Laporan Pendahuluan
HEMATEMESIS MELENA
Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran faeses
atau tinja yang berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan
atau kontak antara drah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan,
sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal.
Biasanya terjadi hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal
jejunun dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis.
Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan
melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai
sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian
atas. Hematemesis dan melena merupakan suatu keadaan yang gawat dan
memerlukan perawatan segera di rumah sakit.
Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas
Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan
lain-lain.
Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura
trombositopenia dan lain-lain.
Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol,
dan lai-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian
atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan
rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)
Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium
Dilakukan anmnesis yang teliti dan bila keadaan umum penderita lamah atau
kesadaran menurun maka dapat diambil aloanamnesis. Perlu ditanyakan riwayat
penyakit dahulu, misalnya hepatitis, penyakit hati menahun, alkoholisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti: leukemia dan
lain-lain. Biasanya pada perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan
pecahnya varises esofagus tidak dijumpai adanya keluhan rasa nyeri atau pedih di
daerah epigastrium dan gejala hematemesis timbul secara mendadak. Dari hasil
anamnesis sudah dapat diperkirakan jumlah perdarahan yang keluar dengan memakai
takara yang praktis seperti berapa gelas, berapa kaleng dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu
diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda
anemia dan gejala-gejala hipovolemik agar dengan segera diketahui keadaan yang
lebih serius seperti adanya rejatan atau kegagalan fungsi hati. Disamping itu dicari
tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hepatis, seperti spider naevi, ginekomasti,
eritema palmaris, caput medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan
edema tungkai.
Pemeriksaan laboratorium seperti kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, sediaan
darah hapus, golongan darah dan uji fungsi hati segera dilakukan secara berkala
untuk dapat mengikuti perkembangan penderita.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal
esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada/tidaknya varises. Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan pemeriksaan radiologik ini sedini
mungkin, dan sebaiknya segera setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal dan
sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi untuk
pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang
2
berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat atau sedini
mungkin setelah hematemesis berhenti.
Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit hati
kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran makan
bagian atas. Pemeriksaan ini memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai
sekarang hanya terdapat dikota besar saja.
Terapi
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya diraat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian
atas meliputi :
1. Pengawasan dan pengobatan umum
Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.
Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila
perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.
Infus cairan langsung dipasang dan diberilan larutan garam fisiologis
selama belum tersedia darah.
Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila
perlu dipasang CVP monitor.
Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.
Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari,
karbasokrom (Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis
(simetidin atau ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.
Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian
antibiotika yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi
usus. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan
produksi amoniak oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan
ensefalopati hepatik.
2. Pemasangan pipa naso-gastrik
3
Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian air
pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi
dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
3. Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot polos sehingga
dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan
pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik.
Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
4. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan
yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini
dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya
varises esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan
ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.
5. Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
6. Tindakan operasi
4
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi . Tindakan
operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval.
Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahan berhenti dan fungsi hari
membaik.
Prognosis
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran makan bagian atas yang
disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/.terganggu
sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati
yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor
umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian
Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran
makan bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya
perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, encefalopati dan golongan menurut
kriteria Child.
Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi
perdarahan sakuran makan bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang
bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.
PENGKAJIAN HEMATEMESIS DAN MELENA
A. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat mengidap :
Penyakit Hepatitis kronis, cirrochis hepatis, hepatoma, ulkus peptikum
2. Kanker saluran pencernaan bagian atas
3. Riwayat penyakit darah, misalnya DIC
4. Riwayat penggunaan obat-obat ulserogenik
5. Kebiasaan/gaya hidup :
Alkoholisme, kebiasaan makan
B. Pengkajian Umum
1. Intake : anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan.
2. Eliminasi :
BAB :
konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah hitam, konsistensi pekat,
jumlahnya)
BAK :
5
warna gelap, konsistensi pekat
3. Neurosensori :
adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi, koma).
4. Respirasi :
sesak, dyspnoe, hipoxia
5. Aktifitas :
lemah, lelah, letargi, penurunan tonus otot
C. Pengkajian Fisik
1. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
2. Inspeksi :
Mata : conjungtiva (ada tidaknya anemis)
Mulut : adanya isi lambung yang bercampur darah
Ekstremitas : ujung-ujung jari pucat
Kulit : dingin
3. Auskultasi :
Paru
Jantung : irama cepat atau lambat
Usus : peristaltik menurun
4. Perkusi :
Abdomen : terdengar sonor, kembung atau tidak
Reflek patela : menurun
5. Studi diagnostik
Pemeriksaan darah : Hb, Ht, RBC, Protrombin, Fibrinogen, BUN, serum,
amonoiak, albumin.
Pemeriksaan urin : BJ, warna, kepekatan
Pemeriksaan penunjang : esophagoscopy, endoscopy, USG, CT Scan.
D. Pengkajian Khusus
Pengkajian Kebutuhan Fisiologis
1. Oksigen
Yang dikaji adalah :
Jumlah serta warna darah hematemesis.
Warna kecoklatan : darah dari lambung kemungkinan masih
tertinggal, potensial aspirasi.
Posisi tidur klien : untuk mencegah adanya muntah masuk ke jalan
nafas, mencegah renjatan.
6
Tanda-tanda renjatan : bisa terjadi apabila jumlah darah > 500 cc dan
terjadi secara kontinyu.
Jumlah perdarahan : observasi tanda-tanda hemodinamik yaitu tekanan darah, nadi,
pernapasan, temperatur. Biasanya tekanan darah (sistolik) 110 mmHg, pernafasan
cepat, nadi 110 x/menit, suhu antara 38 - 39 derajat Celcius, kulit dingin pucat atau
cyanosis pada bibir, ujung-ujung ekstremitas, sirkulasi darah ke ginjal berkurang,
menyebabkan urine berkurang.
2. Cairan
Keadaan yang perlu dikaji pada klien dengan hematemesis melena yang
berhubungan dengan kebutuhan cairan yaitu jumlah perdarahan yang terjadi.
Jumlah darah akan menentukan cairan pengganti.
Dikaji : macam perdarahan/cara pengeluaran darah untuk menentukan lokasi
perdarahan serta jenis pembuluh darah yang pecah. Perdarahan yang terjadi
secara tiba-tiba, warna darah merah segar, serta keluarnya secara kontinyu
menggambarkan perdarahan yang terjadi pada saluran pencernaan bagian atas
dan terjadi pecahnya pembuluh darah arteri. Jika fase emergency sudah
berlalu, pada fase berikutnya lakukan pengkajian terhadap :
Keseimbangan intake output. Pengkajian ini dilakukan pada klien
hematemesis melena yang disebabkan oleh pecahnya varices esofagus
sebagai akibat dari cirrochis hepatis yang sering mengalami asites dan
edema.
Pemberian cairan infus yang diberikan pada klien.
Output urine dan catat jumlahnya per 24 jam.
Tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit yang menurun, mata cekung,
jumlah urin yang sedikit. Untuk klien dengan hemetemesis melena sering
mengalami gangguan fungsi ginjal.
3. Nutrisi
Dikaji :
Kemampuan klien untuk beradaptasi dengan diit : 3 hari I cair
selanjutnya makanan lunak.
Pola makan klien
BB sebelum terjadi perdarahan
Kebersihan mulut : karena hemetemesis dan melena, sisa-sisa
perdarahan
\dapat menjadi sumber infeksi yang menimbulkan ketidaknyamanan.\
7
4. Temperatur
Klien dengan hematemesis melena pada umumnya mengalami kenaikan
temperatur sekitar 38 - 39 derajat Celcius. Pada keadaan pre renjatan temperatur
kulit menjadi dingin sebagai akibat gangguan sirkulasi. Penumpukan sisa
perdarahan merupakan sumber infeksi pada saluran cerna sehingga suhu tubuh
klien dapat meningkat. Selain itu pemberian infus yang lama juga dapat menjadi
sumber infeksi yang menyebabkan suhu tubuh klien meningkat.
5. Eliminasi
Pada klien hematemesis melena pada umumnya mengalami gangguan eliminasi.
Yang perlu dikaji adalah :
Jumlah serta cara pengeluaran akibat fungsi ginjal terganggu. Urine berkurang
dan biasanya dilakukan perawatan tirah baring.
Defikasi, perlu dicatat jumlah, warna dan konsistensinya.
6. Perlindungan
Latar belakang sosio ekonomi klien, karena pada hematemesis melena perlu
dilakukan beberapa tindakan sebagai penegakan diagnosa dan terapi bagi klien.
7. Kebutuhan Fisik dan Psiologis
Perlindungan terhadap bahaya infeksi. Perlu dikaji : kebersihan diri, kebersihan
lingkungan klien, kebersihan alat-alat tenun, mempersiapkan dan melakukan
pembilasan lambung, cara pemasangan dan perawatan pipa lambung, cara
persiapan dan pemberian injeksi IV atau IM.
Perlindungan terhadap bahaya komplikasi :
Kaji persiapan pemeriksaan endoscopy (informed concern).
Persiapan yang berhubungan dengan pengambilan/pemeriksaan
darah.
8. Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul adalah:
Defisit volume cairan sehubungan dengan perdarahan (kehilangan secara
aktif)
Potensial gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan hipovolemik
karena perdarahan.
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan asites dan menurunnya
pengembangan diafragma.
Potensial inferksi sehubungan dengan berkurangnya sel darah putih.
8
Gangguan rasa nyaman: nyeri sehubungan dengan rasa panas/terbakar
pada mukosa lambung dan rongga mulut. atau spasme otot dinding perut.
Kurangnya pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakitnya.
Kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Risiko tinggi terjadinya gangguan kesadaaran.
9
DIAGNOSA
KEPERAWATAN T U J U A N INTERVENSI RASIONAL
Resiko Tinggi kurang
volume cairan sehubungan
dengan perdarahan
Data Subyektif :
Klien puassa , merasa haus,
sering berkeringat
Data Obyektif : mukosa
mulut kering, muntah darah
sering (3 kali) dirumah
sakit, berak darah campur
kencing berwarna merah
kecoklatan.
Kebutuhan cairan terpenuhi i.
Kriteria :
Tanda vital dalam batas normal.
Turgor kulit normal.
Membran mukosa lembab.
Produksi urine output seimbang
Muntah darah dan berah darah
berhenti
Ukur dan catat pemasukkan dan
pengeluaran.
Monitor vital sign
laborasi :
Monitor cairan parentral
Monitor laboratorium ; Hb,
Hct
Dokumentasi yang akurat membantu meng-identifikasi kehilangan
cairan atau memenuhi kebutuhan cairan dan mempengaruhi
tindakan selanjutnya.
Hipotensi, tachikardi, peningkatan respirasi merupakan indikasi
kekurangan cairan.
Keluarnya darah yang berlebihan dapat menyebabkan
hipovelemia, kolaps sirkulasi.
Penurunan volume cairan petensial untuk terjadinya dehidrasi,
kolaps kardiovaskuler tidak seimbangnya cairan dan elektrolit.
Anemia, Hct rendah terjadi akibat kehilangan cairan pada saat
muntah darah dan berak darah
Daftar Pustaka
Soeparman: Ilmu penyakit dalam Jilid II, FK-UI, Jakarta. 1984
Long, Phips, Medical surgical nursing, Philadelphia, WB. Sounders. 1991
Junadi, P. et all, Kapita selekta, Media Aesculapius, FK-UI, Jakarta. 1984
Laporan Kasus :
ASUHAN KEPERAWATAN HEMATEMEISIS MELENA PADA Ny.
SS
DI RUANG PERAWATAN INTERMEDIET RSUD Dr. SOETOMO
SURABAYA
Nama mahasiswa : SubhanTempat praktek : Ruang Perawatan IntermediateTanggal praktek : 10 -14 Desember 2002 Tanggal Pengkaian : 12 Desember 2001
Pengkajian
I. Biodata.
A. Identitas pasien.
1. Nama : Ny. S.S (Perempuan , 58
tahun).
2. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia.
3. Agama : Islam
4. Status perkawinan : Kawin
5. Pendidikan/pekerjaan : SLTA
6. Bahasa yang digunakan : Indonesia
7. Alamat : Pulo Wonokromo 06 / A
8. Kiriman dari : IRD
B. Penanggung jawab pasien :
Suami dan Anak - Anak
II. Alasan masuk rumah sakit
A. Keluhan Utama : Muntah campur darah dan BAB warna hitam.
B. Riwayat Keluhan utama : . 5 jam sebelum dibawa ke IRD klien
muntah mual – mual dan muntah bercampur darah 4 kali sebanya + . Satu
jam sebelumnya (6 jam Sebelum ke IRD ) Klien BAB campur darah.
III. Riwayat kesehatan.
A. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini : Pasien pernah menderita sakit
yang sama dan dirawat 3 kali yaitu pada bulan Oktober, November dan
Desember 2000.
B. Riwayat kesehatan keluarga : orang tua, saudara kandung ayah/ibu,
saudara kandung pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan.
IV. Informasi khusus
A. Masa balita : tidak dikaji
B. Klien Laki – laki : tidak dikaji
V. Aktivitas hidup sehari – hari :
Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit
A. Makan dan
minum
1. Nutris
i
2. Minu
m
Pola makan 3 kali/hari,
semua makanan disukai,
dan tidak ada makanan
pantangan.
Minum air putih dengan
jumlah - 10 gelas/hari
Saat ini klien dipuasakan.
B. Eliminasi BAB 1 X/hari, tidak ada
kelainan. BAK 2 Xhari dan
tidak ada kelainan.
Sejak di IRD sampai saat
dikaji, pasien belum BAB dan
BAK
C. Istirahat dan tidur Pasien bisa istirahat dan
tidur.
Pasien kurang istirahat dan
tidur.
D. Aktivitas Pasien bekerja sebagai
wiraswasta.
Pasien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitasnya karena
lemah, merasa tidak berdaya
dan taku karena terpasang
infus dan NGT.
E. Kebersihan diri Mandi dua kali/hari, dan
tidak ada hambatan dalam
melakukan perawatan diri.
Smeua kegiatan perawatan diri
pasien dibantu.
F. Rekreasi Hobinya adalah Jogging di
pagi hari .
Hanya diam saja
VI. Psikososial.
A. Psikologis : pasien nampak cemas karena memikirkan penyakitnya.
Klien menanyakan apakah penyakitnya dapat sembuh atau tidak karena
sering kambuh. Klien bertanya apakah transfusi itu dilakukan terus menerus
dan takut diberikan darah seperti itu.. Terhadap penyakitnya ini pasien
13
mengatakan bahwa ini merupakan hari sial baginya. Masalah konsep diri
adalah bahwa pasien sebagai Ibu rumah tangga . Keadaan emosi pasien
adalah tegang. Dengan mekanisme koping adalah pasrah kepada keadaan
sekarang ini.
B. Sosial : hubungan dengan anggota keluarga, suami dan anak sangat
harmonis dimana pasien ditunggu oleh anaknya secara bergantian.
C. Spiritual : di rumah melakukan sholat 5 waktu, sedangkan di rumah
sakit pasien tidak melakukan, hanya berdoa dalam hati.
VII. Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum : pasien nampak sakit berat, lemah. Kesadaran
kompos mentis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 120 x/menit, S 375 0C, RR
12 X/menit.
B. Head to toe :
1. Kepala. Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala
bersih.
2. Rambut. Rambut lurus, nampak rapih.
3. Mata (penglihatan). Ketajaman penglihatan dapat melihat,
konjungtiva anemis, tidak menggunakan alat bantu kacamata.
4. Hidung (penciuman). Bentuk dan posisi normal, tidak ada
deviasi septum, epistaksis, rhinoroe, peradangan mukosa dan polip.
Fungsi penciuman normal. Terpasang NGT
5. Telinga (pendengaran). Serumen dan cairan, perdarahan dan
otorhoe, peradangan, pemakaian alat bantu, semuanya tidak ditemukan
pada pasien. Ketajaman pendengaran dan fungsi pendengaran normal.
6. Mulut dan gigi. Tidak ada bau mulut, perdarahan dan
peradangan tidak ada, ada karang gigi/karies.
7. Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba,
tekanan vena jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku
kuduk/tengkuk.
8. Thoraks. Bentuk normal. .
9. Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa
tidak teraba, supel, tidak ada nyeri tekan, perkusi bunyi redup, bising
usus 12 X/menit.
10. Repoduksi
Tidak dikaji.
14
11. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan tetapi dengan pelan-pelan karena saat
bergerak dirasakan nyeri.
12. Integumen.
Kulit keriput, akral hangat.
VIII. Pemeriksaan penunjang
A. Laboratorium :
Tanggal 12 – 12 – 2001 : darah lengkap: Hb 7,8 gr/dl, Leukosit 6,4 x 10 9/L,
PCV : 0,24, GDA 271, SGOT 49, BUN 37, Elektrolit 0,38
Kalium serum : 5.4 , Natrium 135, klorida 107 .
B. Radiologi : tanggal ; 12 – 12 – 2001 : kesimpulan : Normal
C. EKG/USG/IVP : tidak ada
D. Endoskopi : tidak ada.
Terapi : tanggal 12 – 12 – 2001 :
Ranitidin 2 X1, Vit K, Transfusi PRC sampai HB lebih dari 9 gram %
15
Analisa Data
DATA PENYEBAB MASALAH
Subyektif Pasien mengatakan muntah muntah darah 4 x @ 1 cangkir, berak warna hitam x, mual-mual dan nafsu makan menurun.Obyektif
Akral dingin, tekanan
darah 100/70 mmhg, nadi
102 x, suhu 37,8oC.
terpasang NGT, GC Warna
Hitam
Subyektif :
Mengeluh pusing, dan
lemah
Obyektif :
HB=7,8 gr%, konjungtiva
pucat, keringat dingin, akral
dingin.
Subyektif
Klien dan keluarga sering
menanyakan keadaan
penyakitnya.
Oyektif :
Klien nampak cemas, nadi
102 x/menit,
Subyektif
Mengeluh mual
Obyektif :
Muntah dan berak darah
Intake cairan menurun
Voluma cairan menurun
Keringat dingin
Perdarahan esofagus
HB menurun
Oksigen dan glukosa
menurun
Perfusi terganggu
Perdarahan
Dan kelemahan fisik
Ancaman
Perdarahan esofagus
Penumpukan darah
dilambung
Rangsangan HCL
Mual
Resiko kekurangan voluma
cairan.
Gangguan perfusi jaringan
Cemas
Resiko gangguan
pemenuhan nutrisi.
Terpasang NGT, status
puasa
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin
akibat perdarahan.
2. Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan perdarahan
esofagus dan intake tidak adekuat.
3. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan oleh karena perdarahan
dan penurunan kondisi tubuh.
4. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan status puasa, mual-
mual dan penurunan nafsu makan.
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TINDAKAN RASIONAL
1 Resiko gangguan
keseimbangan cairan
b.d. perdarahan aktif dan
intake tak adekuat.
Tujuan: setelah diberi
perawatan selama 2 jam,
kebutuhan cairan
terpenuhi:
Kriteria hasil:
- Tanda vital
stabil
- Akral hangat
- Turgor baik
- Mukosa lembab
1. Catat karakteristik muntah/
drainase.
2. Awasi tanda-tanda vital.
3. Catat respon fisiologis klien
terhadap perdarahan.(gelisah,
pucat, berkeringat, takipnea,
takikardia).
4. Awasi masukan dan haluaran
casiran.
5. Pertahankan tirah baring dan
tinggikan kepala tempat tidur.
6. Kolaborasi:
Berikan cairan RL 20
tetes
GC tiap 6 jam
Berikan obat-obatan:
Transamin 3 x 1 amp,
Vitamin K 3 x 1 amp.
1. Membantu dalam
membedakan distres gaster.
2. Sebagai indikasi
perkembangan kebutuhan
cairan.
3. Mengukur berat/lamamya
episode perdarahan.
4. Memberikan pedoman
penggantian cairan.
5. Mengurangi tekanan intra
abdominal dan mencegah
refluks gaster.
Gangguan perfusi
jaringan b.d.
hipovolemia dan
penurunan kadar
hemoglobin
Tujuan: Setelah
perawatan 1 x 24 jam
perfusi jaringan adekuat.
1. Observasi keluhan pusing,
kesadaran.
2. Lakukan pengukuran tanda
vital tiap 2 jam
3. Kaji keadaan kulit: dingin,
sianosis, keringat, pengisian
kapiler.
1. Perubahan menunjukan
ketidakadekuatan perfusi
cerebral.
2. Menunjukan indikasi
adekuatnyan keseimbangan
cairan.
3. Vasokontriksi adalah respon
sinpatis terhadap penurunan
17
Krietria hasil:
- tanda vital
stabil
- Akral hangat
- GDA normal
- Haluaran urine
adekuat.
4. Catat haluaran urine
5. Kolaborasi:
- Berikan oksigen
- Berikasn cairan IV
- Siapkan transfusi
vuloma sirkulasi.
4. Penurunan perfusi dapat
menyebabkan gagal ginjal.
Cemas berhubungan
berhubungan dengan
perubahan status
kesehatan dan ancaman
terhadap perdarahan
Tujuan: setelah diberi
tindakan selama 2 jam,
klien bebas dari
kecemasan
Kriteria hasil:
- mampu
mengungkapka
n perasaan .
- Menunjukan
rileks.
1. Awasi respon fisiologis:
takipnea, palipitasi, pusing.
2. Catat perubahan perilaku:
gelisah, menolak, depresi.
3. Dorong untuk mengungkapkan
tentang kecemasan dan
ketakutan.
4. Jelaskan tentang proses
penyakitnya, program
pengobatan dan rencana
tindakan.
5. Libatkan keluarga dalam
membantu perawatan.
6. Motivasi melakukan relaksasi
dengan nafas dalam.
1. Mengidentifikasi tingakt
kecemasan.
2. Mengidentifikasi
penyimpangan perilaku.
3. Memudahkan dalam
membantu memecahklan
masalah.
4. meningkatkan pemahaman
klien.
5. Dapat memberikan
dorongan moril terhadap
lien.
6. Mengurangi ketegangan dan
membantu koping klien
Resiko perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
b.d. penurunan nafsu
makan, mual dan
masukan tidak adekuat.
Tujuan: setelah diberi
perawatan 2 x 24 jam,
kebutuhan nutrisi
terpenuhi
Kriteria hasil:
- BB stabil.
- Menunjukan
peningkatan
nafsu makan.
1. Kaji karakteristik cairan NG
2. Selama puasa, pertahankan
cairan Intra vena dengan
tetesan 20 tetes.
3. Apabila cairan NG jernih 4
x, berikan makanan bubur
halus secara bertahap
4. Jadwalkan diet tinggi kalori
dan protein
5. Kolaborasi
- Rujuk ke ahli gizi.
1. Identifikasi perdarahan.
2. Pengganti intake nutrisi dan
cairan.
3. Pemberian bubur halus
mencegah distensi lambung.
4. Memenuhi kebutuhan tubuh
dan meningkatkan daya
tahan tubuh.
5. Perlu perencanaan diet
untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
TINDAKAN DAN EVALUASI PERAWATAN
TGL DIAGNOSA TINDAKAN EVALUASI
12/12/200
1
14.00 –
20.00
Resiko gangguan
keseimbangan
cairan
beruhubungan
1. Momonitor perdarahan: lewat
NG dan melena.
2. Melakukan gastric cooling
3. engobservasi vital sign
Subyektif :
Pasien mengeluh
keringat dingin, bibir
terasa kering dan
18
WIB dengan
perdarahan dan
intake yang tidak
adekuat.
4. Mengawasi tetesan infus. Infus
RL netes 20 tetes.
5. Memonitor perubahan
fisiologis akral dingin,
berkeringat dingin +.
6. Memonitor keadaan kulit dan
mukosa: turgor baik, mukosa
agak kering.
7. ukur intake dan output
haus, pasien
mengatakan belum
BAK
Obyektif :
NG cairan warna
hitam, Melena tidak
ada, Gastri Coolling
(+) warna hitam.
Tekanan darah
110/70, turgor kulit
kurang elastis,
mukosa kering,
pasien belum BAK
Analisa :
Resiko terjadinya
gangguan
kesimbangan cairan
Perencanaan :
Rencana tetap
dipertahankan
Resiko
Gangguan
perfusi jaringan
berhubungan
dengan
keurangan
voluma cairan
dan penurunan
kadar
hemoglobin.
1. Mengobservasi tingkat
kesadaran: kesadaran compos
mentis, orientasi baik.
2. Menobservasi keadaan kulit:
akral dingin, keringat dingin,
sianosis.
3. Memberikan transfusi PRC 1
kolf. Darah I reaksi +, II _.
4. .Mengecek hemoblobin, HB 6.
Subyektif :
Pasien mengeluh
pusing, keringat
dingin,
Obyektif :
Akral dingin. Hb, 7,8
gram %, konjungtiva
pucat, keringat
dingin, pasien belum
BAB.
Analisa ;
Kemungkinan
terjadinya gangguan
keseimbangan cairan
masih bisa terjadi.
Perencanaan :
19
Rencana tetap
dipertahankan
Cemas
berhubungan
dengan
perubahan status
kesehatan
dengan adanya
perdarahan.
1. Menjelaskan tentang proses terjadinya perdarahan.
2. Memotivasi keluarga agar tetap mendampingi dan mendoakan agar klien cepat sembuh.
3. Memotivasi klien untuk menyampaikan perasaannya.
4. Mengevaluasi keadaan tidur dan istirahat.
Subyektif
Menyatakan
pemahaman terhadap
keadaan ,
penyakitnya.
Obyektif
Klien nampak rileks.
Analisa
Masalah teratasi
Perencanan :
Intervensi
dipertahankan selama
hari – hari perawatan
pasien.
13/12/200
1
07..00 –
14.00
WIB
Resiko gangguan
keseimbangan
cairan
beruhubungan
dengan
perdarahan dan
intake yang tidak
adekuat.
1. Momonitor perdarahan: lewat
NG dan melena.
2. Melakukan gastric cooling
3. engobservasi vital sign
4. Mengawasi tetesan infus. Infus
RL netes 20 tetes.
5. Memonitor perubahan
fisiologis akral dingin,
berkeringat dingin +.
6. Memonitor keadaan kulit dan
mukosa: turgor baik, mukosa
agak kering.
7. ukur intake dan output
Subyektif :
Klien mengatakan
merasa lebih segar
setelah dirawat sehari
dan diberi
pengobatan.
Obyektif :
Gastric Cooling
cairan lambung tidak
hitam lagi, tidak
keringat dingin, akral
hangat, masih
ditransfusi PRC bag
II
Analisa :
Masalah teratasi
sebagian.
Perencanaan :
20
Rencana intervensi
tetap dipertahankan
sampai masalah
teratasi.
Gangguan
perfusi jaringan
berhubungan
dengan
keurangan
voluma cairan
dan penurunan
kadar
hemoglobin.
1. Mengobservasi tingkat
kesadaran: kesadaran compos
mentis, orientasi baik.
2. Menobservasi keadaan kulit:
akral dingin, keringat dingin,
sianosis.
3. Memberikan transfusi PRC 1
kolf. Darah I reaksi +, II _.
4. Mengukur Hb Sahli post
transfusi hemoblobin.
Subyektif :
Pasien mengatakan
tidak pusing lagi,
merasa lebih segar.
Obyektif :
Hb SAHLI post
transfusi bag II 9,8
gram %. Akral
hangat, tidak keringat
dingin, kesadaran
CM, GCS 4,5,6
Analisa :
Masalah teratasi
Perencanaan.
Rencana tetap
dipertahankan dan
diperhatikan selama
perawatan pasien.
21
Recommended