21
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Sampel diambil dari perairan Andai, Kabupaten Manokwari, Provinsi
Papua Barat. Ekstraksi dan uji aktivitas antioksidan dilakukan di Laboratorium
Bioteknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA, Institut Pertanian Bogor, dan Pusat
Laboratorium Terpadu IPB-Bogor. Identifikasi senyawa antioksidan dilakukan di
Balai Pengkajian Bioteknologi (Biotech Center-BPPT), Serpong. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 – Maret 2011. Gambar 6 menunjukkan
diagram alir penelitian komposisi kimia dan senyawa antiokksidan dari ekstrak
tambelo (Bactronophorus thoracites).
Gambar 6 Diagram alir penelitian komposisi kimia dan senyawa antioksidan
dari ekstrak tambelo (Bactronophorus thoracites).
Tambelo kering
Maserasi dengan MeOH
Ekstraksi dengan MeOH
Partisi dengan pelarut n-heksan,
dan etil asetat
Ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat,
dan ekstrak metanol
Uji antioksidan Ekstrak terplilih KLT
Eluen terbaik Kromatografi kolom
Uji Fitokima Uji antioksidan
Fraksi terpilih
Identifikasi dengan
LC-MC
Uji Fitokima
Analisis kimia :
- uji proksimat
- uji asam amino
- uji asam lemak
- uji mineral
22
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tambelo yang
berasal dari perairan Andai, Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat.
Tambelo diperoleh dari batang pohon mangrove Rhizopora yang sudah lapuk.
Tambelo dibersihkan dengan melepaskan cangkang dan pallet kemudian
dikeringkan dengan menggunakan freezer dry. Tambelo kering selanjutnya
digiling dengan menggunakan mortar dan disimpan pada suhu rendah (5-10 oC)
sampai siap untuk dianalisis.
Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi adalah n-heksana, etil asetat,
metanol, dan kertas saring Whatman 40. Bahan kimia yang digunakan untuk uji
antioksidan adalah DPPH (1,1-diphenyl-2-picrlhylhydrazyl), BHT dan vitamin
super ester C sebagai standar. Bahan untuk uji fitokimia adalah H2SO4, akuades,
kloroform p.a (pengenceran), anhidra asetat, asam sulfat pekat, HCl 2N, pereaksi
Dregendorff, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, serbuk magnesium, alkohol,
HCl 37%, etanol 70%, FeCl3 5%, pereaksi Molish, pereaksi benedict, pereaksi
biuret, dan larutan ninhidrin 0,1%.
Peralatan utama yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi kolom (KK), spektrofotometer UV-Vis JENWAY 6305,
kromatografi cair (LC-MS) AGILENT TECHNOLOGIES, vacum rotary
evaporator Buchi Rotavapor R-205, dan Spektrofotometer serapan atom (SSA)
Shimazu-7000.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini terbagi atas dua tahap, yaitu 1) analisis komponen kimia
tambelo, dan 2) Ekstraksi bahan aktif tambelo. Penelitian tahap pertama meliputi
analisis rendemen, uji proksimat, asam lemak, asam amino, dan mineral. Tahap
kedua meliputi ekstraksi bahan aktif dengan metode maserasi, partisi cair-cair, uji
fitokimia, uji antioksidan dengan metode DPPH, dan identifikasi senyawa
antioksidan dari bahan aktif yang dihasilkan.
3.3.1 Penelitian tahap pertama
Penelitian tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan presentase
bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan dan memperoleh nilai kandungan gizi atau
komposisi kimia dari tambelo. Analisis kandungan gizi terdiri dari analisis
23
proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan
karbohidrat, analisis asam amino, serta asam lemak.
3.3.1.1 Rendemen (Hustiany 2005)
Tambelo dikeluarkan dari freezer, dicairkan kemudian ditimbang beratnya
selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan freezer dry. Daging tembelo yang
sudah kering ditimbang kembali untuk mengetahui penurunan berat setelah
dikeringkan. Rendemen merupakan presentase perbandingan antara bagian yang
digunakan dengan berat utuh tambelo segar, dengan rumus :
3.3.1.2 Uji proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi uji kadar air dan abu dengan
metode oven, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet, dan uji kadar protein
menggunakan metode kjedahl.
a) Analisis kadar air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama
30 menit. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator (kurang lebih 30 menit)
hingga dingin kemudian ditimbang hingga beratnya konstan (A). Tambelo
ditimbang sebanyak 1-2 g (B), kemudian dimasukan kedalam cawan. Cawan
tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam.
Cawan tersebut kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya
(C). Kadar air ditentukan dengan rumus:
Keterangan:
A = berat cawan kosong (gram)
B = berat sampel sebelum dioven (gram)
C = berat cawan berisi sampel setelah dioven (gram)
b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prinsipnya
adalah pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi
24
air (H2O) dan karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat
anorganik ini disebut abu. Prosedur analisis kadar abu dalam bahan pangan
adalah sebagai berikut: cawan abu porselin yang kosong dimasukkan ke dalam
oven. Cawan abu porselin dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama
30 menit, kemudian cawan abu porselin kosong ditimbang untuk mengetahui
bobot cawan kosong (A). Sampel yang telah dihomogenkan ditimbang 2 gram
dan dimasukan ke dalam cawan abu porselin ditimbang (B), kemudian masukan
ke dalam oven bersuhu 550-600 oC selama 24 jam atau sampai pengabuan
sempurna, sehingga diperoleh abu berwarna putih, setelah selesai, suhu tungku
pengabuan diturunkan hingga suhu 40 oC. Cawan porselin dikeluarkan dengan
menggunakan penjepit dan masukan ke dalam desikator selama 30 menit.
Apabila abu belum putih benar harus dilakukan pengabuan kembali. Abu
dibasahi (dilembabkan) dengan akuades secara bertahap, kemudian dikeringkan
menggunakan hot plate dan diabukan kembali pada suhu 550-600 oC sampai
diperoleh berat yang konstan. Suhu pengabuan diturunkan sampai ± 40 oC lalu
dipindahkan cawan abu porselin ke dalam desikator selama 30 menit kemudian
ditimbang bobotnya (C) segera setelah dingin. Kadar abu dalam bahan pangan
dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat sampel sebelum pengabuan (gram)
C = Berat cawan berisi sample setelah pengabuan (gram)
c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode total nitrogen yang
didasarkan pada reaksi penetralan asam basa. Kadar protein dihitung berdasarkan
kesetimbangan reaksi kimia. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein
terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Tahapan destruksi adalah sebagai berikut: sampel dilumatkan dengan
blender hingga partikelnya dapat melewati saringan 20 mesh. Sampel dimasukan
dalam kantong plastik atau gelas yang bersih dan bertutup. Homogenat sampel
ditimbang 2 gram pada kertas timbang, kemudian dimasukan ke dalam labu
25
destruksi. Sampel tersebut selanjutnya ditambahkan dua tablet katalis serta
beberapa butir batu didih. Sampel ditambahkan 15 mL asam sulfat pekat
(95-97%) dan 3 mL hidrogen peroksida secara perlahan dan didiamkan 10 menit
dalam ruang asam. Destruksi dilakukan pada suhu 410 oC selama 2 jam atau
sampai larutan jernih. Sampel hasil destruksi didiamkan hingga mencapai suhu
kamar dan tambahkan 50-75 mL akuades.
Tahap kedua adalah distilasi, posedur tahapan ini sebagai berikut:
sebanyak 25 mL larutan H3BO3 4% yang mengandung indikator sebagai
penampung destilat dimasukan dalam erlenmeyer. Labu yang berisi hasil
destruksi dipasang pada rangkaian alat destilasi uap, kemudian ditambahkan
50-75 mL larutan natrium hidroksida dan natrium thiosulfat dan dilakukan
destilasi, selanjutnya destilat ditampung ke dalam erlenmeyer tersebut hingga
volume mencapai minimal 150 mL (hasil destilasi akan berubah menjadi kuning).
Tahap ketiga adalah titrasi hasil destilat dengan HCl 0.2 N, yang sudah
dibakukan sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral. Analisis
standar blanko dilakukan seperti tahapan sampel. Kadar protein dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
Keterangan :
KP = Kadar Protein
Va = mL HCl untuk titrasi sampel
Vb = mL HCl untuk titrasi blanko
N = Normalitas HCl yang digunakan
W = berat sampel
c) Analisis kadar lemak (AOAC 2005).
Prinsip analisis kadar lemak diawali dengan melakukan pengekstrakan
sampel dengan pelarut organik untuk mengeluarkan lemak dengan bantuan
pemanasan pada suhu titik didih pelarut selama 8 jam. Pelarut organik yang
mengikat lemak selanjutnya dipisahkan dengan proses penguapan (evaporasi),
sehingga hasil lemak tertinggal dalam labu. Penetapan bobot lemak dihitung
secara gravimetri.
Sampel dilumatkan hingga homogen dan dimasukan ke dalam wadah
plastik atau gelas yang bersih dan bertutup. Apabila sampel tidak langsung
26
dianalisis, maka disimpan dalam refrigerator sampai saatnya akan dianalisis.
Sampel dikondisikan pada suhu ruang dan pastikan sampel masih homogen
sebelum ditimbang. Apabila terjadi pemisahan cairan dan sampel, maka dilakukan
pengadukan ulangan dengan blender sebelum dilakukan pengamatan. Prosedur
analisis lemak adalah sebagai berikut : labu alas bulat ditimbang dalam keadaan
kosong (A). Homogenat sampel ditimbang sebanyak 2 gram (B) dan masukan ke
dalam selongsong lemak (ekstraction timbles). Berturut-turut dimasukan 150 mL
n-heksana ke dalam labu alas bulat, selongsong lemak ke dalam ekstractor
soxhlet, dan pasang rangkaian sokhlet dipasang dengan benar. Ekstraksi
dilakukan pada suhu 60 oC selama 8 jam. Campuran lemak dan heksana dalam
labu alas bulat dievaporasi sampai kering. Labu alas bulat yang berisi lemak
dimasukan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama ± 2 jam untuk menghilangkan
sisa n-heksana dan air. Labu dan lemak didinginkan dalam desikator selama
30 menit. Labu alas bulat yang berisi lemak ditimbang (C) sampai berat konstan.
Kadar lemak dalam bahan pangan dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Keterangan:
KL = kadar lemak
A = bobot contoh
B = bobot labu lemak dan labu didih
C = bobot labu lemak, batu didih dan lemak
d) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005)
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan menggunakan metode by
difference yaitu pengurangan 100 % dengan jumlah dari hasil empat komponen
yaitu kadar air, protein, lemak dan abu. Perhitungannya sebagai berikut:
% Karbohidrat = 100 % - ( % air + % lemak + % protein + % abu )
3.3.1.3 Analisis asam amino (AOAC 1994)
Komposisi asam amino ditentukan dengan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Perangkat HPLC sebelum digunakan harus dibilas
dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe
yang akan digunakan juga harus dibilas dengan akuades. Prosedur analisis asam
27
amino menggunakan HPLC disajikan Gambar 7. Kondisi alat HPLC saat
berlangsungnya analisis asam amino:
Temperatur : 27 oC (suhu ruang)
Jenis kolom : pico tag 3,9x150 μm
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit
Tekanan : 3000 psi
Fasa gerak : - Asetoniril 60%
- Buffer fosfat 0,1 M
Detektor : UV
Panjang gelombang : 256 nm
Derivatisasi : derivatisasi pre-kolom
Tipe injeksi : on column injection tanpa septum
Program : isokratik (kecepatan aliran eluen konstan)
Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan : C = konsentrasi standar asam amino (2,5 μg)
FB = faktor pengenceran ( 133,1 mL)
BM = bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)
3.3.1.4 Analisis asam lemak (AOAC 1984)
Kandungan asam lemak dapat ditentukan dengan metode gas kromatografi
didasarkan pada partisi komponen-komponen dari suatu cairan di antara fasa
gerak berupa gas dan fasa diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah
menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Komponen-komponen yang
dipisahkan harus mudah menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan, sehingga
suhu operasi biasanya lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan
derivatisasi untuk contoh yang sulit menguap. Tahapan analisis asam lemak
diawali dengan menghidrolisis lemak/minyak dalam sampel menjadi asam lemak,
kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah
menguap. Transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil
ester asam lemak (FAME). Metil ester asam lemak (FAME) ini dianalisis dengan
alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan
28
membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang
sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada
saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang
dipertimbangkan.
Gambar 7 Prosedur analisis asam amino menggunakan HPLC.
Tambelo kering 0,75
g
0,75 g Penambahan 5-10 ml HCl 6N
Pemanasan dalam oven pada
suhu 100 oC selama 24 jam
Hidrolisat Protein
Penyaringan dengan milipore
berukuran 45 mikron
Filtrat hidrolisat
Penambahan 30 μL larutan pengering
(campuran antara metanol, natrium asetat, dan
trietilamim dengan perbandingan 2:2:1)
Pengeringan dengan gas N2
Hidrolisat protein kering
Penambahan 30 μL larutan derivatisasi
( campuran antara metanol, pikoiotisianat,
dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4)
Pengenceran dengan buffer asetat sebanyak
200 μL lalu dibiarkan selama 20 menit
Penyaringan dengan milipore
berukuran 0,45 mikron
Injeksi ke alat HPLC
Kromatogram
29
a. Preparasi contohd (hidrolisis dan esterifikasi)
Contoh lemak ditimbang sebanyak 20-30 mg, kemudia ditambahkan 1 mL
larutan NaOH 0,5 N ke dalam metanol dan dipanaskan dalam penangas air selama
20 menit. Sebanyak 2 mL BF3 16% dan 5 mg/mL standar internal ditambahkan
pada sampel tersebut, lalu dipanaskan lagi selama 20 menit dan selanjutnya
didinginkan. Sampel kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL
n-heksana, lalu dikocok dengan baik. Lapisan heksana dipindahkan dengan
bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat,
dibiarkan 15 menit. Fasa cair dipisahkan dan selanjutnya diinjeksikan ke
kromatografi gas.
b. Analisis komponen asam lemak dengan kromatografi gas
Pelarut sebanyak 1 µL diinjeksikan ke dalam kolom. Bila aliran gas
pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan nampak dalam
kurang dari 1 menit. Sebanyak 5 µL campuran standar FAME diinjeksikan
setelah pena kembali ke nol (baseline). Jika semua puncak sudah keluar,
diinjeksikan 5 µL sampel yang telah dipreparasi (A). Waktu retensi dan puncak
masing-masing komponen tersebut kemudian diukur. Jika rekorder dilengkapi
dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung diperoleh dari
integrator dan membandingkan waktu retensinya dengan standar untuk
mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh.
Jumlah dari masing-masing komponen dalam sampel dihitung menggunakan
metode internal standar, dengan cara sebagai berikut :
Keterangan : Cx = kosentrasi komponen x
Cs = kosentrasi standar internal
Ax = luas puncak komponen x
As = luas puncak standar internal
R = respon detektor terhadap komponen x relatif terhadap standar
30
Kondisi alat kromatografi gas pada saat dilakukan analisis :
1. Kolom : cyanopropil methylsil (kolom kapiler)
2. Dimensi kolom : p=60m,ø dalam = 0.25 mm, 025 µm film tickness
3. Laju alir n2 : 20 ml/menit
4. Laju alir h2 : 30 ml/menit
5. Laju alir udara : 200 – 250 ml/menit
6. Suhu injektor : 200 oc
7. Suhu detektor : 230 oc
8. Suhu kolom : program temperatur
- Kolom temperatur : awal 190 oC diam 15 menit
akhir 230 oC diam 20 menit
9. Ratio : 1 : 8
10. Injeksi volum : 1 µl
11. Linier velocity : 20 cm.sec
3.3.1.5 Analisis mineral
Mineral yang dianalisis pada sampel tambelo meliputi mineral kalsium
(Ca), kalium (K), magnesium (Mg), besi, (Fe), natrium (Na), mangan (Mn),
klorida (Cl), seng (Zn), fospat, dan tembaga (Cu), dianalisis dengan metode
spektrofotometer serapan atom (SSA).
a. Analisis mineral kalsium (Ca), kalium (K), dan seng (Zn) (Yosida et al. 1972).
Prinsip penentuan kadar kalsium, kalium dan seng adalah proses pelarutan
sampel dengan asam klorida, kemudian absorbansinya diukur dengan
menggunakan SSA. Prosedur analisis mineral kalsium, kalium dan seng adalah
sebagai berikut: Sampel yang telah kering ditimbang sebanyak 1-2 gram,
kemudian dihancurkan dan dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah dibilas
dengan HCl 1 N. Sampel ditambahkan dengan 25 mL HCl 1 N dan disimpan
selama 24 jam. Setelah penyimpanan, sampel dikocok dengan shaker dan
disaring dengan kertas Whatman No.1.
1). Analisis mineral kalsium (Ca)
Ekstrak sampel dipipet sebanyak 1 mL, ditambahkan 2 mL larutan
lantanum oksida dan ditambahkan HCl 1 N sampai volume menjadi 10 mL,
kemudian ditera dengan penambahan akuades sampai volume menjadi 50 mL.
31
Larutan diukur absorbansi dengan SSA pada panjang gelombang 285,2 nm untuk
magnesium dan 422,7 nm untuk kalsium.
2). Analisis mineral kalium (K) dan seng (Zn)
Ekstrak sampel dipipet sebanyak 2 mL dan ditambahkan HCl 1 N sampai
volume menjadi 40 mL, kemudian ditera dengan penambahan akuades sampai
volume menjadi 50 mL. Larutan diukur absorbansi dengan AAS pada panjang
gelombang 766,5 nm untuk kalium dan 213,9 nm untuk seng.
b. Analisis mineral besi (Fe)
Prinsip penentuan kadar besi adalah proses pelarutan bahan dengan larutan
asam campur yang terdiri dari asam nitrat, asam sulfat dan asam perklorat,
kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan. Prosedur analisis mineral besi
adalah sebagai berikut: sampel yang telah kering ditimbang sebanyak 1-2 gram,
kemudian dihancurkan. Larutan asam campuran disiapkan yang dibuat dari
HNO3, H2SO4, dan HClO4 dengan perbandingan 5:1:2. Sampel yang telah
hancur ditambah 10 mL larutan asam campur lalu dipanaskan di dalam ruang
asam menggunakan api kecil selama 2 jam. Api dibesarkan sampai larutan
menjadi jernih. Kemudian didinginkan. Larutan ditambahkan akuades sampai
volume 50 mL dan disaring dengan kertas saring pencucian asam Whatman No.1
(acid-washed filter paper whatman No.1).
Sebanyak 10 mL ekstrak sampel ditambahkan 1 mL hidroquinon dan 1 mL
orto-fenantrolin, kemudian ditambahkan sodium sitrat sampai pH menjadi 3,5.
Larutan diencerkan dengan akuades sampai volume 50 mL dan dipanaskan dalam
water bath selama 1 jam. Larutan deret standar diperlakukan dengan pereaksi
yang sama dengan ekstrak sampel. Absorbansi diukur dengan SSA pada panjang
gelombang 248,3 nm.
c. Analisis mineral tembaga (Cu) dan mangan (Mn) (SNI 01-2362-1991)
Prinsip dari penentuan kadar tembaga dan mangan adalah proses
pengabuan dengan suhu 450 oC dengan penambahan asam nitrat (HNO3).
Prosedur analisis sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 25 gram dalam
gelas piala 250 mL yang terdahulu dicuci dengan HNO3 6N. Sampel dikeringkan
di dalam oven pengering pada suhu 110-125 oC selama 8-24 jam. Sample kering
kemudian dipindahkan ke dalam tungku, dan atur suhu pada 250 oC. Suhu tunggu
32
dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 350 oC selama periode 1-2 jam. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya proses pembakaran secara cepat yang
menyebabkan contoh dapat terhambur keluar. Kondisi pada suhu ini dibiarkan
sesaat untuk memberikan kesempatan sebagian besar lemak terbakar habis.
Kenaikkan suhu kemudian dilanjutkan hingga 450 oC, dan dibiarkan selama
semalam (16-24 jam). Jika proses sampel abu belum putih sempurna, sampel
dikeluarkan dari tungku dan dinginkan. Sampel tersebut kemudian ditambahkan
0,25-1 mL HNO3 pekat. Sampel diletakkan diatas hot plate untuk menguapkan
HNO3. Sampel kemudian dipanaskan kembali pada suhu 450 oC di dalam tungku
selama 30-60 menit. Abu yang dihasilkan harus benar-benar putih, apabila tidak
proses penambahan asam nitrat harus diulangi.
Abu dilarutkan ke dalam 2 mL HNO3 pekat, kemudian diencerkan dengan
akuades hingga 25 mL dan didihkan di atas hot plate. Larutan disaring dengan
kertas saring Whatman No.42 yang sebelumnya telah dicuci dengan HNO3 10%
dan akuades. Filtrat yang diperoleh kemudian diencerkan dengan akuades hingga
50 mL. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam SSA. Absorbansi
mineral Cu dan Mn masing-masing diukur dengan SSA pada panjang gelombang
324,7 nm dan Mn 285,2 nm.
3.3.2 Penelitian tahap kedua
Penelitian yang dilakukan pada penelitian tahap kedua adalah ekstraksi
bahan aktif, uji fitokimia, uji aktivitas antioksidan, serta uji fraksinasi dan
identifikasi senyawa antioksidan.
3.3.2.1 Ekstraksi bahan aktif
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi tambelo yaitu tiga macam
pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu heksana (non polar), etil asetat
(semi polar), dan metanol (polar). Tahapan proses ekstraksi tambelo meliputi
penghancuran sampel, maserasi, partisi, dan evaporasi. Sampel kering ditimbang
sebanyak 500 gram, kemudian dimaserasi dengan pelarut metanol (MeOH)
sebanyak 2500 mL, perbandingan 1:5 pada suhu ruang selama 3x24 jam. Setiap
1 x 24 jam dilakukan penyaringan, kemudian filtrat yang dihasilkan digabungkan
dan dipekat dengan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak MeOH pekat
dipartisi dengan n-heksana menggunakan corong pisah diulang sebanyak 3 kali.
33
Sampel (500 g)
Fase n-heksana dikumpulkan dan dipekatkan dan dihitung rendemennya. Ekstrak
MeOH setelah partisi n-heksana dipartisi kembali dengan etil asetat, diulang
sebanyak 3 kali. Fase etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan, lalu dihitung
rendemennya. Ekstrak metanol sisa partisi dipekatkan kembali dan dihitung
rendemen. Semua ekstrak diuji fitokimia dan uji antioksidan
(Miyaoka et al. 1998; Ebada et al. 2008). Diagram alir proses ekstraksi bahan
aktif tambelo disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Diagram alir proses ekstraksi bahan aktif tambelo (Ebada et al. 2008).
Ekstrak
MeOH
Fase n-heksana
Ekstrak
n-Heksana
Dipartisi dengan n-Heksana
Fase MeOH
Fase MeOH
Maserasi 3x24 jam dengan MeOH perbandingan 1:5
Penyaringan
Residu
Filtrat
Evaporasi
Ekstrak MeOH
Dipartisi dengan etil asetat
Fase etil asetat
Evaporasi
Evaporasi
Ekstrak
etil asetat
Evaporasi
34
3.3.2.2 Uji fitokimia (Departemen Kesehatan RI 1995)
a) Uji alkaloid
Sampel sebanyak 1 gram ekstrak ditambahkan 10 mL metanol dan beberapa tetes
amoniak. Fraksi metanol dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2M.
Fraksi asam diambil kemudian ditambahkan pereaksi Dragendrof, Meyer, dan
Wagner.
b) Uji saponin
Sebanyak 50 mg sampel ditambah dietil eter. Residu yang tidak larut
dalam dietil eter diambil, dipisahkan dan ditambahkan 5 ml air kemudian dikocok
sampai timbul busa yang stabil.
c) Uji steroid/Triterpenoid
Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan 25 mL etanol 30% dipanaskan
(50 oC) dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter. Lapisan
eter yang terbentuk dipipet dan diletakkan papan uji (spot plate) dengan
menambahkan pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrin dan
1 tetes H2SO4 pekat), selanjutnya diamati warna yang terbentuk, jika terbentuk
warna hijau adalah steroid dan warna merah adalah triterpenoid.
d) Uji Flavonoid
Sebanyak 1 gram sampel ditambah metanol 30% sampai terendam
kemudian dipanaskan. Filtratnya ditaruh ke dalam spot plate (papan uji)
kemudian ditambahkan H2SO4 pekat, adanya flavonoid ditunjukkan oleh
terbentuknya warna merah akibat penambahan H2SO4.
e) Uji Tanin
Sebanyak 50 mg sampel dilarutkan dalam 5 ml etanol ditambah dengan
beberapa tetes pereaksi FeCl3 1 %. Adanya tannin ditunjukan dengan
terbentuknya warna hijau, biru atau ungu.
f) Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3)
Sebanyak 1 g sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes
larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya
senyawa fenol dalam bahan.
35
3.3.2.3 Uji aktivitas antioksidan (Yeh dan Cen 1995)
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode
perendaman radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrlhylhydrazyl)
(Yeh dan Cen 1995). Prinsip kerjanya pada sampel (mengandung senyawa
bersifat antioksidan) yang dapat meredam radikal bebas DPPH. Uji ini dilakukan
terhadap ekstrak tambelo. Ekstrak dilarutkan dalam metanol dan dibuat dalam
berbagai konsentrasi ( 20, 40, 60, dan 80 ppm), kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Ekstrak tersebut masing-masing ditambahkan 200 μl larutan DPPH
1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai 5 mL, kemudian diinkubasi
pada suhu kamar selama 30 menit. Serapan sampel tersebut diukur pada panjang
gelombang 515 nm. Butylated hydroxytoluene (BHT) dan vitamin super ester C
digunakan sebagai kontrol positif, dan untuk pembanding dengan masing-masing
kosentrasi 4, 6, 8, dan 10 ppm. Hambatan dihitung dengan rumus.
Nilai absorbansi sampel diperoleh persentase penghambatan aktivitas
radikal bebas. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara kosentrasi
sampel dan persentase penghambatan aktivitas radikal bebas. Nilai kosentrasi dan
hambatan ekstrak diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan
regresi yang diperoleh dalam bentuk y = bx + a. Persamaan ini digunakan untuk
mencari Inhibition Concentration 50 % (IC50) dengan memasukkan angka 50
sebagai y sehingga didapatkan nilai x sebagai IC50. Pengujian ini dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan.
3.3.2.4 Fraksinasi senyawa antioksidan
Fraksinasi terhadap ekstrak kasar tambelo dilakukan pada ekstrak yang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (ekstrak terpilih). Metode yang
digunakan ada dua macam, yaitu kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi
kolom (KK).
a) Kromatografi lapis tipis (KLT)
Pada penelitian ini, pemilihan pelarut untuk fraksinasi dilakukan dengan
mencoba beberapa kombinasi untuk mengembangkan spot ekstrak terpilih pada
36
kromatografi lapis tipis (KLT). Kombinasi yang digunakan adalah pelarut
kloroform:metanol dengan perbandingan 9:1 mL, pelarut heksan : etil asetat
dengan perbandingan 1:1 mL dan pelarut kloroform : metanol dengan
perbandingan 17:3 mL, pelarut heksan:etil asetat dengan perbandingan 8:2 dan
n-heksana:kloroform (3:2), untuk memilih eluen terbaik dicoba dengan berbagai
eluen n-heksana, kloroform, etil asetat, dan metanol. Ekstrak terpilih sebanyak
0,02 gram dilarutkan dalam 0,5 mL pelarutnya. Larutan ekstrak tersebut
kemudian ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 dengan panjang l0 cm.
Kombinasi pelarut yang menghasilkan pengembangan spot terbaik digunakan
sebagai eluen untuk memfraksinasi ekstrak terpilih dengan kromatografi lapis
tipis maupun kromatografi kolom. Diagram alir fraksinasi dengan metode KLT
dapat disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Diagram alir fraksinasi dengan metode KLT.
b) Kromatografi kolom (KK) (Gritter et al. l99l)
Pelaksanaan kromatografi kolom dilakukan dengan memasang kolom pada
statif secara tegak lurus. Kolom diberi glasswool pada bagian bawahnya.
Diagram alir fraksinasi dengan metode kromatografi kolom dapat dilihat pada
Gambar 10. Pencucian kolom dilakukan dan pembuatan larutan silika gel (silika
gel G40-63) yang akan dimasukkan ke dalam kolom sebelum ekstrak dimasukkan
ke dalam kolom. Silika gel sebanyak 13-15 gram dilarutkan pada eluenn
kloroform : metanol = 9:1 sehingga diperoleh larutan silika gel. Semua larutan
silika gel masuk ke dalam kolom, lalu dilakukan penjenuhan silika gel dalam
kolom selama 30-60 menit. Pada proses penjenuhan, bagian atas kolom ditutup
Ekstrak aktif
CHCl3:MeOH
9:1ml
CHCl3:MeOH
17:3 ml
terbentuknya spot terbanyak
Heksan:EtOH
1:1ml
Heksan:EtOH
8:2ml Heksan :CHCl3
3:2 ml
KLT (silika gel)
37
dengan aluminium foil untuk mencegah penguapan eluen yang terdapat dalam
kolom sehingga silika gel tetap dalam kondisi basah.
Ekstrak yang akan difraksinasi adalah ekstrak terpilih sebesar 1 gram dan
dilarutkan pada pelarut asal sebanyak 3 mL. Silika gel harus jenuh sebelum
ekstrak dimasukkan dan setelah silika gel jenuh maka kran kolom dibagian bawah
kolom dibuka kembali setelah semua ekstrak masuk ke dalam kolom. Ekstrak
dibiarkan mengalir ke bagian penjerap kolom dan kolom terus diisi agar silika gel
tidak kering.
Larutan yang keluar dari kolom ditampung pada tabung reaksi dengan
masing-masing tabung reaksi berisi ± 3 mL. Larutan dalam tabung reaksi
kemudian dikeringkan untuk menghasilkan residu ekstrak. Fraksi hasil
kromatografi Kolom (KK) dilakukan pengujian KLT untuk penggabungan fraksi
dengan mengacu pada kesamaan pola kromatogram, dan setiap fraksi
penggabungan yang terbentuk dikeringkan dengan aerator di ruang asam, dihitung
rendamennya, serta diuji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode
DPPH (Yeh dan Cen 1995).
Gambar 10 Diagram alir fraksinasi dengan kromatografi kolom.
Larutan silika gel dimasukkan ke dalam kolom
Dijenuhkan selama 30-60 menit
Larutan ektrak terpilih dimasukkan ke dalam kolom
Kran dibuka
Kolom terus dialiri eluen
Ekstrak aktif
Eluen dikeluarkan (silica gel tidak boleh kering)
Larutan ditampung pada tabung reaksi (±10 ml)
Pembuatan larutan ekstrak terpilih
1 g ekstrak terpilih + 3 ml eluen
Larutan silica gel + eluen 1: 1 (w/v)
38
3.3.2.5 Identifikasi senyawa antioksidan (Willard et al. 1988)
Fraksi terpilih dengan nilai aktivitas antioksidan yang tertinggi
dilanjutkan dengan mengidentifikasi senyawa antioksidan menggunakan
Liquid chromatography mass spectrometry (LC-MS) Agilent Technologies
dilakukan untuk mendapatkan bobot molekul dan rumus molekul yang sangat
membantu dalam elusidasi struktur molekul. Analisis yang dilakukan pada tahap
identifikasi senyawa aktif, yaitu memilih senyawa yang memiliki puncak tinggi,
kemudian dicocokkan dengan senyawa yang ada pada database MarinLit
(Blunt and Blunt 2008).