Upload
chyntiaputriasni
View
227
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
REFERAT
PANOFTHALMITIS
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Dosen Pembimbing:
dr. Yulia, Sp M.
Disusun Oleh :
Chyntia Putriasni Kurnia
G1A212118
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui referat yang berjudul
PANOFTHALMITIS
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik
Di bagian SMF Mata
RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun oleh:
Chyntia Putriasni Kurnia G1A212118
Purwokerto, April 2014
Mengetahui,
Pembimbing
dr.Yulia, Sp. M
BAB I
PENDAHULUAN
Panopthalmitis yaitu suatu peradangan pada mata yang dapat melibatkan
semua lapisan bola mata termasuk bagian intraokuler seperti humour aquos dan
badan vitreus. Peradangan juga dapat memperluas ke jaringan di sekitar bola
mata. Kejadiannya rata-rata adalah sekitar 5 per 10.000 pasien yang berobat dalam
setahun, dan dalam beberapa kasus mata kanan dua kali lebih mungkin terinfeksi,
mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal untuk mengarahkan aliran darah
arteri ke arteri karotid kanan. Kejadian ini dapat meningkat karena penyebaran
AIDS, penggunaan agen imunosupresif yang berlebihan, dan yang sering yaitu
akibat dari tindakan prosedur invasif (Egan, 2013).
Sebagian besar kasus (sekitar 60%) terjadi setelah operasi intraokular.
Ketika operasi merupakan penyebab, panopthalmitis biasanya dimulai dalam
waktu 1 minggu setelah operasi. Di Amerika Serikat, panopthalmitis postcataract
merupakan bentuk yang paling umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi yang
memiliki komplikasi ini, dan kejadian ini telah meningkat selama beberapa tahun
terakhir. Posttraumatic panopthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera
penetrasi okular. sedangkan kejadian panopthalmitis akibat benda asing
intraokular adalah sekitar 7-31% (Egan, 2013).
Komplikasi paling sering akibat penyakit ini ialah penurunan visus yang
dapat menjadi permanen, dan yang paling berbahaya apabila terjadi penyebaran
infeksi secara hematogen dan menyebabkan syok septik. Menurut penelitian
menunjukan adanya hubungan perkembangan panopthalmitis pada pasien post
operasi dengan usia lebih atau sama dengan 70 tahun (Ilyas, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata yang juga termasuk
sklera dan kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses dan
termasuk tahapan setelah terjadi endophtalmitis. Infeksi yang masuk kedalam bola
mata dapat melalui peredaran darah (secara endogen) atau perforasi dari bola mata
(secara eksogen), dan dapat pula merupakan akibat tukak kornea perforasi (Ilyas,
2010).
Panophthalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan
oleh infeksi yang mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan ini
terjadi pada pasien yang memiliki kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh
untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes atau infeksi oleh virus HIV,
atau dapat pula sebagai akibat dari trauma atau operasi pada mata yang
menyebabkan terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke
dalam bola mata (Ilyas, 2010).
B. Etiologi dan Faktor Risiko
Panoftalmitis disebabkan oleh masuknya organisme piogenik kedalam
mata melalui luka yang terdapat pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau
merupakan akibat dari operasi atau akibat mengikuti perforasi suatu ulkus kornea,
penyebab panophtalmitis ini sama dengan endophtalmitis. Kemungkinan dapat
disebabkan oleh adanya metastasis alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti
pyaemia, meningitis maupun septikaemia purpural (Ilyas, 2010).
Data menunjukkan bahwa kebanyakan kasus terjadi akibat faktor eksogen
pada kasus pembedahan intraocular (62%), masuknya benda asing ke dalam mata
(20%), komplikasi pembedahan filtrasi anti-glukoma (10%), pembedahan lainnya
(keratoplasti, vitrectomi, implantasi lensa intraocular) dengan jumlah kasus yang
lebih sedikit. Hanya 2-8% kasus endoftalmitis yang disebabkan faktor endogen
(Veselinovic, 2009).
Pneumococcus merupakan suatu organisme yang paling sering
menyebabkan panoftalmitis, disamping itu dapat pula disebabkan oleh
Streptococcus, Staphylococcus dan E.coli. Selain itu, jamur (seperti Candida
albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll), parasit (seperti Toxoplasma, Toxocara,
dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll) juga dapat menyebabkan terjadinya
panoftalmitis.
C. Patomekanisme
Panoftahlamitis atau peradangan supuratif pada isi bola mata memiliki
gejala yaitu terdapatnya nanah, palpebra yang bengkak, dan mata masih dapat
digerakkan apabila pus keluar karena perforasi, panas, tetapi tekanan bola mata
menjadi menurun, jaringan yang mengkerut, kemudian akan menjadi ptisis bulbi.
Terjadinya panofthalmitis biasanya dikarenakan infeksi eksogen, misalnya
pascabedah intraocular (terutama ekstraksi katarak), trauma tembus, atau tukak
kornea yang mengalami perforasi.
Terjadinya trauma penetrasi, maka korpus vitreum bagian yang pertama
kali akan terkena kemudian pada uvea dan retina yang juga dapat ikut terkena.
Kasus metastasis, peradangan dimulai dengan terjadinya emboli septik pada arteri
retina dan arteri choroid. Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, bila pada
kasus perforasi ulkus kornea atau infeksi pasca bedah intra-ocular, peradangan
dimulai dengan iridocyclitis jika infeksi tidak terlalu virulent, dapat dikontrol
dengan pengobatan sedini mungkin. Tapi jika kuman terlalu virulent, peradangan
purulen akan berangsur-angsur menyebar ke bagian uvea posterior dan mengenai
seluruh jaringan uvea dan retina, akhirnya terjadi pembentukan pus atau nanah
dalam bola mata meskipun diobati.
Infeksi endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan penyulit dari
bakteremia atau septikemia. Dan sangat jarang terjadi adanya invasi infeksi orbita
ke dalam bola mata yang bersifat langsung.
Bakteri
Bila panoftalmitis yang disebabkan karena bakteri, maka perjalanan
penyakitnya akan cepat dan berat.
a. Pseudomonas
Bakteri batang gram negatif, bergerak, aerob; beberapa diantaranya
menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Bakteri ini merupakan bakteri tipe
ganas, merupakan patogen utama bagi manusia. Bisa menghancurkan semua
bagian termasuk kornea; sekret purulen, berupa nanah biru kehijauan;
mempunyai zat proteolitik yang dapat menghancurkan fibrin; banyak sel-sel
yang mati, terutama leukosit, dan jaringan nekrosis.
b. Staphylococcus
Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam
rangkaian tak beraturan separti anggur. Bakteri ini mampu menghasilkan
substansi (eksotoksin, leukosidin, koagulase, dan enterotoksin), substansi ini
meningkatkan kemampuannya untuk berlipat ganda dan menyebar secara luas
ke dalam jaringan dan menghasilakan sekret mucopurulen (kental berwarna
kekuningan, elastis). Permukaan Stafilokok ditutupi dengan substansi yang
dinamakan protein A, yang menghambat fagositosis. Bakteri stafilokok yang
telah difagostosis masih mampu bertahan dalam jangka waktu lama.
c. Streptococcus
Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhan. Sekret pseudo-membranacea,
seolah-olah melekat pada konjungtiva tetapi mudah diambil dan tidak
mengakibatkan pedarahan; infeksi oleh bakteri ini akan membentuk sekret,
terdapatnya sel-sel lepas dan jaringan nekrotik,sehingga terjadi defek pada
konjungtiva.
Parasit
a. Toxoplasma gondii
Lesi okuler mungkin didapat inutero atau muncul sesudah serangan infeksi
sistemik akut. Toksoplasmosis adalah penyebab retinokoroiditis paling umum
pada manusia. Kucing peliharaan dan spesies kucing lain berfungsi sebagai
hospes definitif bagi parasit ini. Wanita peka terkena penyakit ini selama
kehamilan dapat menularkan penyakit ini ke janin. Sumber infeksi pada
manusia adalah ookista di tanah atau lewat udara ikut debu, daging kurang
matang yang mengandung bradizoit (parasit bentuk kista), dan takizoit (bentuk
proliferatif), yang diteruskan melalui plasenta.
Tanda dan gejala infeksi parasit ini yaitu seperti melihat benda
mengambang, penglihatan kabur, atau fotofobia. Lesi okuler berupa daerah-
daerah retinokoroiditis fokal nekrotik keputih-putihan, kecil atau besar, satu-
satu atau mulipel. Lesi yang aktif dapat bersebelahan dengan parut retina yang
telah sembuh dan dikelilingi edem retina. Dapat terjadi vaskulitis retina, yang
menimbulkan perdarahan retina. Peradangan berakibat terlihatnya sel-sel
didalam vitreus dan eksudasi. Mungkin juga akan menimbulkan edem pada
makula kistoid. Iridosklitis sering dijumpai pada pasien retinokoroiditis
toksoplasmik.
b. Toxocara cati dan Toxocara canis
Toksokariasis okuler dapat terjadi tanpa manifestasi sistemik. Anak-anak
yang rentan terkena penyakit ini, berhubungan erat dengan binatang peliharaan
dan karena memakan kotoran yang terkontaminasi ovum Toxocara. Telur yang
termakan membentuk larva yang menembus mukosa usus dan masuk ke dalam
sirkulasi sistemik, dan akhirnya sampai di mata.
Tanda dan gejala larva Toxocara diam di retina dan mati, menimbulkan reaksi
radang hebat dan pembentukan antibodi Toxocara setempat. Keluhan berupa
penglihatan kabur, atau pupil keputihan. Terdapat tiga presentasi klinik, yaitu
endoftalmitis, granuloma posterior lokal, dan granuloma posterior perifer
dengan uveitis intermediate.
Virus
Manifestasi okuler pada infeksi HIV adalah bintik ”cotton wool”,
peradarahan retina, sarcoma Kaposi pada permukaan mata dan adneksa, dan
kelainan neurooftalmologik pada penyakit intrakranial. Selain itu sering
terkena infeksi oportunistik. Retinopati sitomegalovirus adalah penyakit yang
membutakan dan merupakan infeksi okuler paling umum.
Jamur
Bila panoftalmitis akibat jamur perjalanan penyakit akan berjalan
perlahan-lahan dan malahan gejala akan terlihat setelah beberapa minggu
setelah terjadinya infeksi. Candida albicans adalah salah satu jamur oportunis
yang terpenting. Lesi candida awal berwujud retinitis granulomatosa
nekrotikans fokal dengan atau tanpa koroiditis, yang ditandai lesi eksudatif
putih berjonjot yang berhubungan dengan sel-sel dalam badan kaca yang
menutupi lesi tersebut. Lesi ini bisa menyebar dan mengenai saraf optik dan
struktur mata lainnya. Jamur ini juga bisa menyebabkan endoftalmitis,
panoftalmitis, bercak Roth, papilitis, dan ablasi retina. Penyebaran ke badan
kaca dapat mengakibatkan terjadinya abses badan kaca. Juga bisa akan terjadi
uveitis anterior dengan sel-sel dan flare di dalam bilik mata depan, serta
hipopion.
D. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan:
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Muntah
d. Rasa nyeri
e. Mata merah
f. Kelopak mata bengkak atau edem
g. Penurunan tajam penglihatan
2. Pemeriksaaan fisik
Pada pemeriksaan, ditemukan:
a. Kongesti konjungtiva dengan injeksi ciliar hebat
b. Khemosis konjungtiva selalu ada dan kornea tampak keruh
c. Kamera oculi anterior sering menunjukkan pembentukan hypopion
d. Pupil mengecil dan menetap
e. Reflek berwarna kuning terlihat pada pupil dengan illuminasi oblique
f. Eksudasi purulen dalam vitreus humor
g. Peningkatan intra okuler.
h. Proptosis derajat sedang serta gerakan bola mata terbatas disebabkan
peradangan pada kapsul Tenon’s (Tenonitis).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan untuk
mencari penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskpik
dan kultur. Diagnosis laboratorium panoftalmitis secara integral berkaitan
dengan terapinya. Biasanya cairan badan kaca (corpus vitreum) diambil
untuk contoh pada waktu dikerjakan debridemen rongga badan kaca
(vitrekomi).
E. Rencana Terapi
Pada tahap awal, tepi luka, baik itu luka karena operasi atau kecelakaan,
harus di cauterisasi dengan asam carbolic murni. Pengobatan dengan antibiotik
dosis tinggi lokal dan sistemik harus segera dimulai, seperti Vancomycin dan obat-
obat sulfa, misalnya Trimethoprim-sulfamethoxazole. Deksametason Na fosfat 1
mg, neomisina 3,5 mg, polimiksina B sulfat 6000 UI (kandungan tiap ml tetes
mata atau g salep mata).
Jika peradangan terjadi pada segmen anterior bola mata, pengobatan yang
intensif dengan kompres hangat, atropin lokal dan sulfonamide sistemik serta
antibiotik sebaiknya diperiksa kemajuannya. Jika penyebabnya jamur diberikan
amfotererisin B150 mikrogram sub konjungtiva, flusitosin, ketokonazol secara
sistemik, dan vitrektomi.
Penyebab parasit (toxoplasma) diberikan pyrimetamine, 25 mg peroral per
hari, sulfadiazine, 0,5 g per oral empat kali sehari selama 4 minggu. Selain itu mg
kalsium leukovorin per oral dua kali seminggu, dan urin harus tetap dijaga agar
tetap alkalis dengan minum satu sendok teh natrium bikarbonat setiap hari.
Alternatif lain clindamicyn, 300 mg per oral empat kali sehari, dengan
trisulfapyrimidine, 0,5-1 g peroral empat kali sehari. Antibiotik lain spiramycin
dan minocycline. Toksokakariasis okuler pengobatan dengan kortikosteroid secara
sistemik atau periokuler bila ada tanda reaksi radang intra okuler,
dipertimbangkan vitrektomi pada pasien dengan fibrosis vitreus nyata.
Sedangkan bila penyebabnya virus dapat diberikan sulfasetamid dan
antivirus (IDU). Apabila mata sudah tidak dapat diselamatkan lagi harus segera
dilakukan eviserasi.
Eviserasi
Adalah suatu tindakan operasi dimana isi bola mata dikeluarkan dan scleral cup
disingkirkan. Hal ini biasanya dilakukan pada kasus supuratif intra-ocular
(panoftalmitis), perdarahan anterior staphyloma dan trauma penetrans pada bola
mata dengan keluarnya isi bola mata.
Anestesi
Anestesi umum dianjurkan pada anak-anak, sedangkan pada orang dewasa operasi
dapat dilakukan dengan anastesi lokal dengan transquilizer sistemik. Infiltrasi 4
ml, 2 % larutan lignocaine hydrochlor ke dalam jaringan retrobulber akan
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri pada saat operasi. Infiltrasi
subkonjungtiva pada anestesi disekeliling kornea membantu memisahkan
conjungtiva dari bola mata dengan mudah.
Tindakan Operasi
Kulit kelopak mata disterilkan dengan larutan savlon dan conjungtiva
diirigasi dengan larutan garam fisiologis. Dan pada umumnya eye spekulum
disisipkan untuk membuka kelopak mata. Kemudian dilakukan irisan circum-
corneal pada conjungtiva bulbi yang mengelilingi limbus. Conjungtiva bulbi
dengan kapsul Tenon’s dipisahkan dari bola mata ke fornik. Lalu dibuat irisan
sirkuler pada sclero-cornea dan kornea terpisah. Pada bagian tepi scleral cup
kemudian di geser dengan forsep arteri dan isi bola mata dikeluarkan dengan
scoop.
Hati-hati pada saat proses mengeluarkan semua jaringan uvea dari dalam
permukaan scleral cup, karena bagian portio pada sclera mungkin saja terkena.
Untuk memastikan agar tekanan tetap seimbang maka kelopak mata ditutup
dengan memasangan perban.
Setelah Operasi
Pemakaian pertama kali sebaiknya setelah 48 jam dan setiap 24 jam selama 7 hari.
Pasien sebaiknya rawat jalan pada hari ke-7. Mata buatan mungkin akan
menyesuaikan setelah 3-4 minggu.
F. Prognosis
Prognosis mata yang terinfeksi oleh staphylococcus epidermidis
keadaannya lebih baik, tetapi jika infeksinya karena Pseudomonas atau spesies
gram negatif lainnya prognosisnya tetap buruk dan sangat buruk terutama bila
disebabkan jamur atau parasit.
BAB III
KESIMPULAN
1. Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata yang juga
termasuk sklera dan kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan rongga
abses.
2. Penyebab panoftalmitis yaitu Streptococcus, Staphylococcus dan E.coli,
jamur (seperti Candida albicans, Histoplasma, Cryptococcus, dll), parasit
(seperti Toxoplasma, Toxocara, dll), serta virus (sepert CMV, HIV, dll).
3. Infeksi yang masuk kedalam bola mata dapat melalui peredaran darah
(secara endogen) atau perforasi dari bola mata (secara eksogen), dan dapat
pula merupakan akibat tukak kornea perforasi.
4. Prognosis untuk mata yang terinfeksi oleh staphylococcus epidermidis
keadaannya lebih baik, tetapi jika infeksinya karena Pseudomonas atau
spesies gram negatif lainnya prognosisnya buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Egan, Daniel. 2013. Endophtalmitis. Medscape Reference. Ilyas, S., Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010 : 177-
178.James, Bruce, dkk, Lecture Notes Oftalmologi, Edisi 9, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2006.Ilyas, S., Atlas Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto, Jakarta, 2001: 53.Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000:
155-165.Radjamin, Tamin, R.K., dkk, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,
Surabaya, 1998: 85-92.
Veselinovic, D., Veselinovic, A. 2009. Endoftalmitis. Acta Medica Medianae 2009;48(1):56-62.