26
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Rongga mulut manusia terdiri dari struktur-struktur yang kompleks dan terlapisi oleh suatu cairan yang disebut saliva. Cairan ini dihasilkan oleh beberapa kelenjar yang terdapat didalam rongga mulut. 99% dari cairan ini merupakan air yang mengandung elektrolit dan protein. Kelenjar-kelenjar saliva tersebut selalu mensekresikan saliva setiap saat dengan volume dan waktu tertentu yang disebut dengan saliva flow (de Almeida PDV et al., 2008). Saliva menjaga kelembapan dan kenyamanan di dalam rongga mulut. Selain itu, saliva juga berfungsi melawan kuman dan menjaga enamel supaya tidak terjadi karies (WebMD, 2015). Di dalam rongga mulut terdapat suatu jaringan penyangga gigi yang disebut dengan periodontium. Jaringan tersebut terdiri dari 4 struktur utama, yaitu gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan cementum yang menempel pada akar gigi (Scheid et al., 2012). Salah satu penyakit yang terdapat pada jaringan tersebut adalah penumpukan kalkulus. Secara umum, kalkulus merupakan suatu plak pada gigi yang mengalami mineralisasi (Rajendran dan Sivapathasundharam, 2009). Mineral-mineral yang terkandung didalam saliva dipercaya dapat mempengaruhi pembentukan kalkulus (Heinonen, 2012). Untuk membuktikan pernyataan

Bab 1 Metodologi penelitian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

latar belakang metpen

Citation preview

Page 1: Bab 1 Metodologi penelitian

Bab 1

Pendahuluan1.1 Latar Belakang

Rongga mulut manusia terdiri dari struktur-struktur yang kompleks dan

terlapisi oleh suatu cairan yang disebut saliva. Cairan ini dihasilkan oleh beberapa

kelenjar yang terdapat didalam rongga mulut. 99% dari cairan ini merupakan air

yang mengandung elektrolit dan protein. Kelenjar-kelenjar saliva tersebut selalu

mensekresikan saliva setiap saat dengan volume dan waktu tertentu yang disebut

dengan saliva flow (de Almeida PDV et al., 2008). Saliva menjaga kelembapan

dan kenyamanan di dalam rongga mulut. Selain itu, saliva juga berfungsi

melawan kuman dan menjaga enamel supaya tidak terjadi karies (WebMD, 2015).

Di dalam rongga mulut terdapat suatu jaringan penyangga gigi yang disebut

dengan periodontium. Jaringan tersebut terdiri dari 4 struktur utama, yaitu

gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan cementum yang menempel

pada akar gigi (Scheid et al., 2012). Salah satu penyakit yang terdapat pada

jaringan tersebut adalah penumpukan kalkulus. Secara umum, kalkulus

merupakan suatu plak pada gigi yang mengalami mineralisasi (Rajendran dan

Sivapathasundharam, 2009). Mineral-mineral yang terkandung didalam saliva

dipercaya dapat mempengaruhi pembentukan kalkulus (Heinonen, 2012). Untuk

membuktikan pernyataan tersebut, maka penulis berminat menulis judul

“Pengaruh Kandungan Mineral dalam Saliva terhadap Kalkulus”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kandungan mineral terhadap konsentrasi mineral?

2. Bagaimana pengaruh volume saliva terhadap konsentrasi mineral?

3. Bagaimana pengaruh volume saliva terhadap pH saliva?

4. Bagaimana pengaruh konsentrasi mineral dan pH saliva terhadap

pembentukan kalkulus?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan pengaruh kandungan mineral terhadap konsentrasi

mineral

Page 2: Bab 1 Metodologi penelitian

2. Mendeskripsikan pengaruh volume saliva terhadap konsentrasi mineral

3. Mendeskripsikan pengaruh volume saliva terhadap pH saliva

4. Mendeskripsikan pengaruh konsentrasi mineral dan pH saliva terhadap

pembentukan kalkulus.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari tugas metodologi penelitian ini dibuat adalah supaya mahasiswa

memahami cara menulis proposal skripsi ilmiah dengan baik dan benar.

Page 3: Bab 1 Metodologi penelitian

Bab 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Saliva 2.1.1 Definisi Saliva

Saliva cairan rongga mulut yang berfungsi melindungi jaringan di dalam

rongga mulut dengan cara pembersihan secara mekanis untuk mengurangi

akumulasi plak, lubrikasi elemen gigi-geligi, pengaruh buffer, agregasi bakteri

yang dapat menghambat kolonisasi mikroorganisme, aktivitas antibakterial,

pencernaan, retensi kelembaban, dan pembersihan makanan. Perubahan kondisi

saliva sangat mempengaruhi kesehatan rongga mulut seseorang. (Amelia, 2010)

Berikut ialah fungsi dari saliva:

Fungsi Efek Komponen aktif

Proteksi Membersihkan

ronggamulut

Lubrikasi

Pembentukan pelikel

Air

Mucin, glikoprotein

Protein, glikoproten,

mucin

Buffer Mempertahankan pH

Menetralkan asam

Bicarbonate, fosfat,

protein dasar, urea ,

ammonia

Tooth integrity Maturasi enamel

Memperbaiki enamel

Kalsium, fosfat, florida,

statherin, acidic proline-

rich proteins

Aktivitas antimikroba Barrier fisik

Pertahanan imun

Mucin

IgA

Page 4: Bab 1 Metodologi penelitian

Pertahanan nonimun Peroksidase, Lisozim,

lactoferin, histatin,

mucin, agglutinin,

defensing dan

cathelicidin-LL37

Memperbaiki jaringan Menyembuhkan luka,

epitel

Growth Factor, trefoil

protein

Pencernaan Membentuk bolus Air, mucin

Perasa MEmpertahankan taste

buds

Epidermal growth factor

dan karbonik anhydrase

VI

Tabel 1. Fungsi saliva (Nanci, 2013)

2.1.2 Anatomi Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva dibagi menjadi 2, yaitu kelenjar saliva mayor dan kelenjar

saliva minor. (Bailey, 2006) Saliva disekresi oleh 3 pasang kelenjar saliva mayor,

yaitu kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual. Bentuk anatomi dari ketiga

kelenjar tersebut memiliki persamaan; sel acini memproduksi saliva. Sel acini

dikelilingi oleh matriks ekstrasel, sel mioepitel, miofibroblas, sel imun, sel

endotel, sel stroma dan sabut saraf. (Ligtenberg, 2014)

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva terbesar. Bagian superfisial

dari kelenjar parotis berada pada subkutan, di depan telinga bagian eksterna, dan

bagian profundusnya tersembunyi di belakang ramus mandibular. Kelenjar parotis

berhubungan dengan cabang perifer dari saraf fasial. Duktus kelenjar parotis

(Stensen’s duct) terletak menyilang kedepan dari musculus masseter, hingga

sepanjang tepi anterior masseter dan bermuara pada papil yang terletak

bersebrangan dengan molar kedua rahang atas. (Nanci, 2013)

Kelenjar submandibular terletak pada bagian posterior pada dasar mulut,

bagian tepi posterior dari kelenjar submandibular diselimuti oleh musculus

Page 5: Bab 1 Metodologi penelitian

mylohyoid. Duktus kelenjar submandibular (Wharton’s duct) terletak di atas

musculus mylohyoid dan bermuara di bawah lidah, di lateral frenulum lingualis.

(Nanci, 2013)

Kelenjar sublingual merupakan kelenjar terkecil dari ketiga pasang

kelenjar saliva mayor. Kelenjar ini terletak pada bagian anterior dasar mulut,

antara mukosa dan musculus mylohyoid. Sekresi kelenjar ini melalui duktus kecil,

yaitu Rivinus, yang terletak di sepanjang sublingual fold dan terkadang dapat

melalui duktus yang lebih besar (Bartholin’s duct) terletak dekat duktus

submandibular. (Nanci, 2013)

Kelenjar saliva minor memiliki jumlah 600 sampai 1000 kelenjar. Kelenjar

saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, bukalis, labialis, palatinal, dan

glossopalatinal. Kelenjar-kelenjar ini berada di bawah mukosa dari bibir, lidah,

pipi, serta palatum. (Bailey, 2006)

2.2 Volume Saliva

2.2.1 Definisi

Salivary flow rates (SFR) merupakan total berat dari saliva yang

disekresikan selama 5 menit dan dinyatakan dalam satuan ml/menit. Hasil yang

diperoleh merupakan jumlah saliva normal yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar

saliva di dalam rongga mulut per satuan waktu. (Trajtenberg et al. 2013).

Salivary flow rate rata-rata seseorang perkiraan sekitar 0,5 – 1,5 liter per

hari. Acuan umum dari salivary flow rate adalah sebagai berikut :

Page 6: Bab 1 Metodologi penelitian

2.2.2 Metode untuk mengumpulkan saliva

David (2008) mengemukakan bahwa metode umum untuk mengumpulkan

saliva yang menyeluruh meliputi metode draining, splinting, suction dan

absorben (swab). Stimulus umum yang biasa digunakan adalah dengan

mengunyah chewing gum.

a) Draining

Metode draining yaitu dengan cara membiarkan saliva mengalir dengan

sendirinya dan saliva ditampung dalam sebuah wadah atau gelas.

b) Splinting

Saliva dibiarkan terakumulasi di dasar mulut, kemudian diludahkan kedalam

suatu wadah atau gelas.

c) Suction

Saliva terakumulasi di dasar mulut kemudian diambil dengan menggunakan

alat yang disebut saliva ejector

d) Adsorben (swab)

Saliva diakumulasi kemuduian diswab dengan menggunakan cotton wall

swab untuk kemudian disentrifugasi.

Page 7: Bab 1 Metodologi penelitian

2.3 pH saliva

2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pH saliva

Derajat keasaman (pH) dan kapasitas buffer saliva dipengaruhi oleh

perubahan-perubahan yang disebabkan oleh irama cyrcadian, diet dan rangsangan

terhadap kecepatan sekresi saliva (Arabaci T. et.al., 2013).

a. Irama cyrcadian

Irama cyrcadian mempengaruhi pH dan kapasitas buffer saliva. Pada

keadaan istirahat atau segera setelah bangun, pH saliva meningkat dan

kemudian turun kembali dengan cepat. Pada seperempat jam setelah makan

(stimulasi mekanik), pH saliva juga tinggi dan turun kembali dalam waktu 30-

60 menit kemudian. pH saliva meningkat hingga malam, dan setelah itu turun

kembali (Arabaci T. et.al., 2013).

b. Diet

Diet juga mempengaruhi kapasitas buffer saliva. Diet kaya karbohidrat

dapat menurunkan kapasitas buffer saliva, sedangkan diet kaya serat dan diet

kaya protein mempunyai efek meningkatkan buffer saliva. Diet kaya

karbohidrat meningkatkan metabolisme produksi asam oleh bakteri-bakteri

mulut, sedangkan protein sebagai sumber makanan bakteri, meningkatkan

sekresi zat-zat basa seperti ammonia (Arabaci T. et.al., 2013).

Page 8: Bab 1 Metodologi penelitian

2.3.2 Kapasitas Buffer Saliva

Kapasitas buffer saliva merupakan suatu mekanisme pertahanan yang

penting dimana kapasitas buffer saliva adalah suatu kemampuan dari saliva untuk

menjaga pH saliva tetap berada dalam nilai diatas pH kritis (Pedersen AML,

2007). Kapasitas buffer dari saliva mempengaruhi perubahan pH dan dapat

mencegah penurunan pH saliva dengan menetralkan asam yang ada di dalam

rongga mulut (netralisasi) (Gopinath, Arzreanne, 2006).

Salah satu buffer yang terdapat dalam cairan saliva adalah urea. Urea

adalah suatu hasil dari katabolisme protein dan asam amino yang dapat

menyebabkan peningkatan pH secara cepat dengan melepaskan ammonia dan

karbondioksida (Almeida PDV. et.al., 2008). Selain urea, fluorida juga berpotensi

meningkatkan pH yang membantu remineralisasi jaringan keras di rongga mulut.

Oleh sebab itu, fluorida yang terkandung dalam saliva yang berasal dari makanan,

pasta gigi dan obat kumur dapat memfasilitasi terbentuknya kalkulus (Ramisetti

A. et.al, 2014).

2.3.3 pH saliva terhadap pembentukan kalkulus

pH saliva adalah derajat keasaman dari saliva. pH saliva normal

mempunyai nilai diantara 6 sampai 7. pH saliva merupakan hal yang penting dari

saliva. Walaupun pembentukan kalkulus sebagian besar dipengaruhi oleh

kebiasaan oral higiene dari seorang individu, tetapi banyak faktor lain yang juga

berpengaruh terhadap pembentukan kalkulus, salah satunya adalah pH saliva. pH

saliva mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kalkulus.

Peningkatan pH dapat mendukung pembentukan kalkulus dengan meningkatkan

tingkat kejenuhan kalsium fosfat pada plak (Almeida PDV. et.al., 2008).

Dawes menyatakan bahwa derajat kejenuhan plak meningkat ketika pH

dalam keadaan tinggi (Gupta S. et.al., 2011). Hasil penelitian lain menunjukkan

pentingnya pH yang bersifat alkali untuk deposisi kalsium fosfat yang dapat

menyebabkan mineralisasi plak gigi. pH kritis adalah pH saliva yang apabila

Page 9: Bab 1 Metodologi penelitian

berada dibawah nilai tersebut maka material anorganik dari gigi geligi mulai larut.

Nilai pH kritis adalah 5,5 dengan kisaran antara 5,2-5,7 (Arabaci T. et.al., 2013).

Berdasarkan teori presipitasi dalam pembentukan kalkulus, kalsifikasi dari

plak menjadi kalkulus dapat terjadi apabila pH saliva serta konsentrasi ion

kalsium dan fosfat cukup tinggi sehingga mengakibatkan presipitasi garam

kalsium fosfat (Ramisetti A. et.al, 2014). pH saliva sangat berhubungan dengan

kapasitas buffer dimana buffer adalah kemampuan untuk menetralkan keadaan

yang asam. Oleh karena itu, pH dan kapasitas buffer saling berpengaruh dalam

pembentukan karies dan kalkulus (Kitasako Y. et.al., 2006).

Penelitian Mashhadani menyatakan adanya korelasi yang positif antara

pH dan indeks gingiva yaitu berupa peningkatan rerata pH saliva seiring dengan

peningkatan keparahan inflamasi gingiva. Selain itu, urea, fluorida dan silikon

juga berperan dalam kalsifikasi kalkulus (Fiorellini JP, et.al, 2012).

2.4 Kandungan Mineral dalam Saliva

2.4.1 Kandungan Saliva

Sekresi saliva normal adalah 800-1500 ml/hari. Pada orang dewasa

kecepatan sekresi saliva normal saat stimulasi adalah 1-2 ml/menit, sedangkan

saat tidak terstimulasi sekitar 0,32 ml/menit.

Komponen-komponen saliva dalam keadaan larut disekresi oleh kelenjar

saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun demikian,

kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada

saliva bahan utamanya adalah air yaitu sekitar 99,5%. Komponen anorganik saliva

antara lain sodium, kalsium, kalium, magnesium, bikarbonat, khlorida, rodanida,

dan thiocyanite, fosfat, potassium, dan nitrat. Sedangkan komponen organik pada

saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, maltase, serum albumin, asam

urat, kretinin, musin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan

beberapa hormon seperti testoterone dan kortisol (Hashim, 2010).

1. Komponen Anorganik

Page 10: Bab 1 Metodologi penelitian

Dari kation-kation, sodium (Na+) dan kalium (K+) mempunyai konsentrasi

tertinggi dalam saliva. Disebabkan perubahan di dalam muara pembuangan,

Na+ menjadi jauh lebih rendah di dalam cairan mulut daripada di dalam

serum dan K+ jauh lebih tinggi. Ion khlorida merupakan unsurpenting untuk

aktifitas enzimatik α-amilase. Kadar kalsium dan fosfat dalam saliva sangat

penting untuk remineralisasi email dan berperan penting pada pembentukan

karang gigi dan plak bakteri. Kadar fluorida di dalam saliva sedikit

dipengaruhi oleh konsentrasi fluoride dalam air minum dan makanan.

Rodanide dan thiosianat apenting sebagai agen anti bakterial yang bekerja

dengan sistem laktoperosidase. Bikarbonat adalah ion buffer terpenting

dalam saliva yang menghasilkan 85% dari kapasitas buffer (Hashim, 2010).

2. Komponen Organik

Komponen organik dalam saliva yang utama adalah protein. Protein yang

secara kuantitatif penting adalah α-amilase, protein kaya prolin, musin dan

imunoglobulin. Berikut adalah fungsi protein dalam saliva:

a. α-amilase

mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan karbohidrat yang

kecil. Juga karena pengaruh α-amilase, polisakarida mudah dicernakan

(Hashim, 2010).

b. Lisozim

Mampu membunuh bakteri tertentu sehingga berperan dalam sistem

penolakan bakterial (Hashim, 2010).

c. Kalikren

Dapat merusak sebagian protein tertentu, di antaranya faktor pembekuan

darah XII dan dengan demikian berguna bagi proses pembekuan darah

(Wong, 2008)

d. Laktoperoksidase

Mengkatalisis oksidasi thiosianat menjadi hypothio yang mampu

menghambat pertukaran zat bakteri dan pertumbuhannya (Hashim, 2010).

e. Protein kaya prolin

Membentuk suatu kelas protein dengan berbagai fungsi penting: membentuk

bagian utama pelikel muda pada email gigi (Hashim, 2010).

Page 11: Bab 1 Metodologi penelitian

f. Musin

Membuat saliva menjadi pekat sehingga tidak mengalir seperti air

disebabkan musin mempunyai selubung air dan terdapat pada semua

permuakaan mulut maka dapat melindungi jaringan mulut terhadap

kekeringan. Musin juga untuk membentuk makanan menjadi bolus

(Elizabeth, 2008)

2.4.2 Mineral yang menyebabkan kalkulus

Kalkulus gigi adalah bentuk dari proses kalsifikasi dalam lingkungan

rongga mulut di mana kalsium (Ca) dan fosfor (P) ion yang berasal dari air liur

memainkan peran utama. Kalkulus ini terjadi melalui interaksi dengan plak gigi,

yang merupakan komunitas mikroorganisme yang ditemukan pada permukaan

gigi sebagai biofilm (PD, Marsh. 2004). Dalam lingkungan mulut yang sehat, air

liur jenuh dengan Ca dan P, namun, tanpa pengendapan. Meskipun demikian,

ketika keseimbangan ini terganggu, kalkulus gigi terbentuk ditingkatkan dengan

peningkatan pH saliva (C, Dawes. 2006). Kalkulus gigi terbentuk dengan empat

kristal yang berbeda dari Ca-P; brushite, octa Ca-P, hidroksiapatit dan whitlockite

di mana kristal yang paling banyak adalah hidroksiapatit dan octa Ca-P (Lang NP,

etc. 2008)

Komposisi kalkulus terdiri dari 80% masa anorganik, air, matriks organik

(protein dan karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi, dan leukosit. Masa anorganik

terutama terdiri dari fosfat, kalsium, dalam bentuk hidroksiapatit, brushite, dan

oktakalsium. Selain itu, juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat,

magnesium, fosfat, dan florida.

Komposisi kalkulus dipengaruhi oleh lokasi kalkulus dalam mulut serta

waktu pembentukan kalkulus. Tingkat kalkulus dan lokasi pembentukan kalkulus

dipengaruhi oleh kebiasaan dalam menjaga kebersihan rongga mulut, diet, usia,

penyakit sistemik, waktu terakhir membersihkan gigi, dan penggunaan obat resep.

Kalkulus gigi merupakan suatu lapisan deposit mineral berwarna kuning

atau coklat pada gigi karena plak pada gigi yang keras. Struktur permukaan

kalkulus yang kasar memudahkan timbunan plak gigi (PD, Marsh. 2004).

Page 12: Bab 1 Metodologi penelitian

2.4.3 Cara Mengukur Kandungan Anorganik dalam Saliva (kalsium dan fosfat)

Prosedur tes meliputi :

1. Pertama saliva yang tidak terstimulasi dikumpulkan dari seratus orang

dewasayang sehat ( laki-laki dan perempuan)

2. kemudian saliva dirangsang dengan interval satu jam

3. Sampel dibagi menjadi tiga kelompok ( ringan , sedang dan berat )

menurut(DMFS)

4. Ion kalsium dinilai dengan menggunakan Atomic Absorption

Spectrophotometer 

 5. Anorganik fosfat konsentrasi ion ditentukan dengan metode

 Molybdenum-Vanadatemenggunakan Ulteaviolet visible spectrophotometer.

2.5 Konsentrasi Mineral dalam Saliva

2.5.1 Definisi

Konsentrasi mineral saliva merupakan perbandingan antara mineral-

mineral yang terkandung di dalam saliva dan volume cairan yang terdapat di

dalam saliva. Mineral-mineral yang terkandung di dalam saliva antara lain

sodium, potassium, kalsium, klorida, magnesium, bikarbonat dan fosfat.

Konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi di dalam saliva dapat

menyebabkan pertukaran ion pada permukaan gigi sehingga remineralisasi pada

gigi cepat terjadi. Konsentrasi kalsium dalam saliva berbeda-beda tergantung pada

salivary flow (SF) dan tidak terpengaruh oleh makanan yang dikonsumsi.

Faktor utama yang mempengaruhi konsentrasi mineral dalam saliva adalah

flow index. Jika salivary flow meningkat, maka konsentrasi dari mineral saliva

yaitu sodium, kalsium, klorida, dan bikarbonat meningkat. Sedangkan konsentrasi

dari inorganik fosfat dan magnesium tidak mengalami peningkatan (de Almeida,

et al, 2008)

2.5.2 Cara Mengukur Konsentrasi Mineral dalam Saliva

Konsentrasi kalsium dan magnesium dalam saliva diukur dengan absorbsi

atomik dengan menggunakan spektrofotometer setelah saliva dicairkan dengan

Page 13: Bab 1 Metodologi penelitian

larutan akuades (mengandung 0,89% lanthanum oksida dan 0,4% asam

hidroklorid dengan) dengan perbandingan 1:10. Sedangkan konsentrasi dari fosfor

diukur sebagai inorganik fosfat dengan metode Fiske dan SubbaRow dengan

peralatan otomatis. Konsentrasi kalsium, fosfor, dan magnesium dihitung dengan

rumus (milligram per 100 rnl x 10 x rata-rata flow saliva = microgram per menit).

(Shannon & Feller, 1979)

2.6 Kalkulus

2.6.1 Definisi

Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang

terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus merupakan plak

terkalsifikasi. Jenis kalkulus di klasifikasikan sebagai supragingiva dan

subgingiva berdasarkan relasinya dengan gingival margin. (Michalowicz Bryan S,

Pihlstrom Bruce L, 2006)

Kalkulus supragingiva ialah kalkulus yang melekat pada permukaan

mahkota gigi mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Kalkulus ini

berwarna putih kekuning-kuningan atau bahkan kecoklat-coklatan. Konsistensi

kalkulus ini seperti batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi

dengan skeler. Pembentukan kalkulus tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah plak di

dalam mulut,tetapi juga dipengaruhi oleh saliva. Saliva dari kelenjar saliva

mengalir melalui permukaan fasial molar atas melalui ductus Stensen sedangakn

orifisium ductus Wharton’s dan ductus Bhartolin kosong pada permukaan lingual

insisivus bawah dari masing-masing kelenjar submaxillary dan sublingual.

(Newman MG, Takei HH, Carranza FA, 2008).

Kalkulus subgingival adalah kalkulus yang berada dibawah batas gingival

margin, biasanya pada daerah saku gusi dan tidak dapat terlihat pada waktu

pemeriksaan. Untuk menentukan lokasi dan perluasannya harus dilakukan probing

dengan eksplorer, biasanya padat dan keras, warnanya coklat tua atau hijau

kehitam-hitaman, konsistensinya seperti kepala korek api dan melekat erat ke

permukaan gigi. Clerehugh et al menggunakan probe #621 WHO untuk

Page 14: Bab 1 Metodologi penelitian

mendeteksi dan memberikan skor untuk kalkulus subgingiva (Newman MG,

Takei HH, Carranza FA, 2008).

Kalkulus gigi berupa jaringan keras yang melekat erat pada gigi yang

terdiri dari bahan-bahan mineral seperti Ca, Fe, Cu, Zn, dan Ni (Artawa I Made

Budi, I G A A Pt. Swastini, 2010).

2.6.2 Proses Terbentuknya Kalkulus

Setelah kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk lapisan

bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi kuman

(Bakteri). Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman (Bakteri) disebutlah dengan

plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang menempel pada permukaan gigi,

terkadang juga ditemukan pada gusi dan lidah. Lapisan itu tidak lain adalah

kumpulan sisa makanan, segelintir bakteri, sejumlah protein dan air ludah. Plak

selalu berada dalam mulut karena pembentukannya selalu terjadi setiap saat, dan

akan hilang bila menggosok gigi atau menggunakan benang khusus. Plak yang

dibiarkan, lama kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan kalsium) dan

mengeras sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam 24-72

jam dan rata-rata butuh 12 hari untuk matang. Karang gigi menyebabkan

permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat menempelnya plak kembali

sehingga kelamaan karang gigi akan semakin mengendap, tebal dan menjadi

sarang kuman (Bakteri). Jika dibiarkan menumpuk, karang gigi dapat me-resorbsi

(Mengkikis) tulang alveolar (tulang penyangga gigi) dan akibatnya gigi mudah

goyang dan tanggal.

Karang gigi mengandung banyak bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan

penyakit lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan, maka bakteri dapat

memicu terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi (Gusi, Tulang gigi, dan

Pembuluh darah gigi).

Bila sudah infeksi maka masalah lebih lanjut bisa timbul. Penderita biasanya

mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi sering berdarah,

bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan penyangga gigi. Infeksi

yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan menyebabkan tulang

pernyangga gigi menipis, kemudian gigi akan goyang dan mudahtanggal.

Selain mengakibatkan gigi tanggal, bakteri menginfeksi jaringan penyangga gigi

Page 15: Bab 1 Metodologi penelitian

dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah, bakteri dapat

menyebar ke organ lain seperti jantung (Bakteremia). Karena itu ada beberapa

kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh infeksi dari gigi, ini disebut infeksi

fokal. Penyakit infeksi otot jantung (miokarditis) termasuk penyakit yang dapat

disebabkan oleh infeksi fokal.

2.6.3 Faktor-faktor penyebab kalkulus

1. Gigi berdesakan.

Gigi berjejal/berdesakan merupakan keadaan berjejalnya gigi di luar susunan gigi

yang normal. Kondisi gigi berjejal terkadang menjadi masalah bagi penderitanya.

Gigi berjejal sangat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi ini dapat

menyebabkan penumpukan plak yang juga merupakan salah satu faktor resiko

terjadinya kalkulus dan gingivitis. (Altriany Sasea, B. S. Lampus, Aurelia Supit,

2013)

2. Makanan/minuman yang mengandung mineral kalsium dan fosfor

Kalkulus merupakan kumpulan plak yang mengalami kalsifikasi dan melekat erat

pada permukaan gigi serta objek solid lainnya di dalam mulut, akibatnya dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan penyangga gigi. Air sumur gali

memiliki kandungan seperti kalsium dan fosfor yang juga merupakan kandungan

dalam pembentukan kalkulus. (Wanda S. Wungkana, Billy J. Kepel, Dinar A.

Wicaksono, 2014)

3. Sisa-sisa makanan yang menempel pada piranti cekat orto.

Sisa sisa makanan yang melekat pada gigi yang dibiarkan akan terus menumpuk.

Penumpukan sisa makanan tersebut yang tidak dibersihkan akan berkumpul

menjadi plak dan akhirnya menjadi kalkulus. Sisa-sisa makanan tersebut

menempel pada piranti cekat orto pada pengguna kawat gigi. (Charlito J. R.

Galag, P. S. Anadita, Olivia Waworuntu, 2015)

2.6.4 Cara mengukur kalkulus

Teknik pengambilan sampel dengan cara (purposive sampling) yaitu,

pengambilan sample secara sengaja sesuai persyaratan yang diperlukan, dengan

Page 16: Bab 1 Metodologi penelitian

menggunakan Pemeriksaan indeks kalkulus dilakukan dengan cara men-jalankan

sonde dari arah incisal atau oklusal ke arah servikal. Nilai nol menandakan tidak

terdapat kalkulus, nilai satu menandakan kalkulus menutup tidak lebih dari 1/3

servikal, nilai dua menandakan kalkulus menutup lebih dari 1/3 servikal, nilai tiga

menandakan kalkulus menutup lebih dari 2/3 servikal

Page 17: Bab 1 Metodologi penelitian

Daftar PustakaAlmeida PDV, Gregio AMT, Machado MAN, Lima AAS, Azevedo LR. Saliva composition and

functions: a comprehensive review. The J of contemporary dental practice 2008; 9(3): 1-11.

Amelia R, Handajani J, Puspita R. Pemakaian kontrasepsi pil dan suntik menaikkan pH dan volume saliva. Dentika Dental Journal 2010; 15(1): 1-5.

Arabaci T, cicek Y, Beydemir S, Canakci CF, Canakci V. Are increased salivary carbonic anhydrase VI levels related to the amount of supragingival dental calculus formation and clinical periodontal scores?. J of Dent Sciences 2013:1-5.

Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery: Otolaryngology. 2006. 4th ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins.

David, T.W., 2008, Salivary diagnostics 1st ed. Hal : 59-37, Wiley-Blackwell, Washington.

Dawes C. Why does supragingival calculus form preferentially on the lingual surface of the 6 lower anterior teeth? J Can Dent Assoc 2006;72:923-926.

de Almeida PDV, Grégio AMT, Machado MÂN, de Lima AAS, Azevedo LR. (2008). Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. J Contemp Dent Pract (9)3:072-080.

Elizabeth.M. 2007.The Role of Saliva In Oral health. Supportive Oncology. pp.215-225. Available at www.medical look.com

Fiorellini JP, Kim DM, Uzel NG. Anatomy of the periodontium. In: Carranza FA ed. Carranza’s clinical periodontology. Edisi ke-11. Missouri: Elsevier, 2012: 25.

Gopinath VK, Arzreanne AR. Saliva as a diagnostic tool for assessment of dental caries. Archives of orofacial sciences 2006; 1: 57-9.

Gupta S, Bhat KM, Kumar MSA. Influence of oral hygiene measures, salivary pH and urea level on calculus formation – A clinical Study. J of Indian Dental Association 2011; 5(5): Abstract.

Heinonen, J. (2012). Biological role of inorganic pyrophosphate. Boston: Kluwer Academic Publishers. p. 168

Hashim, Azmi Bin. 2010. Saliva Sebagai Media Diagnosa.FKG USU.Kitasako Y, Ikeda M, Burrow MF, Tagami J. Oral health status in relation to stimulated saliva

buffering capacity among japanese adults above or below 35 years of age. J med dent sci 2006; 53: 175-80

Lang NP, Mombelli R, Attstrom R. Oral biofilms and calculus. In: Linde J, LangNP, Karring T, editors. Clinical Periodontology and Implant Dentistry. Oxford, UK:Blackwell Munksgaard; 2008. p. 197-205.

Ligtenberg A J M, Veerman E C I. Saliva: secretion and functions. 2014. Vol 24. German; S. Karger AG. P: 1

Marsh PD. Dental plaque as a microbial biofilm. Caries Res 2004;38:204-211.McDonald RE, Avery DR, Weddel JAGingivitis and periodontal diseases. In:McDonald RE, Avery DR, Dean JA, editors. Dentistry for the Child and Adolescent.St Louis, MO: Mosby; 2004. p. 449-450.

Nanci A. Ten Cate’s oral histology: development, structure, and function. 2013. 8 th ed. Canada; Elsevier Inc. p: 254-255

Pedersen AML. Saliva. Denmark: institute of odontology university of copenhagen, 2007: 2-8.

Page 18: Bab 1 Metodologi penelitian

Rajendran, R., Sivapathasundharam, B.(2009) Shafer's Textbook of oral pathology. 6th edition. India: Elsevier.

Ramisetti A, Babu R, Kotha K, Tej G, Chirtha S. Influence of salivary pH and urea level on calculus formation – a clinical study. Carib J Seitech 2014; 2: 503- 8.

Scheid, R., Weiss, G. and Woelfel, J. (2012). Woelfel's dental anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 13

Shannon IL & Feller RP. (1979). Parotid Saliva Flow Rate, Calcium, Phosphorus, and Magnesium Concentrations in Relation to Dental Caries Experience in Children. Pediatric Dentistry (1)1:016-020.

Trajtenberg, C. , Barros, J. , Patel, S. , Miles, L. and Streckfus, C. 2013. Salivary flow rates, per se, may not serve as consistent predictors for dental caries. Open Journal of Stomatology 3, pp. 133-141.

WebMD, (2015). Saliva and Your Mouth: Function of Saliva in Oral Health. [online] Available at: http://www.webmd.com/oral-health/what-is-saliva [Accessed 11 Sep. 2015].

Wong.D.T.2008. Salivary Diagnostic.NIH Public.pp.100