38
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040 BAB I PENDAHULUAN TETANUS I. TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah 1 . Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi pada laki-laki, kehamilan dengan abortus. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula 2 . Di negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah 3 . Batasan Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran 4 . Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman 1 . 1

LAPKAS ANAK GANES 2.docx

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

BAB I

PENDAHULUAN

TETANUS

I. TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di

masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah1.

Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan

kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi

pada laki-laki, kehamilan dengan abortus. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan

tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula 2. Di

negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah

sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak dijumpai di

sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah 3.

Batasan

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium

tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme),  tanpa disertai gangguan kesadaran 4.

Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin

(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman 1.

Etiologi

Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan

membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic,

dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat

dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan

mengenai luka 5. Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin

yang neurotoksik, dapat larut dan O2 labil 6.

1

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Epidemiologi

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan

cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang

mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi.

Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :

1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.

2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.

3. OMP, caries gigi.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.

5. Penjahitan luka robek yang tidak steril 1.

Patogenesis

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif

bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini

dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah

tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal

dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor

endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf

tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP.

Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi

dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga

mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi

eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada

otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang

makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang.

Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum

yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi

gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran

kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi,

hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang

dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan

2

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf

otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti 3.

Gejala Klinis

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan

kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat

hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat,

dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi,

masa inkubasi makin panjang 2.

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung

hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah

baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :2,3

-Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala

awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga

mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus

masih berlangsung.

-Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus).

Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi

mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar

ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus),

karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.

Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan

tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang.

(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit

bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah

dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan

dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

3

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

-Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang

refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini

bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar.

Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya

berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi

yang lebih sering.

Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat

menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang

belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti

karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan

saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan

penderita tidak dapat menelan 5.

Secara klinis, tetanus dibedakan atas :2, 3,4

1) Tetanus lokal

Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini

dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat

berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%. 2, 3,4

2) Tetanus umum

Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak,

trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat

terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai

kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang

karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut

menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan

opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan

ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh. 2, 3,4

4

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

3) Tetanus sefalik

Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala,

wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini

mempunyai prognosis buruk. 2, 3,4

Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:1,3,4

1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun

dirangsang.

2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.

3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :1,3,4

Grade I: ringan

- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.- Period of onset > 6 hari- Ttrismus positif tapi tidak berat- Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada

Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.

Grade II: sedang

- Masa inkubasi 10-14 hari- Period of onset 3 hari atau kurang- Trismus dan disfagi ada- Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada

Grade III: berat

- Masa inkubasi < 10 hari- Period of onset < 3 hari- Trismus dan disfagia berat

Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.

5

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Komplikasi

1. Laserasi otot

2. Fraktur

3. Eksitasi syaraf simpatis

4. Infeksi sekunder oleh kuman lain

5. Dehidrasi

6. Aspirasi 6.

Langkah Diagnostik

Anamnesis

Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali

pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK),

atau gangren gigi.

Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS.

Pemeriksaan fisik

Adanya kekakuan lokal atau trismus.

Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.

Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit 3.

Diagnosis Banding

1. Infeksi : meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis.

2. Gangguan metabolik : tetani, keracunan strichnin, reaksi fenotiasin.

3. Penyakit SSP : status epileptikus, perdarahan atau tumor.

4. Gangguan psikiatri : histeria 6.

6

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Tatalaksana

Terapi dasar tetanus :

Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi

Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau

Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam

Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.

Imunisasi aktif-pasif

Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus

bisa diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin

(HTIG)   3000-6000 IU i.m.

Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi

Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik

(titrasi) :

Bila datang dengan kejang diberi diazepam :

neonatus bolus 5 mg iv

anak bolus 10 mg iv

Dosis rumatan maximal :

anak 240 mg/hari

neonatus 120 mg/hari

Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan

dengan  bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480

mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.

Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol

cairan infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari)

Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat,

bilamana ada gangguan saraf otonom.

7

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Perawatan luka atau port d’entree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan

pembuangan jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant), sebaiknya

dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsi.

Terapi suportif

Bebaskan jalan nafas

Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan

posisi pasien)

Pemberian oksigen

Perawatan dengan stimulasi minimal

Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik,

asal tidak memperkuat kejang

Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum

Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang

Diberikan pengobatan tetanus dasar

Tetanus sedang

Terapi dasar tetanus

Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)

Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.

Tetanus berat/sangat berat

Terapi dasar seperti di atas

Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi

Balans cairan dimonitor secara ketat.

Apabila spasme sangat hebat (tetanus  berat), perlu ventilasi mekanik dengan

pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan

tiap 2-3 jam.

Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti

propanolol/a dan b- blocker labetalol 3.

8

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Pencegahan

1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya

jaringan mati dan nanah.

2. Pemberian ATS profilaksis.

3. Imunisasi aktif.

4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu

persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali

pusat.

5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan

lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan

lanjutan 1.

I. Imunisasi aktif

   a.  Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,

ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).

   b.  Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita

usia subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT  lifelong-card).

II. Pencegahan pada luka

Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang

Luka ringan dan bersih

-       Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin

-       Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.

·        Luka sedang/berat dan kotor

-       Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau  tetanus imunoglobulin 250-

500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.

-       Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U,

tetanus imunoglobulin 250-500 U 3.

9

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Monitoring

I.  Sekuele

Spasme berkurang setelah 2-3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung

lebih lama.

Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6-8 minggu pada kasus yang berat.

Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung

selama 1-2 minggu.

II. Tumbuh Kembang

Infeksi tetanus pada anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak

mengganggu tumbuh kembang anak.

Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang oleh

karena hipoksia yang berat 3.

 

10

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : S.D.

Usia : 1 Tahun 8 Bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 3 – 12 – 2012

Agama : Islam

Suku bangsa : Indonesia

Tanggal masuk : 30 – 8 – 2013

No Rekam Medis : 000003358

II. IDENTITAS ORANGTUA

Nama ibu : Ny. A

Usia : 29 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Nama Ayah : Tn. M

Usia : 30 tahun

Pekerjaan : Karyawan Swasta

III. ANAMNESA

Alloanamnesa (Ibu kandung pasien)

KELUHAN UTAMA : kejang berulang sejak satu hari SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke UGD RSUS dengan keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang

selama 10 menit dengan mata keatas dan badan yang kaku. Pasien langsung dibawa ke

UGD RSUS dan diberi stesolid melewati dubur. Setelah itu pasien dipulangkan namun

disarankan untuk kontrol lagi besok ke poli THT karena memiliki riwayat keluar cairan

hijau kekuningan dari kedua telinga dan ke poli anak untuk konsul. Besoknya tanggal

11

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

30 – 8 – 2013 , pasien mengalami kejang lagi diluar poli dan langsung dibawa ke UGD

dan diberikan stesolid lagi, namun pasien mengalami kejang lagi dan disertai dengan

bradycardia dan apnea. Kejang berlangsung selama 10 menit. Saat kejang leher-rahang

kaku, mata melirik keatas, badan kaku melengkung ke belakang, dan bibir yang

membiru. Pasien diberi tindakan resusitasi oleh dokter anak dan mengalami perbaikan.

Menurut ibu pasien awalnya pasien mengeluhkan demam dan rahang yang kaku disertai

nyeri semenjak 2 hari SMRS. Pasien juga sering mengalami memiliki riwayat keluar

cairan hijau kekuningan dari kedua telinga yang hilang timbul semenjak 4 bulan SMRS,

namun sejak 1 minggu SMRS pasien kembali mengeluhkan keluarnya cairan hijau

kekuningan dari kedua telinganya. Pasien sedang tidak mengeluhkan batuk, pilek,

mual, muntah, mencret, dan sesak nafas. Menurut ibu pasien, pasien mengalami

penurunan nafsu makan sejak 2 hari SMRS karena rahangnya yang kaku dan nyeri.

BAB dan BAK pasien normal.

RIWAYAT PENGOBATAN SEBELUMNYA

Pasien belum berobat untuk penyakitnya yang sekarang, dan belum pernah

dirawat di rumah sakit sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya

Riwayat cabut gigi disangkal

Riwayat luka karena trauma atau digigit hewan disangkal

Pasien sering mengalami OMSK sejak 4 bulan yang hilang timbul (muncul sekret

berwarna hijau kuning, dan bau dari kedua telinga)

Pasien sering mengalami batuk dan pilek sejak usia 1 tahun yang hilang timbul

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang

Tidak ada penyakit keturunan

12

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

RIWAYAT KEHAMILAN

Pasien lahir cukup bulan ditolong oleh dokter, langsung menangis, berat badan

waktu lahir 2200 gram, panjang badan 44 cm. Selama hamil ibu pasien tidak ada

keluhan dan kontrol ke bidan + 4x, tetapi tidak pernah mendapat suntikan toksoid

tetanus; pasien tidak mendapat imunisasi lengkap. Pasien adalah anak pertama, ibunya

sebagai ibu rumah tangga berumur 29 tahun, tamat SMA. Ayahnya seorang karyawan

swasta berusia 30 tahun, tamat SMA.

RIWAYAT NUTRISI

0 – 6 bln : ASI eksklusif 

6 bln – 10 bln : ASI, bubur halus (nasi tim yang dihaluskandengan sayur dan lauk

tempe, tahu, ikan dan ayam jarang) 2kali sehari, kadang dihabiskan, kadang tidak

10 bln – 12 bulan : ASI, bubur kasar (nasi tim yang dihaluskan

sedikit tapi agak kasar + sop+ tahu+ tempe+ ayam jarang)3 kali

sehari, dihabiskan.

12 bulan- sekarang : menu keluarga (nasi dengan lauktempe/ tahu/ telor goreng/

ayam tapi jarang) 3 kali seharidihabiskan

RIWAYAT IMUNISASI

VAKSIN

DASAR ULANGAN

I II III IV V VI

BCG          

DTP      

POLIO ✔      

CAMPAK          

HEPATITIS B ✔      

HiB      

Keterangan :

- Pasien hanya diberi imunisasi saat setelah lahir karena menurut ibu pasien,

pasien sering sakit batuk, pilek, dan demam

13

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

Motorik Kasar Mengangkat kepala : 3 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Merangkak dan Duduk : 6 bulan

Berdiri sendiri: 9 bulan

Jalan : 12 bulan

Melompat : belum bisa

Motorik Halus Tertawa : 3 bulan

Memegang Benda : 3 bulan

Menggambar : 1 tahun

Mulai makan sendiri : 1,5 tahun

Bicara Bicara tidak jelas: 9 bulan

Menirukan kata-kata : 1 tahun

Mulai panggil ibu : 1 tahun

Mulai bercerita : belum bisa

Menyebut nama lengkap anak : belum bisa

Sosial dan kemandirian Melambaikan tangan: 11 bulan

Bermain dengan anak seusianya : 1,5 tahun

Berpakaian sendiri : belum bisa

Berani BAK/BAB sendiri : belum bisa

IV. PEMERIKSAAN FISIK (30 – 8 – 2013)

Kadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : GCS = E4 V2 M6

Tanda vital :

Nadi : 118 kali/menit, teratur, isi kuat.

Nafas : 24 kali/menit, teratur, kedalaman cukup, tidak ada retraksi.

Suhu : 38,6ºC

14

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Status Gizi

BB : 9 Kg TB : 83 Cm BB/U : 9/11,4 x 100 : 78 % TB/U : 83/82x100 : 101 % BB/TB: 9/11,6x100 : 77%

15

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

STATUS GENERALIS

a. Kepala : Normocephal, deformitas (-), ubun-ubun tertutup

b. Mata : Edema palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva

anemis (-/-), Pupil isokor, Refleks cahaya (+/+)

c. Telinga : Sekret hijau kekuningan, bau dari kedua telinga

d. Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-)

e. Mulut : Bibir kering(-), lidah kotor (-), trismus (+)

f. Wajah : Terlihat kaku dan menyeringai

g. Tenggorokan : Tidak hiperemis

h. Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

i. Otot : Kekakuan di punggung, perut, dan leher

j. Thoraks : Simetris

Cor Hasil Pemeriksaan

Inspeksi Ictus cordis tidak tampak

Auskultasi Bunyi jantung I-II regular, Murmur(-), Gallop (-).

Pulmo Depan Belakang

Inspeksi Simetris,

Ketinggalan gerak (-)

Retraksi intercostae (-)

Simetris,

Ketinggalan gerak (-)

Retraksi intercostae (-)

Palpasi Gerak dada simetris

Fremitus normal

Gerak dada simetris

Fremitus normal

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi vesikuler (+/+)

Wh (-/-), Rh (-/-)

vesikuler (+/+)

Wh (-/-), Rh (-/-)

k. Abdomen :

Abdomen Hasil pemeriksaan

Inspeksi Permukaan perut sama tinggi dengan permukaan

dada, darm contour (-), darm steifung (-)

Auskultasi Peristaltik (+)

Palpasi Tegang, nyeri tekan (-)

Perkusi Tympani

16

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

l. Ekstremitas :

Supor dextra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)

Supor sinistra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)

Infor dextra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)

Infor sinistra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)

STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran : Kesan somnolen, E4M6V2

Sikap tubuh : Telentang Cara berjalan : Tidak dapat dinilai

GEJALA RANGSANG MENINGEAL

Kaku kuduk : (-) Kernig : (-) / (-) Laseque : (-) / (-) Brudzinsky I : (-) / (-) Brudzinsky II : (-) / (-)

NERVI CRANIALIS Dextra Sinistra

N I. Olfaktorius : Tidak dapat dinilai

N II. OptikusKetajaman pengelihatan : Tidak dapat dinilaiLapang pandang : Tidak dapat dinilai

N III. Occulomotorius/ N IV. Trochlearis /N VI. AbduscenPtosis : (-) (-)Strabismus : (-) (-)Nistagmus : (-) (-)Exopthalmus : (-) (-)Gerakan bola mata

Lateral : Normal NormalMedial : Normal NormalAtas medial : Normal NormalBawah medial : Normal NormalAtas : Normal NormalBawah : Normal Normal

PupilUkuran : 2 mm 2 mmBentuk : BulatIso/anisokor : Isokor

17

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Posisi : Sentral SentralReflek cahaya : (+) (+)

N V. Trigeminus

Menggigit : Tidak dapat dinilaiTrismus : (+) (+)Sensibilitas V1 : Tidak dapat dinilai

V2 : Tidak dapat dinilai V3 : Tidak dapat dinilai

Reflek kornea : (+) (+)

N VII. Fasialis

Motorik Mengerutkan dahi : Kesan Simetris Mengerutkan alis : Kesan Simetris Menutup mata : Kesan Simetris Meringis : Kesan Simetris Menggembungkan pipi : Kesan Simetris Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan

N VIII. Vestibulocochlearis

Mendengan suara gesekan jari tangan : (+) (+)Tes swabach : Tidak dilakukanTes rinne : Tidak dilakukanTes webber : Tidak dilakukan

N IX. Glosopharingeus

Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukanMenelan : Pasien mengalami kesulitan menelan

N X. Vagus

Refleks muntah : Tidak dilakukanLetak uvula : Tidak dapat dilakukan

N XI. Accesorius

Memalingkan kepala : SimetrisSikap bahu : SimetrisMengangkat bahu : SimetrisN XII. Hipoglosus

Menjulurkan lidah : Simetris

18

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Atrofi lidah : (-)Fasikulasi : (-)

SISTEM MOTORIK

Kekuatan : 5555 5555

5555 5555

Tonus : Hipertonus Hipertonus

Hipertonus Hipertonus

SISTEM REFLEKS

Refleks fisiologisRefleks Tendon

Biseps : (+) (+) Triseps : (+) (+) Patella : (+) (+) Achilles : (+) (+)

Refleks patologis Hoffman trommer : (-) (-) Babinski : (-) (-) Chaddock : (-) (-) Openheim : (-) (-) Gordon : (-) (-) Schaefer : (-) (-) Klonus paha : (-) (-) Klonus kaki : (-) (-)

SISTEM SENSIBILITAS

Eksteroseptif Nyeri : (+) (+) Suhu : Tidak dilakukan Taktil : Tidak dilakukan

Proprioseptif Vibrasi : Tidak dilakukan Posisi : Tidak dilakukan

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN

Tes Romberg : Tidak dapat dilakukan Tes telunjuk hidung : Tidak dapat dilakukan Tes telunjuk telunjuk : Tidak dapat dilakukan

19

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 11,10 gr/dL 10,8-12,8 gr/dL

Eritrosit 4,4 x10^3/µL 3,6-5,2 µL

Ht 38,3 % 35-43 %

Leukosit 18,33 x10^3/µL 5,5-15,5 µL

Trombosit 359.000 µL 150-450 µL

Basofil 0 % 0-1 %

Eosinofil 0 % 1-3 %

Netrofil segmen 90 % 50-70 %

Neutrofil batang 3 % 2-6 %

Limfosit 3 % 20-40 %

ELEKTROLYTE RESULT REFERENCE RANGESodium 136 137-145 mmol/L

Potasium 3.3 3.6-5.0 mmol/LChloride 109 98-107 mmol/L

VI. DIAGNOSIS

Tetanus Umum grade III

OMSK

Gizi Kurang

Belum pernah diimunisasi Tetanus

VII. RESUME

Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang selama 10

menit dengan mata keatas dan badan yang kaku. Pasien langsung dibawa ke UGD

RSUS dan diberi stesolid supp. Setelah itu pasien dipulangkan namun disarankan

untuk kontrol lagi besok ke poli THT karena memiliki riwayat OMSK dan ke poli

anak untuk konsul. Besoknya tanggal 30 – 8 – 2013 , pasien mengalami kejang lagi

diluar poli dan langsung dibawa ke UGD dan diberikan stesolid lagi, namun pasien

mengalami kejang lagi dan disertai dengan bradycardia dan apnea. Kejang

20

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

berlangsung selama 10 menit. Saat kejang leher-rahang kaku, mata melirik keatas,

badan kaku melengkung ke belakang, dan bibir yang membiru. Pasien diberi tindakan

RJP oleh dokter anak dan mengalami perbaikan. Menurut ibu pasien awalnya pasien

mengeluhkan demam dan rahang yang kaku disertai nyeri semenjak 2 hari SMRS.

Pasien juga sering mengalami OMSK yang hilang timbul semenjak 3 bulan SMRS,

namun sejak 1 minggu SMRS OMSK pasien kambuh. Menurut ibu pasien, pasien

mengalami penurunan nafsu makan sejak 2 hari SMRS karena rahangnya yang kaku

dan nyeri. BAB dan BAK pasien normal.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit

berat dengan kesadaran Composmentis, GCS E4M6V2. Dari pemeriksaan tanda vital

pasien demam dengan suhu 38,6 ºC, nadi normal, dan pernafasan 24x/menit. Pada

pemeriksaan dijumpai gejala trismus, opistotonus, perut papan dan kejang umum.

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan tonus otot yang meningkat di keempat

ekstermitas. Pada hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan Leukosit

sebesar 18,33 x10^3/µL, dan peningkatan Neutrofil segmen menjadi 90%.

Diagnosis dari Pasien ini adalah tetanus umum akibat OMSK di telinga kiri

dan kanan yang merupakan tempat masuk kuman (port d'entree). Faktor risiko pada

kasus ini ialah tidak diimunisasi lengkap. Fasilitas kesehatan yang ada tidak

dimanfaatkan karena ketidaktahuan manfaat imunisasi. Penyakit ini merupakan

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

VIII. TATALAKSANA

Cairan

- RL 500 ml/12 jam Loading

- KaEn 1B 500 ml/24 jam

Medikamentosa

- Antikonvulsan

· Diazepam bolus 10 mg iv, Dosis rumatan maximal : 240 mg/hari

- ATS 50.000 IM

- Antibiotik (diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi)

· Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam

· Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg

BB tiap 6 jam

- Antipiretik

21

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

· Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali (oral), diberikan bila suhu >380C,

setiap 4 jam

Non-medikamentosa

- Diet dengan gizi tinggi kalori dan protein yang bertujuan meningkatkan

daya tahan tubuh pasien.

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad functionam : bonam

Ad sanationam : bonam

FOLLOW UP

Tanggal Keterangan

30 Agustus 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang, keluar cairan kuning dari telinga, demam (+)O : KU : tampak sakit sedang TD : 90/60 mmHg RR : 28 x/mntN : 110 x/mnt S : 37,5 ºC

St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : sekret hijau kekuningan dari kedua

telinga- Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, tegang, nyeri tekan (-),

BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik

St Neurologi- Kesadaran : E4M5V5 = 14 (pasien gelisah)- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal

Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus

Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +

A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :

- Diazepam 2 mg IV /4 jam - Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 150 mg

22

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

- ATS 50.000 IU IM single dose- ATS 50.000 IU IV single dose

31 Agustus 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang, keluar cairan kuning dari telinga.O : KU : tampak sakit sedang TD : 90/70 mmHg RR : 24 x/mntN : 120 x/mnt S : 36,5 ºC

St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : sekret hijau kekuningan dari kedua

telinga- Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, tegang, nyeri tekan (-),

BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik

St Neurologi- Kesadaran : E4M5V5 = 15 (pasien gelisah)- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal

Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus

Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +

A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :

- Diazepam 2 mg IV / 6 jam - Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 75 mg IV

1 September 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang.O : KU : tampak sakit sedang TD : 90/60 mmHg RR : 26 x/mntN : 100 x/mnt S : 36,8 ºC

St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : dBn- Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, tegang, nyeri tekan (-),

BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik

St Neurologi- Kesadaran : E4M6V5 = 15- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal

23

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus

Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +

A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :

- Diazepam 2 mg IV / 6 jam - Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 75 mg IV

2 September 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang.O : KU : tampak sakit sedang TD : 100/70 mmHg RR : 22 x/mntN : 110 x/mnt S : 36,9 ºC

St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : dBn - Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, Supel, Nyeri tekan (-), BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik

St Neurologi- Kesadaran : E4M6V5 = 15- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal

Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus

Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +

A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :

- Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 75 mg IV

BAB III

ANALISA

24

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Pada kasus ini terdapat kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang berlangsung selama 10

menit. Saat kejang leher-rahang kaku, mata melirik keatas, badan kaku melengkung ke

belakang, dan bibir yang membiru. Pada anamnesa dengan ibu pasien diketahui bahwa pasien

tidak pernah melakukan vaksin terhadap tetanus dan juga semenjak 3 bulan SMRS pasien

menderita OMSK yang merupakan tempat masuk kuman (port d'entree). Kedua hal tersebut

merupakan faktor resiko untuk infeksi tetanus pada kasus ini. Pada pemeriksaan dijumpai

gejala trismus, opistotonus, dan perut papan. Gejala-gejala tersebut merupakan tanda dari

suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani.

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan tonus otot yang meningkat di keempat

ekstermitas. Pada hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan Leukosit sebesar

18,33 x10^3/µL, dan peningkatan Neutrofil segmen menjadi 90%.

Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :

Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan

gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa

penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita

selama infeksi tetanus masih berlangsung.

Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah

(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat

sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali.

Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat

menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.

Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri.

Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke

belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat

dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami

tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang

terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

25

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah

kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot.

Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena

adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan

sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama

akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.

Hasil dari pemeriksaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pasien ini

menderita Tetanus Umum dan OMSK.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2001.p. 49- 51.

26

LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040

2. Lubis, U.N. Tetanus Lokal pada Anak. 2008. Available at: 

www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. (Accesed : October 16th 2013).

3. Ismoedjianto, Darmowando. Tetanus. 2006. Available at: 

www.pediatrik.com. (Accesed : 16th Ocobert 2013)

4. Mardjono, Mahar. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004.p. 322-323.

5. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier Saunders;

2005. p. 106-113.

6. Suraatmaja, S, Soetjiningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP

Sanglah. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayana; 2000.p.211-214

27