Upload
simon-ganesya-rahardjo
View
40
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
BAB I
PENDAHULUAN
TETANUS
I. TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di
masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah1.
Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan
kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi
pada laki-laki, kehamilan dengan abortus. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan
tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula 2. Di
negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah
sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak dijumpai di
sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah 3.
Batasan
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium
tetani, dengan tanda utama kekakuan otot (spasme), tanpa disertai gangguan kesadaran 4.
Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman 1.
Etiologi
Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan
membentuk spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic,
dan jaringan tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat
dalam kotoran hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan
mengenai luka 5. Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin
yang neurotoksik, dapat larut dan O2 labil 6.
1
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang
mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi.
Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.
3. OMP, caries gigi.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril 1.
Patogenesis
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif
bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini
dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah
tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal
dan neuromuscular junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor
endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf
tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi
dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga
mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi
eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada
otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang
makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang.
Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum
yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi
gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran
kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi,
hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang
dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan
2
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf
otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti 3.
Gejala Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan
kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat
hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat,
dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi,
masa inkubasi makin panjang 2.
Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung
hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah
baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :2,3
-Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala
awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga
mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus
masih berlangsung.
-Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus).
Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi
mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar
ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus),
karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.
Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan
tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang.
(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit
bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah
dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan
dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
3
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
-Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang
refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini
bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar.
Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya
berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi
yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat
menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang
belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti
karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan
saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan
penderita tidak dapat menelan 5.
Secara klinis, tetanus dibedakan atas :2, 3,4
1) Tetanus lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini
dapat terjadi selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat
berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%. 2, 3,4
2) Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak,
trismus merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat
terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai
kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang
karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut
menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan
opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan
ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh. 2, 3,4
4
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
3) Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala,
wajah atau otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini
mempunyai prognosis buruk. 2, 3,4
Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:1,3,4
1. Tetanus ringan : Trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun
dirangsang.
2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.
3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :1,3,4
Grade I: ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.- Period of onset > 6 hari- Ttrismus positif tapi tidak berat- Sukar makan dan minum tetapi disfagi tidak ada
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II: sedang
- Masa inkubasi 10-14 hari- Period of onset 3 hari atau kurang- Trismus dan disfagi ada- Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada
Grade III: berat
- Masa inkubasi < 10 hari- Period of onset < 3 hari- Trismus dan disfagia berat
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.
5
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Komplikasi
1. Laserasi otot
2. Fraktur
3. Eksitasi syaraf simpatis
4. Infeksi sekunder oleh kuman lain
5. Dehidrasi
6. Aspirasi 6.
Langkah Diagnostik
Anamnesis
Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali
pusat yang tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK),
atau gangren gigi.
Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS.
Pemeriksaan fisik
Adanya kekakuan lokal atau trismus.
Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.
Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit 3.
Diagnosis Banding
1. Infeksi : meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis.
2. Gangguan metabolik : tetani, keracunan strichnin, reaksi fenotiasin.
3. Penyakit SSP : status epileptikus, perdarahan atau tumor.
4. Gangguan psikiatri : histeria 6.
6
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Tatalaksana
Terapi dasar tetanus :
Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi
Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau
Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam
Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.
Imunisasi aktif-pasif
Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus
bisa diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin
(HTIG) 3000-6000 IU i.m.
Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.
Anti konvulsi
Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik
(titrasi) :
Bila datang dengan kejang diberi diazepam :
neonatus bolus 5 mg iv
anak bolus 10 mg iv
Dosis rumatan maximal :
anak 240 mg/hari
neonatus 120 mg/hari
Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan
dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480
mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.
Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol
cairan infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari)
Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat,
bilamana ada gangguan saraf otonom.
7
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Perawatan luka atau port d’entree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan
pembuangan jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant), sebaiknya
dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsi.
Terapi suportif
Bebaskan jalan nafas
Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan
posisi pasien)
Pemberian oksigen
Perawatan dengan stimulasi minimal
Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik,
asal tidak memperkuat kejang
Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum
Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
Tetanus ringan dan sedang
Diberikan pengobatan tetanus dasar
Tetanus sedang
Terapi dasar tetanus
Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)
Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.
Tetanus berat/sangat berat
Terapi dasar seperti di atas
Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi
Balans cairan dimonitor secara ketat.
Apabila spasme sangat hebat (tetanus berat), perlu ventilasi mekanik dengan
pankuronium bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan
tiap 2-3 jam.
Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti
propanolol/a dan b- blocker labetalol 3.
8
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Pencegahan
1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya
jaringan mati dan nanah.
2. Pemberian ATS profilaksis.
3. Imunisasi aktif.
4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu
persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali
pusat.
5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan
lingkungan serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan
lanjutan 1.
I. Imunisasi aktif
a. Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,
ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).
b. Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita
usia subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT lifelong-card).
II. Pencegahan pada luka
Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang
Luka ringan dan bersih
- Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin
- Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.
· Luka sedang/berat dan kotor
- Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau tetanus imunoglobulin 250-
500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.
- Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U,
tetanus imunoglobulin 250-500 U 3.
9
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Monitoring
I. Sekuele
Spasme berkurang setelah 2-3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung
lebih lama.
Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6-8 minggu pada kasus yang berat.
Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung
selama 1-2 minggu.
II. Tumbuh Kembang
Infeksi tetanus pada anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak
mengganggu tumbuh kembang anak.
Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang oleh
karena hipoksia yang berat 3.
10
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : S.D.
Usia : 1 Tahun 8 Bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 3 – 12 – 2012
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Tanggal masuk : 30 – 8 – 2013
No Rekam Medis : 000003358
II. IDENTITAS ORANGTUA
Nama ibu : Ny. A
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Nama Ayah : Tn. M
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
III. ANAMNESA
Alloanamnesa (Ibu kandung pasien)
KELUHAN UTAMA : kejang berulang sejak satu hari SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke UGD RSUS dengan keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang
selama 10 menit dengan mata keatas dan badan yang kaku. Pasien langsung dibawa ke
UGD RSUS dan diberi stesolid melewati dubur. Setelah itu pasien dipulangkan namun
disarankan untuk kontrol lagi besok ke poli THT karena memiliki riwayat keluar cairan
hijau kekuningan dari kedua telinga dan ke poli anak untuk konsul. Besoknya tanggal
11
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
30 – 8 – 2013 , pasien mengalami kejang lagi diluar poli dan langsung dibawa ke UGD
dan diberikan stesolid lagi, namun pasien mengalami kejang lagi dan disertai dengan
bradycardia dan apnea. Kejang berlangsung selama 10 menit. Saat kejang leher-rahang
kaku, mata melirik keatas, badan kaku melengkung ke belakang, dan bibir yang
membiru. Pasien diberi tindakan resusitasi oleh dokter anak dan mengalami perbaikan.
Menurut ibu pasien awalnya pasien mengeluhkan demam dan rahang yang kaku disertai
nyeri semenjak 2 hari SMRS. Pasien juga sering mengalami memiliki riwayat keluar
cairan hijau kekuningan dari kedua telinga yang hilang timbul semenjak 4 bulan SMRS,
namun sejak 1 minggu SMRS pasien kembali mengeluhkan keluarnya cairan hijau
kekuningan dari kedua telinganya. Pasien sedang tidak mengeluhkan batuk, pilek,
mual, muntah, mencret, dan sesak nafas. Menurut ibu pasien, pasien mengalami
penurunan nafsu makan sejak 2 hari SMRS karena rahangnya yang kaku dan nyeri.
BAB dan BAK pasien normal.
RIWAYAT PENGOBATAN SEBELUMNYA
Pasien belum berobat untuk penyakitnya yang sekarang, dan belum pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya
Riwayat cabut gigi disangkal
Riwayat luka karena trauma atau digigit hewan disangkal
Pasien sering mengalami OMSK sejak 4 bulan yang hilang timbul (muncul sekret
berwarna hijau kuning, dan bau dari kedua telinga)
Pasien sering mengalami batuk dan pilek sejak usia 1 tahun yang hilang timbul
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat kejang
Tidak ada penyakit keturunan
12
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
RIWAYAT KEHAMILAN
Pasien lahir cukup bulan ditolong oleh dokter, langsung menangis, berat badan
waktu lahir 2200 gram, panjang badan 44 cm. Selama hamil ibu pasien tidak ada
keluhan dan kontrol ke bidan + 4x, tetapi tidak pernah mendapat suntikan toksoid
tetanus; pasien tidak mendapat imunisasi lengkap. Pasien adalah anak pertama, ibunya
sebagai ibu rumah tangga berumur 29 tahun, tamat SMA. Ayahnya seorang karyawan
swasta berusia 30 tahun, tamat SMA.
RIWAYAT NUTRISI
0 – 6 bln : ASI eksklusif
6 bln – 10 bln : ASI, bubur halus (nasi tim yang dihaluskandengan sayur dan lauk
tempe, tahu, ikan dan ayam jarang) 2kali sehari, kadang dihabiskan, kadang tidak
10 bln – 12 bulan : ASI, bubur kasar (nasi tim yang dihaluskan
sedikit tapi agak kasar + sop+ tahu+ tempe+ ayam jarang)3 kali
sehari, dihabiskan.
12 bulan- sekarang : menu keluarga (nasi dengan lauktempe/ tahu/ telor goreng/
ayam tapi jarang) 3 kali seharidihabiskan
RIWAYAT IMUNISASI
VAKSIN
DASAR ULANGAN
I II III IV V VI
BCG
DTP
POLIO ✔
CAMPAK
HEPATITIS B ✔
HiB
Keterangan :
- Pasien hanya diberi imunisasi saat setelah lahir karena menurut ibu pasien,
pasien sering sakit batuk, pilek, dan demam
13
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Motorik Kasar Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak dan Duduk : 6 bulan
Berdiri sendiri: 9 bulan
Jalan : 12 bulan
Melompat : belum bisa
Motorik Halus Tertawa : 3 bulan
Memegang Benda : 3 bulan
Menggambar : 1 tahun
Mulai makan sendiri : 1,5 tahun
Bicara Bicara tidak jelas: 9 bulan
Menirukan kata-kata : 1 tahun
Mulai panggil ibu : 1 tahun
Mulai bercerita : belum bisa
Menyebut nama lengkap anak : belum bisa
Sosial dan kemandirian Melambaikan tangan: 11 bulan
Bermain dengan anak seusianya : 1,5 tahun
Berpakaian sendiri : belum bisa
Berani BAK/BAB sendiri : belum bisa
IV. PEMERIKSAAN FISIK (30 – 8 – 2013)
Kadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : GCS = E4 V2 M6
Tanda vital :
Nadi : 118 kali/menit, teratur, isi kuat.
Nafas : 24 kali/menit, teratur, kedalaman cukup, tidak ada retraksi.
Suhu : 38,6ºC
14
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Status Gizi
BB : 9 Kg TB : 83 Cm BB/U : 9/11,4 x 100 : 78 % TB/U : 83/82x100 : 101 % BB/TB: 9/11,6x100 : 77%
15
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
STATUS GENERALIS
a. Kepala : Normocephal, deformitas (-), ubun-ubun tertutup
b. Mata : Edema palpebra (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), Pupil isokor, Refleks cahaya (+/+)
c. Telinga : Sekret hijau kekuningan, bau dari kedua telinga
d. Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-)
e. Mulut : Bibir kering(-), lidah kotor (-), trismus (+)
f. Wajah : Terlihat kaku dan menyeringai
g. Tenggorokan : Tidak hiperemis
h. Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
i. Otot : Kekakuan di punggung, perut, dan leher
j. Thoraks : Simetris
Cor Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Auskultasi Bunyi jantung I-II regular, Murmur(-), Gallop (-).
Pulmo Depan Belakang
Inspeksi Simetris,
Ketinggalan gerak (-)
Retraksi intercostae (-)
Simetris,
Ketinggalan gerak (-)
Retraksi intercostae (-)
Palpasi Gerak dada simetris
Fremitus normal
Gerak dada simetris
Fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi vesikuler (+/+)
Wh (-/-), Rh (-/-)
vesikuler (+/+)
Wh (-/-), Rh (-/-)
k. Abdomen :
Abdomen Hasil pemeriksaan
Inspeksi Permukaan perut sama tinggi dengan permukaan
dada, darm contour (-), darm steifung (-)
Auskultasi Peristaltik (+)
Palpasi Tegang, nyeri tekan (-)
Perkusi Tympani
16
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
l. Ekstremitas :
Supor dextra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
Supor sinistra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
Infor dextra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
Infor sinistra Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Kesan somnolen, E4M6V2
Sikap tubuh : Telentang Cara berjalan : Tidak dapat dinilai
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk : (-) Kernig : (-) / (-) Laseque : (-) / (-) Brudzinsky I : (-) / (-) Brudzinsky II : (-) / (-)
NERVI CRANIALIS Dextra Sinistra
N I. Olfaktorius : Tidak dapat dinilai
N II. OptikusKetajaman pengelihatan : Tidak dapat dinilaiLapang pandang : Tidak dapat dinilai
N III. Occulomotorius/ N IV. Trochlearis /N VI. AbduscenPtosis : (-) (-)Strabismus : (-) (-)Nistagmus : (-) (-)Exopthalmus : (-) (-)Gerakan bola mata
Lateral : Normal NormalMedial : Normal NormalAtas medial : Normal NormalBawah medial : Normal NormalAtas : Normal NormalBawah : Normal Normal
PupilUkuran : 2 mm 2 mmBentuk : BulatIso/anisokor : Isokor
17
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Posisi : Sentral SentralReflek cahaya : (+) (+)
N V. Trigeminus
Menggigit : Tidak dapat dinilaiTrismus : (+) (+)Sensibilitas V1 : Tidak dapat dinilai
V2 : Tidak dapat dinilai V3 : Tidak dapat dinilai
Reflek kornea : (+) (+)
N VII. Fasialis
Motorik Mengerutkan dahi : Kesan Simetris Mengerutkan alis : Kesan Simetris Menutup mata : Kesan Simetris Meringis : Kesan Simetris Menggembungkan pipi : Kesan Simetris Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Tidak dilakukan
N VIII. Vestibulocochlearis
Mendengan suara gesekan jari tangan : (+) (+)Tes swabach : Tidak dilakukanTes rinne : Tidak dilakukanTes webber : Tidak dilakukan
N IX. Glosopharingeus
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukanMenelan : Pasien mengalami kesulitan menelan
N X. Vagus
Refleks muntah : Tidak dilakukanLetak uvula : Tidak dapat dilakukan
N XI. Accesorius
Memalingkan kepala : SimetrisSikap bahu : SimetrisMengangkat bahu : SimetrisN XII. Hipoglosus
Menjulurkan lidah : Simetris
18
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Atrofi lidah : (-)Fasikulasi : (-)
SISTEM MOTORIK
Kekuatan : 5555 5555
5555 5555
Tonus : Hipertonus Hipertonus
Hipertonus Hipertonus
SISTEM REFLEKS
Refleks fisiologisRefleks Tendon
Biseps : (+) (+) Triseps : (+) (+) Patella : (+) (+) Achilles : (+) (+)
Refleks patologis Hoffman trommer : (-) (-) Babinski : (-) (-) Chaddock : (-) (-) Openheim : (-) (-) Gordon : (-) (-) Schaefer : (-) (-) Klonus paha : (-) (-) Klonus kaki : (-) (-)
SISTEM SENSIBILITAS
Eksteroseptif Nyeri : (+) (+) Suhu : Tidak dilakukan Taktil : Tidak dilakukan
Proprioseptif Vibrasi : Tidak dilakukan Posisi : Tidak dilakukan
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN
Tes Romberg : Tidak dapat dilakukan Tes telunjuk hidung : Tidak dapat dilakukan Tes telunjuk telunjuk : Tidak dapat dilakukan
19
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hb 11,10 gr/dL 10,8-12,8 gr/dL
Eritrosit 4,4 x10^3/µL 3,6-5,2 µL
Ht 38,3 % 35-43 %
Leukosit 18,33 x10^3/µL 5,5-15,5 µL
Trombosit 359.000 µL 150-450 µL
Basofil 0 % 0-1 %
Eosinofil 0 % 1-3 %
Netrofil segmen 90 % 50-70 %
Neutrofil batang 3 % 2-6 %
Limfosit 3 % 20-40 %
ELEKTROLYTE RESULT REFERENCE RANGESodium 136 137-145 mmol/L
Potasium 3.3 3.6-5.0 mmol/LChloride 109 98-107 mmol/L
VI. DIAGNOSIS
Tetanus Umum grade III
OMSK
Gizi Kurang
Belum pernah diimunisasi Tetanus
VII. RESUME
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang selama 10
menit dengan mata keatas dan badan yang kaku. Pasien langsung dibawa ke UGD
RSUS dan diberi stesolid supp. Setelah itu pasien dipulangkan namun disarankan
untuk kontrol lagi besok ke poli THT karena memiliki riwayat OMSK dan ke poli
anak untuk konsul. Besoknya tanggal 30 – 8 – 2013 , pasien mengalami kejang lagi
diluar poli dan langsung dibawa ke UGD dan diberikan stesolid lagi, namun pasien
mengalami kejang lagi dan disertai dengan bradycardia dan apnea. Kejang
20
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
berlangsung selama 10 menit. Saat kejang leher-rahang kaku, mata melirik keatas,
badan kaku melengkung ke belakang, dan bibir yang membiru. Pasien diberi tindakan
RJP oleh dokter anak dan mengalami perbaikan. Menurut ibu pasien awalnya pasien
mengeluhkan demam dan rahang yang kaku disertai nyeri semenjak 2 hari SMRS.
Pasien juga sering mengalami OMSK yang hilang timbul semenjak 3 bulan SMRS,
namun sejak 1 minggu SMRS OMSK pasien kambuh. Menurut ibu pasien, pasien
mengalami penurunan nafsu makan sejak 2 hari SMRS karena rahangnya yang kaku
dan nyeri. BAB dan BAK pasien normal.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
berat dengan kesadaran Composmentis, GCS E4M6V2. Dari pemeriksaan tanda vital
pasien demam dengan suhu 38,6 ºC, nadi normal, dan pernafasan 24x/menit. Pada
pemeriksaan dijumpai gejala trismus, opistotonus, perut papan dan kejang umum.
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan tonus otot yang meningkat di keempat
ekstermitas. Pada hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan Leukosit
sebesar 18,33 x10^3/µL, dan peningkatan Neutrofil segmen menjadi 90%.
Diagnosis dari Pasien ini adalah tetanus umum akibat OMSK di telinga kiri
dan kanan yang merupakan tempat masuk kuman (port d'entree). Faktor risiko pada
kasus ini ialah tidak diimunisasi lengkap. Fasilitas kesehatan yang ada tidak
dimanfaatkan karena ketidaktahuan manfaat imunisasi. Penyakit ini merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
VIII. TATALAKSANA
Cairan
- RL 500 ml/12 jam Loading
- KaEn 1B 500 ml/24 jam
Medikamentosa
- Antikonvulsan
· Diazepam bolus 10 mg iv, Dosis rumatan maximal : 240 mg/hari
- ATS 50.000 IM
- Antibiotik (diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi)
· Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam
· Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg
BB tiap 6 jam
- Antipiretik
21
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
· Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali (oral), diberikan bila suhu >380C,
setiap 4 jam
Non-medikamentosa
- Diet dengan gizi tinggi kalori dan protein yang bertujuan meningkatkan
daya tahan tubuh pasien.
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
30 Agustus 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang, keluar cairan kuning dari telinga, demam (+)O : KU : tampak sakit sedang TD : 90/60 mmHg RR : 28 x/mntN : 110 x/mnt S : 37,5 ºC
St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : sekret hijau kekuningan dari kedua
telinga- Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, tegang, nyeri tekan (-),
BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
St Neurologi- Kesadaran : E4M5V5 = 14 (pasien gelisah)- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal
Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus
Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +
A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :
- Diazepam 2 mg IV /4 jam - Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 150 mg
22
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
- ATS 50.000 IU IM single dose- ATS 50.000 IU IV single dose
31 Agustus 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang, keluar cairan kuning dari telinga.O : KU : tampak sakit sedang TD : 90/70 mmHg RR : 24 x/mntN : 120 x/mnt S : 36,5 ºC
St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : sekret hijau kekuningan dari kedua
telinga- Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, tegang, nyeri tekan (-),
BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
St Neurologi- Kesadaran : E4M5V5 = 15 (pasien gelisah)- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal
Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus
Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +
A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :
- Diazepam 2 mg IV / 6 jam - Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 75 mg IV
1 September 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang.O : KU : tampak sakit sedang TD : 90/60 mmHg RR : 26 x/mntN : 100 x/mnt S : 36,8 ºC
St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : dBn- Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, tegang, nyeri tekan (-),
BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
St Neurologi- Kesadaran : E4M6V5 = 15- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal
23
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus
Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +
A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :
- Diazepam 2 mg IV / 6 jam - Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 75 mg IV
2 September 2013 S : Kejang (-), kaku di rahang.O : KU : tampak sakit sedang TD : 100/70 mmHg RR : 22 x/mntN : 110 x/mnt S : 36,9 ºC
St Generalis- Kepala : Normosefali- Mata : Pupil isokor, RC +/+- THT : dBn - Mulut : mukosa tidak kering, Trismus (+)- Thorax : S1S2 reguler, murmur(-), gallop(-)- Abdomen : Datar, Supel, Nyeri tekan (-), BU(+)- Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
St Neurologi- Kesadaran : E4M6V5 = 15- Rangsang meningeal : kaku kuduk (-)- N craniales : dalam batas normal
Motorik : - Tonus : Hiper tonus Hiper tonus
Hipertonus Hipertonus- Kekuatan : 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 Refleks fisiologis : (+) / (+) Refleks patologis : Babinski + / +
A : Diagnosis A : Tetanus Grade 3 dan OMSKP :
- Pamol 125 mg Supp PRN- Metronidazol 75 mg IV
BAB III
ANALISA
24
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Pada kasus ini terdapat kejang sejak 1 hari SMRS. Kejang berlangsung selama 10
menit. Saat kejang leher-rahang kaku, mata melirik keatas, badan kaku melengkung ke
belakang, dan bibir yang membiru. Pada anamnesa dengan ibu pasien diketahui bahwa pasien
tidak pernah melakukan vaksin terhadap tetanus dan juga semenjak 3 bulan SMRS pasien
menderita OMSK yang merupakan tempat masuk kuman (port d'entree). Kedua hal tersebut
merupakan faktor resiko untuk infeksi tetanus pada kasus ini. Pada pemeriksaan dijumpai
gejala trismus, opistotonus, dan perut papan. Gejala-gejala tersebut merupakan tanda dari
suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani.
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan tonus otot yang meningkat di keempat
ekstermitas. Pada hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan Leukosit sebesar
18,33 x10^3/µL, dan peningkatan Neutrofil segmen menjadi 90%.
Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan
gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa
penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita
selama infeksi tetanus masih berlangsung.
Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah
(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat
sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali.
Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat
menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.
Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri.
Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke
belakang. (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat
dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami
tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang
terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
25
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah
kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot.
Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena
adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan
sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama
akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Hasil dari pemeriksaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pasien ini
menderita Tetanus Umum dan OMSK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2001.p. 49- 51.
26
LAPORAN KASUS TETANUS Simon Ganesya Rahardjo 17120080040
2. Lubis, U.N. Tetanus Lokal pada Anak. 2008. Available at:
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. (Accesed : October 16th 2013).
3. Ismoedjianto, Darmowando. Tetanus. 2006. Available at:
www.pediatrik.com. (Accesed : 16th Ocobert 2013)
4. Mardjono, Mahar. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004.p. 322-323.
5. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier Saunders;
2005. p. 106-113.
6. Suraatmaja, S, Soetjiningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP
Sanglah. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayana; 2000.p.211-214
27