42
LAPORAN KASUS OTITIS MEDIA AKUT Disusun sebagai syarat kelengkapan Program Dokter Internship Indonesia Oleh Dr. Honesti Trijuniarni Pendamping dr. Suriya S., M.Kes. M.Biomed, Sp.THT-KL dr. Mike Wijayanti Djohar

Lapsus OMA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

contoh lapsus OMA pada anak

Citation preview

Page 1: Lapsus OMA

LAPORAN KASUSOTITIS MEDIA AKUT

Disusun sebagai syarat kelengkapan Program Dokter Internship Indonesia

OlehDr. Honesti Trijuniarni

Pendampingdr. Suriya S., M.Kes. M.Biomed, Sp.THT-KL

dr. Mike Wijayanti Djohar

RS Bhayangkara Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat

2015

Page 2: Lapsus OMA

BAB IPENDAHULUAN

Otitis media akut (OMA) merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering

menyerang anak-anak.1 OMA paling sering terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 3

tahun.1 Mayoritas kasus OMA disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu Streptococcus

pneumonia dan Haemophilus influenza, sementara Respiratory syncytial virus

merupakan penyebab utama akibat virus.2 Spektrum klinis OMA beragam mulai dari

kasus ringan self-limiting, kasus berkepanjangan dan terkadang hingga mengalami

komplikasi. Beban akibat tingginya kasus OMA ini tergolong besar karena mengganggu

kualitas hidup dan meningkatnya biaya kesehatan.1

.

1

Page 3: Lapsus OMA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Telinga Tengah

Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan.

Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.3

Gambar 2.1 potongan coronal telinga.3

Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang

terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus

dengan 6 dinding yaitu:3

Dinding tegmental/tegmen timpani yang merupakan batas atas. Tegmen

timpani memisahkan antara rongga timpani dengan duramater pada dasar

fossa kranial tengah.

Dinding jugular yang merupakan batas bawah. memisahkan rongga timpani

dengan bulbus superior dari vena jugularis interna.

Dinding membranosa yang merupakan batas luar. Hampir keseluruhannya

dibentuk oleh membran timpani.

Dinding labirin yang merupakan batas dalam. Memisahkan rongga timpani

dengan telinga dalam. Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis

2

Page 4: Lapsus OMA

semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar

dan promontorium.

Dinding karotis anterior yang merupakan batas depan, memisahkan rongga

timpani dengan kanal karotis. Pada bagian superior terdapat tuba

Eustachius.

Dinding mastoid yang merupakan batas belakang. Menghubungkan rongga

timpani dengan sel mastoid. Terdapat aditus ad antrum dan kanalis fasialis

pars vertikalis.

Gambar 2.2 Rongga telinga tengah dan batas-batasnya

Membran timpani merupakan membran semitransparan berbentuk oval dengan

diameter sekitar 1 cm.1 Posisinya oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas

disebut pars flaksida (membran Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars

tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah

lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,

seperti epitel mukosa saluran pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi di

tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang

berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.4,5

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut

sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah,

yaitu pada pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran timpani kiri

pada arah jam 7.5 Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh

3

Page 5: Lapsus OMA

membran timpani. Di membran timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier

sehingga menyebabkan timbulnya refleks.5

Gambar 2.3 Membran timpani

Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan

prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga

didapatkan bagian/kuadran:5

Anterior-superior

Anterior-inferior

Posterior-superior

Posterior-inferior

Gambar 2.4 Keempat kuadran membran timpani.5

Tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini

merupakan tulang kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada

membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap

ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis)

4

Page 6: Lapsus OMA

pada dinding dalam. Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang

pendengaran. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran

berfrekuensi tinggi. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva,

tendonnya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah

tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk

berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang

berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke

dalam leher stapes.4,5

Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,

memisahkan rongga timpani dari perilimfee dalam skala vestibuli koklea. Oleh

karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang

pendengaran ke perilimfe telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan di

rongga-rongga perilimfe terdapat suatu katup pengaman yang terletak dalam dinding

medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu

membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum). Membran ini

memisahkan rongga timpani dari perilimfe dalam skala timpani koklea. 4,5

Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan nasofarings

lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya

saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis

silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling

terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga telinga tengah.

Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran timpani menjadi

seimbang.4,5

B. Otitis Media Akut

Definisi

Otitis media adalah inflamasi pada rongga telinga tengah, tanpa merujuk pada

etiologi ataupun patogenesis.1 Djafaar, dkk dalam Buku Ajar THT-KL mendefinisikan

otitis media sebagai peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga, tuba Eustachius,

antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5

5

Page 7: Lapsus OMA

Epidemiologi

OMA merupakan penyakit yang terutama menyerang pada usia 3 bulan sampai 3

tahun. Insidensi puncak adalah pada usia antara 6 bulan sampai 11 bulan. Insidensi

menurun seiring dengan penambahan usia.1

Etiologi

Sebesar 60% kasus OMA disebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (30-

50%) dan Haemophilus influenza (20-30%). Penyebab lainnya yaitu streptokukus grup

A, Branhamella catarrhalis, S.aureus dan bakterik enterik garam negatif. Respiratory

syncytial virus merupakan penyebab utama infeksi virus pada telinga tengah, penyebab

lainnya yaitu parainfluenza, rinovirus, influenza, enterovirus dan adenovirus. OMA

akibat infeksi virus hanya sebesar 5-20%. Lebih sering terjadi kasus OMA akibat

koinfeksi virus dan bakteri yaitu sebesar 65%.1,3

Gambar 2.5 Faktor-faktor yang terlibat dalam patogenesis otitis media

Faktor predisposisia. Usia

Bila onset pertama terjadi sebelum usia 6 bulan maka hal tersebut merupakan

faktor resiko yang independen dan kuat terhadap terjadinya OMA rekuren.1

6

Page 8: Lapsus OMA

b. Jenis kelamin

Dilaporkan kejadian yang sedikit lebih tinggi namun signifikan pada laki-laki.1

c. Ras

Dilaporkan lebih tinggi pada ras Amerika, Kanada dan Australia.1

d. Imunitas Host

Resiko terjadinya OMA yang berat dan rekuren terdapat pada anak dengan

malformasi atau defek kraniofasial (palatoskisis, labioskisis), gangguan defense

fisiologis (disfungsi tuba Eustachius, barotrauma, implantasi koklear), defisiensi

imun konginetal atau didapat (AIDS, defisiensi immunoglobulin, penyakit

granulomatosa kronik, obat-obatan imunosupresan), dan sindrom Down.1

e. Predisposisi genetik

f. Faktor prenatal dan perinatal

BBLR dan prematuritas meningkatkan resiko OMA. Sebuah meta-analisis

menunjukkan penurunan resiko OMA sebesar 13% pada anak yang mendapat

ASI eksklusif.1

g. Lingkungan

OMA sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin, seiring dengan

meningkatnya kejadian infeksi saluran nafas. Faktor lingkungan lainnya yaitu

perokok pasif, polusi lingkungan, dan status ekonomi.1

Patogenesis

Tuba Eustachius memiliki 3 fungsi yaitu (1) ventilasi telinga tengah dalam

menyeimbangkan tekanan udara di telinga tengah dengan tekanan atmosfer. (2) proteksi

telinga tengah terhadap suara dan sekresi, dan (3) drainasi sekresi telinga tengah ke

nasofaring dengan bantuan sistem mukosilier pada tuba Eustachius dan membran

mukosa pada telinga tengah.1,5

Tuba Eustachius pada bayi secara anatomis berbeda dengan dewasa sehingga

berkontribusi pada peningkatan insidensi otitis media pada usia dini. Tuba tersebut lebih

pendek, lebar dan lebih horizontal dibanding orang dewasa. 4,5

7

Page 9: Lapsus OMA

Gambar 2.6 Tuba Eustachius.6

Disfungsi tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama dalam

berkembangnya penyakit telinga tengah. Teori yang dipostulatkan oleh Politzer pada

tahun 1867 menyatakan bahwa tekanan negatif kronis yang terjadi sekunder pada

malfungsi tuba Eustachius menyebabkan terkumpulnya transudat pada rongga telinga

tengah.2 Analisis protein pada efusi telinga tengah mengindikasikan tingginya

konsentrasi protein total, laktat dehidrogenase, malate dehidrogenase, dan asam fosfat

pada serum. Dengan temuan tersebut membawa spekulasi bahwa material tersebut lebih

merupakan eksudat dibandingkan transudat. Hal tersebut memberikan lebih banyak

bukti bahwa ini merupakan proses inflamasi.2

Obstruksi tuba Eustachius dibagi menjadi dua tipe yaitu mekanik dan fungsional.

Obstruksi mekanik dapat terjadi intrinsik atau ekstrinsik. Obstruksi intrinsik mekanik

biasanya disebabkan oleh inflamasi membran mukosa tuba Eustachius atau diatesis

alergi yang menyebabkan edema mukosa tuba. Obstruksi mekanik ekstrinsik disebabkan

oleh massa seperti jaringan adenoid atau tumor nasofaringeal. Beberapa ahli menyakini

bahwa pada balita dan anak-anak, terjadinya obstruksi fungsional tuba Eustachius

disebabkan oleh penurunan kekakuan tuba atau tidak efektifnya mekanisme pembukaan

aktif pada tuba. Obstruksi terjadi karena ventilasi inadekuat sehingga menghasilkan

tekanan negatif pada telinga tengah.2

Beberapa faktor lainnya yang berkontribusi dalam perkembangan penyakit telinga

tengah antara lain alergi, disfungsi silier, penyakit nasal dan/atau sinus dan imaturitas

sistem imun. Sebesar 3-80% kasus otitis media pada populasi pediatri berhubungan

dengan alergi. Kondisi alergi dapat mempengaruhi fungsi tuba Eustachius melalui

beberapa cara. Obstruksi nasal terjadi sekunder akibat degranulasi sel mast disertai

8

Page 10: Lapsus OMA

peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan aliran darah mukosa, dan peningkatan

produksi mukus. Ekstensi retrograde mediator inflamasi dari hidung anterior ke

nasofaring dapat menyebabkan edema dan obstruksi tuba Eustachius.2

Gambar 2.7 Patogenesis OMA. 5,6

Respon imun imatur

Nasofaring merupakan reservoir alamiah untuk patogen telinga tengah. Kolonisasi

nasofaring oleh patogen tersebut biasanya tidak diikuti oleh terjadinya penyakit karena

9

Page 11: Lapsus OMA

adanya mekanisme proteksi oleh sistem mukosilier dan sistem imun. Komponen

antimikroba pada sistem imun alamiah seperti lisozim, laktogerin dan defensing

ditemukan pada permukaan epitel saluran nafas atas. Protein mikrobisidal tersebut dan

peptida dapat melawan infeksi bakteri. Sistem imun adaptif primer diperankan oleh

jaringan limfoid pada cincin Waldeyers lebih lanjut, sekresi antibodi (sIgA dan IgM)

pada sekresi nasofaring menghambat perlekatan patogen dan menurunkan kolonisasi

bakteri di nasofaring.1

Stadium

Djafaar dkk. Membagi OMA dalam beberapa 5 stadium yaitu:

a. Stadium oklusi tuba Eustachius

Pada stadium ini terjadi retraksi membran timpani yang menandakan terjadinya

oklusi tuba karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat absorpsi udara.

Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin

telah terjadi namun tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis

media serosa karena virus atau alergi.5

b. Stadium hiperemis (pre-supurasi)

Pada stadium ini tampak pelebaran pembuluh darah di membran timpani atau

seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edem. Sekret yang terbentuk

mungkin bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.5

c. Stadium supurasi

Terjadi edema hebat pada mukosa telinga tengah dan sel epitel superfisialis hancur,

serta terbentuk eksudat purulen di kavum timpani sehingga membran timpani

menonjol ke arah liang telinga luar. Pasien terlihat sangat sakit, peningkatan nadi

dan suhu, pertambahan nyeri telinga. Jika tekanan di kavum tidak berkurang karena

tekanan nanah maka akan terjadi iskemik, tromboflebitis pada vena-vena kecil,

nekrosis mukosa dan submucosa yang tampak sebagai daerah kekuningan dan lebih

lembek.5

d. Stadium perforasi

Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga sekret mengalir ke liang

telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang dan dapat tidur

nyenyak.5

10

Page 12: Lapsus OMA

e. Stadium resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka akan kembali normal secara perlahan-lahan.

Membran timpani yang mengalami perforasi dapat terjadi resolusi tanpa pengobatan

bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah.5

Perjalanan penyakit

Mayoritas anak dengan OMA akan mengalami penyembuhan dalam 4-5 hari

dengan pengobatan simptomatis. Jarang ditemukan komplikasi. Insidensi mastoiditis

pada anak yang tidak diberikan antibiotik adalah 1:1000 anak (Takata et al.,2001).

Namun pada anak usia kurang dari 2 tahun dengan gejala OMA rekuren atau mereka

dengan gejala klinis berat merupakan kelompok anak yang cenderung mengalami

komplikasi.1 Selama episode OMA, membran timpani mengalami ruptur akibat tekanan

pus yang terakumulasi pada rongga telinga tengah. Banyak ahli yang menetapkan

bahwa perforasi bukan komplikasi namun merupakan bagian dari proses penyakit,

terutama karena pada mayoritas kasus akan mengalami penyembuhan dalam 1-2

minggu.!

Manifestasi klinis OMA

Manifestasi klinis tergantung pada stadium penyakit dan usia pasien. Pada bayi:

suhu tinggi mencapai 39,5˚C (pada stadium supurasi), gelisah, sukar tidur. Pada anak

yang sudah dapat berbicara: nyeri di dalam telinga dan demam, biasanya terdapat

riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau dewasa: nyeri di

dalam telinga, rasa penuh di telinga, rasa kurang dengar. Tiba-tiba anak menjerit waktu

tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang memegang telinga yang sakit.5

Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan membran timpani eritema atau

bulging. Eritema pada membran timpani dapat merupakan temuan yang tidak konsisten

dan dapat tidak ditemukan pada penyakit sistemik tertentu seperti defisiensi sistem imun

dimana pasien tidak memiliki respon inflamasi yang cukup untuk menampilkan temuan

klasik tersebut.5

11

Page 13: Lapsus OMA

Gambar 2.8 Gambaran membran timpani pada otoskopi. a) normal, b) bulging ringan, c)

bulging sedang, d) bulging berat.7

Pengobatan

Standar terbaru pengobatan pada pasien OMA adalah pemberian antiobiotik

selama paling tidak 10-14 hari. Penentuan pemberian antibiotik atau tidak pada kasus

OMA tanpa komplikasi dapat menggunakan rekomendasi menurut American Academy

of Pediatrics (2013), seperti pada tabel di bawah ini.7

Tabel 2.1 penanganan OMA pada kasus tanpa komplikasi.7

Pengobatan awal dengan pemberian antibiotik secara empiris yaitu amoksisilin 40

mg/kgbb/24 jam terbagi dalam 3 dosis atau ampisilin 50-100 mg/kgbb/24 jam dalam 4

dosis terbagi selama 10 hari. Pada anak dengan alergi penisilin, kombinasi eritromisin

40 mg.kgbb/24 jam bersama sulfisoxazole 120 mg/kgbb/24 jam dalam 4 dosis terbagi.

Pilihan lainnya yaitu amoxicillin-calvulanate, 40 mg/kgbb/24 jam dalam 3 dosis terbagi,

atau trimethophrim-sulfamethoxazole 8 mg/kgbb trimethoprim dan 40 mg/gbb

12

Page 14: Lapsus OMA

sulfamethoxazole per 24 jam, dapat diberikan dalam 2 dosis terbagi. Cefixime diberikan

8 mg/kgbb, satu kali sehari. Cefprozil 15 mg/kgbb/24 jam dalam 2 dosis terbagi. Durasi

yang optimal untuk pengobatan dengan antiobiotik pada OMA masih tidak pasti. Pada

kasus otore, anak usia kurang 2 tahun, dengan riwayat OMA rekuren, antibiotik

diberikan selama 10 hari. Pada kasus lainnya diberikan antara 5-7 hari.1

Tabel 2.2 Pemilihan antibiotik pada kasus OMA.1

Sebagian besar pasien yang diobati dengan antibiotik akan mengalami perbaikan

klinis dalam 48 jam. Jika tidak terdapat perbaikan atau kondisi memburuk maka perlu

dilakukan timpanosentesis untuk kultur dan miringotomi untuk drainase. Pengobatan

tambahan seperti analgetik, antipiretik dan dekongestan oral.1

13

Page 15: Lapsus OMA

Tabel 2.3 dosis antibiotik yang umum digunakan pada kasus OMA.2

Tatalaksana OMA dapat disesuaikan dengan stadium penyakit yang saat ini

dialami oleh pasien, sesuai dengan yang disampaikan oleh Djaaar, dkk. Tatalaksana

menurut stadium tersebut adalah sebagai berikut:

a. Stadium oklusi

Pengobatan pada stadium ini bertujuan untuk membuka tuba sehingga dapat

menghilangkan tekanan negatif telinga tengah dengan cara memberikan obat tetes

hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (<12 tahun), atau HCl efedrin 1%

dalam larutan fisiologik (>12 tahun, dan dewasa). Selain itu obati sumber infeksi

sesuai dengan penyebabnya.5

b. Stadium presupurasi

Diberikan obat tetes hidung, analgetik dan antibiotik minimal selama 7 hari.

Antibiotik yang diberikan adalah golongan penicilin sebagai lini pertama (awalnya

diberikan secara IM sehingga didapat konsentrasi yang adekuat dalam darah

sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala

sisa, maupun kekambuhan). Jika alergi pada golongan pensilin maka diberikan

eritromisin.5

c. Stadium supurasi

Idealnya selain diberikan antibiotika, juga dilakukan miringotomi bila membran

timpani masih utuh. Prosedur ini dapat menghindari ruptur dan gejala klinis lebih

cepat hilang. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani

agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar.5

d. Stadium perforasi

14

Page 16: Lapsus OMA

Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta

antibiotik yang adekuat. Biasanya Dalam 7-10 hari sekret akan hilang dan perforasi

dapat menutup kembali. Jika tidak terjadi resolusi maka pemberian antibiotik

dilanjutkan hingga 3 minggu, jika sekret masih tetap banyak kemungkinan terjadi

mastoiditis.5

Terapi pembedahan

a.Miringotomi.

Insisi membran timpani merupakan prosedur rutin di beberapa negara. Sebanyak 5

penelitian membandingkan antara pemberian antibiotik saja dengan pengobatan

kombinasi antibiotik dan miringotomi. Keseluruhan penelitian tersebut

menunjukkan bahwa dengan dilakukan prosedur bedah tidak menunjukkan adanya

perbaikan gejala ataupun resolusi. Miringotomi dilakukan pada kuadran

posteroinferior. Indikasi miringotomi yaitu:1

Otalgia berat atau demam tinggi

Terbukti adanya komplikasi supuratif

Respon yang tidak memuaskan setelah pengobatan dengan antibiotik

Onset OMA selama pengobatan dengan antibiotik

OMA pada bayi baru lahir

OMA pada pasien dengan imunodefisiensi primer atau sekunder.

b. Insersi tube timpanostomi

Dengan berkembangnya bukti bahwa profilaksis antimikroba jangka panjang pada

OMA rekuren menyebabkan resistensi pneumokokus maka alternatif lainnya

adalah pemasangan tube timpanostomi. Anak dengan OMA rekuren yang

dipasangkan tube timpanostomi mengalami penurunan episode OMA sebesar 67%

dibandingkan kontrol.1

c. Adenoidektomi

Adenoidektomi menurunkan insidensi OMA pada anak sebanyak 0-3 episode per

tahun.1

Komplikasi

15

Page 17: Lapsus OMA

Berdasarkan klinis, komplikasi otitis media dibagi menjadi intratemporal

(ekstrakranial) dan intrakranial. Komplikasi intratemporal antara lain mastoiditis akut,

abses subperiosteal, facial palsy, dan labirintitis. Komplikasi intrakranial yaitu

meningitis, thrombosis sinus lateralis, abses otak dan hidrosefalus otogenik.1,2

Komplikasi intratemporal lebih sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi

intrakranial. Mastoiditis akut merupakan kasus yang paling banyak terjadi. Paralisis

nervus fasial dan abses subperiosteal merupakan komplikasi terbanyak kedua.

Gambaran klinis mastoiditis berupa eritema, tenderness dan pembengkakan regio

mastoid disertai pergeseran aurikula, penonjolan dinding kanal posterior, otalgia dan

membran timpani redup. Fluktuasi post aurikula disebabkan oleh abses subperiosteal

dan perlekatan dalam kavitas mastoid. Pasien yang sebelumnya diobati dengan

antiobiotik dapat menunjukkan ‘mask mastoiditis’ dengan gambaran klinis ringan yang

berkepanjangan berupa demam ringan, otalgia dalam berbagai derajat, dan tanda

neurologis. Membran timpani yang normal tidak mengeksklusi kemungkinan

komplikasi otogenik. 1,2,5

Gambar 2.9 Mastoiditis akut

Abses subperiosteal pada mastoid berupa akumulasi purulen pada lateral korteks

mastoid. Pengobatan beragam mulai dari aspirasi post aurikula sederhana, insisi dan

drainase abses atau insisi dan drainase abses disertai mastoidektomi.1

Facial palsy saat ini sudah jarang ditemukan. Kondisi tersebut dapat terjadi

selama episode OMA akibat penyebaran infeksi langsung atau dapat merupakan

16

Page 18: Lapsus OMA

komplikasi mastoiditis akut. Pengobatannya dengan miringotomi atau insersi tube

timpanostomi dan antibiotik intravena sementara menunggu hasil kultur.1

Labirintitis disebabkan oleh penyebaran infeksi dari telinga tengah atau sel udara

mastoid ke telinga dalam. Labirintitis dapat menyebabkan meningitis. Selama periode

OMA, pasien dapat mengalami tuli sensorineural dan vertigo.1

Sequelae

Sekuel OMA pada anak antara lain:1

Tuli konduksi atau sensorineural

Perforasi membran timpani tanpa otitis media

OMSK kronis dengan/tanpa kolesteatoma

Atelektasis telinga tengah/ otitis media adesiva

Diskontinuitas ossicular

Pencegahan

Pemberian ASI lebih lama, eliminasi paparan rokok, mencegah infeksi saluran

nafas, dan vaksin influenza. Efikasi vaksin influenza sebesar 30% dalam mencegah

OMA pada anak usia lebih dari 2 tahun.1

17

Page 19: Lapsus OMA

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : an.” ZA”

Umur : 5 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Ampenan

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 13 November 2014

No rekam medis : 002155

ANAMNESIS

Keluhan utama:

nyeri pada telinga telinga kiri

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Mataram dengan keluhan nyeri pada telinga

kiri sejak kemarin. Nyeri dirasakan terus-menerus pada bagian dalam telinga. Nyeri

tidak dipengaruhi oleh gerakan mengunyah. Pasien juga mengeluh demam tinggi

yang muncul bersamaan dengan nyeri telinga tersebut. Terdapat riwayat batuk sejak

3 hari yang lalu tanpa disertai pilek. Batuk awalnya kering kemudian berubah

menjadi batuk berdahak dengan dahak berwarna putih. Tidak terdapat riwayat gatal

pada telinga, keluar cairan dari telinga, telinga mendenging, telinga terasa penuh,

penurunan pendengaran, nyeri menelan, ruam berisi air pada kulit ataupun nyeri

pada gigi.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien belum pernah menderita keluhan yang serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat

keluar cairan pada telinga kiri maupun kanan. Riwayat tonsilitis (-), rhinitis (-),

sinusitis (-), riwayat kelainan bawaan daerah mulut dan rongga mulut (-).

Riwayat penyakit keluarga:

18

Page 20: Lapsus OMA

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat keluar cairan dari telinga.

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, debu, dsb.

Riwayat Pengobatan:

Pasien belum pernah memeriksakan keluhannya tersebut ke dokter ataupun

meminum obat yang dibeli sendiri.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Riwayat sakit selama ibu pasien hamil (-), ANC rutin di posyandu. Pasien, lahir

spontan,, lahir langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram. Riwayat kuning /

biru setelah lahir (-).

Riwayat nutrisi :

Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan, setelah itu diberi bubur serta

diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun. Pasien mulai diberikan nasi sejak umur

7 bulan.

Riwayat vaksinasi :

Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan sesuai

jadwal.

PEMERIKSAAN FISIKStatus Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Nadi : 100 x/menit

Respirasi: 20 x/menit

Suhu : 39⁰C

Status Lokalis

19

Page 21: Lapsus OMA

Pemeriksaan telinga

No

.

Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam

batas normal, hematoma (-),

nyeri tarik aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri

tarik aurikula (-)

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-),

otorhea (-)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea

(-)

4. Membran

timpani

Retraksi (-), bulging (-),

hiperemi (-), perforasi (-),

cone of light (+)

Retraksi (-), bulging (+) ringan,

opaque(+), hiperemi (+),

perforasi (-) cone of light (-)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi

(-), nyeri tekan (-),

deformitas (-)

Rinoskopi anterior

20

Page 22: Lapsus OMA

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemi s(-)

Bentuk (normal), mukosa

pucat (-), hiperemis (-)

Meatus nasi media Mukosa normal, sekret

(-)mengkilat (-).

Mukosa normal, sekret (-

mengkilat (-).

Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi

(-)

Edema (-), mukosa

hiperemi (-)

Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Deviasi (-), perdarahan (-),

ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Normal

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),

sekret (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T0 T0

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-) hiperemi (-)

DIAGNOSIS

Otitis Media Akut aurikula sinistra stadium hiperemis

21

Page 23: Lapsus OMA

DIAGNOSIS BANDING:-

PEMERIKSAAN PENUNJANG: -

RENCANA TERAPI

Medikamentosa

Antibiotik sistemik :

Sirup amoksisilin forte 1 Cth tiap 8 jam p.o

simptomatik

Sirup ibuprofen 1,5 Cth tiap 8 jam p.o

Sirup ambroxol ½ Cth tiap 8 jam p.o

KIE pasien

Antibiotik harus diminum sesuai aturan yang telah disampaikan. Obat diminum

sampai habis walaupun gejala sudah hilang, agar penyembuhan berlangsung

baik, tidak terjadi komplikasi dan mencegah resistensi terhadap antibiotik.

Pasien harus datang untuk kontrol 3 hari lagi.

Jika sebelum waktu 3 hari gejala memberat ataupun keluar cairan dari telinga

maka pasien harus segera datang untuk control

PROGNOSIS

Bonam

22

Page 24: Lapsus OMA

BAB IV

PEMBAHASAN

Nyeri telinga (otalgia) dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu otalgia primer dan

otalgia sekunder. Pada otalgia primer ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan

telinga, sebaliknya pada otalgia sekunder tidak didapatkan kelainan pada telinga. Nyeri

telinga pada otalgia sekunder merupakan referred pain. Sebesar 50% otalgia merupakan

otalgia sekunder dan dari 50% tersebut berasal dari gigi. Pada tabel berikut ini

ditampilkan beberapa etiologi nyeri telinga berdasarkan ada tidaknya kelainan pada

pemeriksaan fisik telinga.8,9

Tabel 3.1 Etiologi nyeri telinga. 9

Nyeri telinga dengan pemeriksaan

telinga terdapat kelainan

Nyeri telinga dengan pemeriksaan

telinga tidak terdapat kelainan

Penyebab

umum

Penyebab tidak umum Penyebab umum Penyebab tidak

umum

Otitis media OE malignan Sindrom TMJ Tumor leher

Otitis eksterna Ramsay Hunt syndrome Kelainan gigi Neuralgia

Benda asing Selulitis/kondroditis/

perikondritis

Faringitis atau

tonsillitis

Arteritis temporal

barotrauma Trauma Artritis cervical Oral aphtous ulcers

Mastoiditis Idiopatik Adenopati servikal

Tumor atau kista

terinfeksi pada liang

telinga

Nyeri miofasial

Wegener granulomatosis Tiroiditis

Miringitis viral GERD

Angina pektoris

23

Page 25: Lapsus OMA

Tabel 3.2. Etiologi nyeri telinga paling sering pada pediatri.8

Pasien pada kasus ini datang dengan keluhan utama nyeri pada telinga.

Berdasarkan pada penjelasan di atas maka beberapa kemungkinan penyebab nyeri

telinga pada pasien ini yaitu OMA, OMSK, OE, mastoiditis, sindrom TMJ, kelainan

gigi, benda asing dan chickenpox. Riwayat nyeri telinga pada pasien ini baru pertama

kali dialami, selain itu tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga dan tidak terdapat

perforasi pada membran telinga sehingga diagnosis OMSK dapat disingkirkan. Pada

pasien juga tidak terdapat pembengkakan mastoid sehingga diagnosis mastoiditis dapat

disingkirkan. Nyeri telinga tidak dipengaruhi oleh gerakan mengunyah, tidak terdapat

nyeri tekan tragus ataupun ditemukannya furunkel pada liang telinga sehingga dapat

menyingkirkan kemungkinan otitis eksterna dan sindrom TMJ. Pada liang telinga juga

tidak ditemukan adanya benda asing. Pasien tidak mengeluh munculnya ruam-ruam di

kulit bersama dengan munculnya demam sehingga kemungkinan diagnosis chickenpox

24

Page 26: Lapsus OMA

dapat disingkirkan. Pasien ini memiliki masalah pada gigi yaitu gigi berlubang namun

saat ini pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri pada gigi yang dirasakan menyebar

hingga ke telinga sehingga diagnosis kelainan gigi sebagai penyebab munculnya nyeri

telinga dapat disingkirkan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka diagnosis sementara

yang dapat ditegakkan pada pasien ini adalah OMA aurikula sinistra.

Manifestasi klinis

OMA OME OE OMSK

Nyeri telinga

Aku, persisten. Tanpa gejala otore.

(+) pada fase awal, bukan gejala utama adalah penurunan pendengaran

Akut, persisten, dipicu oleh gerakan menunyah, menguap, dsb

Secret (+)

Kornis, rekuren/persisten

Disertai otore

Membran timpani (MT)

Bulging, hiperemis, opaque, mobilitas menurun

Opaque, menebal, retraksi, warna pucat, merah atau kuning

MT dbn

Liang telinga tampak edema, dapat dijumpai furunkel,

Perforasi (+), kalsifikasi, atrofi, retraksi, destruksi osikular

Manifestasi klinis

MASTOIDITIS

TMJ Sindrom Infeksi gigi chickenpox

Nyeri telinga

Akut, persisten, dapat memburuk.

Akut atau kronis, merupakan nyeri menjalar,dipicu oleh gerakan rahang

Sub akut, nyeri tajam, nyeri berasal dari gigi

Akut disertai demam dan ruam kulit

Membran timpani (MT)

Dengan atau tanpa perforasi, dinding posterior liang telinga dapat

MT dbn MT dbn MT dbn

25

Page 27: Lapsus OMA

bengkak dan eritema

Diagnosis Otitis Media Akut didapatkan berdasarkan hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar jelas mengenai

etiologi dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya riwayat batuk-pilek sebelum

keluhan telinga muncul menunjukkan penyebab terjadinya infeksi pada telinga tengah

yang kemudian menyebabkan gangguan pada tuba Eustachius. Gangguan pada tuba

tersebut selanjutnya menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah. Sumbatan tuba

yang terus berlanjut menyebabkan hipersekresi sel goblet pada mukosa telinga tengah

sehingga menyebabkan akumulasi secret pada rongga telinga tengah. Selain karena

sekret merupakan media pertumbuhan bakteri yang baik, beberapa faktor resiko seperti

gangguan imunitas host dan faktor lingkungan pada akhirnya akan menyebabkan

timbulnya proses infeksi pada telinga tengah. Proses infeksi dan inflamasi pada telinga

tengah bermanifestasi sebagai rasa nyeri yang dirasakan pasien pada telinga kirinya.

Hasil pemeriksaan fisik umum didapatkan pasien dalam kondisi demam (T: 39C).

Data tersebut merupakan tanda terjadinya inflamasi telinga tengah. Diagnosis OMA

ditunjang oleh temuan membran timpani yang tampak hiperemis, edema, bulging

ringan, disertai pelebaran pembuluh darah. Membran timpani yang tampak bulging

disebabkan karena akumulasi sekret di dalam rongga telinga tengah. Tidak ditemukan

adanya perforasi ataupun kemungkinan komplikasi ke daerah mastoid.

Penanganan ditujukan pada eradikasi infeksi dan simtomatis untuk mengurangi

gejala yang dirasakan pasien. Eradikasi infeksi pada OMA harus adekuat sehingga

infeksi tidak menetap dan berubah menjadi OMSK. Terapi lini pertama diberikan pada

pasien ini berupa antibiotik spektrum luas Amoxicillin 250 mg/8 jam selama 7-10 hari,

dan ibuprofen 150 mg/8 jam diminum bila perlu sebagai antipiretik dan analgetik.selain

itu diberikan ambroxol dalam sediaan sirup sebagai mukolitik dengan dosis 7,5 mg/8

jam. Pemberian dekongestan ataupun antihistamin tidak diperlukan dalam manajemen

pasien OMA karena terbukti tidak bermanfaat. Pasien diminta kembali lagi untuk

kontrol dalam 3 hari untuk melihat perkembangan penyakit dan reaksi terhadap

pengobatan.

26

Page 28: Lapsus OMA

DAFTAR PUSTAKA

1. Dhooge, Ingeborg., 2007. ‘Acute Otitis Media in Children’. Dalam: Graham, John,

M.et al. ‘Pediatric ENT’.Berlin: Springer. Hal 399-409

2. Healy, Gerald B., & Rosbe, Kristina W., ‘Otitits Media And Middle Ear Effusions’.

Dalam: Jr, James, B.Snow & Ballenger’s, J. Jacob. ‘Ballenger’s

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery’. 16th ed. Ontario: BC Decker. Hal

249-259

3. Moore, Keith L., & Dalley, Arthur F.,2006. ‘Clinically Oriented Anatomy’.

Lippincott Williams & Wilkins. Hal 1022-1030

4. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 ‘The Special Senses

‘6th Ed. New York:The McGraw−Hill Companies

5. Djaafar, Zainul A., 2007. ‘Kelainan Telinga Tengah’. Dalam: Soepardi, Efiaty A., &

Iskandar H Nurbaiti, ‘Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

Leher Edisi kelima’. Jakarta: Balai penerbit FKUI

6. Probst, Rudolf. 2006. ‘Middle Ear’. Dalam: Probst, Rudolf., Grevers, Gerhard &

Iro, Heinrich. ‘Basic Otorhinolaryngology’. New York: Thieme.

7. American Academy of Pediatric. 2013.’ The Diagnosis and Management of Acute

Otitis Media’. Vol.131 no.3. Available from:

http://pediatrics.aappublications.org/content/early/2013/02/20/peds.2012-

3488.full.pdf

8. Thamboo, Andrew. 2011. ‘Otalgia’. The University of British Columbia.

http://learnpediatrics.sites.olt.ubc.ca/files/2011/11/Otalgia.pdf

9. Ely, J.W.,Hansen, M.R. & Clark, E.C.2008.’Diagnosis of Ear Pain’. American

Academy of Pediatric vol. 77 no.5. Available from:

http://www.aafp.org/afp/2008/0301/p621.pdf

27