Upload
dhe-cool
View
74
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
REFRAT
ULKUS DUODENUM
Oleh :
Anita Rachman
G99131016
KEPANITERAAAN KLINIK ILMU FARMASI
RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam
dinding mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum
merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah
epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´ (misalnya ulkus karena
stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran
cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan
setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada mukosa,
submukosa dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari traktus
gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang cukup
mengandung HCL. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian
bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum bagian atas (first portion of the
duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum, yaitu penderita yang
mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).
Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak
ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa sentimeter
pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung.
2.2 Etiologi
Penyebab ulkus duodenum diantaranya :
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien ulkus
peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian
mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien terinfeksi, maka infeksi
dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman diberantas dengan
pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu melakukan penetrasi
sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar
maupun dengan melepaskan enzim – enzim pencernaan yang mencairkan sawar.
Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat
berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan mencernakan epitel, bahkan juga
jaringan – jaringan di sekitarnya. Keadaan ini menuju kepada kondisi ulkus
peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan
sering dua kali lipat dari normal. Predisposisi peningkatan sekresi asam
diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau
kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan
Obat – obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti
indometasin, ibuprofen, asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-
oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat
secara sistemik termasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain, hal
ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga memperlemah perlindungan mukosa
(Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat ini adalah merusak mukosa local melalui
difusi non-ionik ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi
trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Refluks usus lambung
Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi
kerusakan epitel mukosa.
2.3 Patofisilogi
A. PATOFISIOLOGIS
2.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering
tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala
ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya
manifestasi yang mendahului.
FAKTOR AGRESIFFAKTOR DEFENSIF
PENGHANCURAN EPITEL SAWAR
ASAM KEMBALI BERDIFUSI KE MUKOSA
PENGHANCURAN SEL MUKOSA
ASAM HISTAMINPEPSINOGEN PEPSIN
PERANGSANGAN KOLINERGIK
MOTILITAS
PEPSINOGEN
VASODILATASI
PERMEABILITAS THDP PROTEIN
PLASMA BOCOR KE INTERSTISIUM
EDEMA
PLASMA BOCOR KE LUMEN LAMBUNG
FUNGSI SAWAR
PENGHANCURAN KAPILER DAN VENA KECIL
PERDARAHAN
ULKUS
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa
nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks
local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan
makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali,
namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali
timbul.
2. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan
jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami
inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului
oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan
asam lambung.
3. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang
dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat
ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan
gejala setelahnya. (Bruner and Suddart, 2001)
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada pemeriksaan
endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan biopsy.
Keuntungan dari endoskopi:
a. Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan
dinding belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen.
b. Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan
lambung.
c. Bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga disebut barium
swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat
ditemukan dengan endoskopi.
3. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara
langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum
dilakukannya pembedahan.
4. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah
bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah
lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
2.6 Komplikasi
a. Kadang-kadang suatu ulkus menembus seluruh lapisan mukosa sehingga terjadi
perforasi usus, karena isi usus tidak steril, hal ini dapat menyebabkan infeksi
rongga abdomen. Nyeri pada perforasi sangat hebat dan menyebar. Nyeri ini tidak
hilang dengan makan atau antasida.
b. Obstruksi lumen saluran GI dapat terjadi akibat episode cidera, peradangan dan
pembentukan jaringan perut yang berulang-ulang. Obstruksi paling sering terjadi
di saluran sempit antara lambung dan usus halus ada di pylorus (Sfingter di lokasi
ini).
c. Dapat terjadi perdarahan apabila ulkus menyebabkan erosi suatu arteri atau vena di
usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah) atau melena
(keluarnya darah saluran GI atas melalui tinja). Apabila perdarahannya hebat dan
mendadak, maka dapat timbul gejala-gejala syok.
2.7 Penatalaksanaan
Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus gastrikum adalah
menetralkan atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini dimulai dengan
menghilangkan iritan lambung (misalnya obat anti peradangan non-steroid,
alkohol dan nikotin). Makanan cair tidak mempercepat penyembuhan maupun
mencegah kambuhnya ulkus. Tetapi penderita hendaknya menghindari makanan
yang tampaknya menyebabkan semakin memburuknya nyeri dan perut kembung.
ANTASID.
Antasid mengurangi gejala, mempercepat penyembuhan dan mengurangi jumlah
angka kekambuhan dari ulkus. Sebagian besar antasid bisa diperoleh tanpa resep
dokter. Kemampuan antasid dalam menetralisir asam lambung bervariasi
berdasarkan jumlah antasid yang diminum, penderita dan waktu yang berlainan
pada penderita yang sama. Pemilihan antasid biasanya berdasarkan kepada rasa,
efek terhadap saluran pencernaan, harga dan efektivitasnya. Tablet mungkin lebih
disukai, tetapi tidak seefektif obat sirup.
OBAT-OBAT ULKUS.
Ulkus biasanya diobati minimal selama 6 minggu dengan obat-obatan
yang mengurangi jumlah asam di dalam lambung dan duodenum. Obat ulkus bisa
menetralkan atau mengurangi asam lambung dan meringankan gejala, biasanya
dalam beberapa hari.
1. Sukralfat.
Cara kerjanya adalah dengan membentuk lapisan pelindung menutupi ulkus
untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus.
Sukralfat diminum 2 sendok takar (10ml) 4 kali/hari sewaktu lambung
kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Efek samping biasanya terjadi
konstipasi dan mulut kering.
2. Antagonis H2 (simetidin, ranitidine, famotidine, nizatidine). Struktur
homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamine
pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan
sekresi asam post prandial dan nocturnal, yaitu sekresi nocturnal lebih
dominan dalam rangka penyembuhan dan kekambuhan tukak/sikardian.
Dosis terapeutik :
Simetidin : 2 x 400 mg atau 800 mg malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari
Famotidin : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidin : 2 x 75 mg atau 150 mg malam hari.
3. Proton Pump Inhibitor/PPI (Omeprazol, Lansoprazol, Pantoprazol,
Rabeprazol, Esomeprazol).
Omeprazol dan lansoprazol obat terlama digunakan, keasaman labil
dalam bentuk enteric coated granules, dipecah dalam usus dengan pH 6.
Rabenprazol dan Pantoprazol enteric coated tablet, lipofilik terperangkap ke
dalam system tubulovesikuler dan kanalikuli.
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+H+-ATPase
yang akan memecah K+H+-ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen
lambung.
Esomeprazol adalah sangat potensial karena punya isomer optikal S
dan R. Efek penekan sekresi asam PPI maksimal 2-6 jam dan lamanya kerja
72-96 jam. PPI mengganggu absoprsi dari obat ampisilin, ketonazole, besi
dan oksigen.
Dosis :
Omeprazol 2 x 20 mg /standard dosis atau 1 x 40 mg / double
dosis.
Lansoprazol/Pantoprazol 2 x 40 mg /standard dosis atau 1 x 60 mg
/ double dosis.
PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi
aktivitas factor agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek
eradikasi oleh regime triple drugs.
4. Antibiotik.
Digunakan bila penyebab utama terjadinya ulkus adalah
Helicobacter pylori.Pengobatan terdiri dari satu macam atau lebih antibiotik
dan obat untuk mengurangi atau menetralilsir asam lambung. Yang paling
banyak digunakan adalah kombinasi bismut subsalisilat (sejenis sukralfat)
dengan tetracyclin dan metronidazole atau amoxycillin. Kombinasi efektif
lainnya adalah omeprazole dan antibiotik. Pengobatan ini bisa mengurangi
gejala ulkus, bahkan jika ulkus tidak memberikan respon terhadap
pengobatan sebelumnya atau jika ulkus sering mengalami kekambuhan.
5. Misoprostol.
Digunakan untuk mencegah ulkus gastrikum yang disebabkan oleh
obat-obat anti peradangan non-steroid. Obat ini diberikan kepada penderita
artritis yang mengkonsumsi obat anti peradangan non-steroid dosis tinggi.
Tetapi obat ini tidak digunakan pada semua penderita artritis karena
menyebabkan diare (pada 30% penderita).
Pembedahan
Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena pemberian
obat sudah efektif. Pembedahan terutama dilakukan untuk :
1. Mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi,
penyumbatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat
atau mengalami kekambuhan)
2. 2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus
3. ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas
4. ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan.
Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan
dapat timbul masalah-masalah lain seperti pencernaan yang buruk, anemia
dan penurunan berat badan.
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Rs
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Mojolaban, Sukoharjo
No. RM : 01 25 46 14
Masuk RS : 01 Juli 2014
Pemeriksaan : 02 Juli 2014
Keluhan Utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut di ulu hati. Nyeri dirasakan dua
bulan SMRS, hilang timbul namun nyeri mulai dirasakan terus menerus sejak 1
minggu SMRS. Nyeri dirasakan ketika perut kosong atau saat penderita belum
makan. Nyeri sedikit berkurang jika penderita setelah makan. Kadang pasien
minum obat-obatan di warung seperti promag, dan nyeri sedikit berkurang. Nyeri
perut kadang disertai mual dan muntah, muntah berisi makanan yang pasien
makan dan air jumlahnya kurang lebih 1 gelas kecil sekali muntah. Nafsu makan
penderita berkurang karena sering mual dan muntah setelah makan. BAK lancar
tak ada keluhan, 3-5 kali sehari, @ 1 gelas, warna kuning cerah, tidak disertai
nyeri. BAB warna kuning, 2 kali sehari, konsistensi lunak, lendir (-), darah (-),
rasa panas di anus setelah BAB (-), demam (-). Pasien juga mengeluh sering
ngliyer dan mata berkunang-kunang bila berganti posisi dari tiduran kemudian
berdiri.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa dengan pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak sakit, status gizi cukup. Kesadaran compos mentis GCS 456
2. Tanda Vital
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu : 36,5oC
3. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-).
4. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter
3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
6. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah tifoid (-),
papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-).
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), Sekret (-)
9. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
10. Thoraks
Barrel Chest (-), simetris, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi
infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor:
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Para Sternalis Line Sinistra
batas kanan atas : SIC II Para Sternalis Line Dextra
batas kiri bawah : SIC V Para Sternalis Line Sinistra
batas kanan bawah : SIC IV Media Clavicularis Dextra
Auskultasi: Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo:
Inspeksi : bentuk thoraks normochest, simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), vocal fremitus menurun sinistra
Perkusi : pekak pada thorax sinistra
Auskultasi : ronkhi (-)
Wheezing (-)
11. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, bekas luka
operasi (-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput
medusae (-)
Auskultasi : Bising usus (+), bruit hepar (-), bising epigastrium
(-)
Perkusi : timpani (+), pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi
(-).
Palpasi : Nyeri tekan (+), hepar/ lien sulit dievaluasi.
12. Ektremitas :
Superior dekstra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-) petechie
(-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing finger (-),
- -
-
- -
hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)
Superior sinistra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)
Inferior dekstra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka bekas tusukan duri pada plantar
pedis, deformitas (-), ikterik (-), petechie (-), Spoon
nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-),
hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)
Inferior Sinistra Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing
finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)
13. Sistem genetalia: dbn
Temuan Pemeriksaan Yang Mendukung Ke arah diagnosa ulkus duodenum :
1. Riwayat minum obat-obatan :- Promag, bila perut terasa nyeri
- Bodrex, bila pasien sakit kepala
2. Sistem gastrointestinal : sulit menelan (-), mual (+), muntah(+),
kembung(+), cepat kenyang(-), rasa perut penuh(-), nafsu makan
berkurang(+), nyeri perut(+) pada ulu hati, sulit BAB (-), BAB berdarah
merah segar (-), BAB berwarna hitam (-), BAB cair (-), BAB nyeri(-).
3. Pada palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan (+) di regio epigastrium.
4. Pemeriksaan Laboratorium didapatkan abnormalitas : Hb: 11,8 g/dL, Hct
35 %, Jumlah eritrosit 4,0x106/µL.
Differensial diagnosa : ulkus peptikum, ulkus duodenum
Diagnosis : ulkus duodenum
Terapi resep obat :
R / inf. RL fl No. I
Cum infus set No.I
IV catheter no. 22 No. I
Three way No. I
IV 3000 No. I
S imm
R / inj. Ranitidin amp. No.I
Cum dyspossible syringe cc 3 No.I
S imm
R / sucrafate syr fl No. I
S 4 dd syr II ac
Pro : Ny. N ( 50 tahun )
Pembahasan resep
1. Infus RL
Komposisi : per 1000 mL Na 130 meq, Cl 109 meq, K 4 meq, lactate 28
meq, (NaCl 6 g, kcl 0,3 g, CaCl2 0,2 g, Na lactate 3,1 g)
2. Ranitidin
Komposisi : Ranitidine
Indikasi : terapi jangka pendek untuk tukak lambung atau tukak usus 12
jari.
3. Sulcrafate
Komposisi : scrafate
Indikasi : terapi jangka pendek tukak duodenum (hingga 8 minggu).
DAFTAR PUSTAKA
Akil, HAM. 2006. Tukak Duodenum dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
PIPFKUI
Price, Silvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Volume
1. Jakarta: EGC
Gunawan, Gan Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta.