asam (yaitu

mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl-

Neelsen dan kemudian sulit didekolorisasi).7

Bakteri M. tuberculosis (MTB) adalah aerob obligat, oleh karena

itu, kompleks MTB sering ditemukan di lobus paru bagian atas. Laju

pertumbuhan bakteri ini cukup lambat, sekitar 15-20 jam, dengan bentuk

saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,berkembang baik pada suhu 22-23

derajat C. 7

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan

penunjang lainnya. Gejala klinis dibagi menjadi gejala lokal sesuai organ

yang terlibat dan gejala sistemik. Gejala respiratorik adalah batuk ≥ 2

minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala

sistemiknya adalah demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat

badan turun. Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang

terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran

yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis

tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pleuritis

tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi

yang rongga pleuranya terdapat cairan. 7

Page 8: presbes chyntia G1A212118

8

Penegakan Diagnosis

Menurut WHO, kriteria pasien tuberculosis paru adalah:

1. Pasien dengan sputum BTA positif :

a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis

ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan atau,

b. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang

sesuai dengan gambaran TB aktif atau

c. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakkan yang positif.

2. Pasien dengan sputum BTA negatif :

a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak

ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran

radiologis sesuai dengan TB aktif atau

b. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak

ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakkannya positif.

Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika

disebabkan oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia

lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan kekebalan, yang

berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier. Prognosis akan baik jika

minum obat dengan teratur selama 6 bulan sampai pengobatan selesai.

Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, berapa lama telah

mendapat infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi

keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat, dan adanya infeksi lain

seperti morbili, pertusis, diare yang berulang, dan lain-lain.

Penyakit TB paru apabila tidak diatasi dengan benar akan

menimbulkan komplikasi. Komplikasinya di bagi, sebagai berikut7:

a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, laringitis, usus, Poncet’s

arthropathy

b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi

Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT / fibrosis

paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas

dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB

Page 9: presbes chyntia G1A212118

9

B. PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang dikenal dengan

COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) adalah penyakit yang

dapat dicegah dan diobati, biasanya ditandai dengan hambatan aliran udara

napas yang biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi

kronik di saluran napas dan paru terhadap partikel atau gas yang

beracun/berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap

derajat berat penyakit. Progresif artinya penyakit ini berlangsung seumur

hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Gejala

utama PPOK adalah sesak napas, batuk kronis atau produksi dahak dan

riwayat terpapar dengan faktor resiko.2,7

Gambaran khas PPOK adalah adanya obstruksi saluran napas yang

disebabkan oleh penyempitan saluran napas kecil dan destruksi alveoli.

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, tanpa gejala, gejala ringan

hingga gejala berat. Gejala dapat tidak tampak sampai 10 tahun sejak awal

merokok. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan sampai kelainan

jelas, berupa tanda obstruksi dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK

ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan faal paru merupakan kriteria dari diagnosis PPOK.7

Etiologi PPOK dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat

pada penderita seperti merokok, polusi udara, infeksi paru berulang, usia

dan jenis kelamin, ras, genetik dan defisiensi alfa-1 antitripsin. Obstruksi

saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan

struktural  pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel

goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.3

Penegakan diagnosis

1. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan3:

1) Pada umumnya berusia pertengahan tahun ke atas

2) Keluhan berupa sesak nafas disertai batuk berdahak maupun tidak

berdahak

3) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

Page 10: presbes chyntia G1A212118

10

4) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernafasan

5) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

6) Riwayat penyakit emfisema

7) Terdapat faktor predisposisi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas

berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan auskultasi sering kali tidak di dapatkan kelainan

yang jelas terutama pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat

hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan berat

sering terlihat perubahan pernafasan atau perubahan anatomi thorax3.

1. Inspeksi :

a) Bentuk dada barrel chest

b) Terdapat cara bernafas purse lips breathing (seperti orang

meniup)

c) Terlihat penggunan dan hipertrofi otot pernafasan

d) Pelebaran sela iga

2. Perkusi :

Hipersonor, batas jantung mengecil, diafragma rendah

3. Palpasi :

Fremitus melemah

4. Auskultasi :

a) Suara nafas vesikuler

b) Ekspirasi memanjang

c) Mengi

d) Ronki

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah:

1. Faal paru

a. Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

Page 11: presbes chyntia G1A212118

11

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan penyakit.

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai

alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak

lebih dari 20%

b. Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada

gunakan APE meter.

Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15

- 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,

perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik :

-Normal

-Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

4. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil

PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

Page 12: presbes chyntia G1A212118

12

5. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur

resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk

memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran nafas berulng

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK

di Indonesia.

Gold standar pada penegakkan diagnosis PPOK adalah

pemeriksaan faal paru yaitu FEV1 dan rasio FEV1/FVC.8 Prognosis

penyakit ini bervariasi, bila pasien tidak menghindari faktor resiko seperti

merokok dan polusi udara, penurunan fungsi paru akan lebih cepat

daripada bila pasien berhenti merokok. Terapi oksigen jangka panjang

merupakan satu-satunya terapi yang terbukti dapat memperbaiki angka

harapan hidup. Komplikasi PPOK adalah gagal nafas dan dapat terjadi

infeksi berulang.7

C. Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang

melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik

berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk

terutama malam dan dini hari. Episodik berhubungan dengan obstruksi

jalan nafas yang luas, bervariasi dan sering bersifat reversibel dengan atau

tanpa pengobatan.8

Faktor resiko asma meliputi faktor penjamu dan faktor lingkungan

diantaranya adalah 9:

a. Faktor penjamu

1) Genetik

2) Alergi (atopik)

3) Hiperaktiviti bronkus

4) Jenis kelamin

Page 13: presbes chyntia G1A212118

13

5) Ras

b. Faktor lingkungan

1) Alergen

2) Sensitisasi lingkungan kerja

3) Asap rokok

4) Polusi udara

5) Infeksi pernafasan (virus)

6) Diet

7) Status sosioekonomi

Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Gejala yang episodik:

1) Batuk

2) Sesak nafas

3) Mengi

4) Rasa berat di dada

5) Gejala memberat berkaitan dengan cuaca

`Riwayat penyakit/ gejala

- Bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan

- Gejala memburuk/ timbul terutama malam hari/ dini hari

- Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu

- Respons terhadap pemberian bronkodilator

- Riwayat alergi

b. Pemeriksaan fisik

1) Gejala saat serangan

- Khas pada auskultasi yaitu didapatkan suara tambahan berupa

wheezing

- Nafas dengan menggunakan otot bantu nafas

- Nafas cuping hidung

- Sianosis

- Gelisah

- Sukar bicara

Page 14: presbes chyntia G1A212118

14

- Takikardi

- Hiperinflasi

c. Pemeriksaan penunjang

1) Faal paru

- Spirometri

a) Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 80% nilai

prediksi

b) Volume ekspirasi paksa detik pertama dibagi dengan kapasitas

vital paksa (KVP) < 75%

- Arus puncak ekspirasi (APE)

2) Uji provokasi bronkus

3) Pengukuran status alergi

a) Skin test

b) Tes serologi IgE

Gambar 2. Klasifikasi Asma

Page 15: presbes chyntia G1A212118

15

Prognosis asma dapat ditentukan berdasarkan faktor-faktor diantaranya8,9:

a. Usia pertama timbulnya gejala

b. Riwayat alergi/ atopik pada keluarga

c. Keadaan lingkungan rumah maupun lingkungan kerja

d. Kewaspadaan menghindari faktor pencetus

e. Penyakit penyerta

f. Frekuensi munculnya serangan

D. Kanker Paru

Kanker paru adalah penyebab utama kematian akibat keganasan,

terbanyak pada kelompok laki-laki dan cenderung meningkat insidensnya

pada perempuan, lebih dari satu juta orang meninggal akibat kanker paru

pertahunnya. Insiden kanker paru meningkat disebabkan tingginya angka

merokok pada masyarakat yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

Perokok pasif merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kanker

paru. Buruknya prognosis kanker paru disebabkan keterlambatan

diagnosis, pada saat datang ke dokter sudah berada pada stadium lanjut

dan proses metastasis dapat terjadi sebelum diagnosis kanker primer

ditegakkan.10

Menurut World Health Organization (WHO) terdapat sekitar 1,2

juta kasus baru setiap tahun dan merupakan 17,8% penyebab kematian

karena kanker. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun

2006 terdapat 174.470 (12%) kasus baru kanker paru. Data epidemiologi

kanker paru di Indonesia masih belum ada sedangkan di Rumah Sakit

Persahabatan pada tahun 2003 sekitar 213 kasus, tahun 2004 sekitar 220

kasus, tahun 2005 sekitar 140 kasus, tahun 2006 sekitar 218 kasus dan

tahun 2007 sekitar 282 kasus.10

Sejak ditemukan bronkoskop fleksibel pada tahun 1966 sampai

berkembang seperti sekarang ini, bronkoskopi tidak hanya berperan untuk

menentukan staging tetapi juga pengambilan bahan untuk pemeriksaan

patologi anatomi dengan berbagai cara sehingga terapi dapat diberikan.

Percabangan saluran napas dapat dilihat dengan bronkoskopi apakah

Page 16: presbes chyntia G1A212118

16

terdapat massa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas seperti

berbenjol-benjol, hiperemis, stenosis infiltratif dan mudah berdarah. Bahan

pemeriksaan sitologi atau histopatologi dapat diperoleh dengan tindakan

bronkoskopi seperti sikatan, bilasan, bronchoalveolar lavage (BAL),

biopsi forsep dan transbronchial needle aspiration (TBNA). Bahan ini

yang telah didapatkan selanjutnya dikirim ke laboratorium patologik

anatomik untuk memastikan ada tidaknya sel ganas.10

Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menemukan jenis

histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya

diperlukan untuk menetapkan kebijakan pengobatan. Keluhan dan gejala

penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat badan

menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada jenis penyakit paru

lainnya. Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang

terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah

memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis

ketika penyakit ini telah berada pada stadium lanjut. Kesadaran

masyarakat tentang penyakit ini sangat diperlukan disertai meningkatnya

pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini

seharusnya dapat dilakukan.11,12

Anamnesis untuk penegakkan kanker paru didapatkan keluhan

utana dapat berupa batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih atau

dapat juga purulen), batuk darah, sesak nafas, suara serak, sakit dada, sulit

atau sakit menelan, benjolan dipangkal leher, sembab muka dan leher,

kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat

metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi

hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan

keluhan yang tidak khas seperti berat badan berkurang, nafsu makan

hilang, semam hilang timbul, sindrom paraneoplastik seperti Hypertrophic

Pulmonary Osteoartheopath, trombosis vena perifer dan neuropatia.12

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan

penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer

Page 17: presbes chyntia G1A212118

17

dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem

TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu foto toraks PA/lateral, bila

mungkin CT-scan toraks, bone scan, bone survey, USG abdomen dan

Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan

metastasis.12

Metastasis ke otak adalah penyebaran sel-sel kanker primer ke otak

melalui pembuluh darah dan atau kelenjar limfe. Otak sebagai lokasi

tersering metastasis dari kanker paru. Metastasis ke otak lebih banyak

terjadi (8-11 dari 100.000) dibandingkan dengan kanker primer di otak (6

dari 100.000). Frekuensi metastasis ke otak dari kanker paru kelompok

bukan sel kecil (KPKBSK) sebesar 36% dan kanker paru kelompok sel

kecil (KPKSK) sebesar 56%. Metastasis ke otak banyak terjadi pada umur

di atas 40 tahun, hal ini berjalan paralel dengan kanker primernya. Gejala

klinis neurologis dapat terjadi pada sebagian dua pertiga pasien

(simtomatik) tetapi sepertiga kasus dapat terjadi tanpa gejala

(asimtomatik). Buku pedoman diagnostik dan penatalaksanaan kanker

paru jenis karsinoma bukan sel kecil PDPI/POI menuliskan CT Scan otak

dilakukan bila ada gejala. Magnetic resonance imaging (MRI),

computerized tomography (CT), positron emission tomography (PET)

sebagai alat bantu untuk diagnosis dan deteksi lesi metastasis di otak.

Terapi paliatif dengan multimodaliti digunakan untuk pasien kanker paru

metastasis ke otak.13

E. Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut biasanya

disebabkan oleh infeksi. Penyebab pneumonia dapat bermacam-macam

dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,

mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit

ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah

muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis. 14

Keadaan sehat di paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme

Page 18: presbes chyntia G1A212118

18

pertahanan paru. Bakteri yang terdapat di paru merupakan akibat

ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan

lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan

berakibat timbulnya sakit. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas

dan paru dapat berbagai cara, seperti inhalasi langsung dari udara, aspirasi

dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring, perluasan langsung

dari tempat-tempat lain dan penyebaran secara hematogen. 14

Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1000 orang dewasa; 15-45% erlu

dirawat di rumah sakit (1-4 kasus) dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi

paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-

12% pada pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU.

Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan

di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi,

yaitu sekitar 30-40%. Indonesia memiliki insidensi penyakit ini cukup

tinggi sekitr 5-35% dengan kematian mencapai 20-50%.14

Klasifikasi Pneumonia

1. Pnemonia yang didapat dari komunitas (community acquired

pneumonia, CAP) adalah pneumonia yang didapatkan di masyarakat

yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi yang

terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang

belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari.

2. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia

yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit.

Jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1%

dari penderita yang dirawat di rumah sakit terkena pneumonia selama

dalam perawatannya. Penderita yang dirawat di ICU lebih dari 60%

akan menderita pneumonia.

3. Pneumonia aspirasi/anaerob adalah infeksi oleh bakteroid dan

organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan

lambung. Jenis pneumonia seperti ini didapatkan pada pasien dengan

Page 19: presbes chyntia G1A212118

19

status mental terdepresi. Maupun pasien dengan gangguan refleks

menelan.

4. Pneumonia oportunistik adalah pasien dengan penekanan sistem imun

(misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh

virus, jamur dan mikobakteri selain organisme bakteria lain.

5. Pneumonia rekuren adalah disebabkan organisme aerob dan anaerob

yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis.

Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko

pneumonia yaitu usia > 65 tahun dan usia < 5 tahun, penyakit kronik

(ginjal dan paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan,

HIV), ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus

yang baru terjadi misalnya influenza, malnutrisi, ventilasi mekanik,

pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan. 14

Keluhan utama pada pasien pneumonia yaitu sesak nafas,

peningkatan suhu tubuh dapat mencapai 40oC, dan batuk yang biasanya

timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang

biasanya tersedia di pasaran. Batuk dapat berkembang menjadi batuk

produktif dengan mukus purulen kekuninga-kuningan, kehijau-hijauan dan

seringkali berbau busuk. Pasien biasanya mengeluh mengalami demam

tinggi dan menggigil. Keluhan lain seperti nyeri dada, sesak nafas,

peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.14

Tujuan menegakkan diagnosis adalah untuk mengidentifikasi

komplikasi, menilai keparahan dan menentukan klasifikasi untuk

membantu memilih antibiotik. Diagnosis pneumonia didasarkan klinis,

sedangkan pemeriksaan foto polos dada untuk menunjang diagnosis dan

untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat.14

Page 20: presbes chyntia G1A212118

20

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Kunjungan klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 11.515 orang yang

didapatkan dari rekam medik RSMS. Didapatkan hasil kunjungan perbulan

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Total Kunjungan Klinik Paru 2012

Bulan Total Kunjungan per bulan

Januari 909

Febuari 907

Maret 1032

April 956

Mei 1066

Juni 1001

Juli 994

Agustus 922

September 1029

Oktober 930

November 856

Desember 913

Total 11.515

(Dikutip dari rekam medik RSMS)

Page 21: presbes chyntia G1A212118

21

Penyakit paru paling banyak angka kejadiannya yang menjadi fokus

pemerintah karena faktor resiko yang tinggi di Indonesia dapat dilihat pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kunjungan Klinik Paru Berdasarkan Diagnosis

Bulan Total ASMA Pneumonia PPOK Ca Paru TB Paru lain-lain

Januari 909 66 35 252 1 57 498

Febuari 907 71 40 257 0 65 474

Maret 1032 57 30 254 4 90 597

April 956 61 32 262 3 81 517

Mei 1066 59 22 313 2 66 604

Juni 1001 67 34 283 2 73 542

Juli 994 79 29 230 4 57 595

Agustus 922 89 23 269 4 53 484

Septembe

r 1029 80 34 314 1 55 545

Oktober 930 88 23 281 6 76 456

November 856 89 20 290 11 47 399

Desember 913 93 35 280 15 48 442

Total 11515 899 357 3285 53 768 6153

(Dikutip dari rekam medik RSMS)

Page 22: presbes chyntia G1A212118

22

  Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

Jenis

Kelamin Laki-laki 19 19 16 21 17 26 28 29 26 28 30 32

Perempuan 47 52 41 40 42 41 51 60 54 60 59 61

Asal

Daerah Banyumas 63 69 55 60 57 66 74 76 73 78 82 87

Luar

Banyumas 3 2 2 1 2 1 5 13 7 10 7 9

Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12-25 tahun 16 14 8 10 10 14 12 8 14 9 12 8

26-45 tahun 15 2 19 15 17 15 18 27 27 25 24 24

46-65 tahun 35 34 27 36 30 37 46 52 37 53 52 60

>65 tahun 0 1 3 0 2 0 3 2 2 1 1 1

Total 66 71 57 61 59 67 79 89 80 88 89 93

Kunjungan klinik paru RSMS dapat dilihat dari karakteristik demografi perbulannya berdasarkan jenis kelamin, asal daerah dan usia.

Faktor resiko beberapa penyakit dapat dilihat berdasarkan karateristik tersebut sehingga yang akan diuraikan pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Kunjungan asma tahun 2012

(Dikutip dari rekam medik RSMS)

Page 23: presbes chyntia G1A212118

23

 

Januar

i

Febuar

i

Mare

t

Apri

l

Me

i Juni Juli

Agustu

s

Septembe

r

Oktobe

r

Novembe

r

Desembe

r

Jenis

Kelamin Laki-laki 19 21 10 14 17 13 17 15 19 11 13 20

Perempuan 16 19 20 18 5 21 12 8 15 12 7 15

Asal

Daerah Banyumas 35 39 29 30 20 27 20 19 26 17 11 30

Luar

Banyumas 0 1 1 2 2 7 9 4 8 6 9 5

Usia 0-11 tahun 0 2 1 3 1 6 2 1 3 1 5 1

12-25 tahun 3 0 2 1 3 4 0 2 4 1 1 2

26-45 tahun 10 17 10 6 5 3 6 6 5 8 2 8

46-65 tahun 11 11 10 10 12 15 17 10 13 7 7 16

>65 tahun 11 10 7 4 1 5 4 4 9 6 5 8

Total 35 40 30 32 22 34 29 23 34 23 20 35

Tabel 3.4. Pneumonia tahun 2012

(Dikutip dari rekam medik RSMS)

Page 24: presbes chyntia G1A212118

24

Page 25: presbes chyntia G1A212118

25

 

Januar

i

Febuar

i

Mare

t

Apri

l

Me

i

Jun

i Juli

Agustu

s

Septembe

r

Oktobe

r

Novembe

r

Desembe

r

Jenis

Kelamin Laki-laki 0 0 2 2 1 1 3 2 0 6 11 9

Perempuan 1 0 2 1 1 1 1 2 1 0 0 6

Asal

Daerah Banyumas 1 0 3 3 2 2 3 4 1 5 9 14

Luar

Banyumas 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 2 1

Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12-25 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

26-45 tahun 0 0 2 1 0 2 1 1 0 0 0 1

46-65 tahun 1 0 1 1 1 0 2 2 1 6 9 10

>65 tahun 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 2 4

Total 1 0 4 3 2 2 4 4 1 6 11 15

Tabel 3.5. Kunjungan Ca Paru tahun 2012

(Dikutip dari rekam medik RSMS)

Page 26: presbes chyntia G1A212118

26

 

Januar

i

Febuar

i

Mare

t

Apri

l Mei

Jun

i Juli

Agustu

s

Septembe

r

Oktobe

r

Novembe

r

Desembe

r

Jenis

Kelamin Laki-laki 162 161 155 176 214 194 131 173 198  181 214 194

Perempuan 90 96 99 86 99 89 99 96  116 100 76 86

Asal

Daerah Banyumas 247 251 248 252 298 271 221 260 306 275 273 257

Luar

Banyumas 5 6 6 10 15 12 9 9 8 6 17 23

Usia 0-11 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12-25 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

26-45 tahun 4 8 0 4 10 2 1 2 4 5 5 2

46-65 tahun 108 134 134 148 153 141 138 127 167 129 137 140

>65 tahun 140 115 120 110 150 140 91 140 143 146 148 138

Total 252 257 254 262 313 283 230 269 314 281 290 280

Tabel 3.6. Kunjungan PPOK tahun 2012

(Dikutip dari rekam medik RSMS)

Page 27: presbes chyntia G1A212118

27

 

Januar

i

Febuar

i

Mare

t

Apri

l

Me

i Juni

Jul

i

Agustu

s

Septembe

r

Oktobe

r

Novembe

r

Desembe

r

Jenis

Kelami

n Laki-laki 27 36 40 27 41 51 24 22 27 41 25 18

Perempuan 30 29 50 39 40 22 33 31 28 35 22 30

Asal

Daerah Banyumas 18 41 66 48 64 61 42 39 36 52 33 37

Luar Banyumas 39 24 24 33 2 12 15 14 19 24 14 11

Usia 0-11 tahun 3 1 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0

12-25 tahun 10 11 17 13 10 12 17 6 2 2 1 2

26-45 tahun 32 41 52 45 38 41 32 43 46 54 38 37

46-65 tahun 10 10 15 21 16 17 5 3 7 18 6 7

>65 tahun 2 2 4 2 2 3 1 1 0 2 2 2

Total 57 65 90 81 66 73 57 53 55 76 47 48

Tabel 3.7. Kunjungan TB Paru tahun 2012

(Dikutip dari rekam medik RSMS)

Page 28: presbes chyntia G1A212118

28

B. Pembahasan

Penyakit pernapasan di Indonesia memiliki peringkat 10 besar penyebab

kesakitan dan kematian terbanyak. Variasi penyakit paru di Indonesia meliputi

infeksi pernapasan akut, bronkitis kronik, Penyakit Paru Obstruktif Kronik

(PPOK), asma, emfisema, sampai kanker paru. Penyebab kematian di

Indonesia peringkat kedua adalah pneumonia, ketiga TBC, dan keempat PPOK.

Ketiga penyebab terakhir adalah penyakit paru semua sehingga penyakit paru

akan menggeser masalah kardiovaskuler.

Kunjungan klinik paru di RSMS tahun 2012 adalah 11.515 orang dengan

berbagai macam penyakit paru yang ditemukan terutama asma, PPOK,

pneumonia, kanker paru, TB paru dan lain-lain. Didapatkan asma sebanyak 89

orang, pneumonia sebanyak 357 orang, PPOK sebanyak 3285 orang, kanker

paru sebanyak 53 orang, TB paru sebanyak 768 dan lain-lain sebanyak. Jumlah

tersebut dilihat didapatkan PPOK paling banyak dari penyakit paru lainnya.

PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, biasanya ditandai

dengan hambatan aliran udara napas yang biasanya progresif dan berhubungan

dengan respon inflamasi kronik di saluran napas dan paru terhadap partikel

atau gas yang beracun/berbahaya.

Faktor resiko PPOK adalah merokok, polusi udara, infeksi paru berulang,

usia dan jenis kelamin, ras, genetik dan defisiensi alfa-1 antitripsin. Rokok

adalah faktor resiko paling banyak yang dapat menyebabkan PPOK dengan

presentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun

adalah 23,7% dan di Jawa Tengah sekitar 24,3%.2 Prevalensi perokok

merupakan faktor resiko cukup tinggi di dunia yaitu tahun 2003, di Inggris

populasi dewasa diperkirakan merokok sebanyak 12,5 juta orang, dimana 27%

pada laki-laki dan 24% pada wanita.1

Amerika Serikat melaporkan prevalensi merokok 26,4% pada laki-laki

dan 2% pada wanita. Hasil yang didapatkan pada klinik paru RSMS tahun

2012 penyakit PPOK berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki sebanyak

2.153 orang dan perempuan sebanyak 1.132 orang. Berdasarkan hasil tersebut

didapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan sesuai dengan

penelitian yang lain apabila melihat dari faktor resiko merokok yang paling

Page 29: presbes chyntia G1A212118

29

banyak laki-laki.1 Berdasarkan kategori usia didapatkan jumlah paling tinggi

pada usia 46-65 tahun sebanyak 1656 orang dan tidak jauh berbeda pada usia

>65 tahun sebanyak 1581 orang. Usia tersebut ada pada usia lansia dan manula

dapat dikarenakan perilaku merokok, selain itu juga karena terjadi penurunan

fungsi paru dan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding paru.

Kanker paru adalah salah satu penyakit yang sangat kuat berhubungan

dengan rokok dan jumlah kunjungan klinik paru RSMS tahun 2012 sebanyak

53 orang dengan laki-laki 37 orang dan perempuan 16 orang. Usia paling

banyak adalah usia 46-65 tahun (lansia) yaitu 34 orang. Menurut World Health

Organization (WHO) kejadian kanker paru tahun 2008 sekitar 13% (1,6 juta)

dari total kasus keganasan dan menyebabkan kematian pada 18% (1,4 juta)

orang. Penelitian oleh Maninino, et al mendapat resiko 3,6 kali pada bekas

perokok dan 8,4 kali pada perokok dan tingginya resiko juga berhubungan

dengan beratnya merokok.13

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Kunjungan pasien asma di klinik paru RSMS tahun

2012 adalah 899 orang dengan laki-laki 291 orang dan perempuan 608 orang.

Usia 12-25 tahun sebanyak 135 orang, usia 26-45 tahun sebanyak 228 orang,

usia 46-65 tahun sebanyak 499 orang yang merupakan paling banyak dan usia

>65 tahun sebanyak 16 orang. Asma merupakan penyakit penyebab 5 besar

kematian di dunia dan penderita asma pada tahun 2010 sebanyak 300 juta

(17,4%). Penyakit asma ini harus dikontrol dengan baik, apabila tidak dikontrol

dengan baik maka angka kejadian asma diperkirakan akan meningkat samapai

400 juta pasien pada tahun 2025.15 Di Indonesia pada tahun 2007 penderita

asma mencapai 5000 orang dan penderita asma yang tidak terkontrol ada

sekitar 64% dari 400 pasien yang menderita asma. Penderita asma di Indonesia

pada tahun 2011 adalah sebanyak 12 juta orang.

Peningkatan prevalensi penderita asma disebabkan oleh adanya polusi

udara (industri, kendaraan bermotor, pembakaran hutan, dll), gaya hidup

(obesitas, alergen dalam rumah seperti tungau, debu, bulu hewan dan alergen

luar rumah seperti rokok, serbuk sari dan spora jamur) dan kurangnya

Page 30: presbes chyntia G1A212118

30

pengetahuan keluarga mengenai kondisi penyakit dan pengobatan pasien asma

tersebut.15

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah akut biasanya

disebabkan oleh infeksi. Kunjungan pasien pneumonia di klinik paru RSMS

tahun 2012 adalah 352 orang dengan laki-laki 189 orang dan perempuan 168

orang. Usia 12-25 tahun sebanyak 23 orang, usia 26-45 tahun sebanyak 86

orang, usia 46-65 tahun sebanyak 139 orang yang merupakan paling banyak

dan usia >65 tahun sebanyak 74 orang. Hasil SDKI pada tahun 2001

menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia paling tinggi terjadi pada anak usia

1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar

31%.Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena

pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%.14

Ketidakseimbangan antara faktor penjamu, agen dan lingkungan dapat

menyebabkan timbulnya suatu penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam

empat determinan kesehatan, seperti faktor biologis, lingkungan, perilaku, dan

faktor pelayanan kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya

suatu penyakit dalam masyarakat. Jika dilihat dari empat determinan tersebut,

maka faktor resiko yang paling berpengaruh pada kasus ini adalah faktor

ekstrinsik berupa lingkungan rumah pasien dan perilaku orang tua sehari-hari

dan perilakunya dalam mencari pengobatan. Aspek perilaku untuk hidup bersih

dan sehat sering menjadi penyebab suatu penyakit menjadi berulang dan

menjadi salah satu faktor yang sulit untuk diubah. Oleh karena itu upaya untuk

mencegah dan mengurangi kejadian pneumonia perlu ditinjau dari berbagai

aspek yang sesungguhnya saling berkaitan. 14

TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Myobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman

myobacterium tuberkulosis sisteik sehingga dapat mengenai semua organ

tubuh dengan lokasi terbanyak diparu-paru yang biasanya merupakan lokasi

infeksi primer. Pada tahun 1995, World Health Organization (WHO)

memperkirakan setiap tahun akan terdapat sekitar sembilan juta penderita baru

TB paru dengan kematian sekitar tiga juta orang. Setiap penderita jika tidak

Page 31: presbes chyntia G1A212118

31

diobati, diperkirakan dalam setahun dapat menularkan penyakit tersebut

kepada 15 orang.16

Kunjungan pasien TB paru di klinik paru RSMS tahun 2012 adalah 768

orang dengan laki-laki 379 orang dan perempuan 389 orang. Usia 0-11 tahun

sebanyak 8 orang, usia 12-25 tahun sebanyak 103 orang, usia 26-45 tahun

paling banyak yaitu sebanyak 499 orang, usia 46-65 tahun sebanyak 135 orang

dan usia >65 tahun sebanyak 23 orang. Di Indonesia berdasarkan beberapa

penelitian diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok usia 15-50

tahun. Di benua Afrika penderita TB paling banyak pada laki-laki dan hampir

dua kali lipat jumlahnya dibandingkan pada perempuan dan berbeda dengan di

RSMS tahun 2012 didapatkan tidak jauh berbeda antara laki-laki dan

perempuan.

Banyak faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi TB pada

seseorang dan dapat menggunakan teori Blum yang sangat terkenal dikalangan

ahli kesehatan masyarakat yaitu kesehatan sebagai kesehatan individu maupun

sebagai kesehatan masyarakat, merupakan interaksi harmonis antara beberapa

faktor; yaitu lingkungan, gaya/perilaku, keturunan/karakteristik dan pelayanan

kesehatan. Faktor lingkungan adalah faktor yang paling besar, lalu faktor gaya

hidup seperti sikap dan perilaku terhadap kesehatan, faktor lainnya yaitu

keturunan dan layanan kesehatan. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi

yaitu dengan lingkungan yang lebih besar yaitu populasi yang ada, sistem

budaya, sumber daya alam, keseimbangan ekologi dan kemanusiaan.16

Faktor resiko terjadinya infeksi TB berdasarkan penelitian Retnaningsih

et al,18 adalah tingkat pendidikan penderita dan kepadatan rumah sedangkan

faktor konfoundingnya adalah status gizi dan perilaku periksa TB. Faktor

resiko dari tingkat pendidikan adalah orang yang tingkat pendidikannya rendah

akan mempunyai resiko terjadinya infeksi TB sebesar 2,7 kali lebih tinggi

dibandingkan orang yang tingkat pendidikannya tinggi dengan melihat dari

status gizi, kepadatan rumah dan perilaku periksa TB.

Page 32: presbes chyntia G1A212118

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Sajinadiyasa, I., Bagiada, I., Ngurah R. Prevalensi dan Risiko Merokok

terhadap Penyakit Paru di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, Volume 11; 2010.

2. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Ed. Ke-6. Jakarta:

EGC, 2011:418-20, 447-56.

3. PDPI. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:

PDPI pusat; 2011.

4. Haryati., Bakhriansyah, M., Kartika S. Profil Penderita Kanker Paru Primer di

Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Tahun 2006-2011.

5. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007;

3-4

6. Menkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

7. Kumar, Vinay; Cotran, Ramzi S; Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar

Patologi Edisi 7 volume 2. Jakarta : EGC

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Asma Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

9. Morris, Michael J. 2013. Asthma. Medscape Reference. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#aw2aab6b2b2

10. Dewi, T., Swidarmoko, B., Rogayah, R., Hidayat. H. The Positive Result of

Cytology Brushing at Flexible Fiberoptic Bronchoscopy Compared with

Transthoracic Needle Aspiration in Central Lung Tumor. Journal Respiratory

Indo Vol. 31, No. 1. 2011.

11. Yulianti, D., Syahruddin, E., Hudoyo, A., Icksan, A. Neurological Clinical

Symptoms and CT Scan Brain Images of Lung Cancer Patients Small Cell

Carcinoma is Not Brain Metastasis in Persahabatan Hospital. Journal

Respiratory Indo Vol. 31, No. 1. 2011.

12. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2003. Kanker Paru. Pedoman

Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI.

Page 33: presbes chyntia G1A212118

33

13. Mannino, D., Samuel, M., Aguayo, S., Pett, T., Redd, SC. Low Lung

Function and Incident Lung Cancer in the United States, data from the first

national health and nutrition examination survey follow-up. Intern Med.

2003; 163:1475-80.

14. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2005. Pneumonia Nosokomia

Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia Jakarta : PDPI.

15. Aini, F., Hasneli, Y., Dewi, Y. 2011. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh

terhadap Tingkat Kekambuhan Pasien Asma. Bibliography:35.

16. GOLD. 2011. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and

Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

17. Retnaningsih, E., Taviv, Y., Yahya. 2010. Model Prediksi Faktor Risiko

Infeksi TB Paru Kontak Serumah untuk Perencanaan Program di Kabupaten

OKU Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010. Jurnal Pembangunan Manusia

Vol. 4 No.12.