makalah
Jumat, 11 Januari 2013
KELAHIRAN LETAK LINTANG
TINJAUAN PUSTAKA
LETAK LINTANG
A. DEFINISI
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu
miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada
bayi besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan
distosia bahu.
(Sarwono, 2002)
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya bahu merupakan bagian
terendah janin.
(Sarwono, 2002)
Pada letak lintang, bisaanya bahu berada di atas pintu atas panggul sedangkan kepala terletak
di salah satu fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain. Keadaan seperti ini disebut
sebagai presentasi bahu atau presentasi akromion. Arah akromion menghadap sisi tubuh ibu
menentukan jenis letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan. Lebih lanjut, karena pada kedua
posisi tersebut punggung dapat mengarah ke anterior atau posterior, ke superior atau ke inferior,
bisaanya jenis letak lintang ini dapat dibedakan lagi menjadi letak lintang dorsoanterior dan
dorsoposterior.
(Cunningham, 1995)
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala
pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit
lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung
janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior),
di bawah (dorsoinferior).
(Sarwono, 2005)
Pada latak lintang sumbu panjang anak tegak lurus atau hamper tegak lurus pada sumbu
panjang ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah, maka juga disebut presentasi bahu
atau presentasi akromion.
(Fakultas Kedokteran UNPAD,1984)
Letak lintang (transverse lie) adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 900. jika sudut yang dibentuk kedua sumbu ini
tajam disebut oblique lie, yang terdiri dari deviated head presentation (letak kepala mengolak)
dan deviated breech presentation (letak bokong mengolak). Karena bisaanya yang paling rendah
adalah bahu, maka dalam hal ini disebut juga shoulder presentation.
(Mochtar, 1998)
Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu
memanjang tubuh ibu.
(Mansjoer, 1999)
B. JENIS-JENIS LETAK LINTANG
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu;
Menurut letak kepala terbagi atas;
1. LLi I
Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
2. LLi II
Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
Menurut posisi punggung terbagi atas;
1. Dorso anterior
Apabila posisi punggung janin berada di depan.
2. Dorso posterior
Apabila posisi punggung janin berada di belakang.
3. Dorso superior
Apabila posis punggung janin berada di atas.
4. Dorso inferior
Apabila posisi punggung janin berada di bawah.
C. ETIOLOGI
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang terlalu kecil atau
sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar,
dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam
rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya
letak lintang tersebut. Distosia bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke
dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas empat
atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita nullipara.
D. PATOFISIOLOGI
Distosia bahu disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat ke dalam
panggul yang disebabkan oleh fase aktif dan fase persalinan kala II yang pendek pada multipara
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui
jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala
II sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus beralih ke
depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir,
yang menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau letak miring
kadang-kadang dalam persalinan terjadi dari posisi longitudinal yang semula, dengan
berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka.
Pada proses persalinan, setelah ketuban pecah apabila ibu dibiarkan bersalin sendiri, bahu
bayi akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah
penurunan, bahu berhenti sebatas pintu atas panggul dengan kepala di salah satu fosa iliaka dan
bokong pada fosa iliaka yang lain.
Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit di bagian atas panggul. Uterus kemudian
berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi halangan tersebut.
Setelah beberapa saat akan terjadi cincin retraksi yang semakin lama semakin tinggi dan semakin
nyata. Keadaan seperti ini disebut sebagai letak lintang kasep. Jika tidak cepat diatasi, dan
ditangani secara benar, uterus akan mengalami ruptura dan baik ibu maupun janin dapat
meninggal.
E. MEKANISME PERSALINAN
Ada kalanya anak yang pada permulaan persalinan dalam letak lintang, bisa berputar sendiri
dan menjadi letak memanjang. Kejadian seperti ini disebut versio spontanea. Tanda-tanda pada
persalinan letak lintang bisaanya ketuban cepat pecah, pembukaan berjalan lambat, partus
menjadi lebih lama, tangan menumbung (20-50%), tali pusat menumbung 10%.
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat terjadi
persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian
janin dan ruptura uteri. Bahu masuk ke dalam panggul, sehingga rongga panggul seluruhnya
terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya.
Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk
mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen
bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin
tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak lintang kasep,
sedangkan janin akan meninggal. Bila tidak segera dilakukan pertolongan, akan terjadi ruptura
uteri, sehingga janin yang meninggal sebagian atau seluruhnya keluar dari uterus dan masuk ke
dalam rongga perut. Ibu berada dalam keadaan sangat berbahaya akibat perdarahan dan infeksi,
dan sering kali meninggal pula.
Kalau janin kecil, sudah mati dan menjadi lembek, kadang-kadang persalinan dapat
berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir atau lahir dengan
evolusio spontanea menurut cara Denman atau Douglas.
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan fleksi kuat di bagian bawah tulang
belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian
disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong
dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua
cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi
lateral yang maksimal dari tubuh janin.
F. PROGNOSIS
Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya bagi ibu dan
bayi.
Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan
ekstraksi. Pada partus lama, ketuban pecah dini dengan mudah dapat mengakibatkan terjadinya
infeksi.
Bagi bayi
Angka kematian tinggi sekitar 25-40% yang dapat disebabkan oleh prolapsus funikuli,
trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus. Prognosa bayi sangat tergantung
pada saat pecahnya ketuban, maka kita harus berusaha supaya ketuban selama mungkin tetap
utuh misalnya;
Melarang pasien mengejan
Pasien dengan bayi yang melintang tidak dibenarkan berjalan-jalan
Tidak diberi obat his
Toucher harus hati-hati jangan sampai memecahkan ketuban. Atau lebih baik apabila tidak
dilakukan toucher
Setelah ketuban pecah bahayanya bertambah karena;
Dapat terjadi letak lintang kasep kalau pembukaan sudah lengkap
Bayi dapat mengalami asphyxia karena peredaran darah placenta berkurang
Tali pusat dapat menumbung
Bahaya infeksi bertambah
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari letak lintang adalah cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah
dan lengan menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptura uteri.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan
mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar pada primigravida usia kehamilan 34
minggu, pada multigravida usia kehamilan 36 minggu. Sebelum melakukan versi luar harus
dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset,
dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk
rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi perubahan letak,
segera dapat ditentukan diagnosis dan penanganannya.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak lintang janin menjadi
presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada
seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan sectio caesarea.
Sikap ini berdasarkan berbagai pertimbangan sebagai berikut;
Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada seorang
primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his, maka
lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat
mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli
Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung pada beberapa faktor.
Apabila riwayat obstetric wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul,
dan janin tidak seberapa besar dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap
untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban
tetap utuh dan melarang wanita tersebut bangun atau meneran.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus
segera dilakukan sectio caesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prilapsus funikuli, maka
bergantung kepad tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi
ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan sectio caesarea. Dalam hal ini persalinan dapat
diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancer
atau tidak.
Versi ekstraksi dapat pula dilakukan pada kehamilan kembar apabila setelah bayi pertama
lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi
akan mengakibatkan ruptura uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan sectio
caesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per vagina dengan
dekapitasi.
SECTIO CAESAREA
A. DEFINISI
Sectio caesarea atau persalinan caesarea didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui insisi
pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak
mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen dalam kasus ruptura uteri atau kehamilan
abdominal.
(Cunningham, 1995)
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 g,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact).
(Sarwono, 2002)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan uterus.
(Sarwono, 2005)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim.
(Mansjoer, 1999)
Kelahiran sesarea adalah alternatif dari kelahiran vagina bila keamanan ibu atau janin
terganggu.
(Doengoes, 2001)
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut atau vagina.
(Mochtar, 1998)
Sectio caesarea merupakan pembedahan obstetric untuk melahirkan janin yang viable melalui
abdomen.
(Farrer, 2001)
B. JENIS-JENIS SECTIO CAESAREA
Sectio caesarea dibedakan menjadi tiga tipe berdasarkan tehniknya, yaitu;
1. Sectio caesarea segmen bawah (SCSB) atau sectio caesarea transperitonealis profunda
Insisi melintang dilakukan pada segmen bawah uterus. Segmen bawah uterus tidak begitu
banyak mengandung pembuluh darah dibandingkan segmen atas sehingga risiko perdarahan
lebih kecil. Karena segmen bawah terletak di bawah kavum peritonei, kemungkinan infeksi
pasca bedah juga tidak begitu besar. Di samping itu, risiko ruptura uteri pada kehamilan dan
persalinan berikutnya akan lebih kecil bilamana jaringan parut hanya terbatas pada segmen
bawah uterus. Kesembuhan luka bisaanya baik karena segmen bawah merupakan bagian uterus
yang tidak begitu aktif.
2. Sectio caesarea klasik atau korporal
Insisi klasik hanya kadang-kadang dilakukan. Hal ini dilakukan kalau segmen bawah tidak
terjangkau karena ada perlekatan atau rintangan plasenta, kalau terdapat vena verikosa pada
segmen bawah, dan kadang-kadang juga dilakukan bagi janin yang letaknya melintang serta
untuk histerektomi caesarea.
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Sectio caesarea ekstraperitoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi
puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini sekarang
tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tehniknya dan sering kali
terjadinya sobekan peritoneum tidak dapat dihindarkan. Mengingat bahwa tindakan ini kini
dalam praktek jarang sekali dilakukan, maka tehniknya sudah tidak dibicarakan lagi.
C. INDIKASI
Pada umumnya sectio caesarea digunakan bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan
yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau keduanya. Padahal
persalinan per vagina tidak mungkin diselesaikan dengan aman.
Sectio caesarea elektif dilakukan kalau sebelumnya sudah diperkirakan bahwa persalinan per
vagina yang normal tidak cocok atau tidak aman. Persalinan dengan sectio caesarea dilakukan
untuk;
1. Plasenta previa
2. Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi
3. Riwayat obstetric yang jelek
4. Disproporsi sefalopelvik
5. Infeksi herpes virus tipe II (genital)
6. Riwayat sectio caesarea klasik
7. Diabetes (kadang-kadang)
8. Presentasi bokong (kadang-kadang)
Sectio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada:
Panggul sempit
Primigravida
Janin besar dan berharga
9. Penyakit atau kelainan yang berat pada janin, seperti eritoblastosis atau retardasi
pertumbuhan yang nyata
Sectio caesarea emergensi dilakukan untuk;
1. Induksi persalinan yang gagal
2. Kegagalan dalam kemajuan persalinan
3. Penyakit fetal atau maternal
4. Diabetes atau pre-eklamsi berat
5. Persalinan macet
6. Prolapsus funikuli
7. Perdarahan hebat dalam persalinan
8. Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan
a. Letak lintang
Bila ada kesempitan panggul maka sectio sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak
lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio sesarea walau tidak ada
perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.
b. Letak bokong
Sectio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada:
Panggul sempit
Primigravida
Janin besar dan berharga
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
d. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
e. Gemelli, dianjurkan sectio sesarea bila
Janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
Bila terjadi interlock
Distosia oleh karena tumor
Gawat janin
D. KONTRAINDIKASI
Perlu diingat bahwa sectio sesarea dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk
kepentingan anak, oleh sebab itu sectio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa,
apabila misalnya janin sudah meninggal dalam uterus atau apabila terlalu kecil untuk hidup di
luar kandungan. Apabila janin terbukti menderita cacat seperti hidrosepalus, anensepalus dan
lain-lain.
E. Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh
karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah,
indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit
dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per
1000. Nasib janin yang ditolong secara sectio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan
fasilitas neonatal yang sempurna angka kematian 4-7%.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi dari tindakan sectio caesarea bisa terjadi pada ibu dan bayi. Pada ibu dapat
terjadi infeksi puerperal, perdarahan, luka pada kandung kencing, embolisme paru-paru, ruptura
uteri. Sedangkan pada bayi dapat terjadi kematian perinatal.
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut sedikit kembung
Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar
dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan, disebabkan karena:
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
G. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM SC
Dalam melakukan sectio caesarea perlu diperhatikan beberapa hal.
1. Sectio caesarea elektif
Sectio caesarea ini direncanakan lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan
harus diselesaikan dengan pembedahan itu. Keuntungannya ialah bahwa waktu pembedahan
dapat ditentukan oleh dokter yang akan menolongnya dan bahwa segala persiapan dapat
dilakukan dengan baik. Kerugiannya ialah oleh karena persalinan belum mulai, segmen bawah
uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan, dan lebih mudah terjadi
atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai dengan kontraksinya.
2. Anastesia
Anastesia umum mempunyai pengaruh depresif pada pusat pernafasan janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Selain
itu ada pengaruh terhadap tonus uterus, sehingga kadang-kadang timbul perdarahan postpartum
karena atonia uteri. Akan tetapi bahaya terbesar ialah apabila diberi anastesi umum sedangkan
lambung pasien tidak kosong.
Pada wanita yang tidak sadar karena anastesi ada kemungkinan isi lambung masuk ke
dalam saluran pernafasan. Hal ini merupakan peristiwa yang sangat berbahaya. Dapat
diusahakan mengeluarkan isi perut dengan pipa lambung sebelum anastesi umum, akan tetapi
tindakan ini bisaanya tidak memuaskan. Apabila ada seorang ahli anastesi dapat dilakukan
intubasi dengan memasang pipa endotrakeal sehingga anastesi kemudian dapat dilakukan dengan
aman.
Anastesi spinal aman untuk janin akan tetapi selalu ada kemungkinan bahwa tekanan
darah pasien menurun dengan akibat yang buruk bagi ibu dan janin. Cara yang paling aman ialah
anastesi local akan tetapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.
3. Transfusi darah
Pada umumnya perdarahan pada sectio caesarea lebih banyak daripada persalinan per
vagina. Perdarahan tersebut disebabkan oleh insisi pada uterus, ketika pelepasan plasenta,
mungkin juga terjadi karena atonia uteri postpartum. Berhubung dengan itu pada tindakan sectio
caesarea perlu diadakan persediaan darah.
4. Pemberian antibiotika
Walaupun pemberian antibiotika sesudah sectio caesarea elektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
H. TEHNIK-TEHNIK SECTIO CAESAREA
1. Tehnik sectio caesarea transperitoneal profunda
Dauercatheter dipasang dan wanita berbaring dalam letak trendelenbrug ringan. Diadakan
insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa sentimeter di bawah
pusat. Setelah peritoneum dibuka, dipasang speculum perut, dan lapangan operasi dipisahkan
dari rongga perut dengan satu kain kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus
depan dan bawah dipegang dengan pinset, plika vesiko-uterina dibuka dan insisi ini diteruskan
melintang jauh ke lateral. Kemudian kandung kencing dengan peritoneum di depan uterus
didorong ke bawah dengan jari.
Pada segmen bawah uterus, yang sudah tidak ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung
kencing dan yang bisaanya sudah menipis, diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung
kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteria
uterine. Karena uterus dalam kehamilan tidak jarang memutar ke kanan, sebelum dibuat insisi,
posisi uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligamenta rotunda kanan dan kiri. Di
tengah-tengah, insisi diteruskan sampai dinding uterus terbuka dan ketuban tampak. Kemudian
luka yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang sudah
dibuat lebih dahulu.
Sekarang ketuban dipecahkan, dan air ketuban yang keluar diisap. Kemudian speculum
perut diangkat dan tangan dimasukan ke dalam uterus di belakang kepala janin dan dengan
memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan penolong, diusahakan lahirnya kepala
melalui lubang insisi. Jika dialami kesulitan untuk melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat
dipasang cunam Boerma. Sesudah kepala janin, badan terus dilahirkan, muka dan mulut
dibersihkan, tali pusat dipotong, dan bayi diserahkan kepada orang lain untuk diurus. Pada
presentasi sungsang atau letak lintang kaki janin dicari dan janin dilahirkan dengan tarikan pada
kaki.
Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena
untuk mengusahakan kontraksi yang baik. Pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa cunam
ovum, dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual.
Tampon untuk sementara dimasukan ke dalam rongga uterus guna mempermudah jahitan
luka pada dinding uterus. Tampon ini diangkat sebelum luka uterus ditutup sama sekali. Jahitan
otot uterus dilakukan dalam dua lapisan. Lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dengan
catgut dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Jahitan ini memegang otot uterus,
akan tetapi sedapat-dapatnya jangan mengikutsertakan desidua. Lapisan kedua terdiri atas jahitan
menerus, sehingga luka pada miometrium tertutup rapi. Akhirnya luka peritoneum pada plika
vesiko-uterina ditutup dengan jahitan catgut halus sehingga menutup bekas luka pada
miometrium dan setelah diamati bahwa uterus berkontraksi baik, dinding perut ditutup dengan
cara biasa.
Kelebihan dan kekurangan dari section caesarea transperitoneal profunda;
Kelebihan
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan repetonialisasi yang baik
c. Tumbang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum
d. Perdarahan kurang atau tidak seberapa banyak
e. Dibandingkan dengan cara korporal, kemungkinan rupture uteri spontan kurang atau lebih kecil
f. Bahaya peritonitis tidak besar
g. Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri dikemudian hari tidak besar,
karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami konraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
Kekurangan
a. Luka dapat melebar ke kirim, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan a. uterine putus,
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak.
b. Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
2. Tehnik sectio caesarea corporal
Setelah dinding perut dan peritoneum terbuka pada garis tengah dipasang beberapa kain kasa
panjang antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban dan
darah ke rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm
dengan ujung bawah di atas batas plika vesikouterina. Diadakan lubang kecil pada kantong
ketuban untuk menghisap air ketuban sebanyak mungkin; lubang ini kemudian di lebarkan, dan
janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya. Setelah anak lahir, korpus uteri dapat di keluarkan
dari rongga perut untuk memudahkan tindakan-tindakan selanjutnya. Sekarang diberikan
suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena, dan plasenta serta selaput
ketuban dikeluarkan secara manual. Kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang
kuat dalam dua lapisan; lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dan lapisan kedua atas jahitan
menerus. Selanutnya diadakan jahitan menerus dengan catgut yang lebih tipis, yang
mengikutsertakan peritoneum serta bagian luar miometrium dan yang menutup jahitan yang
terlebih dahulu dengan rapi. Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data Subyektif
1. Biodata
Nama ; untuk lebih mengenal pasien
Umur ; untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan dengan dengan umur ibu
Suku bangsa ; untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat
Agama ; untuk mengetahui agama serta cara pandangnya terhadap kehamilan
Pendidikan ; untuk mengetahui tingkat intelektual karena pendidikan mempengaruhi sikap perilaku
kesehatan seseorang
Pekerjaan ; untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap permasalahan
kesehatan dan untuk menilai social ekonomi
Alamat ; untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang lain bila ada keperluan yang
mendesak
2. Keluhan pasien
Keluhan utama ditujukan untuk menggali masalah atau keluhan-keluhan yang
mengandung pada trimester ke-3. keluhan fisiologis yang sering dialami ibu yaitu meningkatnya
keletihan, sukar tidur, sakit pinggang bagiang bawah.
3. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit keturunan yang mungkin
menurun pada pasien dimana penyakit tersebut erupakan rsiko terhadap kehamila seperti
hipertensi dan DM. dikaji juga apakah keturunannya ada yang menderita penyakit kanker,
jantung, asma, keturunan kembar, dan penyakit lain yang mempunyai faktor risiko terhadap
kehamilan.
4. Riwayat kesehatan pasien
Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita yang merupakan
risiko tinggi terhadap kehamilan seperti DM, hipertensi, jantung, ginjal, hepatitis, paru-paru.
Dikaji juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita panyakit berat, lama, dan terapinya agar
dapat diberikan asuhan keperawatan secara tepat dan berkesinambungan.
5. Riwayat obstretrik
Riwayat menstruasi
a. Menorche
Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur 10-16 tahun. Oleh sebab
tertentu yang dikaitkan dengan keadaan gizi yang lebih baik, haid pertama menjadi awal.
Menarche sebenarnya puncak dari serangkaian perubahan wanita. Perubahan tersebut adalah
tumbuh rambut kemaluan, rambut ketiak, payudara membesar, putting menghitam.
b. Dismenorhoe
Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan
selama haid sehingga dikatakan dismenorhoe jika nyeri haid begitu hebatnya.
c. Siklus haid
Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35 hari, dengan rata-rata 29
hari. Tetapi pada wanita yang haidnya teraturpun dapat terjadi kemelesetan beberapa hari baik
maju maupun mundur. Siklus haid dihitung sejak hari pertama haid hingga hari terakhir sebelum
haid berikutnya
d. HPHT
Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan partus menurut
naegle adalah hari +7, bulan -3, dan tahun +1. bila hari pertama haid terakhir tidak diingat lagi
maka sebagai pegangan dapat dinyatakan antara lain gerakan janin, umurnya pada primigravida,
gerakan janin dirasakan ibunya pada kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada
kehamilan 16 minggu.
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Pada multi dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan misalnya vakum atau
SC serta besarnya berat bayi waktu dilahirkan.
6. Riwayat keluarga berencana
Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat kontrasepsi berikutnya.
7. Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang memungkinkan dapat timbulnya
faktor resiko seperti hipertensi, riwayat perkawinan dikaji tentang umur berapa menikah, berapa
kali menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan keadaan kehamilannya dan faktor resiko.
8. Pola kehidupan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan gizi ibu sudah terpenuhi atau
belum, kelebihan atau kekurangan. Ibu hamil yang makannya terpenuhi akan mendapat kenaikan
berat badan yang cukup baik. Kenaikan berat badan selama hamil adalah 6,5-16 kg.
b. Pola eliminasi
Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III, bisaanya pasien sering kencing
karena penekanan rahim pada kandung kemih, tetapi sebaliknya pasien sering mengeluh sukar
BAB. Hal ini dikarenakan menurunnya tavus otot-otot traktus digestifus sehingga motilitas
seluruh traktus digestifus juga berkurang.
c. Personal hygiene
Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan kemampuan pasien untuk menjaga
kebersihan diri.
d. Pola kativitas
Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas dan istirahat tidak terpenuhi bisa
menyebabkan komplikasi obstetric, seperti hipertensi yang menjadi pre eklamsi atau eklamsi,
solution plasenta, plasenta previa yang kemungkinan bisa terjadi pada trimester III.
e. Pola istirahat dan tidur
Untuk mengetahui pola istirahat ibu tersebut kurang atau berlebihan, istirahat yang normal
kira-kira 6-8 jam setiap harinya.
f. Pola peran dengan orang lain
Untuk mengetahui apakah pasien dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap tetangganya
atau orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah hubungan bila keadaan mendesak dan
membutuhkan bantuan.
g. Pola hubungan sexual
Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam hubungan seksual, coitus sebaiknya dihentikan
pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk dalam rongga panggul karena dapat menimbulkan
perasaan sakit dan perdarahan.
h. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan pasien.
i. Pola pengetahuan ibu
Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh ibu mengetahui tentang proses kehamilan.
j. Koping dan toleransi stress
Untuk mengetahui seberapa besar pasien dapat mengetahui dan mengatasi masalah yang
dihadapinya.
k. Data spiritual
Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan pasien.
9. Keadaan psikologis
Keadaan psikologi yang dikaji adalah penerimaan pasien terhadap kehamilannya, penerimaan
suami atau keluarga terhadap kehamilannya, dukungan suami dan keluarga terhadap upaya-
upaya masalah terhadap keadaan kehamilan.
Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien apakah lemah, pucat, atau
baik.
b. Pemeriksaan TTV
Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh mencapai 140/90 mmHg dan tidak boleh kurang
dari 90/50 mmHg.
Nadi ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
Suhu ; suhu normal 360C-370C
Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada kehamilan 32
minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena usus-usus tertekan oleh uterus yang membesar
kea rah diafragma, sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
c. Berat badan dan tinggi badan
Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap minggu setelah
kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak boleh lebih dari 1 kg setiap
minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat badan seluruhnya pada wanita hamil
normalnya 6,5-16 kg.
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm, kemungkinan panggul
sempit perlu diperhatikan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Rambut ; dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak. Bila mudah dicabut
kemungkinan menunjukan defisiensi vitamin A dan B.
Kulit kepala ; kulit kepala diperiksa apakah ada kelainan atau adanya tumor.
Mata ; diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat, konjungtiva, bila pucat maka
kemungkinan menunjukan adanya anemi, sclera apakah ikterik atau tidak.
Hidung ; diperiksa apakah ada pholip atau tidak.
Mulut ; diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies, dan lidah kotor atau tidak.
Leher ; diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas seperti vena lebar yang terdistensi
dan penonjolan terutama pada daerah kelenjar.
b. Dada
Dinding thorak ; diperiksa simetris atau tidak dan adanya penonjolan.
Payudara ; ukuran payudara simetris atau tidak, perubahan warna kulit, dapat
menunjukan infeksi atau penyakit dermatologis yang dievaluasi. Putting susu menonjol, areola
menghitam, adakah kolostrum.
Aksila ; diperiksa ada benjolan, tumor, atau pembesaran limfa.
c. Abdomen
Observasi ; untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk mengetahui adanya striae pada
dinding abdomen.
Palpasi ; untuk mengetahui adanya pembesaran hepar, limpa, daerah nyeri tekan dan
kemungkinan masa.
Perkusi ; untuk mengetahui udara di dalam ssaluran pernafasan.
Auskultasi ; untuk mengetahui gerak peristaltic usus, gerak janin, dan DJJ.
d. Ekstremitas
Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat atau tidak, begitu pula kaki ada tidak varises dan
oedema.
e. Anus
Dikaji apakah ada varises atau hemoroid.
f. Reflek patella
Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau patella,
yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi. Bila reflek
patella negative maka kekurangan vitamin B1.
3. Pemeriksaan obstetric
a. Inspeksi
Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya oedema.
Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam, kolostrum.
Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada letak lintang membesar ke
samping), striae gravidarum, atau bekas luka.
b. Palpasi
Leopod I
Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin yang terdapat dalam
fundus. Sifat kepala ialah keras, bundar dan kurang melenting. Pada letak lintang fundus uteri
kosong.
Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas. Kadang-kadang di
samping terdapat kepala atau bokong pada letak lintang.
Leopod III
Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP
atau belum.
Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa
masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c. Auskultasi
Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau tidak. Normalnya 120-
160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat menggunakan leaneq atau dopler.
d. Reflek patella
Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut atau patella,
yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi. Bila reflek
patella negative maka kekurangan vitamin B1.
e. Panjang uterus
Untuk mengetahui umur kehamilan dan tafsiran berat janin. Cara menghitungTBJ menurut
Johnson Tausak;
TFU (dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I)
TFU (dalam cm) – 11x155 (bila penurunan kepala H II)
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)
Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan kelainan
bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau lebih.
b. Pemeriksaan dalam (VT)
Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;
Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan klavikula.
Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada
letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
c. Pemeriksaan diagnostic penunjang
Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah, Hb, Ht, LED
Pemeriksaan urine; menentukan kadar albumin atau glukosa.
Kultur; mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
Amniosentesis; mengkaji maturitas paru janin.
Ultrasonografi; melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin.
Foto rontgen; tampak janin dalam letak lintang.
Tes stress kontraksi atau tes nonstress; mengkaji respon janin terhadap gerakan atau stress dari
pola kontraksi uterus.
Pemantauan elektronik kontinu; memastikan status janin atau aktivitas uterus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Letak Lintang
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan krisis situasi.
2. Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses persalinan yang
lama.
3. Risiko cedera terhadap maternal berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses persalinan
yang lama.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
5. Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin.
Sectio Caesarea
Pre Operasi
1. Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas dan krisis situasi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Intra Operasi
1. Kekurangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan perdarahan.
2. Kelebihan volume cairan intratitial berhubungan dengan aliran balik vena terganggu.
3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penekanan pada penonjolan tulang dalam
waktu yang lama.
Post Operasi
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan trauma jaringan.
2. Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan dan imobilisasi dalam waktu
lama.
3. Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual dan muntah.
4. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret pada jalan nafas.
5. Pola nafas inefektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
6. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive dan kerusakan barier primer.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Letak Lintang
No
.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Ansietas
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi yang
diterima dan
krisis situasi.
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
diharapkan klien
mampu mengatasi
ansietas, yang
dibuktikan dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Klien
mengungkapkan
kesadaran akan
perasaan ansietas.
2. Klien mampu
mengidentifikasi
cara untuk
menurunkan atau
menghilangkan
ansietas.
3. Klien
mengungkapkan
ansietas berkurang.
4. Menggunakan
mekanisme koping
yang tepat.
5. Menunjukkan TTV
normal.
Mandiri
Dorong
keberadaan/partisipasi
dari pasangan.
Kaji tingkat ansietas
dan diskusikan
penyebabnya bila
mungkin.
Tentukan tingkat
ansietas klien dan
sumber dari masalah.
Berikan informasi
sehubungan dengan
normalnya perasaan.
Berikan waktu untuk
mendengarkan pasien
mengenai masalah dan
dorong ekspresi
perasaan yang bebas,
mis: rasa marah, ragu
takut dan sendiri.
Akui realita situasi dan
perasaan klien, terima
Memberikan dukungan
emosional, dapat
mendorong
pengungkapan
masalah.
Identifikasi masalah
spesifik akan
meningkatkan
kemampuan individu
untuk menghadapinya
dengan lebih realistis.
Proses kelahiran yang
tidak normal mungkin
dipandang sebagai
kegagalan dalam
hidup oleh klien .
Selalu berada dengan
cara ini akan membuat
pasien merasa
diterima .
Memungkinkan
ekspresi perasaan
ekspresi marah sambil
membatasi tingkah
laku agresif dan
berlebihan.
Kembangkan hubungan
pasien/perawat.
Anjurkan penggunaan
tehnik pernafasan dan
relaksasi. Bernafas
dengan klien atau
pasangan bila perlu.
Kolaborasi
Berikan kombinasi
narkotik dan
tranquilizer (missal;
meperidin
hidroklorida,
hidroksizin pamoat)
membantu dimulainya
resolusi.
Hubungan yang saling
mempercayai diantara
pasien,orang
terdekat,staf akan
meningkatkan
perawatan dan
dukungan yang
optimal.
Membantu dalam
menurunkan ansietas
dan persepsi ketakutan
persalinan,
meningkatkan kontrol
perasaan.
Tranquilizer
mempunyai kerja
narkotik, menurunkan
ansietas, dan
membantu klien
memfokuskan pada
tehnik pernafasan atau
relaksasi.
2. Risiko cedera
terhadap janin
berhubungan
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
diharapkan klien
Mandiri
Kaji DJJ secara manual
atau elektronik.
Mendeteksi respon
abnormal, seperti
dengan letak
lintang kasep dan
proses persalinan
yang lama.
mampu
berpartisipasi dalam
intervensi untuk
memperbaiki pola
persalinan dan
menurunkan faktor
risiko yang
teridentifikasi, yang
dibuktikan dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. DJJ menunjukan
dalam batas normal
144x/menit.
2. Variabilitas baik.
3. Tidak ada
deselerasi lambat.
Perhatikan
variabilitas, perubahan
periodic, dan frekuensi
dasar. Bila pada pusat
kelahiran alternative
(PKA), periksa irama
jantung janin diantara
kontraksi dengan
menggunakan
doptone. Jumlahkan
selama 10 menit,
istirahat selama 5
menit, dan jumlahkan
lagi selama 10 menit.
Lanjutkan pola ini
sepanjang kontraksi
sampai pertengahan
diantaranya dan
setelah kontraksi.
Perhatikan tekanan
uterus selama istirahat
dan fase kontraksi
melalui kateter
tekanan intrauterus
bila tersedia.
Identifikasi faktor-
faktor maternal seperti
dehidrasi, asidosis,
ansietas, atau sindrom
variabilitas yang
dilebih-lebihkan,
bradikardia dan
takikardia, yang
mungkin disebabkan
oleh stress, hipoksia,
asidosis, atau sepsis.
Tekanan istirahat lebih
besar dari 30 mmHg
atau tekanan kontraksi
lebih dari 50 mmHg
dapat menurunkan
atau mengganggu
oksigenasi dalam
ruang intravilos.
Kadang-kadang
prosedur sederhana
seperti membalikan
klien ke posisi
rekumben lateral
dapat meningkatkan
sirkulasi darah dan
oksigen ke uterus dan
vena kava.
Observasi terhadap
prolaps tali pusat
samara atau dapat
dilihat bila pecah
ketuban. Untuk
deselerasi variable
pada strip
pemantauan,
khususnya bila janin
pada presentasi
bokong.
Perhatikan bau dan
perubahan warna
cairan amnion pada
pecah ketuban lama.
Dapatkan kultur bila
temuan abnormal.
Kolaborasai
Perhatikan frekuensi
kontraksi uterus, beri
tahu dokter bila
frekuensi 2 menit atau
plasenta serta dapat
mencegah atau
memperbaiki hipoksia
janin.
Prolaps tali pusat lebih
mungkin terjadi pada
presentasi bokong,
karena bagian
presentasi tidak
menonjol kuat, juga
tidak secara total
memblok tulang,
seperti pada presentasi
verteks.
Infeksi asenden dan
sepsis disertai dengan
takikardia dapat tejadi
pada pecah ketuban
lama.
Kontraksi yang terjadi
setiap 2 menit atau
kurang tidak
memungkinkan
oksigenasi adekuat
dari ruang intravilos.
Menentukan
pembaringan janin,
posisi, dan presentasi
dapat
kurang.
Kaji malposisi
menggunakan
maneuver Leopod dan
temuan pemeriksaan
internal. Tinjau ulang
hasil ultrasonografi.
Pantau penurunan
kepala janin pada
jalan lahir secara
teratur dan teliti dalam
hubungannya dengan
kolumna vertebralis
iskial.
Siapkan untuk metode
melahirkan secara
caesarea bila
malpresentasi janin,
janin gagal turun,
kemajuan persalinan
berhenti, atau
teridentifikasi CPD.
mengidentifikasi
factor-faktor yang
dapat memperberat
disfungsional
persalinan.
Penurunan yang kurang
dari 1 cm/jam pada
primipara atau kurang
dari 2 cm/jam pada
multipara dapat
menandakan CPD
atau malposisi.
Melahirkan per vagina
janin dengan
malpresentasi
dihubungkan dengan
cedera pada kolumna
vertebralis janin,
pleksus brakialis,
klavikula, dan sutura
otak, meningkatkan
mortalitas dan
morbiditas neonatal.
Risiko hipoksia
karena stimulasi vagal
lama dengan kompresi
kepala, dan trauma
kepala seperti
hemoragi intracranial,
dapat dihilangkan atau
dicegah bila CPD
Berikan antibiotic pada
klien sesuai indikasi.
teidentifikasi dan
intervensi bedah
segera dilakukan.
Mencegah atau
mengatasi infeksi
asenden dan akan
melindungi janin juga.
3. Risiko cedera
terhadap
maternal
berhubungan
dengan letak
lintang kasep dan
proses persalinan
yang lama.
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
diharapkan klien
mampu
berpartisipasi dalam
intervensi untuk
memperbaiki pola
persalinan dan
menurunkan faktor
risiko yang
teridentifikasi, yang
dibuktikan dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Mencapai dilatasi
serviks sedikitnya
1,2 cm/am untuk
primipara dan 1,5
cm/jam untuk
multipara pada fase
aktif.
Mandiri
Tinjau ulang riwayat
persalinan, awitan,
dan durasi.
Catat waktu atau jenis
obat. Hindari
pemberian narkotik
atau anastesik blok
epidural sampai
serviks dilatasi 4 cm.
Evaluasi tingkat
keletihan yang
menyertai, serta
aktivitas dan istirahat,
sebelum awitan
Membantu dalam
mengidentifikasi
kemungkinan
penyebab, kebutuhan
pemeriksaan
diagnostic, dan
intervensi yang tepat.
Pola kontraksi
hipertonik dapat
terjadi pada respon
tehadap rangsangan
oksitosin. Sedative
yang diberikan terlalu
dini atau melebihi
kebutuhan dapat
menghambat atau
menghentikan
persalinan.
Keletihan ibu yang
berlebihan
2. Penurunan janin
sedikitnya 1 cm/jam
untuk primipara dan
2 cm/jam untuk
multipara.
3. Menyelesaikan
kelahiran tanpa
komplikasi.
persalinan.
Kaji pola kontraksi
uterus secara manual
atau secara elektronik.
Catat penonjolan, posisi
janin, dan presentasi
janin.
Palpasi abdomen pada
klien kurus terhadap
adanya cincin retraksi
patologis diantara
segmen uterus.
Tempatkan klien pada
posisi rekumben
lateral dan anjurkan
tirah baring atau
ambulasi sesuai
toleransi.
menimbulkan
disfungsi sekunder,
atau mungkin akibat
dari persalinan lama
atau persalinan palsu.
Disfungsi kontraksi
memperlama
persalinan,
meningkatkan risiko
komplikasi maternal
atau janin.
Indicator kemajuan
persalinan ini dapat
mengidentifikasi
timbulnya penyebab
persalinan lama.
Pada persalinan
terhambat, depresi
cincin patologis dapat
terjadi pada hubungan
segmen atas dan
bawah, menandakan
ancaman rupture
uterus.
Relaksasi dan
peningkatan perfusi
uterus dapat
memperbaiki pola
hipertonik. Ambulasi
dapat membaqntu
Kaji derajat hidrasi,
catat jumlah dan jenis
masukan.
Sediakan kotak
peralatan kedaruratan.
Kolaborasi
Gunakan rangsangan
puting untuk oksitosin
endogen, atau melalui
infus oksitosin
eksogen atau
prostaglandin.
Berikan narkotik atau
sedative, seperti;
morfin, fenobarbital,
kekuatan gravitasi
dalam merangsang
pola persalinan
normal dan dilatasi
serviks.
Persalinan yang lama
dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
serta kekurangan
cadangan glukosa,
mengakibatkan
kelelahan dan
persalinan lamam
dengan peningkatan
risiko infeksi uterus,
hemoragi pasca
partum, atau pencetus
kelahiran pada adanya
persalinan hipertonik.
Mungkin diperlukan
pada kejadian
pencetus persalinan
dan kelahiran, yang
dihubungkan pada
persalinan hipertonik.
Oksitosin perlu untuk
menambah atau
memulai aktivitas
miometrik untuk pola
atau sekobarbital
untuk tidur sesuai
indikasi.
Bantu dengan persiapan
untuk SC sesuai
indikasi untuk
malposisi, CPD, atau
cincin Bandl.
uterus hipotonik.
Dapat membantu
membedakan antara
persalinan sejati dan
persalinan palsu. Pada
persalinan palsu
kontraksi berhenti,
pada persalinan sejati
pola lebih efektif
dapat terjadi
mengikuti istirahat.
Morfin membantu
meningkatkan sedasi
berat dan
menghilangkan pola
kontraksi hipertonik.
Periode istirahat
mengubah energi dan
menurunkan
penggunaan glukosa
untuk menghilangkan
kelelahan.
Melahirkan caesarea
segera diindikasikan
untuk cincin Bandl
dan untuk distress
janin karena CPD.
4. Kekurangan
volume cairan
berhubungan
Setelah dilakukan
asuhan keprawatan
diharapkan
Mandiri
Pertahankan masukan
dan haluaran akurat,
Penurunan haluaran
urin dan peningkatan
dengan
perdarahan.
klien mampu
mempertahankan
stabilisasi atau
perbaikan dalam
keseimbangan
cairan, yang
dibuktikan dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Menunjukkan TTV
dalam batas
normal.
2. Pengisian kapiler
cepat
3. Turgor kulit baik
4. Bibir lembab/tidak
kering.
5. Bebas dari
komplikasi
tes urin terhadap
keton, dan kaji
pernafasan terhadap
bau buah.
Pantau tanda-tanda
vital.
Pantau suhu kulit.
Kaji bibir dan membran
mukosa oral dan
derajad salivasi.
Perhatikan respon DJJ
abnormal.
Kolaborasi
Tinjau ulang data
labolatorium; Hb, Ht,
elektrolit serum, dan
glukosa serum.
berat jenis urin
menunjukan dehidrasi.
Ketidakadekuatan
masukan glukossa
mengakibatkan
pemecahan lemak dan
adanya keton.
Hipotensi, takikardi
dapat
mengindikasikan
kekurangan cairan.
Kulit yang dingin atau
lembab
mengindikasikan
penurunan sirkulasi
perifer dan dibutuhkan
untuk penggantian
cairan tambahan.
Membran mukossa atau
bibir yang kering dan
penurunan salivasi
adalah indikator lanjut
dari dehidrasi.
Dapat menunjukan efek
dehidrasi maternal dan
penurunan perfusi.
Peningkatan kadar Ht
menunjukan dehidrasi.
Kadar elektrolit serum
mendeteksi terjadinya
Berikan cairan IV
Tingkatkan kecepatan
IV jika diperlukan.
ketidakseimbangan
elektrolit, kadar
glukosa serum
mendeteksi
hipoglikemia.
Larutan parenteral
mengandung elektrolit
dan glukosa dapat
memperbaiki atau
mencegah
ketidakseimbangan
maternal dan janin
serta dapat
menurunkan keletihan
maternal.
Untuk mencegah
terjadinya kehilangan
cairan yang telah
didokumentasikan.
5. Reaksi berduka
berhubungan
dengan kematian
janin.
Setelah dilakukan
asuhan keprawatan
diharapkan
klien mampu
menghadapi proses
berduka dengan
baik, yang
dibuktikan dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Mengungkapkan
tahap proses
Mandiri
Beri kode pada grafik
klien, pintu ruangan,
dan tempat tidur
sesuai indikasi.
Berikan ruangan pribadi
bila klien
menginginkannya,
dengan kontak yang
sering oleh perawat.
Anjurkan kunjungan
Mewaspadakan staff
rumah sakit dan
sukarelawan apabila
kehilangan klien.
Tempat dimana
keluarga dan teman
dapat bicara dan
menangis tanpa
pembatasan
meningkatkan
ventilasi perasaan dan
berduka yang
dialami.
2. Mengekspresikan
perasaan dengan
tepat.
3. Mengidentifikasi
masalah proses
berduka.
4. Mencari bantuan
dengan tepat.
tidak terbatas oleh
keluarga dan teman.
Libatkan pasangan
dalam perencanaan
perawatan. Berikan
kesempatan untuk
pasangan terlibat
bersama. Anjurkan
diskusi tentang
kekhawatiran.
Kaji pengetahuan klien
dan pasangan serta
intrepretasi terhadap
kejadian sekitar
kematian janin atau
bayi. Berikan
informasi dan perbaiki
kesalahan konsep
berdasarkan kesiapan
pasangan dan
kemampuan untuk
memdengarkan secara
efektif.
rasa kekeluargaan.
Partisipasi dalam
perencanaan dan
pembuatan keputusan
menunjukan pasangan
juga kehilangan anak
dan memerlukan
waktu untuk
mengekspresikan
perasaan kehilangan
dan menerima
dukungan tanpa harus
menjadi pendukung
klien dan pasangan.
Setelah kematian anak,
orangtua berespon
syok, menyangkal,
atau tidak percaya.
Reaksi emosi ini dapat
menyembunyikan
kemampuan pasangan
untuk memproses
informasi dan
mengintrepretasi
kejadian bermakna.
Pola berfikir konkret
mungkin merupakan
cara mekanisme
koping satu-satunya
yang ada terhadap
informasi saat ini.
Tentukan makna
kehilangan terhadap
kedua pasangan.
Perhatikan bagaimana
pasangan
menginginkan
kehamilan dan
kelahiran ini.
Anjurkan keluarga
untuk
mengekspresikan
perasaan dan
mendengar secara
efektif. Catat bahasa
tubuh. Tingkatkan
situasi rileks.
Tinjau ulang perubahan
peran dan rencana
untuk mengatasi
kehilangan. Perhatikan
Luas dan durasi respon
berduka dapat
tergantung pada
makna kehilangan.
Selain itu, orangtua
dapat merasa
kehilangan sepanjang
hidup mereka berduka
untuk anak yang tidak
pernah lagi mereka
tahu atau lihat
bertumbuh.
Isyarat verbal dan
noverbal memberikan
informasi tentang
derajad kesedihan,
rasa bersalah, dan rasa
takut keluarga.
Keluarga yang
berduka memerlukan
kesempatan ulang
untuk
mengungkapkan
pengalaman mereka.
Kebanyakan keluarga
mengantisipasi
kehamilan sehat dan
hasil positif dan tidak
disiapkan untuk
berfokus pada
pengaturan
kehadiran sibling.
Kolaborasi
Rujuk atau hubungi
rohaniawan sesuai
keinginan keluarga.
Bantu membuat
permintaan dan
mendapatkan tanda
tangan untuk
pelaksanaan autopsy
bila dibutuhkan.
Tinjau ulang
keuntungan dan
keterbatasan autopsy.
Berikan informasi
tentang penguburan
bayi. Hubungi
perusahaan
pemakaman pilihan
keluarga bila bantuan
diperlukan.
penguburan, apa yang
dilakukan terhadap
ruang perawatan,
bagaimana
melanjutkan
kehidupan mereka,
dan bagaimana
rencana untuk
perawatan anak
mereka.
Keluarga mungkin
ingin bicara pada
pendeta atau
penasehat agama
untuk memberikan
pembaptisan, upacara
agama, dan koseling.
Keluarga mungkin
menginginkan atau
memerlukan
penjelasan penyebab
kematian, yang
mungkin tidak
mungkin.
Mayat bayi, seperti
orang dewasa, harus
dipindahkan dari
rumah sakit ke
fasilitas kamar mayat
Rujuk pada terapi
konseling atau
psikiatri bila perlu.
atau yang lain,
biasanya 24 jam
setelah kematian.
Konseling atau teapi
mungkin perlu pada
kasus berduka pada
kasus berduka
patologis untuk
membantu individu
mengidentifikasi
kemungkinan
penyebab reaksi
abnormal dan
mencapai resolusi
proses berduka.
Sectio Caesarea
a. Pre Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ansietas berhubungan dengan
informasi yang diterima tidak jelas
dan krisis situasi
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan klien
mampu mengatasi ansietas, yang
dibuktikan dengan kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Klien mengungkapkan kesadaran
akan perasaan ansietas.
2. Klien mampu mengidentifikasi cara
untuk menurunkan atau
Mandiri
Dorong keberadaan/partisipasi dari
pasangan.
Kaji tingkat ansietas dan diskusikan
penyebabnya bila mungkin.
Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber
dari masalah. Berikan informasi
menghilangkan ansietas.
3. Klien mengungkapkan ansietas
berkurang.
4. Menggunakan mekanisme koping
yang tepat.
5. Menunjukkan TTV normal.
sehubungan dengan normalnya perasaan.
Berikan waktu untuk mendengarkan pasien
mengenai masalah dan dorong ekspresi
perasaan yang bebas, mis: rasa marah, ragu
takut dan sendiri.
Akui realita situasi dan perasaan klien,
terima ekspresi marah sambil membatasi
tingkah laku agresif dan berlebihan.
Kembangkan hubungan pasien/perawat.
Anjurkan penggunaan tehnik pernafasan dan
relaksasi. Bernafas dengan klien atau
pasangan bila perlu.
Kolaborasi
Berikan kombinasi narkotik dan tranquilizer
(missal; meperidin hidroklorida,
hidroksizin pamoat)
2. Risiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasive.
Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan diharapkan klien tidak
mengalami infeksi akibat
komplikasi penyakit, dengan kriteria
hasil sebagai berikut;
1. Mengidentifikasi factor-faktor
Mandiri
Tetap pada fasilitas kontrol infeksi,
sterilisasi, dan prosedur/kebijakan aseptic.
Fasilitasi penggunaan alat secara steril.
risiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi.
2. Pertahankan lingkungan aseptic
yang aman.
3. Mencapai penyembuhan luka tepat
waktu bebas eksudat purulen dan
tidak demam
Ulangi studi laboratorium untuk
kemungkinan infeksi istemik.
Periksa kulit untuk mengetahui adanya
infeksi yang terjadi.
Identifikasi gangguan pada teknik aseptic
dan atasi dengan segera pada waktu terjadi.
Kolaborasi
Lakukan irigasi luka yang banyak.
Dapatkan spesimen kultur atau pewarnaan
Gram.
Berikan antibiotik sesuai petunjuk
b. Intra Operasi
No
.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Kekurangan
volume cairan
intravaskuler
berhubungan
dengan
perdarahan
Setelah dilakukan
asuhan keprawatan
diharapkan
klien mampu
mempertahankan
stabilisasi atau
perbaikan dalam
keseimbangan
cairan, yang
dibuktikan dengan
kriteria hasil sebagai
berikut;
1. Menunjukkan TTV
dalam keadaan batas
normal.
Mandiri
Pertahankan masukan
dan haluaran akurat,
tes urin terhadap
keton, dan kaji
pernafasan terhadap
bau buah.
Pantau tanda-tanda
vital.
Penurunan haluaran
urin dan peningkatan
berat jenis urin
menunjukan
dehidrasi.
Ketidakadekuatan
masukan glukossa
mengakibatkan
pemecahan lemak
dan adanya keton.
Hipotensi, takikardi
dapat
mengindikasikan
kekurangan cairan.
TD 120/80 mmHg
Nadi 60-100 x/menit
RR 16-24 x/menit
Suhu 360-370C
2. Pengisian kapiler
cepat
3. Turgor kulit baik
4. Bibir lembab atau
tidak kering.
5. Bebas dari
komplikasi
Pantau suhu kulit.
Kaji bibir dan
membran mukosa oral
dan derajad salivasi.
Perhatikan respon DJJ
abnormal.
Kolaborasi
Tinjau ulang data
labolatorium; Hb, Ht,
elektrolit serum, dan
glukosa serum.
Berikan cairan IV
Kulit yang dingin atau
lembab
mengindikasikan
penurunan sirkulasi
perifer dan
dibutuhkan untuk
penggantian cairan
tambahan.
Membran mukossa
atau bibir yang
kering dan
penurunan salivasi
adalah indikator
lanjut dari dehidrasi.
Dapat menunjukan
efek dehidrasi
maternal dan
penurunan perfusi.
Peningkatan kadar Ht
menunjukan
dehidrasi. Kadar
elektrolit serum
mendeteksi
terjadinya
ketidakseimbangan
elektrolit, glukosa
serum mendeteksi
hipoglikemia.
Larutan parenteral
mengandung
Tingkatkan kecepatan
IV jika diperlukan.
elektrolit dan
glukosa dapat
memperbaiki atau
mencegah
ketidakseimbangan
maternal dan janin
serta dapat
menurunkan
keletihan maternal.
Untuk mencegah
terjadinya
kehilangan cairan
yang telah
didokumentasikan.
2. Kelebihan volume
cairan intratitial
berhubungan
dengan aliran
balik vena
terganggu.
Setelah dilakukan
asuhan keprawatan
diharapkan
klien mampu
mmemperbaiki dan
mempertahankan
keseimbangan
volume cairan, yang
dapat dibuktikan
dengan kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Menunjukan TTV
dalam batas normal.
TD 120/80 mmHg
Nadi 60-100 x/menit
RR 16-24 x/menit
Suhu 360-370C
Mandiri
Pantau adanya
peningkatan TD dan
nadi. Perhatikan
pernafasan terhadap
tanda dispnea, stridor,
ronki bassah, atau
ronki.
Tinggikan ekstremitas
segera apabila
terdapat edema pada
ekstremitas.
Pantau frekuensi infuse
secara manual atau
Bila penggantian
cairan berlebihan,
gejala-gejala
kelebihan beban
sirkulasi dan
kesulitan pernafasan
dapat terjadi.
Meninggikan
ekstremitas dapat
membantu
mempercepat
perbaikan aliran
balik vena dan
mencegah terjadinya
edema ekstremitas.
Masukan harus kurang
2. Bebas dari edema
dan gangguan
penglihatan.
3. Bunyi nafas bersih
dan tidak ada sesak
nafas.
elektronik. Catat
masukan dan
haluaran, ukur berat
jenis urin.
Kaji status neurologis,
perhatikan perubahan
perilaku dan
peningkatan
iritabilitas.
Kolaborasi
Pantau kadar Ht.
Berikan MgSO4 per
pompa infuse bila
diindikasikan.
lebih sama dengan
haluaran dengan
kadar cairan stabil.
Berat jenis berubah
kebalikan dengan
haluaran, sehingga
apabila fungsi ginjal
membaik, angka
berat jenis menurun,
dan sebaliknya.
Perubahan perilaku
mungkin tanda awal
dari edema serebral
karena retensi cairan.
Bila volume plasma
membaik, kadar Ht
menurun.
MgSO4 bekerja pada
persimpangan
mioneural dan
mungkin mempunyai
efek-efek sementara
dari penurunan TD
dan peningkatan
haluaran urin.
3. Risiko kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan penekanan
pada penonjolan
Setelah dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
Mandiri
Beri penguatan atau
bantalan pada daerah
penonjolan tulang
atau pengantian posisi
Lindungi daerah
penonjolan tulang
untuk mencegah
terjadinya luka.
tulang dalam
waktu yang lama.
mempertahankan
integritas kulit
dengan baik, yang
dapat dibuktikan
dengan kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Mencapai
penyembuhan luka
dengan cepat sesuai
waktu yang
diperkirakan.
2. Menunjukan tingkah
laku atau tehnik
yang tepat
untukmengatasi dan
meningkatkan
kesembuhan.
3. Bebas dari
komplikasi.
sesuai indikasi.
Gunakan tehnik
aseptic yang ketat.
Secara hati-hati
lepaskan perekat.
Gunakan sealant atau
barier kulit sebelum
perekat jika di
perlukan.Gunakan
perekat yang halus
atau silk (hipoalergik
atau perekat
Montgoumery atau
elastis untuk
membalut luka yang
membutuhkan
pergantian balutan
yang sering ).
Hindari menutup pada
seluruh ekstremitas.
Periksa luka secara
teratur catat
karakteristik dan
Lindungi luka dari
perlukaan mekanis
dan kontaminasi
serta untuk
mencegah akumulasi
cairan yang dapat
menyebabkan
ekskoriasi.
Mengurangi resiko
trauma kulit dan
gangguan pada luka.
Menurunkan resiko
terjadinya trauma
kulit atau abrasi dan
memberikan
perlindungan
tambahan untuk kulit
atau jaringan yang
halus.
Dapat menggangu
atau membendung
sirkulasi pada luka
sekaligus bagian
distal dari
ekstremitas.
Pengenalan akan
integritas kulit.
Kolaborasi
Berikan es pada
daerah luka jika di
butuhkan.
Irigasi luka ; bantu
dengan melakukan
debridemen sesuai
kebutuhan.
adanya kegagalan
proses penyembuhan
luka secara dini
dapat mencegah
terjadinya
komplikasi yang
lebih serius.
Menurunkan
pembentukan edema
yang mungkin
menyebabka tekanan
yang tidak dapat di
identifikasi pada luka
selama periode pasa
operasi tertentu.
Membuang jaringan
nekrotik/luka
eksudat untuk
meningkatkan
penyembuhan.
c. Post Operasi
No
.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Gangguan
rasa nyaman;
nyeri
berhubungan
dengan
trauma jaringa
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
Mandiri
Catat umur dan
berat pasien,
masalah medis
atau psikologis
yang muncul
Pendekatan pada manajemen
sakit pasca operasi berdasarkan
pada factor-faktor variasi
multiple.
mengontrol nyeri
yang dibuktikan
dengan criteria
hasil sebagai
berikut;
1. Mengidentifikasi
dan
menggunakan
intervensi untuk
mengatasi
ketidaknyamana
n dengan tepat
2. Mengungkapkan
berkurangnya
nyeri
3. Mengatakan
bahwa rasa sakit
telah terkontrol
atau dapat
diatasi.
4. Tampak santai.
5. Dapat
beristirahat atau
tidur.
6. Ikut serta dalam
aktifitas sesuai
kemampuan
kembali, sensifitas
idiosinkratik
analgesik dan
proses intra
operasi. (mis :
ukuran atau lokasi
insisi penggantian
saluran, zat-zat
anastesi ) yang di
gunakan
Kaji tanda-tanda
vital, perhatikan
takikardia,
hipertensi, dan
peningkatan
pernapasan,
bahkan jika pasien
menyangkal
adanya rasa sakit.
Evaluasi rasa sakit
secara regular
(mis : setiap 2 jam
x 12) catat
karakteristik,
lokasi dan
intensitas (skala
0-10 ).
Lakukan reposisi
sesuai petunjuk.
Dorong
Sediakan informasi mengenai
kebutuhan atau efektifitas
intervensi.
Dapat mengindikasikan rasa
sakit akut dan ketidaknyamanan.
Mungkin mengurangi rasa sakit
dan meningkatka sirkulasi.
Lepaskan tegangan emosional
dan otot ; tingkatkan perasaan
kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
Analgesik IV akan dengan segera
mencapai pusat rasa sakit,
menimbulkan penghilangan
yang lebih efektif dengan obat
dosis kecil. Pemberian IM akan
memakan waktu lebih lama dan
keefektifanya bergantung
penggunaan
tekhnik relaksasi,
mis : latihan
napas dalam,
bimbingan
imajinasi,
visualisasi.
Kolaborasi
Berikan analgesik
IV (setelah
mengulangi
catatan anestesi
untuk
kontraindikasi
dan/atau
menyebabkan
analgesia)
menyediakan
analgesia setiap
saat dengan dosis
penyelamat yang
intermiten
Berikan analgetik
dikontrol pasien
(ADP).
kepada tingkat dan absorbsi
sirkulasi.
Penggunaan ADP mengharuskan
instruksi secara detail pada
metode penggunaanya dan harus
di pantau secara ketat namun
dianggap sangat efektif dalam
mengatasi rasa sakit pasca
operasi dengan jumlah narkotik
yang sedikit.
Analgesik mungkin di injeksikan
ke dalam lokasi operasi atau
saraf ke lokasi yang mungkin
tepat terlindung pada
pascaoperasi yang segera untuk
mencegah penyakit.
Anestesi lokal,
misalnya blok
epidural.
2. Kerusakan
intregritas
kulit
berhubungan
dengan
trauma
jaringan dan
imobilisasi
dalam waktu
lama.
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
mempertahankan
integritas kulit
dengan baik,
yang dapat
dibuktikan
dengan kriteria
hasil sebagai
berikut;
1. Mencapai
penyembuhan
luka dengan
cepat sesuai
waktu yang
diperkirakan.
2. Menunjukan
Mandiri
Beri penguatan
pada balutan awal
atau pengantian
sesuai
indikasi.Gunakan
tehnik aseptic
yang ketat.
Secara hati-hati
lepaskan perekat.
Gunakan sealant
atau barier kulit
sebelum perekat
jika diperlukan.
Gunakan perekat
yang halus atau
silk (hipoalergik
atau perekat
Montgoumery
atau elastis untuk
Lindungi luka dari perlukaan
mekanis dan kontaminasi.
Mencegah akumulasi cairan
yang dapat menyebabkan
ekskoriasi.
Mengurangi resiko trauma kulit
dan gangguan pada luka.
Menurunkan resiko terjadinya
trauma kulit atau abrasi dan
memberikan perlindungan
tambahan untuk kulit atau
jaringan yang halus.
Dapat menggangu atau
membendung sirkulasi pada
luka sekaligus bagian distal dari
tingkah laku atau
tehnik untuk
meningkatkan
kesembuhan.
3. Bebas dari
komplikasi.
membalut luka
yang
membutuhkan
pergantian balutan
yang sering ).
Periksa tegangan
balutan. Beri
perekat pada pusat
insisi ke tepi luar
dari balutan luka.
Hindari menutup
pada seluruh
ekstremitas.
Periksa luka secara
teratur catat
karakteristik dan
integritas kulit di
sekitar luka.
Kolaborasi
Berikan es pada
daerah luka jika di
butuhkan.
Lakukan
debredimen sesuai
dengan
ekstremitas.
Pengenalan akan adanya
kegagalan proses penyembuhan
luka atau berkembangnya
komplikasi secara dini dapat
mencegah terjadinya kondisi
yang lebih serius.
Menurunkan pembentukan
edema yang mungkin
menyebabka tekanan yang tidak
dapat di identifikasi pada luka
selama periode pasa operasi
tertentu.
Membuang jaringan nekrotik dan
eksudat untuk membantu
mempercepat dan meningkatkan
penyembuhan.
kebutuhan.
3. Gangguan
keseimbangan
volume
cairan dan
elektrolit
berhubungan
dengan mual
dan muntah.
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
mempertahankan
keseimbangan
volume cairan
dan elektrolit,
yang dapat
dibuktikan
dengan kriteria
hasil sebagai
berikut;
1. Kebutuhan
cairan terpenuhi
dengan 2000-
2500 ml/hari
2. Eliminasi urin
teratur
3. TTV normal
TD 120/80 mmHg
Nadi 60-100
x/menit
RR 16-24 x/menit
Suhu 360-370C
4. Mual muntah
berkurang
5. Tidak ada luka
Mandiri
Ukur dan catat
pemasukan dan
pengeluaran
(termasuk
pengeluaran
cairan
gastrointestinal).
Tinjau ulang
catatan
intraoperasi.
Kaji pengeluaran
urinarius,
terutama untuk
tipe prosedur
operasi yang
dilakukan
Berikan bantuan
pengukuran
berkemih sesuai
kebutuhan.
Misalnya privasi,
Dokumentasi yang akurat akan
membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran
cairan/ kebutuhan penggantian
dan pilihan-pilihan yang
mempengaruhi intervensi
Mungkin akan terjadi penurunan
ataupun penghilangan setelah
prosedur pada system
genitourinarius atau struktur
yang membedakan (misalnya:
ureteroplasti, ureterolitotomi,
histeroktomi abdominal ataupun
vaginal), mengindikasikan
malfungsi ataupun obstruksi
system urinarius.
Meningkatkan relaksasi otot
parineal dan memudahkan
upaya pengosongan.
Hipotensi, takikardi, peningkatan
pernafasan mengindikasikan
kekurangan cairan, misal
dehidrasi atau hipovolemia.
wanita pasien dengan obesitas
dan mereka yang memiliki
kecenderungan mabuk
pembengkakan
6. Tidak ada
hipotensi akibat
penurunan
vasomotor
posisi duduk, air
yang mengalir
dalam BAK
Pantau tanda-tanda
vital
Catat munculnya
mual muntah.
Riwayat pasien
mabuk perjalanan
Periksa pembalut
pada alat drain
pada interval
regular. Kaji luka
untuk terjadinya
pembengkakan
dan adanya
perdarahan.
perjalanan penyakit memiliki
risiko mual muntah yang lebih
tinggi pada masa pascaoperasi.
Selain itu semakin lama durasi
anestesi, semakin besar resiko
untuk mual.
Perdarahan yang berlebihan dapat
mengacu kepada hipovolemia
atau hemoragi. Pembengkakan
local mungkin mengindikasikan
formasi hematoma atau
perdarahan. Catatan kedalam
rongga (misalnya
retroperitoneal) mungkin
tersembunyi dan hanya
terdiagnosa melalui depresi
tanda-tanda vital, laporan pasien
akan sensasi tekanan pada
daerah yang terpengaruh.
Kulit dingin atau lembab, denyut
yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan
dibutuhkan untuk penggantian
cairan tambahan.
Gantikan kehilangan cairan yang
telah didokumentasikan. Catat
waktu penggantian volume
sirkulasi yang potensial bagi
Pantau suhu kulit,
palpasi denyut
perifer.
Kolaborasi
Berikan cairan
parenteral,
produksi darah
atau plasma
sekspander sesuai
petunjuk. jika
diperlukan.
Tingkatkan
kecepatan IV jika
diperlukan.
.
penurunan komplikasi, misalkan
ketidakseimbangan elektrolit,
dehidrasi, pingsan
kardiovaskuler.
Pada awalnya mungkin
dibutuhkan peningkatan volume
untuk mendukung volume
sirkulasi atau mencegah
hipotensi karena penurunan
tonus vasomotor akan mengikuti
pemberian fluothane.
Pemasukan oral bergantung
kepada pengembalian fungsi
gastrointestinal.
4. Bersihan jalan
nafas inefektif
berhubungan
dengan
penumpukan
secret pada
jalan nafas.
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
memperbaiki dan
mempertahankan
bersihan jalan
nafas yang
efektif, yang
dapat dibuktikan
dengan kriteria
hasil sebagai
berikut;
1. Menunjukkan
hilangnya
dispnea
2. Mempertahankan
jalan nafas paten.
3. bunyi nafas
bersih tidak ada
ronki basah atau
ronki.
4. Mengeluarkan
sekret tanpa
kesulitan
5. Menunjukkan
perilaku untuk
memperbaiki
Mandiri
Catat perubahan
upaya dan pola
bernafas.
Observasi
penurunan
ekspansi dinding
dada dan adanya
atau peningkatan
fremitus.
Catat karakteristik
bunyi nafas
Bantu dengan
batuk atau nafas
dalam, ubah
posisi dan
penghisapan
sesuai indikasi.
Kolaborasi
Berikan oksigen
lembab, cairan IV
Berikan terapi
aerosol, nebuliser
ultrasonik
Penggunaan otot interkostal atau
abdominal dan pelebaran nasal
menunjukkan peningkatan
upaya bernafas
Ekspansi dada terbatas atau tak
sama sehubungan dengan
akumulasi cairan, edema, dan
sekret dalam seksi lobus.
Karakteristik dapat berubah
tergantung pada penyebab gagal
pernafasan.
Pengumpulan sekret dapat
mengganggu ventilasi dan dapat
mengakibatkan terjadinya
edema paru.
Kelembaban dapat membantu
untuk meningkatkan
memobilisasi sekret dan
meningkatkan transpor oksigen
Pengobatan diberikan untuk
mengirim
oksigen,bronkodilatasi,kelemba
ban dengan kuat pada alveoli
dan untuk memobilisasi sekret
Meningkatkan drainase dan
eliminasi sekret paru ke dalam
sentral bronkus.
bersihan jalan
nafas.
Bantu dengan
fisioterapi dad,
contoh drainase
postural, perkusi
dada atau vibrasi
sesuai indikasi.
5. Pola nafas
inefektif
berhubungan
dengan
penurunan
ekspansi paru.
Setelah
dil;akukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
memperbaiki dan
mempertahankan
pola nafas yang
efektif, yang dapt
dibuktikan
dengan kriteria
hasil sebagai
berikut;
1. Menetapkan pola
nafas yang
normal
2. Tidak terdapat
sianosis dan
tanda-tanda
hipoksia lainnya
3. Tidak terlihat
penggunaan otot-
Mandiri
Pantau TTV secara
terus-menerus
Auskultasi suara
nafas. Dengarkan
adanya mengi,
crow, dan
keheningan
setelah selesai
periode ekstubasi.
Observasi
frekuensi dan
kedalaman
pernafasan,
perluasan rongga
dada,
retraksi/pernafasa
n cuping hidung,
warna kulit, dan
aliran udara
Letakkan pasien
Meningkatnya pernafasan,
takikardi/bradikardi
menunjukkan kemungkinan
adanya hipoksia
Kurangnya suara nafas adalah
indikasi adanya obstruksi oleh
mukus.
Dilakukan untuk memastikan
efektifitas pernafasan sehingga
upaya memperbaiki dapat segera
dilakukan
Elevasi kepala dan posisi miring
akan mencegah terjadinya
aspirasi dari muntah.
Setelah pemberian obat-obat
relaksasi otot selama masa
otot bantu
pernafasan.
4. Menunjukan
wajah rileks
tanpa adanya
sesak nafas.
pada posisi yang
sesuai, tergantung
pada kekuatan
pernafasan dan
jenis pembedahan
Observasi
pengembalian
fungsi otot,
terutama
penggunaan otot-
otot pernafasan
Kolaborasi
Berikan tambahan
oksigen sesuai
kebutuhan
Berikan obat-
obatan IV seperti
nalokson (narkan)
atau doksapram
(dopram)
intraoperatif, pengembalian
fungsi otot pertama kali terjadi
pada diafragma, otot-otot
interkostal, dan laring yang akan
diikuti dengan relaksasi
kelompok otot-otot utama.
Dilakukan untuk meningkatkan
pengambilan oksigen yang akan
diikat oleh Hb yang
menggantikan tempat gas
anastesi dan mendorong
pengeluaran gas tersebut melalui
zat-zat inhalasi
Narkan akan mengubah induksi
narkotik yang menekan SSP dan
Dopram menstimulasi gerakan
otot-otot pernafasan.
Dilakukan tergantung pada
penyebab depresi pernafasan
atau jenis pembedahan, selang
endotrakeal mungkin tetap pada
tempat dan penggunaan mesin
bantu pernafasan dipertahankan
untuk jangka waktu tertentu
Berikan/pertahank
an alat bantu
pernafasan
(ventilator)
6. Risiko infeksi
berhubungan
dengan
prosedur
invasive dan
kerusakan
barier primer
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
tidak mengalami
infeksi akibat
komplikasi
penyakit, dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Mengidentifikasi
factor-faktor
risiko individu
dan intervensi
untuk
mengurangi
potensial infeksi.
2. Pertahankan
lingkungan
aseptic yang
aman.
3. Mencapai
penyembuhan
Mandiri
Tetap pada
fasilitas kontrol
infeksi, sterilisasi,
dan
prosedur/kebijaka
n aseptic.
Fasilitasi
penggunaan alat
secara steril.
Ulangi hasil
pemeriksaan
laboratorium
untuk
kemungkinan
Tetapkan mekanisme yang di
rancang untuk mencegah
infeksi.
Benda-benda yang di pakai
mungkin tampak steril,
meskipun demikian, setiap
benda harus secara teliti di
periksa kesterilanya, adanya
kerusakan pada pemaketan, efek
lingkungan pada paket dan
teknik pengiriman Sterilisasi
paket/tanggal kadaluarsa, nomor
lot atau seri harus di
dokumentasikan jika perlu.
Peningkatan SDP akan
mengindikasikan adanya infeksi
di mana prosedur operasi akan
mengurangi atau munculnya
infeksi sistemik atau organ.
Dimana mungkuin dapat
menyebabkan kontraindikasi
dari prosedur pembedahan dan
anestesi.
luka tepat waktu
bebas eksudat
purulen dan tidak
demam
infeksi sistemik.
Periksa kulit untuk
mengetahui
adanya infeksi
yang terjadi.
Identifikasi
gangguan pada
teknik aseptic dan
atasi dengan
segera pada waktu
terjadi.
Kolaborasi
Lakukan irigasi
luka yang banyak.
Dapatkan
spesimen kultur
atau pewarnaan
Gangguan pada intregitas kulit
atau dekat dengan lokasi operasi
menunjukan adanya sumber
kontaminasi luka..
Kontaminasi dengan lingkungan
atau kontak personal akan
menyebabkan daerah yang steril
menjadi tidak steril sehingga
dapat meningkatkan resiko
infeksi.
Dapat digunakan pada intra
operasi untuk mengurangi
jumlah bakteri pada lokasi dan
pembersihan luka debris, mis :
tulang, jaringan iskemik,
kontaminan usus, toksin.
Identifikasi segera tipe-tipe
organisme infeksi dengan
pewarnaan Gram, yang
memungkinkan di perlukanya
pengobatan yang sesuai pada
waktu identifikasi yang lebih
khusus melalui kultur dapat
diperoleh dalam waktu beberapa
hari atau jam.
Dapat diberikan secara
profilaksis bila di curigai
terjadinya infeksi .
Gram.
Berikan antibiotik
sesuai petunjuk
TINJAUAN KASUS
KASUS 31
Ny. S 23 tahun G1 P0 A0 masuk RS 17 Agustus 2005, tanggal pengkajian anda 18 Agustus
2005. BB sebelum hamil 46 kg, BB sekarang 53 kg. Klien cemas bagaimana nanti dengan
persalinannya karena menurut bidan yang memeriksa sebelumnya janin klien melintang. Klien
terlihat gelisah, ekspresi wajah tegang. RR 30 x/menit, N 88 x/menit. Klien menyatakan semakin
nyeri pada daerah perut menjalar ke punggung. Saat ini dari VT pembukaan 3 cm, ketuban (+),
presentasi bahu, posisi belum masuk PAP, tidak ada hambatan jalan lahir, dari leopod IV
konvergen. His 3x/10 menit selama 20 detik, fase relaksasi baik. Klien direncanakan SC. Klien
cemas dengan rencana operasinya. Wajah tampak tegang dan berkeringat.
Soal A
1. Rencanakan NCP pada klien.
2. Apa intervensi anda dan bagaimana evaluasi terkait dengan data berikut.
Sebelum klien dibawa ke OK anda mengajarkan klien untuk banyak berdoa, mengajarkan tehnik
nafas dalam, memberikan support juga memotivasi keterlibatan keluarga untuk mendampingi
klien. Anda menjelaskan prosedur operasi. Klien di bawa ke ruang OK dan diberikan injeksi
anastesi several pada pukul 15.00 WIB. TD 120/80 mmHg, RR 24 x/menit, N 90 x/menit. Pada
shiff malam, klien kembali ke ruangan dari ruang recovery. Klien tampak tertidur, terdapat insisi
abdomen SCTP.
Soal B
1. Bagaimana prioritas diagnosa anda sekarang.
2. Rumuskan NCP bila ada diagnosa baru.
SOAL A
A. ANALISA DATA
No. Data Focus Masalah Penyebab
1. Data subjektif ;
a. Klien mengatakan cemas
dengan persalinannya karena
menurut bidan janinnya
melintang.
b. Klien mengatakan cemas
dengan rencana operasinya.
Data objektif ;
a. Klien terlihat gelisah.
b. Ekspresi wajah tegang.
c. Wajah klien tampak tegang
dan berkeringat.
d. RR 30 x/menit.
e. Nadi 88x/menit.
Ansietas. Rencana tindakan
operasi dan krisis
situasi.
2. Data subjektif ;
a. Klien menyatakan semakin
nyeri pada daerah perut
menjalar ke punggung.
Data objektif ;
a. VT pembukaan 3 cm.
b. Ketuban (+).
c. Presentasi bahu.
d. Posisi belum masuk PAP.
e. Tidak ada hambatan jalan
lahir.
f. Leopod IV konvergen.
g. His 3 /10 menit dalam 20
detik.
h. Fase relaksasi baik.
Gangguan rasa
nyaman; nyeri.
Dilatasi serviks.
B. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi dan krisis situasi.
2. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan dilatasi serviks
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
.
Diagnosa
keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Ansietas
berhubungan
dengan rencana
tindakan operasi
dan krisis situasi.
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu mengatasi
ansietas, yang
dibuktikan dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Klien
mengungkapkan
kesadaran akan
perasaan ansietas.
2. Klien mampu
mengidentifikasi
cara untuk
menurunkan atau
menghilangkan
ansietas.
3. Klien
mengungkapkan
ansietas berkurang.
4. Menggunakan
mekanisme koping
yang tepat.
5. Menunjukkan
TTV normal.
Mandiri
Dorong
keberadaan/partisipasi
dari pasangan.
Kaji tingkat ansietas dan
diskusikan
penyebabnya bila
mungkin.
Tentukan tingkat ansietas
klien dan sumber dari
masalah. Berikan
informasi sehubungan
dengan normalnya
perasaan.
Berikan waktu untuk
mendengarkan pasien
mengenai masalah dan
dorong ekspresi
perasaan yang bebas,
mis: rasa marah, ragu
takut dan sendiri.
Akui realita situasi dan
perasaan klien, terima
ekspresi marah sambil
membatasi tingkah laku
Memberikan
dukungan
emosional, dapat
mendorong
pengungkapan
masalah.
Identifikasi masalah
spesifik
meningkatkan
kemampuan individu
untuk
menghadapinya
dengan lebih
realistis.
Kelahiran caesarea
mungkin dipandang
sebagai kegagalan
dalam hidup oleh
klien dan dapat
memiliki dampak
negatif.
Selalu berada dengan
cara ini akan
membuat pasien
merasa diterima dan
dapat mengurangi
tingkat kecemasan.
agresif dan berlebihan.
Kembangkan hubungan
pasien/perawat.
Anjurkan penggunaan
tehnik pernafasan dan
relaksasi. Bernafas
dengan klien atau
pasangan bila perlu.
Kolaborasi
Berikan kombinasi
narkotik dan
tranquilizer (missal;
meperidin hidroklorida,
hidroksizin pamoat)
Memungkinkan
ekspresi perasaan
membantu
dimulainya resolusi.
Hubungan yang saling
mempercayai
diantara
pasien/orang
terdekat/staf akan
meningkatkan
perawatan dan
dukungan yang
optimal.
Membantu dalam
menurunkan ansietas
dan persepsi
ketakutan
persalinan,
meningkatkan
kontrol perasaan.
Tranquilizer
mempunyai kerja
narkotik,
menurunkan
ansietas, dan
membantu klien
memfokuskan pada
tehnik pernafasan
atau relaksasi.
2. Gangguan rasa
nyaman; nyeri
berhubungan
dengan dilatasi
serviks
Setelah dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
mengontrol nyeri
yang dibuktikan
dengan criteria
hasil sebagai
berikut;
1. Mengidentifikasi
dan menggunakan
tehnik untuk
mengatasi
ketidaknyamanan
dengan tepat
2. Mengungkapkan
berkurangnya
nyeri
3. Mengatakan
bahwa rasa sakit
telah terkontrol
atau dapat diatasi.
4. Tampak santai dan
tenang diantara
kontraksi.
5. Bebas dari efek
samping bila agent
Mandiri
Kaji derajad
ketidaknyamanan
melalui isyarat verbal
dan non verbal.
Perhatikan pengaruh
budaya pada respons
nyeri.
Bantu dalam penggunaan
tehnik pernafasan atau
relaksasi yang tepat.
Bantu tindakan
kenyamanan seperti;
gosokan punggung,
tekanan sacral,
perubahan posisi, dan
lain-lain.
Berikan informasi
tentang ketersediaan
analgesia, respon atau
efek samping biasanya,
dan durasi efek
analgesia pada lampu
atau situasi penyerta.
Instruksikan klien dalam
menggunakan analgesic
yang dikontrol pasien,
Tindakan dan reaksi
nyeri adalah
individual dan
berdasarkan
pengalaman masa
lalu, memahami
perubahan fisiologis,
dan latar belakang
budaya.
Dapat memblok
impuls nyeri dalam
korteks serebral
melalui respon
kondisi.
Meningkatkan
relaksasi dan
hygiene,
meningkatkan
perasaan sejahtera.
Memungkinkan klien
membuat piihan
persetujuan tentang
cara pengontrolan
nyeri.
analgesia atau
anastesik
diberikan.
pantau caranya
menggunakan.
Hitung waktu dan catat
frekuensi, intensitas,
dan durasi pola
kontraksi uterus setiap
30 menit.
Kolaborasi
Berikan analgesik IV
seperti; alfaprodin,
hidroklorida, atau
meperidin hidroklorida
(setelah mengulangi
catatan anestesi untuk
kontraindikasi dan
menyebabkan
analgesia)
menyediakan analgesia
setiap saat dengan dosis
penyelamat yang
intermiten
Lakukan atau bantu
dengan blok
paraservikal bila serviks
dilatasi 4-5 cm.
Berikan oksigen dan
tingkatkan masukan
cairan biasa bila
Memungkinkan klien
untuk mengatur
control nyerinya
sendiri, biasanya
dengan sedikit
medikasi.
Memantau kemajuan
persalinan dan
memberikan
informasi untuk
klien.
Analgesik IV akan
dengan segera
mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan
penghilangan yang
lebih efektif dengan
obat dosis kecil.
Pemberian IM akan
memakan waktu
lebih lama dan
keefektifanya
bergantung kepada
tingkat dan absorbsi
sirkulasi.
.Menganastesi pleksus
hipogastrik inferior
dan ganglia,
tekanan sistolik turun di
bawah 100 mmHg atau
turun lebih dari 30% di
bawah tekanan dasar.
Pantau DJJ secara
elektronik dan catat
penurunan variabilitas
atau bradikardia.
Dapatkan sample kulit
kepala janin bila
bradikardia menetap
selama 30 menit atau
lebih.
memberikan
kelegaan selama
dilatasi serviks.
Meningkatkan volume
cairan sirkulasi,
perfusi plasenta, dan
ketersediaan oksigen
untuk ambilan janin.
Bradikardia dan
penurunan
variabilitas janin
adalah efek samping
yang biasa dari blok
paraservikal. Efek
samping ini dapat
mulai 2-10 setelah
pemberian anastesik
dan dapat berakhir
selama 5-10 menit.
D. IMPLEMENTASI
No
.
Hari/Tanggal/Waktu Implementasi Respon TTD
1. Kamis, 18 Agustus
2005
Pukul 15.00 WIB
1. Mengajarkan klien untuk
banyak berdoa.
2. Mengajarkan tehnik nafas
dalam.
3. Memberkan support dan
motivasi keterlibatan
1. Klien mengikuti anjuran
untuk banyak berdoa.
2. Klien mampu
menggunakan tehnik
nafas dalam.
3. Keluarga memberikan
support dan motivasi
keluarga untuk
mendampingi klien.
4. Menjelaskan prosedur
operasi.
serta ikut terlibat dalam
proses keperawatan.
4. Klien mengatakan telah
memahami tentang
prosedur operasi.
2. Kamis, 18 Agustus
2005
Pukul 15.00 WIB
1. Mengajarkan klien tehnik
non farmakologis untuk
mengurangi nyeri yaitu
tehnik relaksasi.
2. Mengajarkan klien tehnik
napas dalam
3. Mengajarkan klien
menginterprestasikan
nyeri dengan
menggunakan skala nyeri
0 - 10
4. Membantu klien untuk
meningkatkan rasa
nyaman.
5. Mengkaji nyeri tekan
uterus dan menginspeksi
luka insisi.
6. Mengobservasi kembali
skala nyeri
1. Klien mampu
menggunakan tehnik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri.
2. Klien mengatakan nyeri
sudah mulai berkurang
3. Klien
menginterprestasikan
nyerinya dalam skala 4
4. Klien mengatakan nyeri
berkurang.
5. Klien mau bekerjasama
dalam pemeriksaan
6. Klien menginterprestasikan nyeri berkurang dalam skala 4
E. EVALUASI
No. Evaluasi TTD1. S : -
O : Klien tampak tenang.
TD 120/80 mmHg
RR 24 x/menit.
Nadi 90 x/menit.
A : Ansietas dapat diatasi.
P : Pertahankan hasil yang telah dicapai.
2. S : -
O : Pengukuran skala nyeri sudah menurun mencapai skala 4
A : Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi
P : Pertahankan hasil yang telah dicapai dan lanjutkan intervensi.
SOAL B
A. ANALISA DATA
No. Data Fokus Masalah Penyebab
1. Data Subjektif ; -
Data objektif ;
a. Terdapat insisi abdomen
SCTP.
Gangguan rasa nyaman;
nyeri.
Diskontinuitas
jaringan
2. Data subjektif ; -
Data objektif ;
a. Terdapat insisi abdomen
SCTP.
Risiko infeksi. Kerussakan barier
primer dan
terpajan
mikroorganisme.
B. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan barier primer dan terpajan mikroorganisme.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Gangguan rasa
nyaman; nyeri
berhubungan
dengan
diskontinuitas
jaringan.
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
mampu
mengontrol nyeri
yang dibuktikan
dengan criteria
hasil sebagai
berikut;
1. Mengidentifikasi
dan
menggunakan
tehnik untuk
mengatasi
ketidaknyamanan
dengan tepat
2. Mengungkapkan
berkurangnya
nyeri
3. Mengatakan
bahwa rasa sakit
terkontrol dan
dapat diatasi.
4. Tampak santai
dan tenang.
Mandiri
Kaji derajad
ketidaknyamanan melalui
isyarat verbal dan non
verbal. Perhatikan
pengaruh budaya pada
respons nyeri.
Bantu dalam penggunaan
tehnik pernafasan atau
relaksasi yang tepat.
Bantu tindakan kenyamanan
seperti; gosokan punggung,
tekanan sacral, perubahan
posisi, dan lain-lain.
Berikan informasi tentang
ketersediaan analgesia,
respon atau efek samping
biasanya, dan durasi efek
analgesia pada lampu atau
situasi penyerta.
Instruksikan klien dalam
menggunakan analgesic
yang dikontrol pasien,
pantau caranya
menggunakan..
Tindakan dan
reaksi nyeri
adalah individual
dan berdasarkan
pengalaman masa
lalu, memahami
perubahan
fisiologis, dan
latar belakang
budaya.
Dapat memblok
impuls nyeri
dalam korteks
serebral melalui
respon kondisi.
Meningkatkan
relaksasi dan
hygiene,
meningkatkan
perasaan
sejahtera.
Memungkinkan
klien membuat
piihan persetujuan
tentang cara
pengontrolan
nyeri.
Kolaborasi
Berikan analgesik IV
seperti; alfaprodin,
hidroklorida, atau
meperidin hidroklorida
(setelah mengulangi catatan
anestesi untuk
kontraindikasi dan
menyebabkan analgesia)
menyediakan analgesia
setiap saat dengan dosis
penyelamat yang intermiten
Memungkinkan
klien untuk
mengatur control
nyerinya sendiri,
biasanya dengan
sedikit medikasi.
Analgesik IV akan
dengan segera
mencapai pusat
rasa sakit,
menimbulkan
penghilangan
yang lebih efektif
dengan obat dosis
kecil. Pemberian
IM akan
memakan waktu
lebih lama dan
keefektifanya
bergantung
kepada tingkat
dan absorbsi
sirkulasi.
2. Risiko infeksi
berhubungan
dengan kerusakan
barier primer dan
terpajan
Setelah
dilakukan
tindakan asuhan
keperawatan
diharapkan klien
Mandiri
Tetap pada fasilitas kontrol
infeksi, sterilisasi, dan
prosedur/kebijakan aseptic.
Fasilitasi penggunaan alat
Tetapkan
mekanisme yang
di rancang untuk
mencegah infeksi.
mikroorganisme. tidak mengalami
infeksi sebagai
akibat
komplikasi
penyakit, dengan
kriteria hasil
sebagai berikut;
1. Mengidentifikasi
factor-faktor
risiko individu
dan intervensi
untuk
mengurangi
potensial infeksi.
2. Pertahankan
lingkungan
aseptic yang
aman.
3. Mencapai
penyembuhan
luka tepat waktu
bebas eksudat
purulen dan tidak
demam
secara steril.
Ulangi hasil pemeriksaan
laboratorium untuk
kemungkinan infeksi
sistemik.
Periksa kulit untuk
mengetahui adanya
infeksi .
Identifikasi gangguan pada
teknik aseptic dan atasi
dengan segera pada waktu
Benda-benda yang
di pakai mungkin
tampak steril,
meskipun
demikian, setiap
benda harus
secara teliti di
periksa
kesterilanya,
adanya kerusakan
pada pemaketan,
efek lingkungan
pada paket dan
teknik pengiriman
Sterilisasi
paket/tanggal
kadaluarsa, nomor
lot atau seri harus
di
dokumentasikan
jika perlu.
Peningkatan SDP
akan
mengindikasikan
adanya infeksi di
mana prosedur
operasi akan
mengurangi atau
munculnya
infeksi sistemik
atau organ.
terjadi.
Kolaborasi
Dapatkan spesimen kultur
atau pewarnaan Gram.
Berikan antibiotik sesuai
petunjuk
Dimana
mungkuin dapat
menyebabkan
kontraindikasi
dari prosedur
pembedahan dan
anestesi.
Gangguan pada
intregitas kulit
atau dekat dengan
lokasi operasi
menunjukan
adanya sumber
kontaminasi luka..
Kontaminasi
dengan
lingkungan atau
kontak personal
akan
menyebabkan
daerah yang steril
menjadi tidak
steril sehingga
dapat
meningkatkan
resiko infeksi.
Identifikasi segera
tipe-tipe
organisme infeksi
dengan
pewarnaan Gram,
yang
memungkinkan di
perlukanya
pengobatan yang
sesuai pada waktu
identifikasi yang
lebih khusus
melalui kultur
dapat diperoleh
dalam waktu
beberapa hari atau
jam.
Dapat diberikan
secara profilaksis
bila di curigai
terjadinya
infeksi .
PATHWAYS
Syok hipovolemik
Resti infek
si
Penumpukan secret dijalan napas
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri & Ginekologi. 1984. Obstetric Patologi. Bandung; FK UNPAD
Cunningham, Gary. 1995. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta; EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
-----. 2001. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC
Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta; EGC
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta; EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; Tridasa Printer
-----. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta; Tridasa Printer
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah ini telah dikonsultasikan dan diperiksa, siap dinilai oleh dosen pengampu
mata kuliah Keperawatan Maternitas II Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi
Waluyo Ungaran.
Ungaran, Mei 2006
Umi Aniroh, S.Kep., Ns
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DIAGNOSA MEDIS
PERSALINAN LETAK LINTANG DENGAN SCTP
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternitas II
Dosen Pengampu: Umi Aniroh, S.Kep,.Ns
Oleh:
1. Ayu Tantri s 010301011
2. Bety Mardiyatmi 010301012
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDI WALUYO UNGARAN
2006
Diposkan oleh andri sutiawan di 21.41 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
1 komentar:
1.
luiziano madur 19 April 2013 08.54
makasi bang postingnya sangat membantu buat saya..
Balas
Muat yang lain...Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Mengenai Saya
andri sutiawan Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2013 (21) o ▼ Januari (21)
belajar untuk mengetahui kepribadian seseorang dar... Asuhan Keperawatan Pasien dengan Tumor Otak (Tumor... Tumbuh Kembang Anak ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA ANAK LAPORAN PENDAHULUAN HERPES ZOSTER Cara Membuat Blog Pekerjaan yg Cocok Menurut Zodiak MELIHAT KARAKTER ORANG MENURUT KESUKAAN
WARNA KENALI KARAKTER ANDA DENGAN HURUF DEPAN NAMA
ANDA ... MELIHAT SIFAT MUNURUT GOL. DARAH CINTA YG MAHAL ITU TAK PERLU DI LAFAZKAN TINJAUAN TEORI MEDIS KEHAMILAN SEROTINUS ASKEB primigravida dengan kehamilan fisiologis KELAHIRAN LETAK LINTANG MAKALAH KEHAMILAN GAMELI perpisahan adik ku imunisasi
► 2012 (4)
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.