Transcript

LAPORAN KASUS I

Otitis Media Akut Stadium Perforasi Dextra

Oleh : Nama NIM : Muhammad Nauval : H1A 007 042

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2012

BAB I PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut (OMA) merupakan bentuk akut dari otitis media supuratif, yang dapat berkembang menjadi OMSK bila tidak diterapi dengan baik. Otitis media akut (OMA) terjadi akibat faktor pertahanan tubuh yang terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab terjadinya OMA. Fungsi tuba sebagai barrier masuknya mikroba ke telinga tengah menjadi terganggu akibat adanya sumbatan tuba. Infeksi saluran napas atas merupakan faktor pencetus terjadinya gangguan pada tuba. Makin sering seseorang terutama anak-anak mengalami infeksi saluran napas atas, makin besar kemungkinannya orang tersebut mengalami OMA (Djaafar, 2007). Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.(Revai, 2007) Bakteri penyebab OMA yang utama adalah Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, dan Pneumokokus. Selain itu kadang juga dapat disebabkan oleh Hemofilus influenza, Escherichia colli, Streptokokus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aurugenosa. Perubahan telinga tengah sebagai akibat infeksi dibagi atas 5 stadium berdasarkan gambaran membran timpani yang tampak dari luar: (1) stadium oklusi tuba yang ditandai adanya retraksi membran timpani akibat tekanan negatif dalam telinga tengah; (2) stadium hiperemis, yang ditandai adanya edema, hiperemia, dan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani; (3) stadium supurasi, yaitu terbentuknya eksudat yang purulen di dalam telinga tengah, menyebabkan bulging membran timpani, dan nyeri di telinga bertambah berat; (4) Stadium perforasi yang terlihat dengan adanya ruptur membran timpani dan nanah mengalir ke telinga luar; (5)

stadium resolusi yaitu bila keadaan telinga tengah kembali normal dan perforasi membran timpani tertutup. Bila pada stadium resolusi penyembuhan tidak berjalan dengan baik, maka perforasi bisa menetap dengan sekret yang mengalir terus atau menghilang, berkembang menjadi OMSK (Djaafar, 2007) .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Telinga Tengah Anatomi Telinga

Gambar 1. Anatomi telinga

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu (Graaf, 2001 & Seeley, 2004): 1. Telinga luar 2. Telinga tengah dan 3. Telinga dalam

Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus dengan (Djaafar, 2007):

Batas luar: membran timpani Batas depan: Tuba Eustachius Batas bawah: Vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak) Batas dalam: Berturut- turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis

horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

1. Membran timpani. Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina propria tipis dan menyatu dengan periosteum (Seeley, 2004). Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu

lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam (Djaafar, 2007) . Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran timpani kiri pada arah jam 7. Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan timbulnya refleks cahaya (Djaafar, 2007) . Vaskularisasi membran timpani telah dipelajari dengan berbagai cara. Cabangcabang dari arteri karotis eksterna dalam meatus auditori eksternal, memberikan suplai darah pada, Pars flaccida, bagian manubrial dari pars tensa dan persimpangan antara cincin fibrokartilaginosa dari membran timpani dan sulkus timpanikum pada tulang temporal. (Hellstrom, 2003) Pembuluh darah yang mensuplai daerah pars flacida dan bagian manubrial cincin fibrokartilaginosa terdapat dibawah lapisan epitel squamosa, dekat dengan sel mast dan bundel saraf. Pembuluh darah yang berasal dari rongga timpani yang juga berasal dari arteri karotis eksterna mensuplai daerah perifer dari pars tensa dengan cabang-cabang kecil, terlokalisasi tepat dibawah epitel membran timpani. Jika dibandingkan dengan bagian manubrial, pars tensa memiliki vaskularisasi yang lebih sedikit. Sehingga bagian sentral dan sebagian besar dari pars tensa mendapatkan nutrisi secara difusi intra sel. Keadaan kurangnya pembuluh darah ini juga menyebabkan imunitas pada pars tensa ini lebih sedikit dari bagian lainnya. Sehingga kecenderungan terjadinya perforasi akibat infeksi sering berada pada bagian ini. (Hellstrom, 2003)

Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian/kuadran: Atas-depan Atas-belakang Bawah depan Bawah belakang

2. Tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam (Seeley, 2004). 3. Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otototot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi. a. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonnya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. b. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. 4. Dua buah tingkap. Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes, memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-

tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum). Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea (Seeley, 2004). 5. Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani menjadi seimbang (Seeley, 2004).

II. Otitis Media Akut Otitis Media 1. Definisi

Djafaar mendefinisikan otitis media sebagai peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.

2. Epidemiologi Faktor-faktor yang mempenfaruhi angka kejadian otitis media yaitu usia, jenis kelamin, ras, latar belakang genetik, status sosioekonomi, jenis susu saat bayi, derajat paparan terhadap rokok, ada tidaknya alergi pada sistem respirasi, musim, dan status vaksinasi pneumokokus .

3. Patogenesis Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.

a. Factor pencetus terjadinya otitis media akut menurut Djafaar dkk.:

Terganggunya factor pertahanan tubuh, yaitu terganggunya silia pada mukosa tuba Eustachius Sumbatan tuba Eustachius Infeksi saluran napas atas, semakin sering terkena ISPA maka makin besar kemungkinan anak mengalami OMA. Pada anak anatomi tuba Eustachius juga terlibat mempermudah terjadinya OMA.

Bakteri piogenik merupakan penyebab utama OMA (otitis media akut), seperti Streptococcus haemolyticus, Stafilococcus aureus, pneumakokus. Kadang- kadang Haemophylus influenza ditemukan juga.

b. Djafaar (2007) Membagi OMA dalam beberapa 5 stadium : Stadium Oklusi Tuba Retraksi membran timpani karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat absorpsi udara. kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat efusi tidak dapat dideteksi stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa karena virus atau alergi stadium hiperemis (presupurasi) Pelebaran pembuluh darah di membran timpani tampak hiperemis dan edem Terbentuk sekret yang mungkin bersifat eksudat serosa sukar terlihat stadium supurasi Edema hebat pada mukosa telinga tengah, sel epitel superfisialis hancur, terbentuk eksudat purulen di kavum timpani membran timpani menonjol ke arah telinga luar Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi dan suhu,

Eustachius

pertambahan nyeri telinga Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena tekanan nanah

iskemik, tromboflebitis pada vena-vena kecil, nekrosis mukosa dan submukosa daerah ini tampak kekuningan dan lebih lembek akan terjadi rupture stadium perforasi stadium resolusi Ruptur membran timpani sekret mengalir ke liang telinga luar Anak menjadi tenang dan dapat tidur nyenyak Bila membran timpani tetap utuh akan kembali normal secara perlahan-lahan Dapat terjadi tanpa pengobatan bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah Bila peeforasi menetap dan sekret keluar terus-menerus atau hilang timbul OMSK Bila skret menetap dalam kavum timpani dan tidak terjadi perforasi OM serosa

c. Gejala Klinik OMA Tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien Pada bayi: suhu tinggi mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), gelisah, sukar tidur Pada anak yang sudah dapat berbicara: nyeri di dalam telinga dan demam, biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya Pada anak yang lebih besar atau dewasa: nyeri di dalam telinga, rasa penuh di telinga, rasa kurang dengar Tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang memegang telinga yang sakit

d. Diagnosis Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut ini : 1. Penyakit ini onsetnya mendadak (akut) 2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut: a. Mengembangnya gendang telinga

b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga d. Cairan yang keluar dari telinga 3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu diantara tanda berikut : a. Kemerahan pada gendang telinga b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menariknarik daun telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala-gejala ini tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata. Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas keadaan gendang telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan kuning dan suram serta adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga. Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa. (subcomitee of OMA, 2004) Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotic atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.

e. Terapi OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Seikitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotic. Penggunaan antibiotic tidak

mengurangi komplikasi yang terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, American Academy of Pediatric (APP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diberikan terapi antibiotik. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia 6 bulan-2 tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan atau diagnosis meragukan pada anak di atas 2 tahun. Analgesia harus tetap diberikan selama observasi. Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA adalah dengan amoxycilin. American Academy of Family Physicians (AAFP) menganjurkan pemberian dosis standar 40mg/kgBB/hari pada anak dengan resiko rendah (umur >2tahun, tidak dalam perawatan intensif, belum pernah menerima pengobatan antibiotik dalam 3 bulan terakhir). Sedangkan pemberian dosis tinggi 80mg/kgBB/hari diberikan pada anak dengan resiko tinggi ( umur 3 minggu otitis media supuratif subakut Jika perforasi menetap dan sekret terus keluar >1,5-2 bulan otitis media supuratif kronik (OMSK)

Stadium supurasi

Stadium perforasi

Jika terjadi

tidak

resolusi

BAB III LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama pasien Umur Jenis kelamin Alamat Tanggal Pemeriksaan Berat badan : Tn. FA : 2 tahun : Laki-laki : Gontoran : 02 Januari 2011 : 14 Kg

ANAMNESIS Keluhan utama: Keluar cairan seperti nanah kental dari telinga kanan.

Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan keluar cairan seperti nanah dari telinga kanan sejak 3 hari lalu. Sakit jika telinga kanan di sentuh, dan 2 hari sebelum memeriksakan diri keluar cairan seperti nanah dari liang telinga kanan. Riwayat batuk pilek (+) sejak 1 minggu yang lalu. Sekret hidung awalnya cair dan bening, namun 4 hari kemudian berubah warna menjadi kuning keruh, tidak di dapatkanbatuk. Saat pemeriksaan sudah tidak terdapat keluhan pilek lagi. Terdapat riwayat demam pada pasien, namun pada saat pemeriksaan sudah tidak dirasakan lagi.

Riwayat penyakit dahulu: Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat keluar cairan dari dalam telinga kiri maupun kanan.

Riwayat penyakit keluarga/sosial: Pasien mengaku tertular batuk dan pilek dari kakaknya, namun kakaknya tidak memiliki keluhan telinga.

Riwayat pengobatan: -

Riwayat alergi: Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis Tanda vital : Nadi Respirasi Suhu : 90 x/menit : 24 x/menit : 36,3C

Status Lokalis Pemeriksaan telinga No. Pemeriksaan Telinga 1. 2. Tragus Daun telinga Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-) Telinga kanan Telinga kiri

Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-), nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)

3.

Liang telinga

Serumen (-), hiperemis (+) Serumen (-), hiperemis (-), di sekitar membran timpani, furunkel furunkel otorhea mukopurulen) (-), edema (+, (-), otorhea (-) aktifHiperemis sekret

(-),

edema

(-),

4.

Membran timpani

Retraksi (-), bulging (+), Retraksi hiperemi (+), edema (+), hiperemi perforasi (+),

(-), (-),

bulging edema

(-), (-),

sentral perforasi (-), cone of light (+)

postero-superior), cone of light (-), gambaran pulsasi (+)

Perforasi dgn sekret aktif

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung luar

Hidung kanan Bentuk (normal), hiperemi (-), nyeri tekan (-), deformitas (-)

Hidung kiri Bentuk (normal), hiperemi (-), nyeri tekan (-), deformitas (-)

Rinoskopi anterior Vestibulum nasi Cavum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Bentuk (normal), mukosa Bentuk (normal), mukosa pucat (-), hiperemia (-) pucat (-), hiperemia (-) Mukosa normal, sekret (-), massa berwara putih mengkilat (-).

Meatus nasi media

Mukosa normal, sekret (-), massa berwara putih mengkilat (-).

Konka nasi inferior

Edema (-), mukosa hiperemi Edema (-), mukosa (-) hiperemi (-)

Septum nasi

Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus (-) ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mulut Geligi Lidah Uvula Palatum mole Faring

Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N) Mukosa mulut basah berwarna merah muda Normal Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-) Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-) Ulkus (-), hiperemi (-) Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-), sekret (-)

Tonsila palatine

Kanan T1

Kiri T1 hiperemi (-)

Fossa Tonsillaris dan Arkus Faringeus

hiperemi (-)

DIAGNOSIS Otitis Media Akut Stadium Perforasi Dextra

DIAGNOSIS BANDING PEMERIKSAAN PENUNJANG Kultur sekret telinga kanan

RENCANA TERAPI Medikamentosa Antibiotik sistemik : KIE pasien Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorekngorek liang telinga. Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi. Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi telinga kanan ditutup dengan kapas. Datang kembali untuk kontrol setelah 1 minggu, untuk melihat perkembangan peyembuhan pada perforasi membran timpani. PROGNOSIS Dubia ad bonam Amoxicillin (12 x 90mg/kgBB)= 1080mg/hari = 3x 360 mg (7 hari). Analgetik : Paracetamol 3 x (12 x 12mg/kgBB/pemberian) =3x 144mg/pemberian Dekongestan Tablet pseudoefedrine HCL oral 3 x 15 mg selama 3-4 hari

BAB IV PEMBAHASAN

Diagnosis Otitis Media Akut Stasium Perforasi didapatkan melalui hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar jelas mengenai etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat batuk-pilek dengan sekret kuning keruh sebelum keluhan telinga muncul menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah. Infeksi pada hidung dan tenggorokan dapat menyebabkan gangguan tuba auditiva yang selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah, bermanifestasi sebagai rasa penuh pada telinga yang dirasakan pasien. Sumbatan tuba yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa telinga tengah. Sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik, sehingga kemudian timbul proses infeksi pada telinga tengah. Rasa nyeri pada telinga akibat proses inflamasi. Hasil anamnesis menunjukkan proses perjalanan penyakit yang sesuai dengan perjalanan penyakit pada OMA mulai dari stadium oklusi tuba, stadium hiperemis, stadium supurasi dan stadium perforasi saat pasien datang berobat ke Poliklinik. Pemeriksaan fisik telinga mengkonfirmasi adanya proses inflamasi akibat infeksi pada telinga tengah. Tampak sekret mukopurulen pada liang telinga kanan, dengan daerah hiperemis pada MAE dekat membran timpani. Membran timpani tampak hiperemis, edema, bulging, dengan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani. Pada membran timpani juga erlihat perforasi pada postero-superior pars tensa dengan sekret yang aktif keluar melalui lubang perforasi. Walaupun telah terjadi perforasi pada membran timpani pasien, membran timpani yang bulging masih tampak. Hal ini disebabkan karena masih banyak terdapat sekret di dalam telinga tengah dan perforasi sangat kecil sehingga sekret hanya dapat keluar sedikit demi sedikit, pada titik perforasi juga tampak mukosa yang edema menonjol keluar dan menutupi perforasi. Dengan keadaan ini, penekanan membran timpani oleh sekret yang menyebabkan tampakan bulging masih terjadi. Harus dibedakan antara OMA dan OMSK. Riwayat keluhan telinga yang baru terjadi selama 10 hari dengan sekret keluar mulai 4 hari lalu, menunjukkan adanya proses akut pada telinga. Pasien juga mengaku sebelumnya tidak pernah keluar cairan

dari telinga kanan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lubang perforasi sentral kecil tunggal, tidak terdapat penipisan pada bagian lain membran timpani. Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk mengurangi gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat sehingga infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada pasien ini berupa antibiotik selama 7 hari. Pasien diminta kembali lagi untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat perkembangan terutama penutupan pada perforasi membran timpani. Dekongestan nasal topikal digunakan untuk mengurangi sumbatan pada tuba Eustachius, sehingga drainase sekret lebih lancar dan fungsi fisiologis proteksi tuba kembali normal. Pseudoefedrin HCl dipilih dalam bentuk tablet oral untuk meringankan sumbatan pada rongga hidung bagian posterior atar tuba Eustachius agar fungsi normal tuba kembali normal. Sediaan murni pseudoefedrine HCl tidak ada, karena itu digunakan sediaan tablet yang ada di pasaran, yang dicampur dengan antihistamin H1, digunakan selama 3 hari untuk menghindari efek samping berupa penurunan produksi sekret. Kontrol diperlukan untuk menilai terapi telah adekuat atau belum, agar dapat mencegah perkembangan penyakit menjadi OMSK. Antibiotik oral diberikan pada pasien ini untuk menjamin adekuasi terapi. Antibiotic topikal dapat diberikan pada pasien setelah dilakukan cuci telinga menggunakan H202 3% agar hasil dari penggunaan antibiotika topical dapat maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Ballenger. 1997. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, dan leher. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Boeis.et al. 1997. BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC. Graaff, v D. 2001. Van De Graaff Human Anatomy 6th Ed. The McGrawHill Companies, New York. Hellstorm, 2003. Tympanic membrane vessel revisited: a study in an animal model. Department of Clinical Science, Otorhinolaryngology, University Hospital of Ume, Sweden. Published by: pubmed.gov accessed from :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12806306 january 10th 2012.

Howard, et. Al. 2009. Middle Ear, Tympanic Membrane, Perforations. Medscape. Accesed fromhttp://emedicine.medscape.com/article/858684-overview#a0104

at january 10th 2012.

Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 6th Ed. The McGrawHill Companies, New York Revai, Krystal et al. 2007. Incidence of Acute Otitis Media and Sinusitis Complicating Upper Respiratory Tract Infection: The Effect of Age. PEDIATRICS Vol. 119 No. 6 June 2007, pp. e1408-e1412. Accessed: december 29 2011. Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI Subcommittee on Management of Acute Otitis Media, Diagnosis and Management of Acute Otitis Media. PEDIATRICS Vol. 113 No. 5 May 2004, pp.1451-1456. http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics; 113/5/1451