45
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hisprung disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus 2 . Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh FrederickRuysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Herald Hirschsprung tahun 1863, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan 1

word lapkas 2.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: word lapkas 2.docx

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Hisprung disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam

lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 %

terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 %

dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik

sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa

embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub

mukosa dinding plexus2

.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh

FrederickRuysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Herald

Hirschsprung tahun 1863, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui

secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa

megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik

dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion21

.

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang

paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup.

Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada

kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%1

.

Data Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar insidensnya 1 dari

5.000 kelahiran, maka dengan jumlah penduduk di Indonesia sekitar 220 juta dan

tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir 1400 bayi lahir dengan Penyakit

Hirschsprung7

.

1

Page 2: word lapkas 2.docx

Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan

dengan berat lahir ≥ 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan)

yang terlambat mengeluarkan tinja10

. Trias klasik gambaran klinis pada neonatus

adalah pengeluaran mekonium yang terlambat,yaitu lebih dari 24 jam pertama,

muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan11

.

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin

mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa

pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan

septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan komplikasi

yang amat berbahaya sehingga mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani

dengan sempurna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan enema barium, pemeriksaan

manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi10

.

Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah

dan tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati

komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan

umum penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan

bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara yang bertujuan

untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang

mempunyai ganglion normal di bagian distal10

.

Dari sekian banyak sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada

klinisi untuk segera mengetahui gejala dan tanda pada penyakit Hirschsprung.

2

Page 3: word lapkas 2.docx

Karena penemuan dan penanganan yang cepat dan tepat dapat mengurangi

insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya di Indonesia.

3

Page 4: word lapkas 2.docx

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 IDENTITASPAISEN

Nama : T

Umur : 8 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Aceh

Alamat : Matang Santet

No. MR : 07.28.93

Tanggal Masuk : 13 Desember 2015

Tanggal Keluar : 21 Desember 2015

A. Identitas Orang Tua

Nama Ayah : Tn. A

Umur : 57 tahun

Pekerjaan : petani

Pendidikan : SD

4

Page 5: word lapkas 2.docx

Nama Ibu : Ny. S

Umur : 52 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidkan : SD

2.2 DATA DASAR

ANAMNESIS

Alloanamnesis ( Anamnesis dengan orang tua pasien)

a. Keluhan Utama

Susah BAB dan perut membesar.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk dari IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan perut kembung

yang memberat sejak 1 minggu SMRSdan susah BAB dari lahir, ibu pasien

mengaku pasien buang air besar dengan rangsangan obat. BAB berwarna hitam,

hepar dan lien teraba.

c. Riwayat Penyakit dahulu :

Pasien sebelumnya pernah mengalami tidak keluar BAB saat usia 2 hari

setelah lahirdan di rawat di ruang NICU RSU Cut Muetia selama 10 hari,ibu

pasien mengatakan pasien mengeluarkan BAB dengan memakai selang.

d.Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa

dengan pasien.

5

Page 6: word lapkas 2.docx

e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Riwayat Kehamilan

Pasien adalah anak ke tujuh, ibu mengalami mual-mual dan tidak

terjadimuntah, pasien tidak memiliki riwayat keguguran sebelumnya. TD

(-), asma (-), perdarahan (-), trauma (-).pasien lahir saat usia ibu 44

tahun,pasien lahir ditangan bidan dengan BBL = 4 kg, lahir cukup bulan dan

segera menangi. Kejang, biru, kuning saat lahir disangkal.

2. Riwayat Kelahiran

pasien lahir saat usia ibu 44 tahun,pasien lahir ditangan bidan

dengan BBL = 4 kg, lahir cukup bulan dan segera menangi. Kejang, biru,

kuning saat lahir disangkal.

f. Riwayat nutrisi

Saat lahir sampai usia 6 bulan pasien masih mendapatkan ASI. serta pasien

juga sudah mendapat kan makanan tambahan pisang yang dihaluskan sejak usia 5

bulan.

g. Riwayat Imunisasi

Pasien mendapat imunisasi lengkap, terakhir imunisasi saat usia 5 tahun.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 21 Desember 2015

a. Kesan Umum :

Keadaan umum ringan-sedang

6

Page 7: word lapkas 2.docx

b. Tanda Vital

1. Heart rate : 84 x/menit, regular

2. Laju nafas : 23 x/menit, reguler

3. Tekanan darah : Tidak diperiksa

4. Suhu : 36,70 C

5. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

6. Tinggi badan : 135 kg

7. Berat Badan : 14 Kg

7

Page 8: word lapkas 2.docx

c. Status Gizi

BB aktual : 14 Kg

BB Ideal untuk TB actual (CDC WHO 2000) : 25 Kg

Status Gizi (Waterlow) : 14/25 x100% = 56%

Interpretasi : Gizi buruk (56%)

d. Status General

Kepala

Rambut : Hitam, lurus

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), konjungtiva hiperemis (-/-), sklera

ikterik (-/-), pupil bulat (+/+), reflek cahaya (+/+), sekret (-/-) oedema (-)

Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), deviasi septum (-),

pernapasan cuping hidung (-), konka hiperemis (-/-)

Telinga : Bentuk dan ukuran normal, membran timpani intak, hiperemis (-

/-) sekret (-/-) massa (-)

Mulut : Sianosis (-), sariawan (-), beslag (-), karies gigi (+), tonsil dan

faring dalam batas normal

Kulit

Kuning langsat, turgor normal, sianosis (-), ikterik (-) pucat (-)

Leher

Inspeksi : Simetris, luka (-) hiperemis (-)

8

Page 9: word lapkas 2.docx

Palpasi : Perbesaran KGB (-), perbesaran tiroid (-), massa (-)

Thorax

Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi dinding dada (+) luka (-) memar

(-)pernafasandangkal

Palpasi : krepitasi (-/-), massa (-)

Perkusi : redupataupekak (+/+)

Auskultasi : Vesikuler melemah(-/-), rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

Perkusi : Batas atas jantung : ICS III, linea parasternal sinistra

Batas kanan jantung : ICS IV, linea parastesnal dextra

Batas kiri jantung : ICS IV, linea parasternal sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk simetris (+), cembung (+) luka (-)

Palpasi : distensi(+) hepatomegali (+), splenomegali (+),

Perkusi : Timpani (-), asites (-)

Auskultasi : Bising usus normal

Genitalia

Tidak diperiksa

9

Page 10: word lapkas 2.docx

Anus

Tidak Diperiksa

Ekstremitas :

Superior Inferior

AkralDingin -/- -/-

AkralSianosis -/- -/-

Oedem -/- -/-

e. Status Neurologis

1. Tingkat kesadaran : Compos Mentis

2. Reflek Patologis : Negatif

3. Refleks Fisiologis : Normal

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

14 Desember 2015

FUNGSI HATI

Bilirubin total Hasil Nilai Normal

Bilirubin total 0,17 <1,1

Bilirubin direct 0,11 <0,5

SGOT 15 < 38

SGPT 14 < 41

Alkalin fosfatase 153 30-110

10

Page 11: word lapkas 2.docx

Ureum 26 10-50

Creatinin 0,12 <1,3

Urin acid 4,5

14 Desember 2015

PEMERIKSAAN WIDAL

Antigen O Antigen H

Salmonella Thypi 1/320 1/160

Salmonella Parathypi A 1/80 (-)

Salmonella Parathypi B 1/160 (-)

Salmonella Parathypi C 1/320 1/80

15 Desember 2015

HEMATOLOGI KLINIK

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 7,8 g% 12-16

LED (-) <20

Eritrosit 4,8 x 103/mm3 3,8-5,8 x 103/mm3

Leukosit 6,9 x 103/mm3 4-11

Hematokrit 27,6% 37-47

MCV 57 fl 76-96

MCH 162 pg 27-32

MCHC 28,3 g% 30-35

11

Page 12: word lapkas 2.docx

RDW 20,8 % 11-15

Trombosit 687 x 103/mm3 150-450

FOTO POLOS ABDOMEN

2.5 DIAGNOSA BANDING

1. Meconium plug syndrome + Anemia

2. Microcolon + Anemia

3. Sepsis + Anemia

2.6 DIAGNOSA KERJA

12

Page 13: word lapkas 2.docx

Hisprung+ Anemia

2.7 PENATALAKSANAAN

1. IVFD Ringer laktat 10 gtt/i

2. Inject cefotaxime 500 mg/12jam

3. Inject ranitidin ½ amp / 12 jam

4. Kalnex ½ amp / 12 jam

5. Paracetamol sirup 3 x cth 1

6. Asam folat 1x1

2.8 PROGNOSIS

1. Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

2.9 STATUS FOLLOW UP

Tanggal S O A & P Terapi14/12/2015H+2

Perut membesar (+), BAB hitam (+), Pucat (+), hepar dan lien teraba (+)

Sens : CM

HR : 110 x/i

RR : 36 x/i

Temp: 370C

DD: hisprung + anemia

Saran Pemeriksaan:Darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal dan foto polos abdomen,test widal

IVFD ringer laktat 10 tetes/menit

IV Cefotaxime 500 mg/12 jam

IV kalnex 1/2 amp/12 jam

Paracetamol 3xcth 1

Asam folat 1x1

Pasang NGT terbuka

Puasa

13

Page 14: word lapkas 2.docx

Konsul bedah

15/12/2015H+3

Perut membesar (+), BAB hitam (+), konjungtiva pucat (+), kolik abdomen (+)

Sens : CM

HR : 112x/i

RR : 32 x/i

Temp :36,70C

Dx: hisprung + anemia

Saran Pemeriksaan:SDA

Hasil labHb: 7,8

IVFD ringer laktat 10 tetes/menit

IV Cefotaxime 500 mg/12 jam

IV kalnex 1/2 amp/12 jam

Paracetamol 3xcth 1

Asam folat 1x1

Lavement Nacl 100cc + gliserin 2x1

Ranitidin ½ amp / 12 jam

Pasang NGT terbuka

Puasa

Jika tidak membaik lakukan laparatomi

16/12/2015H+4

Distensi abdomen (+)↓, pucat (+), BAB (+), BAK (+), BAB hijau

Sens : CM

HR : 112x/i

RR : 34 x/i

Temp : 36,20C

Dx: hisprung + anemia

Transfusi prc 1x175 cc

Furosemid ½ amp

Cefotaxime 400 mg /

12 jam

17/12/15H+5

Perut kembung (+)↓, BAB berwarna hijau 2x (+), BAK (+), Pucat (+)

HR : 110x/i

RR : 32x/i

Temp : 36,20C

Dx : hisprung + anemia

Saran pemeriksaan : cek Hb post transfusi

NS

Furosemid ½ amp

Cefotaxime 400 mg

PRC 1x175 cc

14

Page 15: word lapkas 2.docx

18/12/15H+6

Perut kembung (+)↓, BAB berwarna kuning kecoklatan (+), stomatitis (+)

HR : 112x/i

RR : 36x/i

Temp : 36,70C

Dx : hisprung + anemia

Hb : 10,4

IVFD ringer laktat 12 gtt/i

IV cefotaxime 400 mg / 12 jam

IV ranitidin ½ amp / 12 jam

constantitia

Laxadine 3x cth 1

PRC 1x125 cc19/12/15H+7

Demam (-), sakit perut (-),perut kembung (+), BAB (+), BAK (+), lemas (-)

HR : 110x/iRR : 34x/iTemp : 36,70C

Dx : hisprung + anemia

IVFD ringer laktat 12 gtt/i

IV cefotaxime 400 mg / 12 jam

Nacl 12 gtt/i

Furosemid ½ amp / 12 jam

Dexametason 1/3 amp / 12 jam

20/12/15H+8

Demam (-), sakit perut (-),perut kembung (+), BAB (+), BAK (+), lemas (-)

HR : 112x/iRR : 36x/iTemp : 360C

Dx : hisprung + anemia

IVFD ringer laktat 12 gtt/i

IV cefotaxime 400 mg / 12 jam

Nacl 12 gtt/i

Furosemid ½ amp / 12 jam

Dexametason 1/3 amp / 12 jam

15

Page 16: word lapkas 2.docx

20/12/15H+9

PBJ

Perut kembung (+)↓, BAB berwarna kehijauan (+), BAK (+) stomatitis (-), demam (-)

HR : 104x/i

RR : 32x/i

Temp : 360C

Dx : hisprung + anemia

IVFD ringer laktat 12gtt/i

IV cefotaxime 600 mg / 12 jam

Laxadine 3xcth 1

constantitia

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel

ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidakadaan ini

16

Page 17: word lapkas 2.docx

menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya

evakuasi usus spontan20

.Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya

sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus13

.

Penyakit Hirschsprung”s (PH) adalah suatu penyakit akibat obstruksi

fungsional yang berupa aganglionis usus, dimulai dari sfingter anal internal ke

arah proximal dengan panjang segmen tertentu, setidak –tidaknya melibatkan

sebagian rektum. Penyakit Hirschprung (PH) dtandai dengan tidak adanya sel

ganglion di pleksus auerbach dan meissner7

.

3.2 Insidensi

Insiden PH pada bayi aterm dan cukup bulan diperkirakan sekitar

1:5000 kelahiran dan lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan

perempuan dengan perbandingan 4:1.Risiko tertinggi terjadinya hisprung

biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga PH dan pada

pasien penderita Down Syndrome11

.

Data Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar

insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran, maka dengan jumlah penduduk di

Indonesia sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan

akan lahir 1400 bayi lahir dengan Penyakit Hirschsprung7

.

3.3 Etiologi

Ada berbagai teori penyebab dari penyakit hirschsprung, dari

berbagai penyebab tersebut yang banyak dianut adalah teori karena

17

Page 18: word lapkas 2.docx

kegagalan sel-sel krista neuralis untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu

bagian saluran cerna bagian bawah termasuk kolon dan rektum. Akibatnya

tidak ada ganglion parasimpatis (aganglion) di daerah tersebut. sehingga

menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga profulsi feses dalam

lumen terlambat serta dapat menimbulkan terjadinya distensi dan

penebalan dinding kolon di bagian proksimal sehingga timbul gejala

obstruktif usus akut, atau kronis tergantung panjang usus yang mengalami

aganglion14

.

3.4 Anatomi dan fisiologi colon

Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior

kiri. 2/3 bagian distal rektumterletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan

1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian

ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang

dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari

usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,

dikelilingi oleh sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur

pasase isi rektum ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,

medial dan depan22

Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf

simapatis (N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan

serabut saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi

usus. Kedua jenis serabut saraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan

muskulus levator ani dipersarafi oleh N. Sakralis III dan IV. Nervus

18

Page 19: word lapkas 2.docx

pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan m.puborektalis. saraf

simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol

oleh N.splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya

dipengaruhi oleh N.pudendalis dan N. Splanknikus pelvik (saraf

parasimpatis)22

.

Sistem saraf otonomik instrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

pleksus auerbach terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal,

pleksus henle terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler, pleksus

meissner terletak di submukosa. Pada penderita penyakit hisprung tidak

dijumpai ganglion pada ketiga pleksus tersebut7

.

3.5 Patofisiologi

Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan

primer dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada

pleksus submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu

segmen kolon atau lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan

atau tidak adanya gerakan tenagapendorong (peristaltik), yang

menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dandistensi usus yang

berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain itu, kegagalan sfingter

anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala klinis adanya

obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan

gas1

.

Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus

yang aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan

19

Page 20: word lapkas 2.docx

obstruksi usus fungsional. Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi

penebalan dan pelebaran dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas

yang banyak. Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi

kraniokaudal pada prekursor sel ganglion sepanjang saluran

gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke-5 dan ke-12. Distensi

dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat distensi pada dinding

usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus

halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada bayi/anak

dengan penyakit Hirschsprung3

.

3.6 Manifestasi Klinis

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.

Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama)

merupakan tanda klinis yang signifikan. Pada lebih dari 90% bayi normal,

mekonium pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih

dari 90% kasus hisprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium

normal berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah

cukup. Distensi abdomen merupakan gejala penting lainnya, yang

merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah. Tidak keluarnya

mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang

signifikan mengarah pada diagnosis PH10

.

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami

kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat

20

Page 21: word lapkas 2.docx

konstipasi. PH dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya fekal

impaction, demam, diare yangmenunjukkan adanya tanda-tanda

enterokolitis, malnutrisi, anemia dan gagal tumbuhkembang (kessman,

2006).Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien

dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala

obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan

pada minggu atau bulan pertama kehidupan (Kartono, 2004).Adanya feses

yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila

telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan

diare  berbau busuk yang dapat berdarah10

.

Enerocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit

hisprung. Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan

invasi bakteri juga translokasi disertai perubahan komponen musim dan

pertahanan mukosa, perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas

prostaglandin E1, infeksi oleh Clostridium difficile atau rotavirus.

Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam

jiwa, yang ditandai dengan demam, muntah berisi cairan empedu, diare

yang menyemprot, distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan

nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan

sepsis dan perforasi7

.

3.7 Pemeriksaan penunjang

Diagnostik pada PH dapat ditegakkan dengan beberapa

pemeriksaan penunjang :

21

Page 22: word lapkas 2.docx

1. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya barium enema

merupakan pemeriksaan diagnostik untuk mendeteksi PH secara dini pada

neonatus. Keberhasilaan pemerikasaan radiologi pasien neonatus sangat

bergantung pada kesadaran dan pengalaman spesialis radiologi pada

penyakit ini, disamping teknik

yang baik dalam memperlihatkan tanda-tanda yang diperlukan untuk penegakkan

diagnosis 9

.

a. Foto polos abdomen

PH pada neonatus cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus letak

rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Gambaran obstruksi usus letak

rendah dapat ditemukan penyakit lain dengan sindrom obstruksi usus letak

rendah, seperti atresia ileum, sindrom sumbatan mekonium, atau sepsis. Pada

pasien bayi dan anak gambaran distensi kolon dan gambaran masa feses lebih

jelas dapat terlihat.1 Selain itu, gambaran foto polos juga menunjukan distensi

usus karena adanya gas17

.

Gambar 3.a. Foto polos abdomen pada noenatus dengan PH.

b. Barium enema

22

Page 23: word lapkas 2.docx

Pemeriksaan barium enema harus dikerjakan pada neonatus dengan

keterlambatanevakuasi mekonium yang disertai dengan distensi abdomen

dan muntah hijau,meskipun dengan pemeriksaan colok dubur gejala dan

tanda-tanda obstruksi usustelah mereda atau menghilang. Tanda klasik

khas untuk PH adalah segmen sempitdari sfingter anal dengan panjang

segmen tertentu, daerah perubahan dari segmensempit ke segmen dilatasi

(zona transisi), dan segmen dilatasi. Hal terpenting dalam foto barium

enema adalah terlihatnya zona transisi. Zona transisi mempunyai 3 jenis

gambaran yang bisa ditemukan pada foto barium

enema yaitu Abrupt, perubahan mendadak; Cone, berbentuk seperti corong atau

kerucut; Funnel, bentuk seperti cerobong9

.

Gambar 3.b. Barium enema penderitaHirschsprung.penyempitan,dilatasi sigmoid.

2. pemeriksaan histopatologi

Standar diagnosis untuk PH adalah pemeriksaan histopatologi yang

dapatdikerjakan dengan open surgery atau biopsi isap rektum. Pada kolon

yang normalmenampilkan adanya sel ganglion pada pleksus mienterik

23

Page 24: word lapkas 2.docx

(Auerbach) dan pleksussub-mukosa (Meissner). Diagnosis histopatologi

PH didasarkan atas absennya selganglion pada kedua pleksus tersebut.

Disamping itu akan terlihat dalam jumlahbanyak penebalan serabut saraf

(parasimpatis). Akurasi pemeriksaan akansemakin tinggi apabila

menggunakan pengecatan immunohistokimiaasetilkolinesterase, suatu

enzim yang banyak ditemukan pada serabut sarafparasimpatis,

dibandingkan dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin eosin

9.

Gambar 3.c. Pengecatan Acetylcholinesterase daribiopsy hisap rectum. Normal rektum menunjukanminimal aktivitas Acetylcholinesterase dari lamina

propia dan ganglion submukosa(puri)

3. Anorectal manometry

Dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit hisprung, gejala yang

ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum

dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah dapat segera dilakukan

dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum 20

24

Page 25: word lapkas 2.docx

Gambar 3.d : gambaran manometri anorekatal,yang memakaibalon berisi udara sebagai transducernya. PadapenderitaHirschsprung (kanan),

tidak terlihat relaksasi sfingter ani.

4. Biopsy rectal

Merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyakit hisprung. Pada

bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan morbiditas minimal karena

menggunakan suction khusus untuk biosy rectum. Untuk pengambilan sampel

biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate dan juga mengambil sampel yang

normal jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik. Metode ini

menggunakan anestesi umu karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih

tebal5

.

3.8 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari penyakit hirschsprung didasarkan pada beberapa

penyakit yang mempunyai gejala obstruksi letak rendah yang mirip penyakit

hirschsprung. Pada neonatal gejala yang mirip dengan penyakit hirschsprung

dapat berupa meconium plug syndrome, stenosis anus, prematuritas, enterokolitis

25

Page 26: word lapkas 2.docx

nekrotikans, dan fisura ani. Sedangkan pada anak-anak yang lebih besar diagnosis

bandingnya dapat berupa konstipasi oleh karena beberapa sebab, stenosis anus,

tumor anorektum, dan fisura anus6

.

3.9 Penatalaksanaan

Penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dilakukan

dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi

untuk menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus atau

pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika

dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan

mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga

keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa tubuh19

.

Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu

tahap pertamadengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan

melakukan operasi definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan

darurat untuk mencegah komplikasidan kematian. Pada tahapan ini

dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkandistensi abdomen dan

akan memperbaiki kondisi pasien. Tahapan kedua adalah dengan

melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang ganglionik

dengan bagian bawah rektum20

.

Terapi untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dapat dilakukan

seperti berikut : berikan diet TKTP rendah,lunak sedikit tapi sering ,

kemudian anjurkan minum hangat / oral higien sebelum makan, pantau BB

tiap 3 hari sekali.

26

Page 27: word lapkas 2.docx

3.10 Komplikasi

Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat

digolongkanatas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan

fungsi sfingter. Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada

penderita penyakit

Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri

dan translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel

neuroendokrin, kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile

atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan

yang sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang

ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi

dan syok4

.

Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi

obstruksi usus letak rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan

sirkulasi darah pada dinding usus, sehingga dinding usus mengalami

iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah terinfeksi oleh kuman, dan

kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari lumen usus, ke

mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga peritoneal

atau terjadi sepsis12

.

3.11 Prognosis

27

Page 28: word lapkas 2.docx

Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat

bergantungpada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum

prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung yang

mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya

sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan saluran

cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian

akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%18

.

28

Page 29: word lapkas 2.docx

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya

sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Penyakit

hisprung merupakan penyakit anomaly congenital yang bila ditegakkan

secara dini dan ditangani secara tepat dapat menghasilkan prognosis yang

baik.Untuk menegakkan diagnosis dapat dilihat dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, gejalaklinis dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis

yang khas pada PH lebih dari90% kasus PH mekonium keluar setelah 24

jam yang diikuti distensi abdomenserta obtipasi kronik yang merupakan

manifestasi obstruksi usus letak rendah.Sedangkan untuk anak yang lebih

besar mempunyai gejala klinis kesulitan makan,distensi abdomen yang

kronis dan ada riwayat konstipasi berulang serta gagaltumbuh kembang.

Pada beberapa bayi yang baru lahir atau yang lebih besar dapattimbul diare

yang menunjukkan adanya enterokolitis yang bila tidak ditanganidapat

menyebabkan kematian. Enterokolitis ini merupakan komplikasi

terseringPH yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare

29

Page 30: word lapkas 2.docx

yang menyemprotserta berbau busuk, distensi abdominal, dehidrasi dan

syok.

Penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dilakukan

dengan pembedahan. Pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi dan

pemberian infus diberikan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit,

dan asam basa tubuh

DAFTAR PUSTAKA

1. Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta :

EGC.

2. Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari

http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober

2010.

3. Corwin, elizabeth J.2000.Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC

4. Dermawan, Deden dkk, 2010, Keperawatan Medikal Bedah Sistem

Pencernaan. Yogyakarta: Goysen Publishing.

5. Gerson KE. Hirschsprung’s Disease in: Ashcraft Pediatric Surgery 5th

edition. Philadelphia. W.B. Saunders Company;2009:p456-475

6. Izadi M, Mansour MF, Jafarshad R, Joukar F, Bagherzadeh AH, Tareh F.

Clinical Manifestations of Hirschsprung’s Disease: A Six Year Course

Review of Admitted Patients in Gilan, Northern Iran. Middle East Journal of

Digestive Diseases. 2009;1:68-73

30

Page 31: word lapkas 2.docx

7. Kartono Darmawan. Penyakit Hirschsprung. Sagung Seto. Jakarta. 2004.

8. Kessman JMD. Hirschsprung Disease: Diagnosis and Management

American Family Physician. 2006;74:1319-1322

9. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital

Anomalies of The Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic

Imaging 10th edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. Page 148-153

10. Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3, Jakarta : Media

Aesulapius FKUI

11. Munahasrini.2012.askep anak dengan hisprung. Disitasi dari

https://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-

hisprung/.

12. Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab.

Jakarta : EGC

13. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC

14. Nurko SMD. Hirschsprung Disease. Center for Motility and Functional

Gastrointestinal Disorders.2007

15. Pasumarthy L and Srour JW. Hirschsprung’s Disease:A Case To Remember.

Practical Gastroenterology. 2008:42-45.

16. Puri P. Hirschsprung’s Disease and Variants in: Pediatric Surgery. London.

Spinger; 2009:page 453-462.

17. Rahman Z, Hannan J, Islam S. Hirschsprung's Disease: Role of Rectal

Suction Biopsy-Data on 216 Specimens. Journal of Indian Association

Pediatric Surgery. 2010;15:56-58.

31

Page 32: word lapkas 2.docx

18. Taylor, M. Cynthia, Sheila Sparks Ralph.2010.Diagnosis Keperawatan

dengan Rencana Asuhan Edisi : 10.Jakarta : EGC.

19. Wansjoer A. Tatalaksana Penyakit hirschsprung. Avalaible :

http://www.surgicaltutor.org.uk/pictures/images/hne&p/hirschsprungs3.jpg.

Acces: 5 januari 2010

20. Warner B.W.2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND

SABISTON TEXTBOOK of SURGERY.17th edition, Elsevier-Saunders.

Philadelphia. Page 2113-2114

21. Wong, Donna L.2003. pedoman klinis keperawatan pediatrik. Sri

Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (alih bahasa) edisi – 4, Jakarta : EGC

22. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Hisprung Disease in :

Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640

32