BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas dari tulang, tulang rawan sendi,tulang rawan
epifisis baik yang bersifat total ataupun bersifat parsial. Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.
Cedera ortopedi pada anak yang paling umum dan memerlukan rawat inap adalah
fraktur femur. Penelitian epidemiologi dari Indiana tahun 2006 menyebutkan dari hampir
10.000 patah tulang paha, 1076 (11%) terjadi pada anak-anak kurang dari 2 tahun, 2119
(21%) pada anak usia 2 sampai 5 tahun, 3237 (33%) pada anak usia 6 sampai 12 tahun, dan
3528 (35 %) pada remaja berusia 13 sampai 18 tahun. Yang paling banyak (71%) terjadi pada
pasien laki-laki. Jatuh dan tabrakan kendaraan bermotor penyebab dua pertiga dari kasus.
Kejadian jatuh lebih besar pada anak yang lebih muda dan tabrakan kendaraan bermotor lebih
umum pada anak yang lebih dewasa. Lima belas persen dari patah tulang femur pada anak
kurang dari 2 tahun akibat child abuse.
Penting dilakukan tatalaksana khusus serta peningkatkan keamanan bagi anak
mengingat komplikasi akibat fraktur femur secara serius dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan jika terdapat cedera lempeng epifisis. Berikut akan dibahas lebih jauh
mengenai penanganan fraktur femur pada anak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FRAKTUR KHUSUS PADA ANAK
Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, karena adanya
perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang.
Anatomi tulang pada anak-anak terdapat lempeng epifisis yang merupakan
tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dan menghasilkan kalus
yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.
Perbedaan biomekanik pada anak-anak dan dewasa yaitu :
1. Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous,korteks berlubang-lubang dan sangat mudah
dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor
ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap
deformasi tulang dibandingkan orang dewasa.
Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan
sehingga tidak dapat menahan kompresi.
2. Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat erat pada metafisis
yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh
prosesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan
yang besar.
Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang keras.
3. Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami
robekan dibandingkan orang dewasa.
Perbedaan fisiologis pada anak-anak dan dewasa, pada anak-anak
pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan
pada orang dewasa yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa.
1. Pertumbuhan berlebih (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada
pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi
pada waktu penyembuhan tulang.
2
2. Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen lempeng epifisis menyebabkan kependekan atau deformitas
anguler pada epifisis.
3. Fraktur total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat
fleksibel dibandingkan orang dewasa.
Atas dasar kelainan perbedaan anatomi, biomekanik dan fisiologis, maka
fraktur pada anak-anak mempunyai gambaran khusus, yaitu :
1. Lebih sering ditemukan
Fraktur pada anak-anak lebih sering ditemukan karena tulang relatif ramping dan
juga kurang pengawasan. Beberapa fraktur pada anak-anak seperti retak, fraktur
garis rambut, fraktur buckle, fraktur greenstick merupakan fraktur yang tidak
berat, tetapi ada fraktur seperti fraktur intraartikuler atau fraktur epifisial
merupakan fraktur yang akan berakibat jelek di kemudian hari.
2. Periosteum yang sangat aktif dan kuat
Periosteum yang kuat pada anak-anak membuatnya jarang mengalami robekan
pada saat fraktur, sehingga sering salah satu dari periosteum merupakan bidai dari
fraktur itu sendiri. Periosteum pada anak-anak mempunyai sifat osteogenesis yang
lebih besar.
3. Penyembuhan fraktur sangat cepat
Penyembuhan fraktur pada anak-anak sewaktu lahir sangat menakjubkan dan
berangsur-angsur berkurang setelah anak menjadi besar, karena sifat osteogenesis
yang aktif pada periosteum dan endosteum. Fraktur femur pada bayi baru lahir
akan sembuh dalam tiga minggu, pada anak yang berumur delapan tahun akan
sembuh dalam delapan minggu, pada anak umur 12 tahun sembuh dalam 12
minggu dan pada umur 20 tahun fraktur akan sembuh dalam 20 minggu. Pada
anak-anak jarang ditemukan nonunion pada fraktur.
4. Terdapat problem khusus dalam diagnosis
Gambaran radiologik epifisis sebelum dan sesudah perkembangan pusat osifikasi
sekunder sering membingungkan, walaupun demikian ada beberpa pusat osifikasi
yang keberadaannya relatif konstan. Lempeng epifisis pada foto rontgen dapat
disalah-artikan dengan suatu fraktur. Untuk itu biasanya perlu dibuat pemeriksaan
rontgen pada anggota gerak lain.
3
5. Koreksi spontan pada suatu deformitas residual
Fraktur pada orang dewasa tidak akan terjadi koreksi spontan dan bersifat
permanen. Pada anak-anak beberapa deformitas residual cenderung mengalami
koreksi spontan melalui remodeling yang ekstensif, melalui pertumbuhan lempeng
epifisis atau kombinasi keduanya. Beberapa faktor yang mempengaruhi koreksi
fraktur adalah sisa waktu pertumbuhan dan bentuk deformitas yang dapat berupa
angulasi, aposisi tidak total, kependekan dan rotasi.
Angulasi
Angulasi residual yang terletak di dekat lempeng epifisis akan mengalami
koreksi spontan seandainya deformitas itu berada pada satu bidang dengan
bidang gerakan sendi yang terdekat. Tetapi pada angulasi residual yang
berada pada bidang tegak lurus dari gerakan dekat sendi misalnya angulasi
lateral pada deformitas varus fraktur suprakondiler humeri tidak dapat
mengalami koreksi spontan.
Aposisi tidak total
Pada fraktur dimana fragmen mengalami aposisi tidak total seperti
samping ke samping (bayonet), maka permukaan fraktur akan mengalami
proses remodeling menurut hukum Wolff.
Kependekan
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang anak-anak yang sedang
bertumbuh, terjadi pula kerusakan arteri nutrisi dan akan terjadi
peningkatan aliran darah sebagai kompensasi pada daerah epifisis yang
akan menyebabkan akselerasi pertumbuhan tulang secara longitudinal.
Adanya kependekan tulang pada anak-anak dapat ditoleransi dalam ukuran
tertentu.
Rotasi
Deformitas rotasi tidak akan mengalami koreksi spontan pada waktu
penyembuhan fraktur tulang panjang tanpa melihat umur dan lokalisasi.
6. Terdapat perbedaan dalam komplikasi
Beberapa komplikasi fraktur pada anak-anak mempunyai ciri yang khusus seperti
fraktur epifisis dan lempeng epifisis. Osteomielitis yang terjadi secara sekunder
pada fraktur terbuka atau reduksi terbukan pada suatu fraktur tertutup biasanya
lebih hebat dan dapat menyebabkan kerusakan pada epifisis. Komplikasi iskemik
4
Volkmann dan juga miositis osifikans sering ditemukan pada anak-anak.
Komplikasi seperti kekakuan sendi jarang ditemukan pada anak-anak.
7. Berbeda dalam metode pengobatan
Walaupun prinsip pengobatan fraktur yang disebutkan terdahulu dapat
diaplikasikan pada anak-anak, tetapi prinsip utama pengobatan pada anak-anak
adalah secara konservatif baik dengan cara manipulasi tertutup atau traksi kontinu.
Walaupun demikian beberapa fraktur khusus pada anak-anak memerlukan
tindakan operasi terbuka dengan fiksasi interna seperti interna seperti fraktur
bergeser pada leher femur atau fraktur pada epifisis tertentu.
8. Robekan ligamen dan dislokasi lebih jarang ditemukan
Ligamen pada anak-anak sangat kuat dan pegas. Ligamen ini lebih kuat dari
lempeng epifisis sehingga tarikan ligamen dapat menyebabkan fraktur pada
lempeng epifisis dan bukan robekan ligamen, misalnya pada sendi bahu tidak
terjadi dislokasi tetapi akan terjadi fraktur epifisis.
9. Kurang toleransi terhadap kehilangan darah
Jumlah volume darah secara proporsional lebih kecil pada anak-anak daripada
orang dewasa. Pada anak-anak jumlah volume darah diperkirakan 75 ml per kg
berat badan, sehingga pada anak dengan berat badan 20 kg diperkirakan
mempunyai jumlah darah 1500 ml. Perdarahan sebesar 500 ml pada anak-anak
akan kehilangan 1/3 jumlah volume darah, sedangkan pada orang dewasa hanya
sebesar 10%.
1. Klasifikasi Fraktur Pada Anak
a. Klasifikasi radiologis
Fraktur buckle atau torus
Tulang melengkung
Fraktur green stick
Fraktur total
b. Klasifikasi anatomis
Fraktur epifisis
Fraktur lempeng epifisis
Fraktur metafisis
Fraktur diafisis
5
c. Klasifikasi klinis
Traumatik
Patologis
Stres
d. Fraktur khusus pada anak
Fraktur akibat trauma kelahiran
Fraktur child abuse
Klasifikasi lain dapat diterapkan pada klasifikasi fraktur pada orang dewasa.
2. Beberapa Jenis Fraktur Khusus Pada Anak
a. Fraktur epifisis
Fraktur epifisis merupakan suatu fraktur tersendiri dan dibagi dalam :
1. Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen
Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen terutama terjadi pada spina tibia,
stiloid ulna dan basis falangs. Fragmen tulang masih mempunyai cukup
vaskularisasi dan biasanya tidak mengalami nekrosis avaskuler. Bila
terjadi fraktur bergeser, maka jarang terjadi union karena pembentukan
kalus dihambat oleh jaringan sinovia. Fraktur bergeser juga menghambat
gerakan dan juga menyebabkan sendi menjadi tidak stabil.
Pada keadaan ini diperlukan reduksi yang akurat dan mungkin diperlukan
tindakan operasi.
2. Fraktur kompressi yang bersifat komunitif
Fraktur komunitif jarang terjadi karena lempeng epifisis berfungsi sebagai
shock absorber pada tulang.
3. Fraktur osteokondral (bergeser)
Fraktur osteokondral sering ditemukan pada distal femur, patella, atau
kaput radius. Fraktur bergeser akan menyebabkan gangguan menyerupai
benda asing dalam sendi. Fragmen yang besar sebaiknya dikembalikan dan
yang kecil dapat dilakukan eksisi.
Fraktur epifisis jarang terjadi tanpa disertai dengan fraktur lempeng
epifisis.
6
b. Fraktur Lempeng Epifisis
Lempeng epifisis merupakan suatu diskus tulang rawan yang terletak
diantara epifisis dan metafisis. Fraktur lempeng epifisis merupakan 1/3 dari
seluruh fraktur pada anak-anak.
Pembuluh darah epifisis masuk di dalam permukaan epifisis dan apabila
ada kerusakan pembuluh darah maka akan terjadi gangguan pertumbuhan.
Pembuluh darah epifisis biasanya tidak mengalami kerusakan pada saat
trauma tetapi pada epifisis femur proksimal dan epifisis radius proksimal
pembuluh darah berjalan sepanjang leher tulang yang dimaksud dan melintang
pada lempeng epifisis di perifer, sehingga pada kedua tempat ini apabila
terjadi pemisahan epifisis, juga akan menimbulkan kerusakan vaskularisasi
yang akan menimbulkan nekrosis avaskuler.
Tulang rawan lempeng epifisis lebih lemah daripada tulang. Daerah yang
paling lemah dari lempeng epifisis adalah zona transformasi tulang rawan
pada daerah hipertrofi dimana biasanya terjadi garis fraktur.
Secara klinis kita harus mencurigai adanya fraktur lempeng epifisis pada
seorang anak dengan fraktur pada tulang panjang di daerah ujung tulang pada
dislokasi sendi serta robekan ligamen. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan rontgen dengan dua proyeksi dan membandingkannya
dengan anggota gerak yang sehat.
Banyak klasifikasi fraktur lempeng epifisis antara lain menurut Salter-
Harris, Poland, Aitken, Weber, Rang, Ogend. Tapi klasifikasi menurut Salter-
Harris yang paling mudah dan praktir serta memenuhi syarat untuk terapi dan
prognosis.
Klasifikasi menurut Salter-Harris merupakan klasifikasi yang dianut dan
dibagi dalam lima tipe:
1. Tipe I : Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur
pada tulang, sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada
epifisis. Fraktur ini meliputi zona hipertrofi dan zona kalsifikasi. Fraktur
ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada bayi
baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan
reduksi tertutup mudah oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang
utuh dan intak. Prognosis biasanya baik bila direposisi dengan cepat.
7
2. Tipe II : Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur
melalui sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan
membentuk suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut
dengan tanda Thurston-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng
epifisis juga masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini
biasanya terjadi karena trauma shearing force dan membengkok dan
umumnya terjadi pada anak-anak yang lebih tua. Periosteum mengalami
robekan pada daerah konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf.
Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak begitu sulit kecuali bila
reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi. Prognosis biasanya
baik, tergantung kerusakan pembuluh darah.
3. Tipe III : Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-
artikuler. Garis fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis
kemudian sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis ini bersifat intra-
artikuler dan biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena
fraktur ini bersifat intra-artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka
sebaiknya dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan
mempergunakan pin yang halus.
4. Tipe IV: Fraktur tipe IV juga merupakan fraktur intra-artikuler yang
melalui sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis
dan berlanjut pada sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur
kondilus lateralis humeri pada anak-anak. Pengobatan dengan operasi
terbuka dan fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot.
5. Tipe V: Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang
diteruskan pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi
penopang badan yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis
sulit karena secara radiologik tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena
dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.
8
Gambar 1. Fraktur Selter-Harris
Setelah reduksi dari fraktur epifisis tipe I, II dan III akan terjadi osifikasi
endokonral pada daerah metafisis lempeng pertumbuhan dan dalam 23 minggu
osifikasi endokondrial ini telah mengalami penyembuhan. Sedangkan tipe IV
dan tipe V mengalami penyembuhan seperti pada fraktur daerah tulang
kanselosa.
Prognosis terhadap gangguan pertumbuhan, sebanyak 85% trauma lempeng
epifisis tidak mengalami gangguan dalam pertumbuhan. Sisanya, 15% akan
memberikan gangguan dalam pertumbuhan.
Ada beberapa faktor yang penting dalam perkiraan prognosis, yaitu :
1. Jenis fraktur, fraktur tipe I, II, dan III mempunyai prognosis yang baik,
fraktur tipe IV prognosisnya tergantung dari tindakan pengobatan dan tipe
V prognosisnya jelek tergantung kerusakan awal lempeng epifisis.
2. Umur waktu terjadinya trauma; apabila trauma terjadi pada umur yang
lebih muda maka prognosisnya lebih jelek dibanding bila terjadi pada
umur yang lebih tua.
3. Vaskularisasi pada epifisis; apabila terjadi kerusakan vaskularisasi
epifisis, maka prognosisnya lebih jelek.
4. Metode reduksi; reduksi yang dilakukan dengan tidak hati-hati akan
menimbulkan kerusakan yang lebih hebat pada lempeng epifisis.
9
5. Jenis trauma; apakah trauma terbuka atau tertutup. Pada trauma terbuka
kemungkinan terjadinya infeksi dan akan menyebabkan fusi dini dari
epifisis.
6. Waktu terjadinya trauma; hal ini penting karena penundaan tindakan
menyebabkan kesulitan dalam reduksi dan gangguan pertumbuhan yang
terjadi akan lebih hebat.
Fraktur batang femur pada bayi tidak jarang terjadi akibat trauma
persalinan. Secara klinis, bayi yang bersangkutan tidak mau menggerakan
tungkai yang patah sehingga kadang dianggap lumpuh (pseudoparalisis).
Tindakan terbaik adalah membidai kedua tungkai dengan pembalut ke
abdomen seperti posisi intrauteri selama sepuluh hari.
c. Fraktur Akibat Trauma Kelahiran
Fraktur akibat trauma kelahiran biasanya terjadi pada saat persalinan yang
sulit yaitu pada bayi besar, letak sungsang atau ekstraksi bayi dengan alat
forsep. Daerah yang biasanya mengalami fraktur adalah humerus, femur, dan
klavikula. Fraktur dapat berdiri sendiri tanpa adanya kelainan neurologis yaitu
kelumpuhan pleksus brakialis.
Gambaran klinis, biasanya anak menangis setiap digerakkan atau teraba
adanya tanda fraktur pada daerah yang dimaksud. Pemeriksaan radiologis
diperlukan untuk memastikan diagnosis.
Penatalaksanaan fraktur pada bayi, sembuh dalam 13 minggu sehingga
hanya diperlukan pemasangan bidai sementara untuk mengurangi nyeri.
d. Fraktur Akibat Penyiksaan (Child Abuse)
Merupakan suatu kelainan dimana fraktur pada bayi dan anak-anak terjadi
akibat penyiksaan oleh orang tua penderita. Child abuse biasanya dilakukan
oleh orang tua sehubungan dengan masalah emosional dan dilakukan
penyiksaan secara berulang.
Diagnosis ditemukan kebiruan pada badan anak. Pada pemeriksaan
radiologis ditemukan fraktur multipel pada iga, anggota gerak, tengkorak serta
fraktur didaerah epifisis. Mungkin hanya ditemukan reaksi periosteal di
beberapa tempat.
10
Penatalaksanaan diperlukan pencegahan dan pemeriksaan psikiatri orang
tua. Apabila ditemukan adanya fraktur, maka pengobatan seperti biasanya
pada fraktur anak-anak.
e. Fraktur Patologis
Fraktur patologis pada anak-anak telah diuraikan sebelumnya mengenai
penyebabnya dan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kelainan tulang lokal; kista tulang soliter, fibroma non-ossifying
2. Kelemahan tulang yang umum; kelainan neuromuskuler, poliomielitis,
distrofi muskuler, paralisis otak, spina bifida
3. Kelainan tulang yang menyeluruh; misalnya pada osteogenesis imperfekta
f. Fraktur Stres
Pada anak-anak, fraktur stres terutama pada 1/3 bagian proksimal tibia, 1/2
bagian distal fibul, metatarsal, iga, panggul, femur dan humerus. Fraktur jenis
ini biasanya terjadi pada waktu liburan, dimana anak melakukan aktivitas yang
berlebihan. Fraktur stres harus dibedakan dengan kelainan keganasan.
B. FRAKTUR FEMUR ANAK
1. Fraktur Leher Femur
Fraktur leher femur pada anak-anak jarang ditemukan. Lebih sering pada anak
laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2. Insidensi tersering
pada umur 11-12 tahun.
a. Frekuensi dan Mekanisme Cedera
Leher femur pada anak sangat kuat tidak seperti orang dewasa, hanya
trauma yang hebat yang dapat menyebabkan fraktur. Fraktur leher femur
adalah jenis fraktur yang jarang tetapi memerlukan penanganan serius. Fraktur
disekitar sendi panggul disebabkan suatu paksaan seperti trauma energi tinggi
atau pada keadaan yang jarang sering dikaitkan dengan kondisi patologis.
Fraktur leher femur juga sering dikaitkan dengan kekerasan terhadap anak
(child abuse). Insidensi fraktur leher femur pada anak-anak adalah kurang dari
1%. Di negara berkembang penyebab paling sering adalah kecelakaan lalu
lintas sedangkan pada negara maju umunya penyebabnya adalah jatuh dari
ketinggian seperti dari pohon dan atap rumah. 30% pasien-pasien ini
11
mengalami cedera yang berkaitan dengan dada, kepala, dan abdomen. Cedera
pada ekstremitas seperti fraktur femur, tibia-fibula, dan pelvik juga sering. Hal
lain yang sering menyebabkan fraktur femur pada anak adalah child abuse.
b. Klasifikasi
Fraktur panggul pada anak-anak diklasifikasikan berdasarkan lokasi
dan morfologi. Cromwell pertama sekali menjelaskan fraktur pada leher femur
pada anak. Delbet mempublikasikan klasifikasi standar dari fraktur femur
proksimal pada tahun 1907.
12
Tabel 1. Tipe dan karakteristik fraktur leher femur
pediatricristpentingnya
Tipe
Delbet
Insidensi Penyebab Karakteristik penting
Tipe I 8% Trauma energi
tinggi
Child abuse
Persalinan letak
sungsang yang
sulit
50% kasus terjadi dengan dislokasi kaput
epifisis
Risiko tinggi AVN (20 – 100%) jika
dikaitakan dengan dislokasi epifisis
Diagnosis banding septik artritis, dislokasi
panggul, lepasnya kaput femur epifisis.
Tipe II 45% Trauma berat Variasi yang paling banyak
70 – 80% terjadi displace
Risiko tinggi AVN (sampai 50%)
Pada fraktur displace, hilangnya reduksi,
malunion, non- union, deformitas varus,
Tipe III 35% Trauma berat AVN 20 – 25% tergantung pada
penempatan saat waktu cedera.
Tipe IV 12% Trauma Nonunion dan AVN jarang
c. Assesment dan Diagnosis
Selain itu secara klinis diagnosis sering membingungkan. Anak – anak
biasanya yang mengalami trauma berat sering mengalami nyeri pada region
panggul dan pemendekan, ektremitas terotasi ke arah luar. Anak – anak
biasanya ketakutan karena pergerakan ekstremitas yang pasif dan tidak dapat
bergerak secara aktif. Diagnosis ditegakkan dengan bantuan radiografi, yang
umunya dilakuakan pada dua plane foto, jika memang tidak nyeri. Sonografi
juga sering digunakan pada kondisi yang menimbulkan keraguan misalnya
nyeri panggul pada anak. Garis fraktur atau hematom intrakapsular dapat
dideteksi dengan menggunakan ultrasound. Dengan fraktur yang tidak
diketahui letak pasti pada femur, maka radiografi tidak dapat digunakan
sebagai penunjang diagnostik. Computed tomography (CT) dapat digunakan
untuk menilai derajat fraktur dan hematoma intrakapsular lainnya. Scan tulang
pada 3 bulan post cedera juga membantu dalam mendeteksi nekrosis kaput
femur, yang merupakan komplikasi yang paling mungkin. Magnetic resonance
imaging (MRI) mendeteksi avaskular sebelumnya.
Pada keadaan fraktur femur pulsasi arteri dorsalis pedis dipalpasi. Pada
fraktur femur juga harus dilakukan pemeriksaan sekunder karena umumnya
pasien hanya mengeluhkan nyeri sehingga hal – hal yang mengancam nyawa
seperti perdarahan internal pada rupture spleen sering terlewatkan. Karena itu
tekanan darah juga penting untuk diawasi.
13
Gambar 2. Klasifikasi dari fraktur femur proksimal pada anak, berdasarkan klasifikasi Colonna dan Delbet.
d. Penatalaksanaan
Fraktur leher femur pada anak sama dengan dewasa sangat tidak stabil
dan tidak dapat dilakukan penanganan secara adekuat baik dengan closed
reduction, imobilisasi eksternal, ataupun traksi terus-menerus. Prinsip
penatalaksanaan termasuk di antaranya.
Minimalkan komplikasi yang potensial pada avascular necrosis (AVN).
Hindari cedera pada lempeng fisis.
Reduksi fragmen – fragmen secara anatomis
Stabilisasi dengan pin atau sekrup mengakibatkan proteksi dini menahan
berat.
Dekompresi terhadap hemarthrosis dan fiksasi internal stabil
merupakan aspek penting terhadap treatment untuk semua fraktur dengan
pergeseran. Fraktur yang tidak mengalami pergeseran dapat ditangani secara
konservatif dengan cast immobilisasi menggunakan hip spica.
Berdasarkan studi yang dilakukan pada 71 kasus dari British
Orthopedic Association yang dilaporkan pada tahun 1962, Ratliff
menyebutkan bahwa insidensi tinggi non union terjadi pada fraktur tipe II atau
tipe III yang diterapi secara konservatif. Canale dan Bourland pada tahun
1974, melaporkan bahwa dengan operasi fiksasi yang diamati menunjukan
hasil yang lebih baik.
Menurut Anil Arora (2006) penanganan fraktur leher femur traumatic
pada anak didasari oleh tipe dan jumlah pergesaran akibat fraktur, dan
maturitas skeletal pada anak. Untuk internal fiksasi pada fraktur leher femur
tipe I, tipe II, dan tipe III, pin halus dapat digunakan pada infant, sekrup kanul
4.0 mm pada anak-anak; sekrup kanul 6.5 mm pada remaja. Untuk fiksasi
fraktur tipe IV, secara teori sekrup panggul pediatric (pediatric hip screw)
lebih baik pada anak-anak dan sekrup panggul dewasa untuk anak remaja. Hip
spica cast yang digunakan untuk imobilisasi post operasi banyak terutama
pada anak-anak < 10 tahun. Untuk anak-anak yang lebih tua, imobilisasi
dengan pin lebih dianjurkan.
14
e. Komplikasi
Adanya trauma yang hebat dan letak suplai pembuluh darah femur
berada di kepala femur, risiko terjadinya posttraumatic avascular necrosis
dapat terjadi.
Berikut ini merupakan komplikasi yang dapat berkembang dan
ditetapkan sesuai urutan kejadian :
1. Avascular necrosis (AVN)
AVN, pertama sekali dijelaskan pada tahun 1927 yang merupakan
komplikasi yang paling ditakuti dikarenakan hal ini mengakibatkan
dampak yang sangat buruk. AVN terjadi pada kebanyakan fraktur (47%)
sebelum penanganan sekarang ditetapkan. Hal ini dianggap sebagai akibat
dari rupture atau tamponade dari salah satu atau kedua arteri sirkumfleksa.
15
Gambar 3. A sampai D: Follow up pasien berusia 2.5 tahun dengan fraktur tipe I.(A) X – ray menunjukan fraktur tipe I. (B) pasien berbaring dengan coxa vara setelah penanganan selama 3 bulan dengan spica. (C) Osteotomi subtrokanter selesai dilakukan untuk koreksi coxa vara. (D) follow up selama 12 tahun mengungkapkan adanya fisis terbuka. Pasien tidak mengeluhkan rasa sakit saat melakukan pergerakan dan ada pemendekan 0.5 cm.
Sejumlah pergeseran awal merupakan faktor prognostik yang penting
ketika dipertimbangkan efeknya terhadap suplai vaskular pada leher femur
dan kaput femur tetapi hal ini tidak dijelaskan mengapa AVN mengikuti
fisura fraktur pada leher femur.
Nekrosis dapat berakibat pada epifisis secara terpisah, seluruh fragmen
proksimal, atau hanya bagian pada leher femur antara fraktur dan lempeng
pertumbuhan (growth plate). Iskemik epifisis menyerupai seperti yang
terlihat pada penyakit Perthes dan oleh karena itu terapinya mengikuti
prinsip – prinsip yang ditetapkan untuk penyakit ini. Bagaimanapun,
penyembuhan dan remodeling setelah AVN post trauma pada anak – anak
biasanya lebih lama dan tidak pernah lengkap. Dekompresi dan fiksasi
interna stabil merupakan dasar terhadap pencegahan AVN.
16
Gambar 4. (a) fraktur leher femur transservikal dengan hanya pergeseran minimal pada anak – anak laki – laki usia 8 tahun. Follow up jangka panjang setelah penanganan konservatif. (b) Tampak lateral pada leher femur mendemontrasikan morfologi fraktur yang lebih baik. (c) 30 bulan kemudian, AVN tampak jelas dengan kolaps pada kaput femur yang memberikan gambaran seperti Legg – Calve – Perthes. (d) 30 tahun setelah fraktur sekunder awal osteoarthritis grade 2 tampak jelas.
2. Berhentinya pertumbuhan / Coxa vara
Coxa vara diakibatkan oleh fusi fisis yang premature atau oleh reduksi
yang tidak adekuat. Hal ini terjadi pada 15% kasus.
3. Nonunion
Keterlambatan penyembuhan dan nonunion jarang dijumpai sekarang.
Direkomendasikan dilakukan reduksi dan stabilisasi terbuka, fiksasi
internal comprehensif.
4. Osteoartritis
Osteoarthritis sekunder pada sendi panggul berkembang sebagai akibat
inkongruitas. Komplikasi pada awal masa kanak – kanak biasanya
terkompensasi dengan baik dengan remodeling sebelum terjadinya
maturitas skeletal. Pemburukan pada sendi panggul terutama pada bentuk
penyakit sendi degenerative dan gangguan fungsi yang mungkin terjadi
lebih dari beberapa tahun.
2. Fraktur Batang Femur
a. Frekuensi dan Mekanime Cedera
Fraktur batang femur termasuk di antaranya subtrokanter dan
suprakondilar yang berkisar 1.6% pada semua fraktur pada anak dan paling
banyak umumnya fraktur di 1/3 tengah. Rasio anak laki – laki dan perempuan
adalah 2 : 1. Angka kejadian tahunan fraktur batang femur adalah 19 per
100.000 anak. Etiologi fraktur batang femur bergantung pada usia. Pada
infant, diafisis tulang femur relative lemah dan mungkin patah karena beban
karena terguling. Pada usia anak taman kanak-kanak dan usia sekolah, sekitar
setengah dari fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan berkecepatan
rendah seperti terjatuh dari ketinggian, misalnya dari sepeda, pohon, tangga
atau sesudah tersandung dan terjatuh pada level yang sama dengan atau tanpa
tabrakan. Seiring dengan meningkatnya kekuatan tulang femur, dengan
maturitas selanjutnya pada masa anak – anak dan remaja, trauma berkecepatan
tinggi sering mengakibatkan fraktur pada femur.
Fraktur pada batang femur jarang terjadi akibat trauma kelahiran,
dengan pengecualian tersebut, maka fraktur ini dapat juga disebabkan oleh
17
arthrogryposis multiplex congenital, myelomeningocele, dan osteogenesis
imperfect. Kontraktur yang kaku pada panggul dan lutut pada anak – anak
dengan arthtogrypotic dapat menyebabkan fraktur batang femur selama proses
persalinan atau selama penanganan selanjutnya. Kelompok risiko lainnya
adalah bayi baru lahir dengan penyakit neuromuscular seperti
myelomeningocele, osteopenia. Dan osteogenesis imperfekta yang
menyebabkan fraktur multipel.
Fraktur batang femur yang terjadi selama 12 bulan pertama kehidupan
jarang terjadi. Kebanyakan 30 – 50% merupakan non – accidental dari child
abuse.
b. Temuan Klinis
Tanda – tanda umum pada fraktur batang femur antara lain nyeri,
shortening (pemendekan), angulasi, bengkak, dan krepitasi. Seorang anak
dengan fraktur femur yang masih baru biasanya tidak dapat berdiri atau
berjalan. Semua anak harus diperiksa termasuk tungkai bawah dan lingkar
pelvik dan abdomen, jadi tidak mengabaikan tibia, pelvik, abdomen, atau
trauma ginjal. Pemeriksaan neuromuskular harus diperiksa secara hati – hati.
Walaupun cedera neuromuskular jarang terjadi akibat fraktur batang femur.
Perdarahan merupakan masalah utama pada fraktur batang femur, rata-rata
darah yang hilang dapat lebih dari 1200 mL dan 40% memerlukan transfusi.
Penilaian kondisi hemodinamik pra operasi mutlak harus dilakukan.
c. Temuan Radiologi
Pemeriksaan radiografi seharusnya dilakukan sepanjang femur dalam
dua plane foto dan berdekatan dengan lingkar pelvik dan juga sendi lutut. Jika
ada keraguan, tungkai bawah seharusnya diperiksa juga. Computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) scan biasanya tidak
diperlukan. Indikasi untuk MRI akan digunakan jika dicurigai adanya fraktur
yang tersembunyi atau cedera ligament pada lutut.
d. Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik tunggal
karena tipikal deformitas yang khas yaitu angulasi, eksternal rotasi dan
18
pemendekan. Karena fraktur ini tidak stabil, penting dilakukan splint awal
sebelum dilakukan pemeriksaan radiologi untuk menghindari nyeri dan
menghindari injuri arteri femoralis.
e. Penatalaksanaan
Fratur batang femur diterapi menurut usia dan besar anak. Penyesuaian
dengan pengobatan dan faktor sosioekonomi harus dipertimbangkan.
Fraktur Shaft Femur dari Usia Awal Kehidupan hingga Usia 5 Tahun
Penanganan fraktur batang femur untuk anak di bawah tiga tahun
adalah traksi kulit menurut Bryant. Kedua tungkai ditraksi keatas dengan paha
dalam posisi flexi 90˚dan abduksi sedikit. Traksi dilakukan dengan pita plester
lebar. Beban traksi dianggap cukup jika pantat anak persis terangkat. Untuk
anak diatas tiga tahun dilakukan traksi kulit menurut Hamilton Russel. Traksi
dikenakan pada tungkai yang patah, dengan panggul dalam posisi flexi 40˚.
Dapat juga dilakukan traksi menurut Buck, yaitu, traksi dengan tungkai bawah
dalam keadaan ekstensi. Traksi dipasang selama 3-4 minggu dan penderita
dipulangkan dengan gips spika panggul selama 3-4 minggu. Aliran darah
tungkai yang digantung dengan traksi kulit pada anak perlu dipantau setiap
hari untuk menghindari iskemia. Iskemia tungkai akan mengakibatkan anak
sangat kesakitan dan ekstremitas menjadi pucat, kebiruan, dan denyut nadi
menghilang. Bila terjadi iskemia, traksi harus segera dihentikan.
Traksi pada anak berupaya agar posisi fragmen fraktur menjadi segaris,
rotasi tungkai bagian distal fraktur terkoreksi, dan pemendekan tungkai tidak
lebih dari satu centimeter. Perpendekan ini nantinya akan terkoreksi oleh
pertumbuhan berlebih femur yang patah. Pertumbuhan berlebih ini terjadi
karena adanya hiperemia relatif pada cakram pertumbuhan tungkai yang patah.
Untuk initial skin traksi anak hingga usia 2 tahun dapat menggunakan
Bryant’s traction. Untuk anak 2-5 tahun, skin traksi dengan menggunakan
Thomas splint.
19
Fraktur Shaft Femur pada Usia 5 sampai 10 tahun
Setelah beberapa hari dilakukan skin traksi, dilakukan closed reduction
baik dengan hip spica, flexible intramedullary nail. Atau alternative lain
dengan external skeletal fiksasi.
Flexible intramedullary nail atau wayer Kirschner intramedular kadang
digunakan untuk fraktur femur pada kelompok anak pra sekolah. Indikasi
utama adalah gagalnya penanganan dengan menggunakan spica cast. Titanium
nail berdiameter dua millimeter dimasukkan dari medial dan lateral metafisis
dari femur distal untuk menstabilisasi intramedular pada fraktur. Waktu
konsolidasi relative singkat, rentang waktu sekitar 2-5 bulan tergantung pada
usia pasien. Implant dicabut pada 3-6 bulan setelah pemasangan.
20
Gambar 5. Traksi Bryant dikenakan pada kedua ekstremitas dengan pita plester pada kulit. (1) Traksi kulit dengan plester lebar, (2) Sepotong papan kayu untuk menjamin maleolus tetap bebas, (3) Pembalut dipasang secara spika supaya tidak dapat menyempit, (4) kaki bebas untuk mengawasi pendarahannya, (5) pantat bebas dari tempat tidur, (6) Kapas sebagai pelindung maleolus.
Fraktur Shaft Femur pada Usia >10 tahun
Dilakukan pemasangan Russel traksi, untuk traksi ini diperlukan frame,
katrol, tali, dan plester. Anak tidur terlentang, lalu dipasang plester dari batas
lutut, dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana
tali tersebut dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu
rawat setelah 4 minggu ditraksi, callus sudah terbentuk, tetapi belum kuat
benar. Traksi dilepas kemudian dipasang gip hemispika.
21
Gambar 6. Flexible intramedullary nail of Nancy type, alternetif terapi setelah dilakukan closed reduction.
Gambar 7. Hamilton Russel traksi
Setelah dilakukan traksi, dilakukan pemasangan rigid, locked
intramedullary nails. Nail terfiksir di daerah proximal dan distal fraktur oleh
screw yang melewati kedua sisi tulang sehingga dapat mengontrol jika adanya
rotasi tulang di daerah fraktur. Keuntungan metode ini adalah selain dapat
digunakan pada dewasa, dapat menahan berat badan secara penuh penuh.1
Fiksasi eksternal merupakan pilihan jika terjadi fraktur terbuka pada
pasien poli trauma atau untuk fraktur segmental, yang juga pada kelompok ini.
Jika fiksator dilepaskan lebih awal dengan pembetukan callus yang masih
kurang, maka akan berisiko terjadi fraktur kembali. Seperti semua penggunaan
fiksator lainnya, infeksi pemasangan pin sering terjadi dan diobati dengan
antibiotik. Namun penanganan fraktur batang femur tertutup tidak dianjurkan
pemasangan fiksator eksternal pada anak-anak pra sekolah.
22
Overgrowth Sementara Setelah Fraktur Shaft Femur
Overgrowth dapat terjadi setelah fracture shaft femur displaced. Rata-
rata pertumbuhan berlebihan ini sebesar 1 cm dan ketidakseimbangan panjang
ini terjadi 1 tahun setelah fraktur.
Posisi yang ideal agar fragmen bersatu dengan baik tanpa pengobatan
nonoperative adalah dengan metode sisi ke sisi (bayonate apposition) dengan
saling overriding antartulang sekitar 1 cm saling untuk kompensasi saat terjadi
pertumbuhan berlebih selama 1 tahun.
23
Gambar 8 . A. Eksternal skeletel fiksasi. B. Locked intramedullary nails
Gambar 9. Boyanate apposition
f. Komplikasi
Komplikasi serius terbanyak dari fraktur shaft femur pada anak adalah
kompartemen sindrom saraf dan otot baik karena spasme arteri femoralis atau
perdarahan dan edema disertai soft tissue kompartemen. Manifestasi klinis
yang muncul berupa nyeri, pucat, bengkak, pulselessness, parastesia, dan
paralisis. Anak sebaiknya tidak mendapat analgetik. Kontrol fraktur yang baik
tidak akan menimbulkan nyeri, dan jika anak merasa nyeri hebat dan konstan
terutama nyeri di betis bisa jadi disebabkan impending iskemi (kompartemen
sindrom). Analgetik akan menutupi tanda penting ini dan dikontraindikasikan.
Jika diduga terdapat kompartemen sindrom, semua perban yang melekat
dilepas. Skin traksi diganti dengan skeletal traksi melalui metafisis femur
distal dengan hip dan lutut difleksikan. Jika sirkulasi perifer tidak adekuat
selama setengah hingga satu jam, lakukan eksplorasi arteri dan faciotomi
segera.
3. Fraktur Subtrokanter Femur
Ketika terjadi fraktur femur daerah subtrokanter, otot masuk ke dalam
fragmen proximal, terutama sebagian illiopsoas dan otot gluteus sehingga
membentuk posisi fleksi, eksternal rotasi, dan abduksi.
24
Untuk mengkoreksi alignmen fraktur, skeletal traksi secara kontinyu harus
diberikan untu menarik bagian distal ke dalam in line posititon. Posisi skeletal traksi
masuk ke dalam tulang distal metafisis femur dengan paha posisi fleksi, eksternal
rotasi, dan abduksi. Kebanyakan fraktur femur subtrokanter terjadi pada anak yang
usianya lebih dari 10 tahun. Di usia ini, dapat menggunakan locked intramedullary
rod atau ORIF dengan nail plate.
25
Gambar 10. Foto anteroposterior, fragmen proximal fleksi 90˚ sehingga terlihat medullary cavity dengan gambaran radiolucent yang melingkar
26
Gambar 11. Skeletal traksi dengan pin dimasukkan kedalam distal
metafisis femur
Gambar 12. Fraktur subtrokanter femur dikoreksi dengan ORIF denagn screw dan plate nail
DAFTAR PUSTAKA
1. Hübner .U, Schlicht .W, Outzen .S, Barthel .M, Halsband. H. 2000. Ultrasound in the diagnosis of fractures in children. The Journal of Bone and Joint Surgery 82-B:1170-3.
2. Loder RT, O’Donnell PW, Feinberg JR. Epidemiology and mechanisms of femur
fracture in children. J Pediatr Orthop 2006; 26(5):561-6.
3. Pring M, Newton P, Rang M. 2005. Femoral Shaft In : Wenger D.R, Pring M.E (eds)
Rang’s Children’s Fractures. Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins. p. 181 –
199
4. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue.
5. Sjamsuhidayat, R. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
6. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC. Principles
of Surgery. United States of America : McGraw-Hill companies; 2010.
27