Transcript

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue1. Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruhdunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009,WorldHealth Organization (WHO)mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Indonesia pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR=1,36%) (World Health Organization, 2006). Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari Departemen Kesehatan RI, sepanjang tahun 2007 tercatat sebanyak lebih dari 156.697 orang terkena demam dengue. Dari jumlah tersebut, lebih dari 1.296 orang meninggal dunia. Kejadian tersebut meliputi 11 propinsi yang dilanda kejadian luar biasa (KLB) DBD, yaitu: Jawa barat, Sumatera Selatan, Lampung, Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Yogyakarta (Nita, 2010).

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, selama 2012 terdapat 5.207 kasus,38 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2011, jumlah penderita DBD 1.494 kasus, yang meninggal 24 orang. Sedangkan tahun 2010, terdapat 1.774 kasus DBD, dan yang meninggal 29 orang. Kota Bandar Lampung merupakan daerah endemis DBD. Dari 98 kelurahan di seluruh kecamatan kota Bandar Lampung terdapat 85 kelurahan mengalami endemis, 12 kelurahan sporadis dan 1 kelurahan potensial DBD pada tahun 2009. Dari 85 kelurahan endemis tersebut terjadi penurunan setiap tahunnya akan tetapi terdapat satu kelurahan yang tetap tinggi kejadiannya yaitu Kelurahan Rajabasa. Untuk daerah sporadis sendiri pernah terjadi 45 kasus di Kelurahan Pinang Jaya yang merupakan angka terbesar pada daerah sporadis. Sedangkan satu satunya kelurahan potensial adalah Kelurahan Kedaung. Pada tahun 2010, Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung mencatat penderita demam berdarah dari 13 kecamatan di Bandar Lampung dari bulan Januari hingga bulan Mei mencapai 364 kasus dan 8 orang meninggal dunia. Kasus DBD terbesar terjadi di kecamatan Kedaton dan disusul kecamatan Sukarame yang berturut-turut mencapai 66 kasus dan 50 kasus (Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung, 2010).2. Etiologi dan Penularan DBDa. Etiologi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat

b. PenularanNyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk.

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiplebiter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu.Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.c. Tempat Potensial Bagi Penularan DBDPenularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :

1) Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)

2) Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar.3) Pemukiman baru di pinggiran kota

Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, makakemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal.3. Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium :a) Kriteria Klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif, petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,hematemesis dan malena.

Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah. Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.

c. Pembesaran hati (hepatomegali).

d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanannadi,hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.b) Kriteria Laboratorium

a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

c) Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997 Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :

a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.

b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan lainnya.

c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.

d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidakterdeteksi.4.PengobatanPada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitumengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan yang terjadi. Pasien DD dapatberobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBDdengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairankristaloid dan koloid, serta bank darah yangsenantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Dipihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktusingkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fasepenurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum).Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol,mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagidalam 5 kategori, sebagai berikut:

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar1).

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat (gambar 2).

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit>20% (gambar 3).

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 4).

Gambar . Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Gambar . Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Gambar . Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

Gambar . Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa5. PencegahanPencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

a. Pencegahan PrimerPencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit1) Survailans Vektor

Surveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan

distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor.

Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik.Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempatatau bejana yang dapat menjadi tempat berkembang biakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan caravisual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempatgenangan air tanpa mengambil jentiknya.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegyptiadalah :

a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa.

HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100%

Jumlah Rumah yang Diperiksab. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa.

CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100%Jumlah Container Yang Diperiksa

c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yangdiperiksa.

BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah

Jumlah Rumah Yang Diperiksa

Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.

ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100%

Jumlah Rumah Yang Diperiksa

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasilkegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemispada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling).Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnyapenyebaran nyamuk disuatu wilayah.2) Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi

nyamuk Aedes aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu :

a. Pengendalian Cara Kimiawi

Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva.Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid.Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumahpenduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.

b. Pengendalian Hayati / Biologik

Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan invertebrate atau vertebrata.Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit dan pemangsa.Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusiaaffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk.Beberapa jenis golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmisculiforax merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.

c. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidakterjangkau sinar matahari.

3) Survailans Kasus

Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif.Di beberapa negara pada umumnya dilakukan surveilans pasif.Meskipun system surveilans pasif tidak sensitif dan memiliki spesifisitas yang rendah, namun system ini berguna untuk memantau kecenderungan penyabaran dengue jangka panjang. Pada surveilans pasif setiap unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas,poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek swasta, dll) diwajibkan melaporkan setiap penderita termasuk tersangka DBD ke dinas kesehatan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Surveilans aktif adalah yang bertujuan memantau penyebaran dengue didalam masyarakat sehingga mampu mengatakan kejadian, dimana berlangsung penyebaran kelompok serotipe virus yang bersirkulasi, untuk mencapai tujuan tersebut sistem ini harus mendapat dukungan laboratorium diagnostik yang baik.Surveilans seperti ini pasti dapat memberikan peringatan dini atau memiliki kemampuan prediktif terhadap penyebaran epidemi penyakit DBD.

4) Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk

Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasil-hasilnya secara terus menerus.Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera.

Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu :

Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan minimal sekali dalam seminggu.

Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.

Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.b. Pencegahan SekunderPenemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara :

1) Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan pertolongan pertama dengan banyak minum, kompres dingin dan berikan obatpenurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.

2) Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut.

3) Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai dengan cara sepenuhnya.c. Pencegahan TersierPencegahan tingkat ketiga ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan :1) Transfusi Darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan malena diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah secepatnya.

2) Stratifikasi Daerah Rawan DBD

Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan seperti :

a) Endemis

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD. Kegiatan yang dilakukan adalah fogging sebelum musim penularan.b) Sporadis

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD.Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan.

c) Potensial

Yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir tidak ada kasus DBD. Tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi denganwilayah lain dan persentase rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.

d) Bebas

Yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD. Ketinggian dari permukaan air laut > 1000 meter dan persentase rumah yang ditemukan jentik 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.(SMP), Abatisasi selektif, dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.B. Puskesmas1. Pengertian

Puskesmas adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh ,terpadu,merata dan dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna,dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.2. Tujuan

Tujuan dari pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah dengan mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran,kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tingal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2015.3. Fungsi Fungsi dari puskesmas adalah sebagai berikut:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatanPuskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkandampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program di wilayah kerjanya.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menerapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat.

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatantingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

4. Upaya Penyelenggaraan Kesehatan

Upaya kesehatan puskesmas dikelompokkan menjadi dua yakni :

a. Upaya kesehatan wajib

Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

b. Upaya kesehatan pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.