33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Bola Mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan– lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Gambar 1. Struktur anatomi bola mata manusia 4

tinjauan pustaka hifema

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: tinjauan pustaka hifema

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Bola Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari

luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan

siliaris/iris, dan (3) retina.

Gambar 1. Struktur anatomi bola mata manusia4

Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar

24,2 mm.

Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :

1. Tunica Fibrosa

Page 2: tinjauan pustaka hifema

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaq atau sklera dan bagian

anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan

tampak putih. Jika tekanan intra okular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar

yang menyebabkan diskus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.

Sklera juga ditembus oleh n.ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu

vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas

limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang

masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan:

(1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva (2)

Membran Bowman (3) stroma (4) membran descement, bagian yang bersifat elastik dan

dapat berkembang terus seumur hidup (5) endothel yang berhubungan dengan akuos

humor. 1

2. Lamina vasculosa

Vaskular di dalam bola mata yang terdiri dari (1) koroid, merupakan segmen

posterior uvea, diantara sklera dan retina. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh

membran Bruch dan disebelah luar oleh sklera (2) korpus siliare (bagian posterior

bersambung dengan koroid dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri

atas korona siliaris, prosessus siliaris dan muskulus siliaris. Prosessus siliaris berfungsi

sebagai pembentuk akuos humor sedangkan muskulus siliaris merupakan otot yang

mengubah ketegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus

untuk objek berjarak dekat maupun jauh (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis

dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) merupakan perpanjangan korpus

ciliare ke anterior membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan

dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat

sirkuler dan radier. 4

Page 3: tinjauan pustaka hifema

Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada

bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian

dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea.

Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis Schlemm dikenal sebagai jalinan

korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula

tersebut. Kanal Schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea.

Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Dari kanal Schlemn, keluar saluran kolektor, 20

– 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena

siliaris anterior di badan siliar. 4

Gambar 2. Sudut okuli anterior5

3. Tunica sensoria (retina)

Retina merupakan lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan

yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina terdiri atas

pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luar retina sensoris

bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga berhubungan dengan

membran bruch, koroid, dan sklera. Permukaan luar retina melekat pada koroid dan

permukaan dalamnya berkontak dengan korpus vitreum. Tiga perempat posterior retina

merupakan organ reseptor. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora

Page 4: tinjauan pustaka hifema

serrata, di tempat inilah jaringan saraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-

reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.

Bagian anterior retina ini menutupi prosesus siliaris dan bagian belakang iris. 4

Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, yaitu

cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di

bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita.

Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus

sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah

arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas,

cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan

brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta

supratroklearis. 4

Gambar 3. Vaskularisasi bola mata4

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus.

Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang

Page 5: tinjauan pustaka hifema

lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri

siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri

ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus

arteriosus major iris. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior

dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticosae, vena siliaris anterior, dan

vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura

orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.4

Gambar 4. Vaskularisasi segmen anterior4

2.2. Definisi Hifema

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu

daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek

pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan akuos humor yang jernih.6

Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang.

Page 6: tinjauan pustaka hifema

Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan

penglihatan.

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang

merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan merusak sudut bilik mata depan.4 Bila

pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-

kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan

epifora dan blefarospasme.6

Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bilik

mata depan. Darah di dalam akuos dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat

(hifema). Glaukoma akut dapat terjadi apabila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan

sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil. 4

2.3. Klasifikasi Hifema

a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan

pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior

bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh

darah pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).7

b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

Page 7: tinjauan pustaka hifema

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

c) Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) 6:

1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (<1/3)

2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (1/3-1/2)

3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (1/2- hampir total)

4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (total)

2.4. Etiologi

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,

peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan

prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi

adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah

(contohnya juvenile xanthogranuloma).7

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh

kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris,

korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga

akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri

utama dan cabang dari badan siliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada

sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari

luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di  bagian terendah.

Pada hifema traumatika, menurut USEIR database insiden kejadian hifema dapat

disebabkan oleh :

Kontusio 14 %

Ruptur 21%

Penetrasi trauma 25 %

Trauma perforasi 6 %

Page 8: tinjauan pustaka hifema

2.5. Patofisiologi

Trauma tumpul dapat menyebabkan kompresi pada bola mata, disertai peregangan

limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intra

okuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan

biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan

cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar. 7

Koroid dan iris mengandung banyak pembuluh darah. Pergerakan pupil dikontrol oleh

otot iris dan sfingter. Oto-otot tersebut bila mengalami trauma (ruptur) akibat benda tajam

dan atau tumpul akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan menumpuk di sudut

bilik mata depan (COA).7 Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker

mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek

pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris

dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler

okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.4

2.6. Diagnosis

a ) Anamnesis

Yang perlu di tanyakan saat menganamnesis pasien hifema:

o Mekanisme trauma (termasuk arah dan kekuatan trauma).

o Waktu terkena, waktu terjadi penurunan visus, sebelumnya apakah ada menggunakan

pelindung mata. Biasanya penurunan visus terjadi setelah trauma. Penurunan visus

yang juga bisa disebabkan adanya perdarahan sekunder atau perdarahan yang terus

menerus.

Page 9: tinjauan pustaka hifema

o Perlu ditanyakan juga obat-obatan yang dikonsumsi pasien sebelumnya yang

mengandung antikoagulan seperti aspirin, NSAID, warfarin, dan jangan lupa tanyakan

riwayat keluarga tentang penyakit sickle cell.

o Adanya perdarahan pada sudut bilik mata depan akan menimbulkan gejala klinis

berupa nyeri, epifora, blefarospasme dan visus menurun.

b) Pemeriksaan

Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan pada setiap kasus. Curigai adanya

kerusakan mata terbuka sampai terbukti sebaliknya. Setiap kontrol, visus, kerusakan jaringan,

luas hifema dan TIO harus dicatat.

Pemeriksaan yang dilakukan berupa:

Pemeriksaan okuler secara lengkap.

- Pemeriksaan luar dan periokuler harus dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keparahan

trauma.

- Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma yang terjadi dapat

menghalangi pemeriksaan segmen posterior.

- Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan

melindungi mata.

- Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi intra okuler.

- Gambarkan luas dan lokasi tempat terjadinya pembekuan.

- Ukur tekanan intra okuler (TIO).

- Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu Snellen; visus dapat menurun

akibat kerusakan kornea, akuos humor, iris dan retina.

- Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,

glaukoma.

Page 10: tinjauan pustaka hifema

- Slitlamp biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact,

aqueous flare, dan synechia posterior.

- Pemeriksaan dengan oftalmoskop: mengkaji struktur internal okuler.

- Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk dinilai

Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada kedua mata.

Periksakan pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi

fraktur pada lantai orbita.

- Palpebra

Palpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya trauma yang

dalam pada mata.

Laserasi pada palpebra dapat menyebabkan perforasi bola mata.

- Konjungtiva

Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.

Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola mata.

- Kornea dan sklera

Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian dari ruptur

bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi. Dapat terjadi prolapse iris pada

laserasi kornea penuh.

- Pupil

Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect (APD).

Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur bola mata.

- Segmen anterior

Pada pemeriksaan dengan slitlamp, bisa ditemukan defek pada iris, laserasi kornea.

Page 11: tinjauan pustaka hifema

Bilik mata depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan prognosis

yang buruk.

Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan dalam pada ekstrusi vitreus

pada segmen posterior.

- Orbita

Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.

Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dijaga hingga

dilakukan pembedahan.

- Temuan lain

Perdarahan vitreus setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau koroid,

avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing.

Robekan retina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur bola mata.

c) Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan USG

Sekitar 5% cedera mata dengan hifema disertai kerusakan struktur segmen posterior.

Karenanya penting untuk mengevaluasi adanya perluasan kerusakan di segmen

posterior.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada ras tertentu seperti kulit hitam dan hispanik, perlu dilakukan pemeriksaan ke

arah kemungkinan penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide darah merah,

elektroforesis hemoglobin, fungsi pembekuan darah, fungsi ginjal dan hati (menunda

tatalaksana obat-obatan seperti perlunya pemberian antifibrinolitik atau tidak).

Page 12: tinjauan pustaka hifema

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi tidak dilakukan secara rutin, namun CT Scan dapat terindikasi

pada kerusakan mata terbuka atau kecurigaan fraktur orbita.

2.7. Diagnosis Banding

Darah dapat terkumpul di bilik mata depan karena trauma trivial pada kasus - kasus:

Rubeosis Iridis

Neoplasma maligna

Xanthogranuloma juvenil

Lensa intraokular (terutama bila bilik mata depan atau iris terfiksasi)

Abnormalitas faktor pembekuan darah

Trauma terbuka tersembunyi

2.8. Penatalaksanaan

Pada dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :

a. Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang

b. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan

c. Mengendalikan tekanan bola mata

d. Mencegah terjadinya imbibisi kornea

e. Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini

f. Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi

Penanganan konservatif pada hifema:

1. Tirah baring

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi

alas bantal) dengan elevasi kepala 30º-45º. Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada

pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. 

Page 13: tinjauan pustaka hifema

Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai

tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema

dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat

total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan

sekunder. 5 Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak.

2. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan hifema tidaklah mutlak, tapi cukup

berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan

komplikasi yang timbul. Obat-obat yang digunakan:

a. Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,

berguna untuk menekan atau menghentikan perdarahan. Misalnya: anaroxil, adona AC,

koagulan, transamin, vitamin K, dan vitamin C.

Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik yaitu

transamin/ transamic acid sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan

pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu sampai sembuh.

Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat dihindarkan.

Pemberiannya 4 kali 250mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh

karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga

imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran TIO.

b. Midriatika miotika

Page 14: tinjauan pustaka hifema

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau

miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-

sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan

midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila

didapatkan komplikasi iridiosiklitis. 

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan miotika

bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi

perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.

c. Ocular hypotensive drug

Semua ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (diamox) secara oral sebanyak

3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intra okuler. Pada hifema yang

penuh dengan kenaikan tekanan intra okuler, berilah diamox, gliserin, nilai selama 24

jam. Bila tekanan intra okuler tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan

parasentesa yaitu pengeluaran darah melalui sayatan di kornea. Bila tekanan intra okuler

turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal

tekanan intra okulernya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga

parasentesa.

d. Kortikosteroid dan antibiotik

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan

perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik.

e. Obat-obat lain

Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan

analgetik atau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik .

Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa

kodein.

Page 15: tinjauan pustaka hifema

Tindakan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan jika ditemukan glaukoma sekunder, tanda imbibisi

kornea atau hemosiderosis kornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan

perawatan non-operasi selama 3 – 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan

pembedahan bila tekanan bola mata maksimal lebih dari 50 mmHg selama 5 hari atau

tekanan bola mata maksimal lebih dari 35 mmHg selama 7 hari. 4

Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata rata-

rata lebih dari 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.

Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila hifema

total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. 

Untuk cegah timbulnya hemosiderosis kornea dan tidak ada pengurangan dari

tingginya hifema dengan perawatan non operasi selama 3-5 hari. Atas dasar di atas Darr

menentukan cara pengobatan hifema traumatika, sedang Rakusin menganjurkan tindakan

operasi setelah hari kedua bila ditemukan hifema dengan tinggi perdarahannya ¾ bilik depan

bola mata. 

Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan

indikasinya adalah sebagai berikut :

1. Empat hari setelah onset hifema total.

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu).

3. Total dengan TIO 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk mencegah atrofi optik).

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari dengan tekanan

25 mmHg (untuk mencegah corneal blood staining).

Page 16: tinjauan pustaka hifema

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah

peripheral anterior synechiae).

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan TIO

lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika TIO menetap tinggi 50 mmHg atau lebih

selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic pada 50

persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal blood staining

terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathy diperlukan operasi

jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :

1. Parasentesis/ pembersihan bilik mata depan dari darah. Metode paling sederhana dan

paling aman, dapat mengevakuasi sel darah merah yang bersirkulasi. Keuntungannya

meliputi: kemudahan pengerjaan, dapat diulang-ulang, aman bagi konjungtiva atau

pembedahan filtrasi nantinya, perdarahan intraoperatif terkontrol, penurunan TIO dengan

cepat.

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari

bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari

limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan

penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah

tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya

luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit. Parasentese dilakukan bila TIO

tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

2. Expression dan pengeluaran bekuan hifema lewat limbus. Memerlukan insisi luas di

limbus dan luka pada konjungtiva. Waktu yang ideal untuk melakukan ekspresi limbus

adalah pada hari 4-7 (saat konsolidasi dan retraksi bekuan yang maksimal) Manipulasi

cermat untuk menghindari kerusakan epitel kornea, iris dan lensa.

Page 17: tinjauan pustaka hifema

3. Pemotongan bimanual/ aspirasi hifema yang menggumpal menggunakan probe

vitrektomi, efektif dalam mengangkat baik gumpalan hifema dan maupun sel darah yang

tersirkulasi.

Intervensi bedah lainnya yang diperlukan termasuk:

Iridektomi perifer dan trabekulektomi untuk glaukoma

Iridektomi perifer dengan atau tanpa trabekulektomi untuk blok pupil.

Siklodiatermi

Emulsifikasi dan aspirasi ultrasonik

2.9. Komplikasi Hifema

Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin

masih baik dan tekanan intra okuler masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA

dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okuler sehingga mata terasa

sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah

karena tekanan intra okuler lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan

sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya

sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialisis. Besarnya

komplikasi juga sangat tergantung pada derajat hifema.

1. Perdarahan sekunder (Rebleeding)

Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6. Insidensinya sangat

bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris

akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan

sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien,

biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari

Page 18: tinjauan pustaka hifema

post-trauma.Kejadian rebleeding yang lebih tinggi dihubungkan dengan: hifema yang

besar, pasien muda, ras kulit hitam dan Hispanik, pasien yang menggunakan aspirin,

dan pasien yang datang lebih dari 24 jam setelah trauma inisial.8

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma dapat merupakan komplikasi dini atau lanjut. Sekitar 25% mata mengalami

TIO >25 mmHg dan 10% TIO >5 mmHg. Peningkatan ini kelihatannya akibat

gangguan pasase akuos humor melalui jalur anyaman trabekular karena obstruksi

saluran keluarnya oleh sel darah merah, fibrin/aggregat platelet, dan produk degradasi

sel. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu

reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Kerusakan anyaman trabekular langsung karena trauma dan inflamasi

memperburuk keadaan seperti halnya penggunaan steroid topikal atau sistemik.

Tatalaksana glaukoma yang menyertai hifema tergantung tingkat elevasi TIO dan

apakah pasien memiliki penyakit sickle cell. Terapi dimulai bila TIO >30 mmHg pada

keadaan akut dan elevasi TIO >25 mmHg yang persisten ≥2 minggu.

3. Hemosiderosis Kornea

Selama proses penyembuhan, darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk

sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan

diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya

enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam

bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke

dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut

hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti.

Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai

glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder

Page 19: tinjauan pustaka hifema

disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak

selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama

(2 tahun). Insidensinya ± 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan

siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan

kebutaan.6

4. Sinekia Posterior

Sinekia posterior dapat timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi ini

akibat iritis atau iridosiklitis. Sinekia posterior jarang pada pasien yang mendapat

terapi medikamentosa. Sinekia posterior lebih sering terjadi pada pembedahan yang

dilakukan untuk mengevakuasi hifema.6

5. Sinekia Anterior Perifer

Sinekia anterior perifer sering terjadi pada pasien yang ditangani secara medis,

namun hifema masih tertinggal di bilik mata depan untuk waktu yang cukup lama,

biasanya lebih dari 9 hari. Patogenesis sinekia anterior perifer mungkin disebabkan

iritis yang terjadi cukup lama disebabkan oleh trauma awal dan/atau iritasi kimia

akibat darah pada bilik mata depan.

Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat

dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma

tersebut, seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang

terjadi pada hari ke 5-7 sesudah trauma biasanya lebih masif dibanding dengan hifema

primer dan dan memberikan rasa sakit sekali.

Dapat terjadi keadaan yang disebut sebagai hemoftalmitis atau peradangan

intraokuler akibat adanya darah yang penuh dalam bola mata. Dapat juga terjadi

siderosis akibat hemoglobin atas siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.

Page 20: tinjauan pustaka hifema

6. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular. Atrofi papil nervus

optikus terjadi pada peningkatan TIO yang lama atau jika terdapat kontusio pada N. optikus.

Hal ini bisa terjadi pada TIO yang menetap tinggi 50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg

selama 7 hari.4,8

2.10. Prognosis

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli

anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan  tanpa disertai glaukoma,

prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam

beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung

pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila

tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah

buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.1,6

Hifema yang penuh di bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk

dibandingkan dengan hifema sebagian, dengan kemungkinan timbul glaucoma dan imbibisio

kornea. Keberhasilan penyembuhan hifema bergantung pada tiga hal, yaitu :

Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata

Apakah terjadi hifema sekunder

Apakah terjadi komplikasi akibat hifema

Sekitar 80% dari penderita hifema kurang dari sepertiga pengisian ruang anterior kembali

ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik. Sekitar 60% dari penderita dengan hifema

yang menempati lebih dari satu setengah tapi kurang dari total pada ruang anterior kembali

ketajaman visual 20/40 (6/12) atau lebih baik. Sementara, hanya 35% dari penderita dengan

hifema total memiliki visual baik.6

Page 21: tinjauan pustaka hifema

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S dan Yulianti SR. Trauma Mata dalam: Ilmu penyakit mata (ed. 4, cet. III). Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2013. Pp 264-265.

2. Khan BS, Hussain I, and Nawaz A. Management of Traumatic Hyphema with Raised Intraocular Pressure. Pak J Ophthalmol; Vol 23 No.4, 2007.

3. Turkcu FM et al. Demographic and Etiologic Characteristic of Children with Traumatic Serious Hyphema. Turkish Journal of Trauma & Emergency Surgery; Vol 19 (4). 2013. Pp 357-362.

4. Vaughan and Asbury. Hifema dalam Oftalmologi Umum. EGC : Jakarta. 2012. Pp 377-378.

5. American Academy of Ophtalmology. Pediatric Ophtalmology and Strabismus; Section 6. AAO Publisher : Singapore. 2012. Pp 409-411

6. Sheppard, John D. Hyphema. http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview diakses pada tanggal 29 Mei 2014 . 2011.

7. Kuhn F, Pieramici DJ. Ocular Trauma : Principles and Practice. Pp 375, 243, 2011.

8. Optocase. Hyphema. Optometry Continuing Education. www.optocase.com/archieve/Hyphema.aspx diunduh pada tanggal 29 Mei 2014, 2012.